Skripsi Abdulloh U.I.K
Skripsi Abdulloh U.I.K
Disusun oleh :
Ingatlah kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara yang
akan aku terangkan dari kesemuanya itu dengan jelas yaitu : cerdas, tekun dan
teliti, ada kemauan, sabar, ada bekal, mengikuti petunjuk guru, dan lamanya
masa
iv
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini kepada :
Kakak-kakakku tersayang...
Adik-adikku tersayang...
Almamaterku...
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Bangsa dan Tanah Airku...
v
ABSTRAK
Subgrade merupakan tanah dasar atau tanah asli yang berada di bawah struktur
jalan yang berfungsi menerima tekanan akibat beban lalu lintas yang ada
diatasnya, sehingga daya dukungnya harus cukup untuk menerima beban lalu
lintas tanpa mengalami kerusakan. Permasalahan akan muncul jika subgrade
merupakan tanah lunak, sehingga perlu dilakukan perkuatan seperti soil mixing
column. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perilaku penambahn soil mixing
column terhadap lendutan pada tanah dasar (subgrade) lunak, dan
membandingkan lendutan antara pengamatan dengan pendekatan menggunakan
rumus Hetenyi (1974).
Metode penelitian yang digunakan yaitu model fisik skala kecil di laboratorium.
Sampel tanah dibedakan menjadi 4 macam variasi yaitu: tanah lunak tanpa
perkuatan (Varasi A), dengan perkuatan soil mixing column (Variasi B), dengan
penambahan subbase di atas perkuatan (Variasi C), dan dengan penambahan base
course di atas subbase (Variasi D). Pengujian lendutan dilakukan dengan
meletakkan pelat besi di atas setiap Variasi kemudian dibebani dengan beban
berulang baik pada posisi sentris pelat maupun posisi eksentris pelat. Dial gauge
sebanyak 5 buah diletakkan di atas pelat untuk membaca lendutan yang terjadi
saat uji pembebanan.
Hasil penelitian ini menunjukan perkuatan soil mixing column (Variasi B) mampu
mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 59,77% (untuk beban sentris) dan
59,85% (untuk beban eksentis) terhadap lendutan pelat diatas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A). Perbandingan lendutan antara pengamatan dengan metode
pendekatan rumus Hetenyi (1974) menunjukkan grafik lendutan yang hampir
sama, akan tetapi selisih nilai lendutan pelat pada hasil pengamatan dengan hasil
perhitungan masih cukup besar yaitu berkisar antara 44,75% hingga 65,46%.
Kata kunci : tanah lunak, tanah dasar, subbase, base course, soil mixing column,
lendutan.
vi
ABSTRACT
Subgrade is subgrade soil or pure soil under of the stucture of road. It is used to
get pressure of traffic loads, so its carrying capacity should be sufficient to get
traffic loads without damage. The Problem will arise if the subgrade is a soft soil,
so we need to do reinforcement, for the example is soil mixing column. The
purpose of this research is to know about adding treatment of soil mixing column
to deflection in soft subgrade, and to compare deflection between observation and
estimation with Hetenyis formula (1974).
The result of this research show that the soil mixing columns cultivication
(Variation B) can reduce the deflection up to 59,77% (for centric load) and
59,85% (for eccentric load) to deflection of plate above the soil without
reinforcement (Variation A). Comparison of deflection between observation and
estimation with Hetenyis formula (1974) show that the graphic of deflection of
two methods are same, but differences of deflection value in this result of this
research and calculation are too large about 44,75% until 65,46%.
Keywords : soft soil, subgrade, subbase, base course, soil mixing column,
deflection
vii
KATA PENGANTAR
1. Wibowo, S.T, DEA selaku pimpinan Program Studi Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret.
2. Dr. Bambang Setiawan, ST, MT selaku dosen pembimbing I yang telah
membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian hingga penulisan tugas
akhir ini.
3. R. Harya Dananjaya H.I S.T, M.Eng, selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian hingga penulisan tugas
akhir ini.
4. Dr. Niken Silmi Surjandari, S.T., M.T. dan Ir. Noegroho Djarwanti, M.T.
selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat
berarti bagi penulis.
5. Amirotul M.H.M, S.T, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas segala
arahan, bimbingan serta dukungannya.
6. Ayah, Ibu, Kakak-kakak, dan saudara-saudara yang terus memberikan
dorongan moral dan spiritual
7. Teman-teman tim perkuatan tanah dasar lunak yang telah bekerja sama dengan
sangat baik dalam penelitian kali ini.
8. Teman-teman S-1 Teknik Sipil angkatan 2012 terima kasih atas dukungan dan
kerjasama yang kompak.
viii
9. Pihak-pihak lain yang telah banyak memberi sumbangan pikiran dan bantuan
selama penelitian hingga penyusunan Tugas Akhir ini yang tidak dapat penulis
sebut satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih ada
kekurangan, dengansegala kerendahan hati penulis mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Semoga laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi penulis dan semua pihak yang memerlukan.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
MOTTO ...................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ....................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
ABSTRACT .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 2
1.5. Batasan Masalah ................................................................................ 3
x
3.2.2 Bahan ..................................................................................... 15
3.3. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ................................................ 17
3.4. Tahap Penelitian ................................................................................ 18
3.4.1. Tahap Persiapan Penelitian .................................................... 18
3.4.2. Tahap Penelitian Pendahuluan ............................................... 22
3.4.3. Tahap Penelitian Utama ......................................................... 22
3.4.4. Pembacaan Nilai Lendutan .................................................... 27
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Balok terhingga yang dibebani titik pada tengah bentang ......... 8
Gambar 2.3 Hitungan lendutan akibat beban titik yang tidak tepat ditengah 9
Gambar 3.2 Sketsa tampak atas bagian bak uji tanah dengan perkuatan ....... 11
Gambar 3.9 Proses pengambilan sampel tanah pada satu titik ...................... 15
Gambar 3.10 Pengambilan pasir yang digunakan sebagai base course ........... 16
Gambar 3.13 Semen dan air yang diaduk untuk menghasilkan cement slurry 18
Gambar 3.14 Sampel tanah yang telah dimasukkan ke dalam kantong plastik 19
Gambar 3.16 Alat penjepit berupa besi siku yang dikaitkan dengan baut ....... 21
Gambar 3.18 Proses penyetingan alat pembebanan pada box pengujian ......... 21
Gambar 3.19 Perletakan mata bor di atas tanah (a), Pengadukan tanah-semen
xiii
Gambar 3.20 Bagian-bagian alat soil mixing column sederhana ..................... 24
Gamabr 3.21 Konfigurasi titik pemasangan perkuatan soil mixing column .... 25
Gambar 3.22 Perkuatan soil mixing column siap uji pembebanan .................. 25
Gambar 3.23 Proses penyetingan dial gauge pada box pengujian pembebanan 26
(Variasi A) ................................................................................. 28
3 cm ............................................................................................ 30
Gambar 3.29 Pengujian lendutan sentris dengan base course (Variasi D) ...... 31
Gambar 3.31 Pembebanan eksentris pada tanah dengan perkuatan soil mixing
column ....................................................................................... 32
Gambar 4.2 Lendutan pelat dengan beban sentris di atas tanah tanpa
Gambar 4.3 Hubungan beban dengan lendutan pelat di atas tanah tanpa
Gambar 4.4 Lendutan pelat dengan beban sentris di atas perkuatan soil
Gambar 4.5 Hubungan beban dengan lendutan pelat di atas perkuatan soil
xiv
mixing column (Variasi B) pembebanan sentris......................... 39
Gambar 4.9 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan sub
Gambar 4.10 Lendutan pelat dengan beban eksentris di atas tanah tanpa
Gambar 4.11 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas tanah tanpa
Gambar 4.12 Lendutan pelat dengan beban eksentris di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi B) ......................................................... 46
Gambar 4.13 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas perkuatan soil
Gambar 4.15 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan sub
Gambar 4.16 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course
xv
pembebanan eksentris ............................................................... 50
Gambar 4.17 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan sub
sentris ......................................................................................... 58
eksentris...................................................................................... 59
xvi
Gambar 4.26 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing
sentris ......................................................................................... 66
eksentris...................................................................................... 67
sentris ......................................................................................... 68
eksentris...................................................................................... 68
xvii
Gambar 4.36 Perbandingan nilai lendutan pelat hasil pengamatan dengan
pendekatan Hetenyi (1974) pada Variasi C yang dibebani secara
sentris ......................................................................................... 69
eksentris...................................................................................... 70
sentris ......................................................................................... 71
eksentris...................................................................................... 71
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
xix
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
Dari latar belakang di atas, maka diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perubahan lendutan yang terjadi pada pelat di atas tanah tanpa
perkuatan dan dengan perkuatan soil mixing column?
Agar penelitian ini tidak terlalu luas tinjauannya dan tidak menyimpang
dari rumusan masalah yang ditetapkan, maka perlu adanya pembatasan terhadap
masalah yang ditinjau. Batasan-batasan masalah yang diambil dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Tanah yang digunakan sebagai sampel adalah tanah lempung yang diambil
dari daerah Ketitang, Nogosari, Boyolali.
2. Pekerjaan soil mixing column diaplikasikan dalam skala kecil di laboratorium
pada sampel tanah yang dipadatkan dalam box dengan panjang 1 m, lebar 0,5
m, kedalaman 0,6 m dengan cara insitu.
3. Pelat besi dengan ketebalan 4,5 mm diasumsikan sebagai perkerasan sebatas
untuk mengetahui perubahan lendutan yang terjadi sebelum dilakukan soil
mixing column dan sesudah dilakukan soil mixing column.
4. Beban yang diterapkan terhadap pelat yaitu 20kg, 40 kg, 60 kg, dan 80kg.
3
1. Mengetahui perubahan lendutan yang terjadi pada pelat di atas tanah tanpa
perkuatan dan dengan perkuatan soil mixing column.
1. Menjadi salah satu referensi bagi para peneliti dalam melakukan metode
perbaikan tanah dasar atau subgrade.
2. Menjadi salah satu referensi mengenai penggunaan Soil Mixing Column
sebagai perkuatan pada tanah dasar atau subgrade.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Metode yang digunakan untuk membuat soil mixing column adalah Deep
Soil Mixing (DSM). Metode ini merupakan metode baru mengenai stabilisasi
tanah yang dikembangkan di Jepang sejak tahun 1970-an. Metode ini dilakukan
untuk memperbaiki sifat teknis dari tanah lunak kohesif hingga mencapai
kedalaman 50 m. Metode DSM atau pencampuran tanah dalam secara insitu dengan
bahan aditif, kuat geser dan CBR dapat mengalami peningkatan. Selain itu,
penurunan struktur di atasnya dapat berkurang (Moseley, 2000).
Hasil penelitian dengan perkuatan kolom tanah kapur tunggal berdiameter
50 mm dengan panjang 200 mm dan diletakkan di dalam kotak baja berukuran
(1,21,21) m menunjukkan bahwa seiring dengan penambahan kadar kapur, kuat
dukung tanah meningkat dari 0,23 kN menjadi 5,2 kN setelah diperkuat dengan
kolom-kapur. Pemasangan kolom-kapur meningkatkan kekuatan tanah
disekitarnya hingga mencapai 3D dari pusat kolom-kapur (Muntohar, 2009).
Metode Deep Soil Mixing berguna untuk mengurangi lendutan dan
meningkatkan stabilitas tanah. Terkait dengan reduksi lendutan yang terjadi,
Bowles (1996) menyatakan, lendutan memiliki hubungan konseptual antara tekanan
tanah dengan modulus reaksi subgrade. Koefisien reaksi tanah dasar arah vertikal
(k) dapat digunakan dalam hitungan lendutan. Koefisien ini ditentukan sebagai
tekanan fondasi (q) yang dibagi dengan penurunan yang bersesuaian (d) dari tanah
di bawahnya. reaksi tanah dasar tidak lain adalah distribusi reaksi tanah (q) di bawah
struktur fondasi guna melawan beban fondasi. Lendutan () ditentukan dengan cara
mengalikan tekanan (q) dengan nilai koefisien tersebut (k). Reaksi subgrade
terdistribusi tidak linier akibat beban merata fondasi. Pada lempung, distribusi
reaksi tanah berbentuk cembung dengan reaksi maksimum di sekitar pinggir fondasi
dan reaksi yang lebih kecil pada tengah-tengah fondasi (Puri, 2013).
4
5
Tanah lunak pada umumnya sangat dihindari dalam dunia konstruksi, karena tanah
lunak memiliki daya dukung yang rendah. Kemampuan daya dukung tanah lunak
yang rendah mengharuskan adanya perbaikan tanah yang mana itu akan semakin
mengeluarkan uang yang berlebih.
Kualitas tanah sebagai subgrade dalam AASHTO, dinyatakan dalam Group Indeks
(GI). Semakin besar angka di belakang huruf A maka menunjukkan penilaian yang
semakin buruk sebagai tanah dasar dan kapasitas dukungnya semakin rendah.
Jenis subgrade juga bisa ditentukan berdasarkan nilai CBR. Nilai CBR yang
semakin besar menunjukkan bahwa subgrade semakin stabil, sedangkan untuk
tanah dengan nilai CBR kurang dari 2% menunjukkan subgrade yang lemah atau
lunak. Jenis subgrade berdasarkan nilai CBR ditunjukkan padda Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis subgrade berdasarkan nilai CBR (Departemen Pekerjaan Umum,
2002)
Jenis subgrade CBR subgrade
Lemah CBR 2%
Tanah lempung pada umumnya juga bisa digolongkan dalam tanah lunak
berdasarkan sifat-sifat yang dimilikinya. Tanah lempung sangat keras dalam
keadaan kering, bersifat plastis pada kadar air sedang, sedangkan pada keadaan air
yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lebih lengket (kohesif) dan sangat
lunak. (Terzaghi, 1987). Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung diantaranya adalah
sebagai berikut (Hardiyatmo, 1992) :
a. ukuran butir halus, yaitu kurang dari 0,002 mm.
b. permeabilitas rendah.
c. kenaikan air kapiler tinggi.
d. bersifat sangat kohesif.
e. kadar kembang susut tinggi.
f. proses konsolidasi lambat.
7
dengan :
p = tekanan yang diterima plat (kN/m2)
= defleksi yang terjadi pada plat (m)
dengan,
Q = beban titik (kN)
Ac = luas bidang tekan (m2)
a = nilai lendutan rerata pelat (m)
dengan :
a = lendutan rerata pelat fleksibel (m)
i = lendutan di titik ke-i dari pelat fleksibel (m)
i = nomor titik pengukuran 1 sampai n
li = jarak masing-masing titik (m)
L = panjang pelat yang menyentuh tanah (m)
Gambar 2.1 menunjukkan gambaran untuk menentukan lendutan rerata pada pelat
fleksibel yang diusulkan oleh Hardiyatmo (1999).
Perilaku lendutan balok pada fondasi elastis tergantung dari nilai fleksibilitas balok
(). Nilai fleksibilitas balok didapat dari Persamaan (2.4) berikut:
= ......................................................................................... (2.4)
4
dengan :
k = modulus reaksi tanah dasar (kN/m3)
= Fleksibilitas balok di atas tanah (m-1)
E = modulus elastisitas balok (kN/ m2)
I = momen inersia balok (m4)
B = lebar balok (m)
Lendutan pelat dengan panjang terbatas yang dibebani beban terpusat di sembarang
titik (Gambar 2.1), dihitung dengan persamaan dari teori balok pada fondasi elastik
(Hetenyi, 1974) :
a. Beban Sentris
Pelat dengan panjang terbatas yang dibebani beban terpusat tepat di tengah bentang
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Balok terhingga yang dibebani beban titik pada tengah bentang
(Hetenyi, 1974 dalam Hardiyatmo, 2009)
Lendutan pada pelat dengan panjang terhingga dengan beban terpusat dihitung
menggunakan Persamaan (2.5) sebagai berikut :
1
= 2+ cosh x cos l x) + cos x cosh l x)-sinh x
dengan,
x = jarak dari titik tengah balok ke titik yang ditinjau (m)
Q = beban titik (kN)
l = panjang balok (m)
b. Beban Eksentris
Pelat dengan panjang terbatas yang dibebani disembarang titik (tidak tepat di
tengah), seperti yang ditunjukan Gambar 2.3, bisa dihitung dengan Persamaan (2.6)
sebagai berikut:
. 1
= 2 cosh x cos x (sinh l cos a cosh b - sin l cosh a cos b )
22
+ ( cosh x sin x + sinh x cos x ) sinh l ( sin a cosh b- cos a sinh b ) + sin l
(sinh a cos b cosh a sin b(2.6)
dengan,
a,b = jarak-jarak yang ditunjukan dalam gambar 2
Q = beban titik
l = panjang balok
Gambar 2.3 Hitungan lendutan akibat beban titik yang tidak tepat ditengah
(Hetenyi, 1974 dalam Hardiyatmo, 2009)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Umum
10
11
Gambar 3.1 Bak pengujian berukuran panjang 1 m lebar 1 m dan tinggi 0,60 m
Gambar 3.2 Sketsa tampak atas bagian bak uji tanah dengan perkuatan
Gambar 3.3 menunjukkan potongan melintang sketsa tampak atas bagian bak uji
tanah dengan perkuatan. Gambar 3.4 menunjukkan potongan memanjang sketsa
tampak atas bagian bak uji tanah dengan perkuatan.
13
2. Dial gauge
Alat ini digunakan untuk mengetahui besarnya lendutan yang terjadi
pada plat baja pada saat uji pembebanan. Dial gauge yang digunakan
berjumlah 5 buah dengan ketelitian 0,01 mm.
3. Waterpass
Alat ini digunakan untuk mengukur permukaan tanah agar benar-benar
rata secara horisontal. Hal ini bertujuan agar plat yang digunakan dapat
rata dengan permukaan tanah, sehingga beban yang diberikan pada plat
mendapatkan perlawanan yang maksimal dari tanah.
4. Satu unit alat pembebanan dan alat pendukung lainnya, seperti palu,
pemadat tanah, penggaris, tempat air dan tempat pencampur tanah.
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari :
a. Tanah
Tanah yang digunakan sebagai media uji pada penelitian ini merupakan
tanah lempung lunak. Tanah ini diambil dari daerah Ketitang Nogosari
Boyolali. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada satu titik dan pada
kedalaman 0,5 m dari permukaan tanah. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan media tanah yang homogen.
b. Air
Air yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laboratorium
Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta.
c. Semen PC
Semen yang digunakan untuk Soil Mixing Column adalah semen pc
d. Plat baja
Pelat baja yang digunakan memiliki ketebalan 4,5 mm. Pelat tersebut
kemudian dibentuk menjadi persegi panjang dengan ukuran 80 cm 30 cm.
16
e. Pasir
Pasir yang digunakan adalah pasir yang lolos saringan nomor 4 dan tertahan
di saringan nomor 200. Pasir di ambil dari laboratorium struktur Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang ditunjukkan pada Gambar 3.10.
f. Kerikil
Kerikil yang digunakan merupakan krikil lolos saringan nomor 3/8 dan
tertahan saringan nomor 4 seperti ditunjukan pada Gambar 3.11. Kerikil di
ambil dari laboratorium struktur Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Mulai
Pengujian Pendahuluan
Melakukan uji pembebanan pada pelat yang diletakkan di atas tanah tanpa
perkuatan, dengan soil mixing column, penambahan subbase, dan
penambahan base course secara sentris dan eksentris.
Analisa
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.13 Semen dan air yang diaduk untuk menghasilkan cement slurry
2) Pasir
Pasir yang digunakan sebagai base course dalam penelitian ini yaitu pasir
lolos saringan 4 dan tertahan pada saringan 200. Proses penyaringan pasir
ditunjukkan pada Gambar 3.15.
Gambar 3.16 Alat penjepit berupa besi siku yang dikaitkan dengan baut
Gambar 3.16 menunjukkan alat penjepit yang digunakan untuk menjepit alat
pembebanan pada balok penyangga sehingga memudahkan posisi pembebanan.
Gambar 3.17 menunjukkan proving ring berupa pipa baja yang telah dikalibrasi.
(a) (b)
Gambar 3.19 Perletakan mata bor di atas tanah (a), Pengadukan tanah-semen
secara in-situ (b).
24
Gambar 3.19 menunjukkan proses pembuatan soil mixing column pada media
tanah.
tabung semen
mesin penggerak
selang penghubung
tiang pelurus
saklar
tiang bor
mata bor
penyangga
Gambar 3.20 menunjukkan alat soil mixing column sederhana dan bagian-
bagiannya.
Keterangan :
a : tabung semen
berfungsi untuk menampung semen cair
b : mesin penggerak utama
berfungsi sebagai mesin utama untuk menggerakkan mata bor
c : selang penghubung
berfungsi untuk menyalurkan semen dari tabung semen ke mata bor
d : tiang pelurus
berfungsi untuk menghasilkan kolom yang tegak lurus dengan tanah
e : saklar
berfungsi untuk menyalakan/ mematikan alat
f : tiang bor
berfungsi untuk meneruskan mata bor ke dalam tanah
25
g : mata bor
berfungsi untuk melubangi sekaligus mengaduk tanah dengan semen
yang disemprotkan dari ujung mata bor.
h : penyangga
berfungsi untuk menopang alat di atas media tanah
Setelah terbentuk kolom semen-tanah pada semua titik yang ditandai, sampel
didiamkan selama 1 minggu untuk proses pengerasan semen.
Gambar 3.22 menunjukkan perkuatan soil mixing column yang sudah siap untuk
diuji pembebanan.
3. Pengujian pembebanan
Pengujian pembebanan dilakukan untuk mengetahui besarnya lendutan yang terjadi
pada plat. Tahap pengujian pembebanan meliputi pekerjaan-pekerjaan antara lain
sebagai berikut :
a. Pemasangan alat pembebanan
Pemasangan alat pembebanan dilakukan dengan cara mengaitkan alat pada
tiang penyangga secara dinamis sehingga mudah untuk digeser ke posisi
pembebanan yang diinginkan. Setelah alat pembebanan terpasang, plat besi
dengan tebal 4,5 mm panjang 80cm dan lebar 30 cm diletakkan di atas tanah.
b. Pemasangan dial gauge
Pemasangan dial gauge dilakukan pada lima titik yang sudah ditandai pada
besi penopang dial. Dial gauge yang digunakan sebanyak 5 buah dan dipasang
dengan jarak tiap dial yaitu 0,2 m.
Gambar 3.23 Proses penyetingan dial gauge pada box pengujian pembebanan
Gambar 3.23 menunjukkan proses pemasangan dan penyetingan dial gauge pada
box pengujian.
27
c. Pengaturan alat
Alat pembebanan diatur sehingga stabil (kaku). Tuas pada alat pembebanan
diputar sehingga torak memberi tekanan pada pelat tumpuan stone coloumn
sampai dial gauge menunjukkan pergerakan sedikit. Hal ini untuk memastikan
bahwa torak benar-benar menyentuh pelat secara keseluruhan.
d. Uji Pembebanan (Loading Test)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui modulus reaksi tanah dasar dan
lendutan yang terjadi pada plat setelah diberikan beban aksial. Pengujian
dilakukan setelah dial gauge diatur pada angka nol. Setelah itu pembebanan
dilakukan dengan memberikan beban 20 Kg, kemudian dikembalikan ke 0,
diberi beban lagi 20 kg, sampe berulang 3 kali, seterusnya beban bertambah
menjadi 40 Kg, 60 Kg dan maksimal 80 Kg.
Pengujian pembebanan bertujuan untuk mengetahui modulus reaksi tanah dasar dan
lendutan yang terjadi pada plat setelah diberikan beban aksial. Pengujian lendutan
dibedakan dalam 4 variasi pembebanan. Variasi pembebanan yang dilakukan
ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Variasi Uji Pembebanan untuk Mencari Nilai Lendutan
NO Variasi Keterangan
1 Variasi A Tanpa Perkuatan
2 Variasi B Perkuatan Soil Mixing Column
Variasi B + Penambahan sub base berupa hamparan
3 Variasi C
kerikil setinggi 3 cm
Variasi C + Penambahan base course berupa
4 Variasi D
hamparan pasir setinggi 3 cm
Gambar 3.25 Pengujian lendutan sentris dengan perkuatan soil mixing column
(Variasi B)
29
(a) (b)
Gambar 3.29 Pemadatan pasir dengan balok kayu (a), Pengujian lendutan
sentris dengan base course (b)
Gambar 3.31 Pembebanan eksentris pada tanah dengan perkuatan soil mixing
column
Penelitian pendahuluan telah dilakukan dan didapatkan data sifat fisik dari tanah yang
diamati, yaitu tanah lempung lunak yang diambil dari daerah Ketitang, Nogosari,
Boyolali. Sebagaimana disebutkan dalam metodologi penelitian, data ini digunakan
untuk penentuan penggolongan tanah apakah termasuk tanah lunak atau tidak, karena
media dalam penelitian ini adalah tanah lempung lunak. Tabel 4.1 menunjukkan
rekapitulasi penelitian parameter tanah yang dipakai sebagai sampel dalam penelitian
ini.
33
34
Data pada Tabel 4.2 kemudian disajikan dalam grafik sebagai berikut:
70,00%
60,00%
50,00%
Kadar Air
40,00%
10,00%
0,00%
1 2 3 4 5 6
Hari Ke
Hasil penelitian utama berupa nilai lendutan yang terjadi pada pelat setelah diberikan
beban (loading test). Nilai lendutan didapat dengan cara membaca dial gauge yang
menunjukan suatu nilai bacaan yang dinamakan load dial. Load dial yang terbaca pada
kelima dial gauge kemudian dicatat untuk disusun menjadi grafik nilai lendutan.
Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, pengujian pembebanan dilakukan pada
posisi sentris dan eksentris, sehingga didapatkan nilai lendutan pembebanan sentris dan
nilai lendutan pembebanan eksentris.
Terdapat 4 variasi yang digunakan dalam penelitian ini. Variasi tersebut yaitu:
1. Variasi A : kondisi tanah tanpa perkuatan
2. Variasi B : kondisi tanah dengan perkuatan soil mixing column
3. Variasi C : kondisi tanah dengan penambahan subbase 3 cm di atas
perkuatan soil mixing column
4. Variasi D : kondisi tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column
Pembebanan dilakukan pada pelat yang diletakkan di atas keempat variasi tersebut
dengan beban 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg. Pembebanan dilakukan pada tengah
bentang pelat (kondisi sentris) dan seperempat bentang (kondisi eksentris).
Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
sentris di atas tanah lempung lunak tanpa perkuatan. Pada pembebanan sentris, beban
berada pada jarak 0,4 m dari pelat (dial gauge C). Uji pembebanan dilakukan sebanyak
3 kali pengulangan pada beban yang sama untuk merepresentasikan beban lalu-lintas
kemudian diambil nilai rata-rata. Beban yang digunakan yaitu 20 kg, 40 kg, 60 kg dan
80 kg. Tabel 4.3 menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan
yang terbaca pada 5 dial gauge di atas pelat dengan beban sentris.
36
Tabel 4.3 Lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan dengan pembebanan sentris
BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)
(kgf) A B C D E
20 0,01 0,04 0,22 0,0467 0,01
40 0,02 0,0833 0,4167 0,0867 0,0167
60 0,0267 0,12 0,58 0,12 0,0233
80 -0,0233 0,1667 0,8533 0,16 -0,02
Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan. Gambar 4.2
menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan dengan menggunakan
lendutan rata-rata dari pengulangan beban 20 kg,40 kg, 60 kg dan 80 kg.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Gambar 4.2 Lendutan pelat dengan beban sentris di atas tanah tanpa perkuatan
(Variasi A)
Berdasarkan grafik lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan, menunjukkan
terjadinya peningkatan nilai defleksi pelat setiap penambahan beban di pusat
pembebanan. Hasil uji pembebanan 20 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,22 mm
37
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
Lendutan maksimum (mm)
-0,22
-0,2
-0,4167
-0,4
-0,58
-0,6
-0,8533
-0,8
-1
beban (kg)
Gambar 4.3 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan
(Variasi A) pembebanan sentris
4.2.1.2 Nilai lendutan pembebanan sentris dengan perkuatan soil mixing column
(Variasi B)
Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
sentris di atas tanah lempung lunak dengan perkuatan soil mixing column. Tabel 4.4
menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing
column yang terbaca pada 5 dial gauge di atas pelat dengan beban sentris.
38
Tabel 4.4 Lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column beban sentris
BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)
(kgf) A B C D E
20 0 0,0067 0,06 0,01 0
40 0 0,0533 0,16 0,04 0
60 -0,01 0,0867 0,2533 0,0633 -0,0033
80 -0,0333 0,13 0,3433 0,1133 -0,03
Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing
column. Gambar 4.4 menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan
soil mixing column dengan pembebanan sentris.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Gambar 4.4 Lendutan pelat dengan beban sentris di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B)
Berdasarkan grafik lendutan pelat pada Variasi B, menunjukkan terjadinya
peningkatan nilai defleksi pelat setiap penambahan beban di pusat pembebanan. Hasil
uji pembebanan 20 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,06 mm pada pusat
39
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
-0,2 -0,06
-0,16
Lendutan (mm)
-0,4 -0,2533
-0,3433
-0,6
-0,8
-1
beban (kg)
Gambar 4.5 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B) pembebanan sentris
Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
sentris di atas tanah lempung lunak dengan penambahan subbase 3 cm di atas Variasi
B. Beban yang digunakan yaitu 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg. Tabel 4.5 menunjukkan
data nilai lendutan pelat di atas tanah lempung lunak dengan penambahan sub base 3
cm di atas Variasi B yang terbaca pada 5 dial gauge dengan beban sentris.
40
Tabel 4.5 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkuatan soil mixing
column beban sentris
Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkutan.
Gambar 4.6 menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah lempung lunak dengan
penambahan sub base 3 cm di atas perkuatan soil mixing column .
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Gambar 4.6 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi C) pada pembebanan sentris
41
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
-0,04
-0,2 -0,09
-0,16
Lendutan (mm)
-0,2433
-0,4
-0,6
-0,8
-1
beban (kg)
Gambar 4.7 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan subbase di
atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) pada pembebanan sentris
Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
sentris di atas tanah lempung lunak dengan penambahan base course pasir di atas
Variasi C. Beban yang digunakan yaitu 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg. Tabel 4.6
menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah dengan penambahan base course
pasir 3 cm di atas Variasi C yang terbaca pada 5 dial gauge dengan beban sentris.
42
Tabel 4.6 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course di atas
perkuatan soil mixing column beban sentris
Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat di atas tanah dengan penambahan base course
pasir di atas Variasi C. Gambar 4.8 menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah
dengan penambahan subbase dan base course yang dibebani secara sentris.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Gambar 4.8 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course di atas
perkuatan soil mixing column (Variasi D) pada pembebanan sentris
43
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
-0,0367 -0,07
-0,2 -0,1333
Lendutan (mm)
-0,1933
-0,4
-0,6
-0,8
-1
beban (kg)
Gambar 4.9 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan subbase dan
base course di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) pembebanan sentris
Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
eksentris di atas tanah lempung lunak tanpa perkuatan. Pada pembebanan eksentris,
beban berada pada jarak 0,6 m dari pelat (dial gauge D). Tabel 4.7 menunjukkan data
nilai lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan yang terbaca pada 5 dial gauge di atas
pelat dengan beban eksentris.
44
Tabel 4.7 Lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan dengan pembebanan eksentris
BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)
(kgf) A B C D E
20 0 0,0167 0,05 0,2067 0,0267
40 -0,0067 0,0233 0,09 0,4233 0,0333
60 -0,0233 0,04 0,1333 0,5667 0,0533
80 -0,03 0,0767 0,21 0,9133 0,1033
Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan. Gambar 4.10
menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan dengan menggunakan
lendutan rata-rata dari pengulangan beban eksentris 20 kg,40 kg, 60 kg dan 80 kg.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Gambar 4.10 Lendutan pelat dengan beban eksentris di atas tanah tanpa perkuatan
(Variasi A)
45
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
Lendutan maksimum (mm)
-0,2067
-0,2
-0,4233
-0,4
-0,5667
-0,6
-0,8 -0,9133
-1
beban (kg)
Gambar 4.11 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan
(Variasi A) pembebanan eksentris
Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
eksentris di atas tanah lempung lunak dengan perkuatan soil mixing column. Tabel 4.8
menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing
column yang terbaca pada 5 dial gauge di atas pelat dengan beban eksentris.
46
Tabel 4.8 Lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column beban eksentris
BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)
(kgf) A B C D E
20 0 0,0067 0,0433 0,08 0
40 0 0,02 0,0867 0,1767 0,01
60 -1 0,0133 0,14 0,2733 0,0233
80 -2,33 0,02 0,1867 0,3667 0,0367
Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing
column pada pembebanan eksentris. Gambar 4.12 menunjukkan grafik lendutan pelat
di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column dengan pembebanan eksentris.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Gambar 4.12 Lendutan pelat dengan beban eksentris di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B)
47
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
-0,2 -0,08
Lendutan (mm)
-0,1767
-0,4 -0,2733
-0,3667
-0,6
-0,8
-1
beban (kg)
Gambar 4.13 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B) pembebanan eksentris
Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
eksentris di atas tanah lempung lunak dengan penambahan sub base 3 cm di atas
Variasi B. Beban yang digunakan yaitu 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg. Tabel 4.9
menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah lempung lunak dengan
penambahan subbase 3 cm di atas Variasi B yang terbaca pada 5 dial gauge dengan
beban eksentris.
48
Tabel 4.9 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkuatan soil mixing
column beban eksentris
BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)
(kgf) A B C D E
20 0 0 0,01 0,0467 0
40 0 0,0067 0,0367 0,10 0,0033
60 -0,0033 0,0233 0,07 0,18 0,0067
80 -0,0167 0,0133 0,10 0,26 0,0133
Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkutan.
Gambar 4.14 menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah lempung lunak dengan
penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column beban eksentris.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Gambar 4.14 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi C) pada pembebanan eksentris
49
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
-0,0467
-0,2 -0,1
-0,18
Lendutan (mm)
-0,4 -0,26
-0,6
-0,8
-1
beban (kg)
Gambar 4.15 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan subbase di
atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) pembebanan eksentris
Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
eksentris di atas tanah lempung lunak dengan penambahan base course pasir di atas
Variasi C. Beban yang digunakan yaitu 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg. Tabel 4.10
menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah dengan penambahan base course
pasir di atas Variasi C yang terbaca pada 5 dial gauge dengan beban eksentris.
50
Tabel 4.10 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course di atas
perkuatan soil mixing column beban eksentris
Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course
di atas perkutan. Gambar 4.16 menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah
lempung lunak dengan penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas
perkuatan soil mixing column beban eksentris.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Gambar 4.16 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course di atas
perkuatan soil mixing column (Variasi D) pada pembebanan eksentris
51
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
-0,2067
-0,4
-0,6
-0,8
-1
beban (kg)
Gambar 4.17 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan subbase dan
base course di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) pembebanan eksentris
Lendutan yang didapat dari hasil pengujian pembebanan sentris memiliki nilai yang
berbeda-beda pada setiap variasi. Lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) memiliki nilai yang paling besar. Lendutan pelat di atas tanah dengan penambahan
subbase dan base course di atas perkuatan memiliki nilai yang paling kecil. Nilai
lendutan pengamatan untuk beban sentris 80 kg pada setiap variasi ditunjukkan pada
Tabel 4.11.
52
Tabel 4.11. Nilai lendutan pengamatan untuk beban sentris 80 kg pada setiap variasi
Nilai lendutan rata-rata pada beban 80 kg (mm)
Variasi
A B C D E
Tanpa perkuatan (Variasi A) -0,0233 0,1667 0,8533 0,16 -0,02
Perkuatan Soil mixing Column
-0,0333 0,13 0,3433 0,1133 -0,03
(Variasi B)
Penambahan subbase di atas
-0,0167 0,08 0,2433 0,07 -0,0133
perkuatan (Variasi C)
Penambahan base course di atas
0,02 0,06 0,1933 0,0667 0,0167
subbase (Variasi D)
Berdasarkan data pada Tabel 4.11, maka didapat grafik lendutan pengamatan untuk
beban sentris 80 kg pada setiap variasi yang ditunjukkan pada Gambar 4.18
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Tanpa perkuatan
Soil Mixing Column
Penambahan subbase
Gambar 4.18 Lendutan pengamatan untuk beban sentris 80 kg pada setiap variasi
Berdasarkan grafik di atas, nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa perkuatan
memiliki nilai yang paling besar yaitu 0,8533 mm. Nilai lendutan maksimum pelat
dengan penambahan subbase dan base course memiliki nilai yang paling kecil yaitu
0,1933 mm.
53
Nilai lendutan pengamatan untuk beban eksentris 80 kg pada setiap variasi ditunjukkan
pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 . Nilai lendutan pengamatan untuk beban eksentris 80 kg pada setiap variasi
Nilai lendutan rata-rata pada beban 80 kg (mm)
Variasi
A B C D E
Tanpa perkuatan (Variasi A) -0,03 0,0767 0,21 0,9133 0,1033
Perkuatan Soil mixing Column
-2,33 0,02 0,1867 0,3667 0,0367
(Variasi B)
Penambahan subbase di atas
-0,0167 0,0133 0,10 0,26 0,0133
perkuatan (Variasi C)
Penambahan base course di atas
-0,0167 0 0,0833 0,2067 0,0167
subbase (Variasi D)
Berdasarkan data pada Tabel 4.12, maka didapat grafik lendutan pengamatan untuk
beban sentris 80 kg pada setiap variasi yang ditunjukkan pada Gambar 4.19
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Tanpa perkuatan Soil Mixing Column
Penambahan subbase Penambahan base course
Gambar 4.19 Lendutan pengamatan untuk beban sentris 80 kg pada setiap variasi
54
Nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa perkuatan memiliki nilai yang
paling besar yaitu 0,9133 mm. Nilai lendutan maksimum pelat dengan penambahan
subbase dan base course memiliki nilai yang paling kecil yaitu 0,2067 mm.
0 20 40 60 80 100
0
Lendutan maksimum (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Beban (kg)
tanpa perkuatan dengan stone column
dengan sub base dengan base course
Gambar 4.20 Hubungan beban dan lendutan maksimum pelat pada setiap variasi
untuk beban sentris 80 kg
0 20 40 60 80 100
0
Lendutan maksimum (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Beban (kg)
Gambar 4.21 Hubungan beban dan lendutan maksimum pelat pada setiap variasi
untuk beban eksentris 80 kg
55
Gambar 4.20 menunjukkan hubungan beban dan lendutan maksimum pelat pada setiap
variasi untuk beban sentris 80 kg. Gambar 4.21 menunjukkan hubungan beban dan
lendutan maksimum pelat pada setiap variasi untuk beban eksentris 80 kg. Berdasarkan
gambar tersebut, menunjukkan bahwa semakin besar yang diberikan, lendutan yang
terjadi juga semakin besar. Lendutan pada pelat di atas tanah tanpa perkuatan memiliki
nilai lendutan yag paling besar. Setelah diberi perkuatan, nilai lendutan menjadi lebih
kecil. Semakin kecil nilai lendutan yang terjadi, maka modulus reaksi tanah dasar (k)
menjadi semakin besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan perkuatan
mampu meningkatkan nilai modulus reaksi tanah dasar (k).
4.3 Pembahasan
4.3.1 Membandingkan Nilai Lendutan Tiap Variasi
Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan nilai lendutan yang berbeda dari setiap
Variasi. Untuk mengetahui persentase selisih nilai lendutan yang terjadi pada tiap
Variasi perlu dilakukan perbandingan. Nilai Lendutan yang dibandingkan yaitu nilai
lendutan hasil pembebanan 80 kg pada Variasi A, B, C dan D.
Nilai lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A) yang didapatkan dari
hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg kemudian dibandingkan dengan lendutan
pelat di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B). Perbandingan dilakukan untuk
mengetahui besarnya reduksi yang dihasilkan setelah tanah diberi perkuatan baik pada
kondisi pembebanan sentris maupun eksentris.
A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan pengamatan antara pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) dan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang
dibebani secara sentris ditunjukkan pada Gambar 4.22.
56
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi A Variasi B
Gambar 4.22 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B) beban sentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.22 lendutan maksimum pelat dengan beban sentris
pada Variasi A yaitu sebesar 0,8533 mm dan nilai lendutan maksimum pelat dengan
beban sentris pada Variasi B yaitu sebesar 0,3433 mm. Hal tersebut menunjukkan
bahwa setelah diberi perkuatan soil mixing column (varisi B), selisih lenduan
maksimum yang terjadi sebesar 0,51 mm. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut,
didapatkan bahwa perkuatan soil mixing column (Variasi B) mampu mereduksi
lendutan yang terjadi pada tanah lempung lunak sebesar 59,77% jika dibandingan
dengan tanah lempung lunak tanpa perkuatan (Variasi A).
B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan pengamatan antara pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) dan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang
dibebani secara eksentris ditunjukkan pada Gambar 4.23.
57
-0,2
Lendutan (mm)
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi A Variasi B
Gambar 4.23 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B) beban eksentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.23 lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A) beban eksentris yaitu sebesar 0,9133 mm sedangkan nilai
lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column (Variasi
B) beban eksentris yaitu sebesar 0,3667 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa setelah
diberi perkuatan soil mixing column (varisi B), selisih lenduan maksimum yang terjadi
sebesar 0,5466 mm. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, diketahui bahwa
perkuatan soil mixing column (Variasi B) mampu mereduksi lendutan pelat dengan
beban eksentris yang terjadi sebesar 59,85% jika dibandingan dengan lendutan pelat di
atas tanah lempung lunak tanpa perkuatan (Variasi A).
58
Nilai lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A) yang didapatkan dari
hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg kemudian dibandingkan dengan lendutan
pelat dengan penambahan subbase berupa krikil setebal 3 cm di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi C). Perbandingan dilakukan untuk mengetahui besarnya
reduksi yang dihasilkan setelah tanah diberi perkuatan dan subbase berupa krikil
setebal 3 cm di atas perkuatan soil mixing column, baik pada kondisi pembebanan
sentris maupun eksentris.
A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan pengamatan antara pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) yang dibebani secara sentris dan pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) yang dibebani secara sentris
ditunjukkan pada Gambar 4.24.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi A Variasi C
Gambar 4.24 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas subbase (Variasi C) beban sentris
59
Berdasarkan data pada Gambar 4.24 lendutan maksimum pada Variasi A yaitu sebesar
0,8533 mm dan nilai lendutan maksimum pada Variasi C yaitu sebesar 0,2433 mm.
Data tersebut menunjukkan selisih lendutan antara kedua variasi tersebut sebesar 0,61
mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa lendutan pelat yang dibebani secara sentris pada
penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) dapat
tereduksi sebesar 71,49% jika dibandingan dengan lendutan pelat di atas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A).
B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan pengamatan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
yang dibebani secara eksentris dan pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) yang dibebani secara eksentris
ditunjukkan pada Gambar 4.25.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi A Variasi C
Gambar 4.25 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas subbase (Variasi C) beban eksentris
60
Berdasarkan data pada Gambar 4.25 lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A) yang dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,9133 mm,
sedangkan nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan penambahan subbase
(Variasi C) yang dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,26 mm. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada penambahan subbase di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi C) selisih lenduan maksimum yang terjadi sebesar 0,6533 mm dibandingkan
dengan Variasi A. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, diketahui bahwa
penambahan subbase di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) mampu
mereduksi lendutan pelat yang dibebani secara eksentris sebesar 71,53% jika
dibandingan dengan tanpa perkuatan (Variasi A).
Nilai lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A) yang didapatkan dari
hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg kemudian dibandingkan dengan lendutan
pelat dengan penambahan subbase berupa krikil setebal 3 cm dan base course berupa
pasir setebal 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D). Perbandingan
dilakukan untuk mengetahui besarnya reduksi nilai lendutan yang dihasilkan setelah
tanah diberi perlakuan seperti pada Variasi D, baik pada kondisi pembebanan sentris
maupun eksentris.
A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan sentris pengamatan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) dengan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas
perkuatan soil mixing column (Variasi D) ditunjukkan pada Gambar 4.26.
61
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi A Variasi D
Gambar 4.26 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas subbase dan base course (Variasi D) beban sentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.26 lendutan maksimum pada Variasi A yaitu sebesar
0,8533 mm dan nilai lendutan maksimum pada Variasi D yaitu sebesar 0,1933 mm.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada Variasi D, selisih lenduan maksimum yang
terjadi sebesar 0,66 mm terhadap Variasi A. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut,
diketahui bahwa penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi D) yang dibebani secara eksentris mampu mereduksi
lendutan sebesar 77,35% jika dibandingan dengan tanah tanpa perkuatan (Variasi A).
B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan eksentris pengamatan pengamatan pelat di atas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A) dengan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) ditunjukkan pada Gambar
4.27.
62
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi A Variasi D
Gambar 4.27 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas subbase dan base course (Variasi D) beban eksentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.27 lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A) dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,9133 mm dan nilai
lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan penambahan subbase dan base course
(Variasi D) yaitu sebesar 0,2067 mm. Data tersebut menunjukkan selisih lendutan
maksimum yang terjadi antara kedua variasi tersebut sebesar 0,7066 mm. Berdasarkan
hasil perbandingan tersebut, diketahui bahwa pada penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) yang dibebani secara
eksentris mampu mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 77,37% jika dibandingan
dengan tanah lempung lunak tanpa perkuatan (Variasi A).
Nilai lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang didapatkan
dari hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg kemudian dibandingkan dengan
63
lendutan pelat dengan penambahan subbase berupa krikil setebal 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi C). Perbandingan dilakukan untuk mengetahui besarnya
reduksi nilai lendutan yang dihasilkan setelah tanah diberi perlakuan seperti pada
Variasi C terhadap Variasi B, baik pada kondisi pembebanan sentris maupun eksentris.
A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan sentris pengamatan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B) dengan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3 cm di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi C) ditunjukkan pada Gambar 4.28.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4 Variasi B
Variasi C
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Gambar 4.28 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B) dan di atas subbase (Variasi C) beban sentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.28 lendutan maksimum pelat di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi B) yaitu sebesar 0,3433 mm dan nilai lendutan maksimum pada
penambahan subbase 3 cm (Variasi C) yaitu sebesar 0,2433 mm. Data tersebut
menunjukkan bahwa selisih lendutan antara kedua variasi tersebut sebesar 0,1 mm. Hal
tersebut menunjukkan bahwa lendutan pelat yang dibebani secara sentris pada
penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) dapat
tereduksi sebesar 29,13% jika dibandingan dengan lendutan pelat yang dibebani secara
sentris di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B).
64
B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan eksentris pengamatan pelat di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B) dengan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3 cm di atas
perkuatan soil mixing column (Variasi C) ditunjukkan pada Gambar 4.29.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi B Variasi C
Gambar 4.29 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B) dan di atas subbase (Variasi C) beban eksentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.29 lendutan maksimum pelat di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi B) yang dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,3667 mm dan
nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah yang diberi subbase 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi C) yang dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,26 mm.
Data tersebut menunjukkan bahwa selisih lendutan antara kedua variasi tersebut
sebesar 0,1067 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa lendutan pelat yang dibebani
secara eksentris pada penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi C) hanya dapat tereduksi sebesar 29,1% jika dibandingan dengan lendutan
pelat yang dibebani secara eksentris di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B).
65
Nilai lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang didapatkan
dari hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg kemudian dibandingkan dengan
lendutan pelat dengan penambahan subbase berupa krikil setebal 3 cm dan base course
berupa pasir 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D). Perbandingan
dilakukan untuk mengetahui besarnya reduksi nilai lendutan yang dihasilkan setelah
tanah diberi perlakuan seperti pada Variasi D terhadap Variasi B, baik pada kondisi
pembebanan sentris maupun eksentris.
A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan sentris pengamatan antara pelat di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B) dan pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) ditunjukkan pada
Gambar 4.30.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi B Variasi D
Gambar 4.30 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B) dan penambahan subbase dan base course (Variasi D) beban sentris
66
Berdasarkan data pada Gambar 4.30 lendutan maksimum pelat di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi B) yang dibebani secara sentris yaitu sebesar 0,3433 mm dan
nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan
base course 3 cm (Variasi D) yang dibebani secara sentris yaitu sebesar 0,1933 mm.
Data tersebut menunjukkan selisih lendutan pelat antara kedua Variasi tersebut sebesar
0,15. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, diketahui bahwa penambahan subbase
3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) yang
dibebani secara sentris mampu mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 43,69% jika
dibandingan dengan pelat di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B).
B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan eksentris pengamatan antara pelat di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B) dan pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) ditunjukkan pada Gambar
4.31.
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi B Variasi D
Gambar 4.31 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B) dan penambahan subbase dan base course (Variasi D) beban eksentris
67
Berdasarkan data pada Gambar 4.31 lendutan maksimum pelat di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi B) yang dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,3667 mm dan
nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan
base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) yang dibebani
secara eksentris yaitu sebesar 0,2067 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada
Variasi D selisih lenduan maksimum yang terjadi sebesar 0,16 mm dibandingkan
dengan Variasi B. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, diketahui bahwa
penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi D) yang dibebani secara eksentris mampu mereduksi lendutan yang terjadi
sebesar 43,63% jika dibandingan dengan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B).
Nilai lendutan pelat dengan penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi C) yang didapatkan dari hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg
kemudian dibandingkan dengan lendutan pelat dengan penambahan subbase berupa
krikil setebal 3 cm dan base course berupa pasir 3 cm di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi D). Perbandingan dilakukan untuk mengetahui besarnya reduksi nilai
lendutan yang dihasilkan setelah tanah diberi perlakuan seperti pada Variasi D terhadap
Variasi C, baik pada kondisi pembebanan sentris maupun eksentris.
A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan sentris pengamatan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) dan pelat di atas tanah dengan
penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi D) ditunjukkan pada Gambar 4.32.
68
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi C Variasi D
Gambar 4.32 Perbandingan lendutan pelat di atas subbase (Variasi C) dan di atas
base course (Variasi D) beban sentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.32 lendutan maksimum pada Variasi C yaitu sebesar
0,2433 mm dan nilai lendutan maksimum pada Variasi D yaitu sebesar 0,1933 mm.
Data tersebut menunjukkan selisih lendutan antara kedua variasi tersebut sebesar 0,05
mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan subbase 3 cm dan base course 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) hanya mampu mereduksi lendutan
yang terjadi sebesar 20,55% jika dibandingan dengan penambahan subbase 3 cm di
atas perkuatan soil mixing column (Variasi C).
B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan eksentris pengamatan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) dan pelat di atas tanah dengan
penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi D) ditunjukkan pada Gambar 4.33.
69
-0,2
Lendutan (mm)
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi C Variasi D
Gambar 4.33 Perbandingan lendutan pelat di atas subbase (Variasi C) dan di atas
base course (Variasi D) beban eksentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.33 lendutan maksimum pada Variasi C yaitu sebesar
0,26 mm dan nilai lendutan maksimum pada Variasi D yaitu sebesar 0,2067 mm. Data
tersebut menunjukkan selisih lendutan antara kedua variasi tersebut sebesar 0,0533
mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan subbase 3 cm dan base course 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) hanya mampu mereduksi lendutan
pada beban eksentris yang terjadi sebesar 20,5% jika dibandingan dengan penambahan
subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C).
70
Tabel 4.11 Nilai lendutan pelat hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan
Hetenyi (1974) untuk beban sentris
Lendutan (mm)
Jarak 0 m Jarak 0,2 m Jarak 0,4 m Jarak 0,6 m Jarak 0,8 m
Variasi A 0,04373 -0,04612 -0,29467 -0,04612 0,04373
Variasi B 0,01180 -0,01013 -0,16879 -0,01013 0,01180
Variasi C 0,00429 -0,00242 -0,12659 -0,00242 0,00429
Variasi D 0,00187 0,00006 -0,10682 0,00006 0,00187
Nilai lendutan pelat hasil perhitungan di atas kemudian digunakan untuk membuat
grafik lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan hetenyi (1974). Gambar 4.34
menunjukkan grafik lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan Hetenyi (1974)
untuk beban sentris pada setiap variasi.
71
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Variasi A Variasi B Variasi C Variasi D
Tabel 4.12 Nilai lendutan pelat hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan
Hetenyi (1974) untuk beban eksentris
Lendutan (mm)
Jarak 0 m Jarak 0,2 m Jarak 0,4 m Jarak 0,6 m Jarak 0,8 m
Variasi A 0,01435 -0,00219 -0,05718 -0,32588 -0,00219
Variasi B 0,004748 -0,0017 -0,01161 -0,18112 -0,0017
Variasi C 0,001758 -0,00055 -0,00205 -0,12877 -0,00055
Variasi D 0,000843 0,000501 -0,00021 -0,10639 0,000501
Nilai lendutan pelat hasil perhitungan di atas kemudian digunakan untuk membuat
grafik lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan hetenyi (1974). Gambar 4.35
menunjukkan grafik lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan Hetenyi (1974)
untuk beban eksentris pada setiap variasi.
72
0
Lendutan (mm)
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)
Nilai lendutan pelat pada tanah tanpa perkuatan (Variasi A) yang didapat dari hasil
pengamatan dibandingkan dengan nilai lendutan hasil pendekatan Hetenyi (1974) baik
pada beban sentris maupun eksentris. Perbandingan nilai lendutan plat hasil
pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974) pada tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) yang dibebani secara sentris ditunjukkan pada Gambar 4.36.
0
-0,5
-1
Jarak (m)
Pengamatan Hetenyi
Gambar 4.36 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi A yang dibebani secara sentris
Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974)
pada tanah tanpa perkuatan (Variasi A) yang dibebani secara eksentris ditunjukkan
pada Gambar 4.37.
73
Pengamatan Hetenyi
Gambar 4.37 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi A yang dibebani secara eksentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.36 dan Gambar 4.37 lendutan maksimum
pengamatan pada Variasi A yaitu sebesar 0,8533 mm untuk beban sentris dan 0,9133
mm untuk beban eksentris sedangkan nilai lendutan maksimum hasil pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi A yaitu sebesar 0,2947 mm untuk beban sentris dan
0,3259 mm untuk beban eksentris. Data tersebut menunjukkan selisih lendutan antara
pengamatan dan perhitungan yaitu sebesar 0,5586 mm untuk beban sentris dan 0,5874
mm untuk beban eksentris. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi tanah tanpa
perkuatan (Variasi A), besarnya selisih lendutan antara pengamatan dan perhitungan
yaitu 65,463 % untuk beban sentris dan 64,316% untuk beban eksentris.
4.3.2.2 Lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column
(Variasi B)
Nilai lendutan pelat pada tanah dengan perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang
didapat dari hasil pengamatan dibandingkan dengan nilai lendutan hasil pendekatan
Hetenyi (1974) baik pada beban sentris maupun eksentris. Perbandingan nilai lendutan
plat hasil pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974) pada tanah dengan perkuatan
soil mixing column (Variasi B) yang dibebani secara sentris ditunjukkan pada Gambar
4.38.
74
Lendutan (mm) 0
-0,5
-1
Jarak (m)
Pengamatan Hetenyi
Gambar 4.38 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi B yang dibebani secara sentris
Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974)
pada tanah dengan perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang dibebani secara
eksentris ditunjukkan pada Gambar 4.39.
0
-0,5
-1
Jarak (m)
Pengamatan Hetenyi
Gambar 4.39 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi B yang dibebani secara eksentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.38 dan Gambar 4.39 lendutan maksimum
pengamatan pada Variasi B yaitu sebesar 0,3433 mm untuk beban sentris dan 0,3667
mm untuk beban eksentris sedangkan nilai lendutan maksimum hasil pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi B yaitu sebesar 0,1688 mm untuk beban sentris dan 0,1811
mm untuk beban eksentris. Data tersebut menunjukkan selisih lendutan antara
pengamatan dan perhitungan yaitu sebesar 0,1745 mm untuk beban sentris dan 0,1856
mm untuk beban eksentris. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi tanah
dengan perkuatan soil mixng column (Variasi B), besarnya selisih lendutan antara
75
pengamatan dan perhitungan yaitu 50,83% untuk beban sentris dan 50,614% untuk
beban eksentris.
Nilai lendutan pelat pada tanah dengan penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi C) yang didapat dari hasil pengamatan dibandingkan
dengan nilai lendutan hasil pendekatan Hetenyi (1974) baik pada beban sentris maupun
eksentris. Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada tanah dengan penambahan subbase pasir 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi C) yang dibebani secara sentris ditunjukkan pada Gambar
4.40.
-0,5
-1
Jarak (m)
Pengamatan Hetenyi
Gambar 4.40 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi C yang dibebani secara sentris
Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974)
pada tanah dengan penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi C) yang dibebani secara eksentris ditunjukkan pada Gambar 4.41.
76
Lendutan (mm) 0
-0,5
-1
Jarak (m)
Pengamatan Hetenyi
Gambar 4.41 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi C yang dibebani secara eksentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.36 dan Gambar 4.37 lendutan maksimum
pengamatan pada Variasi C yaitu sebesar 0,2433 mm untuk beban sentris dan 0,26 mm
untuk beban eksentris sedangkan nilai lendutan maksimum hasil pendekatan Hetenyi
(1974) pada Variasi C yaitu sebesar 0,1266 mm untuk beban sentris dan 0,1288 mm
untuk beban eksentris. Data tersebut menunjukkan selisih lendutan antara pengamatan
dan perhitungan yaitu sebesar 0,1167 mm untuk beban sentris dan 0,1312 mm untuk
beban eksentris. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi tanah dengan
penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixng column (Variasi C), besarnya
selisih lendutan antara pengamatan dan perhitungan yaitu 47,965% untuk beban sentris
dan 50,461% untuk beban eksentris.
4.3.2.4 Lendutan pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D)
Nilai lendutan pelat pada tanah dengan penambahan sub baase 3 cm dan base course
3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) yang didapat dari hasil
pengamatan dibandingkan dengan nilai lendutan hasil pendekatan Hetenyi (1974) baik
pada beban sentris maupun eksentris. Perbandingan nilai lendutan plat hasil
pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974) pada tanah dengan penambahan
subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D)
yang dibebani secara sentris ditunjukkan pada Gambar 4.42.
77
Lendutan (mm)
0
-0,5
-1
Jarak (m)
Hetenyi Pengamatan
Gambar 4.42 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi D yang dibebani secara sentris
Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974)
pada tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi D) yang dibebani secara eksentris ditunjukkan pada
Gambar 4.43.
0
-0,5
-1
Jarak (m)
Hetenyi Pengamatan
Gambar 4.43 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi D yang dibebani secara eksentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.42 dan Gambar 4.43 lendutan maksimum
pengamatan pada Variasi D yaitu sebesar 0,1933 mm untuk beban sentris dan 0,2067
mm untuk beban eksentris sedangkan nilai lendutan maksimum hasil pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi D yaitu sebesar 0,1068 mm untuk beban sentris dan
0,1064 mm untuk beban eksentris. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi
tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi D), besarnya selisih lendutan antara pengamatan dan
perhitungan yaitu 44,75% untuk beban sentris dan 48,524% untuk beban eksentris.
BAB 5
5.1 Kesimpulan
1. Lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa perkuatan yaitu sebesar 0,8533
mm untuk beban eksentris dan 0,9133 mm untuk beban eksentris pada
pembebanan 80kg.
2. Lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column
yaitu sebesar 0,3433 mm untuk beban eksentris dan 0,3667 mm untuk beban
eksentris pada pembebanan 80kg.
3. Lendutan maksimum pelat dengan penambahan subbase 3 cm di atas
perkuatan soil mixing column yaitu sebesar 0,2433 mm untuk beban eksentris
dan 0,26 mm untuk beban eksentris pada pembebanan 80kg.
4. Lendutan maksimum pelat dengan penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column yaitu sebesar 0,1933 mm
untuk beban eksentris dan 0,2067 mm untuk beban eksentris pada
pembebanan 80kg.
5. Perkuatan soil mixing column mampu mereduksi lendutan yang terjadi
sebesar 59,77% (untuk beban sentris) dan 59,85% (untuk beban eksentis)
terhadap lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan .
6. Penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column mampu
mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 71,49% (untuk beban sentris) dan
71,53% (untuk beban eksentris) terhadap lendutan pelat di atas tanah tanpa
perkuatan .
7. Penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing
column mampu mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 77,35% (untuk
beban sentris) dan 77,47% (untuk beban eksentris) terhadap lendutan pelat di
atas tanah tanpa perkuatan .
78
79
5.2 Saran
Penelitian ini masih jauh dari kesempunaan dan masih ditemukan beberapa
kekurangan yang perlu disempurnakan lagi dan beberapa temuan yang masih perlu
ditindaklanjuti. Selama melakukan penelitian banyak terdapat hal-hal yang perlu
diperhatikan. Saran dalam penelitian ini antara lain:
1. Pengembangan penelitian dengan mengubah jenis media tanah sangat dianjurkan
agar dapat mengetahui perubahan lendutan jika media tanah diganti.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai nilai susut, kuat tekan bebas,
dan kombinasi semen-tanah yang berbeda dari perkuatan soil mixing column.
3. Perlu dilakukan pengujian plate loading untuk mendapatkan nilai kv yang dapat
mewakili keadaan sampel tanah sehingga hasil yang diperoleh juga lebih akurat.
4. Perlu dilakukan penelitian dengan sekala yang lebih besar untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat.
5. Permukaan pelat yang terangkat saat dilakukan uji pembebanan perlu
dipertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA
80
LAMPIRAN A
Data Tanah
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
JURUSAN TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271) 7012979, 647069 psw. 127, fax. 634524
Nomor Sampel
Uraian Satuan
1 2 3
Berat Cawan (W1) gram 42,92 42,92 42,92
Berat Cawan + Tanah Asli (W2) gram 45,39 45,59 45,68
Berat Cawan + Air Raksa Tumpah (W3) gram 64,89 64,30 64,72
Volume Air Raksa Tumpah (V) cm3 1,62 1,57 1,60
Berat Isi Tanah (b) gram/cm3 1,53 1,70 1,72
Rata-rata Berat Isi Tanah (b) gram/cm3 1,65
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271) 647069 psw. 219
Batas Cair
Jumlah ketukan : 35 Jumlah ketukan : 23
No. Uraian No. Cawan No. Cawan No. Cawan No. Cawan No. Cawan No. Cawan
10 2 100 66 55 33
75
Kadar Air (%)
70
65
60
55
50 25
10 100
Jumlah Ketukan
Grafik Cassagrande
60
Indeks Plasitisitas (%)
50
CH
40
CL
30
MH atau OH
20
10
CL-ML ML atau OL
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Batas Cair (%)
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
JURUSAN TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271)7012979,(0271) 647069 psw. 219, Fax: 634524
Elapsed Ra t Cm Rc= L K Ct D= R= M P=
time min. Ra+Cm K*(L/T)0.5 Rc+CT (M*R)/10
1 48 28 1,012 49,012 9,555 0,0126 2,5650 0,03907 51,577 27,0189 139,355
2 46 28 1,012 47,012 9,829 0,0126 2,5650 0,02802 49,577 27,0189 133,952
5 40 28 1,012 41,012 10,651 0,0126 2,5650 0,01845 43,577 27,0189 117,74
15 32 28 1,012 33,012 11,747 0,0126 2,5650 0,01119 35,577 27,0189 96,1252
30 27 28 1,012 28,012 12,432 0,0126 2,5650 0,00814 30,577 27,0189 82,6157
60 23 28 1,012 24,012 12,980 0,0126 2,5650 0,00588 26,577 27,0189 71,8082
240 15 28 1,012 16,012 14,076 0,0126 2,5650 0,00306 18,577 27,0189 50,193
1440 5 28 1,012 6,01198 15,446 0,0126 2,5650 0,00131 8,577 27,0189 23,1741
100
90
80
Prosentase lolos (%)
70
60
50
40
30
20
10
0
10 1 0,1 0,01 0,001
Diameter tanah (mm)
Gravel = 0,00 %
Pasir = 9,82 %
Lanau dan Lempung = 90,18 %
CBR LABORATORIUM
Nama Proyek : Skripsi
Lokasi Proyek : Ketitang, Boyolali
Tanggal Pengujian :- LRC : 32,9029
Dikerjakan oleh : Rakha Hadiyana
Sampel : Tanah Lunak
2 1 0,146 0,50
y = -0,0062x2 + 0,072x + 0,0296
2,5 1,2 0,176 0,40
3 1,2 0,176 0,30
3,5 1,3 0,190
0,20
4 1,5 0,220
0,10
4,5 1,5 0,220
5 1,6 0,234 0,00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6 1,7 0,249
Penetration (mm)
CBR LABORATORIUM
Nama Proyek : Skripsi
Lokasi Proyek : Ketitang, Boyolali
Tanggal Pengujian :- LRC : 32,9029
Dikerjakan oleh : Rakha Hadiyana
Sampel : Tanah Lunak
SPECIFIC GRAVITY
Elapsed Ra t Cm Rc= L K Ct D= R= M P=
time min. Ra+Cm K*(L/T)0.5 Rc+CT (M*R)/10
1 4 28 1,012 5,01198 14,073 0,0126 2,5650 0,04742 7,577 27,0189 20,4722
2 4 28 1,012 5,01198 14,073 0,0126 2,5650 0,03353 7,577 27,0189 20,4722
5 4 28 1,012 5,01198 14,073 0,0126 2,5650 0,02121 7,577 27,0189 20,4722
15 3 28 1,012 4,01198 14,226 0,0126 2,5650 0,01231 6,577 27,0189 17,7703
30 3 28 1,012 4,01198 14,226 0,0126 2,5650 0,0087 6,577 27,0189 17,7703
60 3 28 1,012 4,01198 14,226 0,0126 2,5650 0,00615 6,577 27,0189 17,7703
240 2 28 1,012 3,01198 14,379 0,0126 2,5650 0,00309 5,577 27,0189 15,0684
1440 1 28 1,012 2,01198 14,532 0,0126 2,5650 0,00127 4,577 27,0189 12,3665
100
90
80
Prosentase lolos (%)
70
60
50
40
30
20
10
0
10 1 0,1 0,01 0,001
Diameter tanah (mm)
Gravel = 0,00 %
Pasir = 79,53 %
Lanau dan Lempung = 20,47 %
B. Eksentris
B. Eksentris
B. Eksentris