Teknik ABCS
Adequency: pada radiografi muskuloskeletal yang adekuat, dapat di bedakan korteks, dan
medula tulang, terlihat trabekula, dan jaringan lunak
Aligenment: di nilai kesegarisan antara tulang satu dengan yang lain pada persendian
Bones: dinilai bentuk, ukuran, batass, kontur dan densitas tulang
Cartilage: dinilai tulang rawan dan persendian
Soft tissues: di periksa adanya benda asing, pembengkakan, klasifikasi, penulangan
Teknik foto
Bila secara klinis di duga adanya fraktur harus di buar 2 foto, yaitu Anterior pasterior dan lateral
(AP/LAT) bila tidak mungkin misalnya keadaan umum pasien tidak mengizinkan maka di buat 2
proyeksi tegak lurus satu sama lain. persendian proksimal dan distal harus tampak pada foto.
Relationship (hubungan) bergeser atau tidak: kalau bergeser displaced, kalau tidak bergeser non
displaced
A. Pengertian
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervikalis, vertebralis, dan lumbalis akibat
trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan lalu lintas (Sjamsuhidayat,
1997).
Spinal cord injury (SCI) adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang seringkali disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas. Efek dari spinal cord injury tergantung pada jenis luka dan tingkat
dari cedera. Akibat yang ditimbulkan karena cedera SCI bervariasi, dan yang terparah bisa
sampai mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi
dan berkemih (Fransisca, 2008).
Cidera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan
pada medula spinalis (Brunner & Suddart, 2001)
B. Klasifikasi
Cidera medulla spinalsi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi cedera, antara lain:
Cidera Servikal
Lesi C1 C4
Pada lesi C1 C4, otot trapezius, sternomastoideus dan otot plasma masih berfungsi.
Otot diafragma dan interkostal mengalami paralisis dan tidak ada gerakan involunter
(baik secara fisik maupun fungsional). Dibawah transeksi spinal tersebut, kehilangan
sensori pada tingkat C1 C3 meliputi oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah.
Pasien pada qudriplegia C1, C2, dan C3 membutuhkan perhatian penuh karena
ketergantungan pada/terhadap ventilator mekanis. Pasien ini juga ketergantungan
semua kebutuhan sehari-harinya. Quadriplegia pada C4 mungkin juga membutuhkan
ventilator mekanis tetapi dapat dilepas. Jadi penggunaannya secara intermitten saja.
Lesi C5
Lesi C6
Pada lesi segmen C6, distress pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan
edema asenden dari medulla spinalis. Biasanyaakan terjadi gangguan pada otot bisep,
triep, deltoid dan pemulihannya tergantung pada perbaikan posisi lengan. Umumnya
pasien masih dapat melakukan aktivitas higiene secara mandiri, bahkan masih dapat
memakai dan melepaskan baju.
Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesoris untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Fleksi jari tangan biasanya berlebihan
ketika kerja refleks kembali. Quadriplegia C7 mempunyai potensi hidup mandiri tanpa
perawatandan perhatian khusus. Pemindahan mandiri, seperti berpakaian dan melepas
pakaian melalui ekstrimitas atas dan bawah, makan, mandi, pekerjaan rumah yang
ringan dan memasak.
Lesi C8
Hipotensi postural bisa terjadi bila pasien ditinggikan pada posisi duduk karena
kehilangan control vasomotor. Hipotensi postural dapat diminimalkan dengan pasien
berubah secara bertahap dari berbaring ke posisi duduk. Jari tangan pasien biasanya
mencengkram.Quadriplegia C8 harus mampu hidup mandiri, mandiri dalam berpakaian,
melepaskan pakaian, mengemudikan mobil, merawatrumah, dan perawatan diri.
Cidera Thorakal
Lesi T1 T5
Lesi T6 T12
T3 : Aksilla.
T5 : Putting susu.
T6 : Prosesus xifoid.
T10 : Umbilikus.
Cidera Lumbal
Lesi L1
Semua area ekstrimitas bawah, menyebar ke lipat paha& bagian belakang dari bokong.
Lesi L2
Lesi L3
Ekstrimitas bagian bawah dan daerah sadel.
Lesi L4
Lesi L5
Aspek luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstrimitas bawah dan area sadel
Cidera Sakral
Pada lesi yang mengenai S1-S5, mungkin terdapat beberapa perubahan posisi dari telapak kaki.
Dari S3-S5, tidak terdapat paralisisdari otot kaki. Kehilangan sensasi meliputi area sadel,
skrotum, danglans penis, perineum, area anal, dan sepertiga aspek posterior paha.
Klasifikasi Frankel:
C. Etiologi
Menurut Jones & Fix (2009) dan Brunner &Suddart (2001) ada beberapa penyebab dari spinal
cord injury (SCI), antara lain:
Trauma tumpul
Trauma tusuk
Spondilitis ankilosa
Artritis rheumatoid
Abses spinal dan tumor, khususnya limfoma dan mieloma multipel.
Kecelakaan lalu lintas/jalan raya.
Injuri atau jatuh dari ketinggian.
Menurut Jones & Fix (2009) ada beberapa tanda nda gejala dari SCI, antara lain:
1. Pada awalnya syok spinal: paralisis flaksid dengan penurunan atau tidak adanya aktivitas
refleks.
2. Hilangnya fungsi motorik sebagia/parsial di bawah level SCI (termasuk pergerakan
volunter & pergerakan melawan gravitasi atau tahanan).
3. Kehilangan fungsi sensori sebagian atau total di bawah level SCI (termasuk sentuhan,
suhu, nyeri, propriosepsi (misalnya; posisi)).
4. Pada awalnya peningkatan HR bradikardia; pada awalnya peningkatan TD
penurunan TD.
5. Nyeri akut di punggul atau leher, dapat menjalar di sepanjang saraf.
6. Refleks tendon dalam dan aktivitas refleks perianal abnormal.
7. Hilangnya keringat dan vagomotor.
8. Hilangnya refleks-refleks sensorik, motorik dan tendon dalam di bawah level cedera.
9. Retensi sekresi paru, menurun kapasitas vital, peningkatan PaCO , penurunan O gagal
2 2
E. Patofisiologi
Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus terbanyak cedera spinal cord
mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,
kompresi atau rotasi pada tulang belakang.
Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan
dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cedera spinal cord dapat berupa memar, kontusio,
kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, dan perdarahan.
Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk melepaskan mediator kimia,
kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan respon nyeri hebat dan akut anestesi.
Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta kandung kemih. Gangguan
kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia
dan gangguan eliminasi.
Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi yang terkena: jika terjadi
cedera pada C-1 sampai C-3 pasien akan mengalami tetraplegia dengan kehilangan fungsi
pernapasan atau sistem muskular total; jika cedera mengenai saraf C-4 dan C-5 akan terjadi
tetraplegia dengan kerusakan, menurunnya kapasitas paru, ketergantungan total terhadap
aktivitas sehari-hari; jika terjadi cedera pada C-6 dan C-7 pasien akan mengalami tetraplegia
dengan beberapa gerakan lengan atau tangan yang memungkinkan untuk melakukan sebagian
aktivitas sehari-hari; jika terjadi kerusakan pada spinal C-7 sampai T-1 seseorang akan
mengalami tetraplegia dengan keterbatasan menggunakan jari tangan, meningkat
kemandiriannya; pada T-2 sampai L-1 akan terjadi paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai
fungsi dari otot interkostal dan abdomen masih baik; jika terjadi cedera pada L-1 dan L-2 atau
dibawahnya, maka orang tersebut akan kehilangan fungsi motorik dan sensorik, kehilangan
fungsi defekasi dan berkemih (Fransisca, 2008).
F. Pemeriksaan Penunjang
H. Komplikasi
I. Penatalaksanaan
Immobilisasi
Stabilisasi Medis
Terutama sekali pada penderita tetraparesis/etraplegia:
Periksa vital signs