Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan sangat populer
dikalangan anak-anak sekolah. Kebiasaan jajan tersebut sangat sulit untuk
dihilangkan. Biasanya makanan jajanan yang mereka sukai adalah makanan
dengan warna, penampilan, tekstur, aroma dan rasa yang menarik (Dewi,
2003). Anak sekolah merupakan konsumen makanan yang telah aktif dan
mandiri dalam menentukan makanan yang dikehendakinya, baik makanan
jajanan di sekolah maupun di tempat penjualan lainnya. Anak sekolah
umumnya setiap hari menghabiskan sepertiga waktunya di sekolah. Pada
tahap ini, anak mendapat peluang yang lebih banyak untuk memperoleh
makanan, terutama yang diperolehnya di luar rumah sebagai makanan
jajanan. Mereka juga pada umumnya membeli jenis makanan jajanan yang
kandungan zat gizinya kurang beragam yaitu hanya terdiri dari karbohidrat
saja atau karbohidrat dan lemak (minyak) (Winarno, 1997)
Beberapa keunggulan makanan jajanan adalah harganya yang
murah, mudah didapat, cita rasanya yang enak dan cocok dengan selera
kebanyakan masyarakat. Makanan jajanan berdampak positif terhadap
penganekaragaman makanan sejak kecil dalam rangka peningkatan mutu
gizi makanan yang dikonsumsi dan pada akhirnya akan meningkatkan status
gizi (Winarno, 1997). Anak sekolah membutuhkan makanan yang cukup
secara kuantitas dan kualitas agar memiliki keadaan atau status gizi yang
baik (Tampubolon, 2000). Salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber
daya manusia golongan anak sekolah adalah dengan menyediakan makanan
jajanan yang bergizi guna memenuhi kebutuhan tubuh selama mengikuti
pelajaran di sekolah (Hidayat et al, 2005)
Namun kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan sehat masih
belum banyak dimiliki oleh siswa, terutama siswa Sekolah Dasar (SD).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Irawati et al (1998) menunjukkan
bahwa siswa Sekolah Dasar masih belum dapat memilih makanan jajanan

1
yang sehat dan bersih, hal tersebut tercermin dari makanan jajanan yang
dikonsumsi siswa SD di sekolah masih banyak yang mengandung pewarna
sintetik, logam berat, bakteri patogen dan lainlain. Selain itu siswa SD juga
belum terbiasa mencuci tangan sebelum menjamah makanan.
Hermina et al., (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa bila
dilihat dari frekuensi konsumsi makanan jajanan di sekolah selama
seminggu terakhir tampak bahwa sebagian siswa (50%) mengkonsumsi
makanan jajanan yang kurang beragam jenis zat gizinya. Mereka umumnya
membeli jenis makanan jajanan yang kandungan zat gizinya hanya satu atau
dua jenis sumber zat gizi, yakni hanya mengandung karbohidrat atau
karbohidrat dan lemak saja. Makanan jajanan yang ditawarkan belum tentu
menyehatkan, karena kebanyakan dari penjual makanan jajanan belum
sepenuhnya memperhatikan kebersihan, keamanan dan kandungan gizi
makanan yang dijajakan.8,12 Hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) menyebutkan bahwa makanan jajanan anak SD yang
berharga murah dan berbentuk makanan basah siap konsumsi yang dijual
pedagang di sekitar lokasi sekolah masih dicampur dengan berbagai zat
berbahaya (Khomsan, 2004). Hal ini tentu saja dapat membahayakan bagi
kesehatan dan status gizinya. Oleh karena itu perlu adanya informasi yang
memadai bagi siswa tentang pemilihan makanan jajanan yang sehat dan
bergizi..
Menurut Depkes RI (1991) jumlah energi dan protein yang
diharapkan dapat disumbangkan terhadap kebutuhan gizi anak sekitar 10-
15%, jadi untuk energi sekitar 200-300 kkal, dan protein sekitar 3-5 gram.
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat et al (2005) menunjukkan bahwa
sebagian besar makanan jajanan yang dijual belum memenuhi nilai gizi
yang diharapkan. Makanan seperti: cilok, mendoan, bakwan, timus goreng,
dan sosis goreng, berat per porsi hanya 5-30 gram, dengan nilai energi 0-95
kkal, dan protein 0- 3.2 gram. Hal ini masih jauh dari nilai gizi yang
diharapkan dapat disumbangkan dari makanan jajanan.
Oleh karena iu, keberadaan makanan jajanan anak sekolah perlu
mendapat perhatian khusus. Hal ini sejalan dengan Gerakan Jajanan Sehat

2
Anak Sekolah yang dicanangkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia
pada tanggal 31 Januari 2011. Focus pengawasan diberikan pada jajanan
anak sekolah karena data KLB keracunan pangan Badan POM menunjukkan
setiap tahun selalu terjadi keracunan di sekolah dengan anak Sekolah Dasar
menjadi kelompok yang paling sering mengalami keracunan (Widianti,
2012)

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah
adalah bagaimana gambaran pengetahuan siswa/i MIN Jeureula, Aceh Besar
mengenai jajanan sehat

3. Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran pengetahuan siswa/i MIN Jeureula, Aceh
Besar mengenai jajanan sehat

4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan sebagai referensi bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya tentang gambaran pengetahuan siswa/i
mengenai jajanan sehat.

b. Manfaat praktis
i. Bagi siswa
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan siswa
saat memilih mengkonsumsi jajanan, terutama jajanan yang
tidak seimbang dan memikirkan penyakit yang ditimbulkan di
kemudian hari

3
ii. Bagi Sekolah
Bahan pertimbangan pihak sekolah khususnya para guru untuk
selalu mengingatkan para muridnya untuk lebih cermat dalam
memilih jajanan yang sehat
iii. Bagi Instansi Terkait
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan kepada
Pemerintah Daerah dan instansi terkait mengenai jajanan sehat
di lingkungan sekolah serta faktor resiko penyakit di kemudian
hari, sehingga menjadi bahan pertimbangan ke depannya.

Anda mungkin juga menyukai