Anda di halaman 1dari 120

PERILAKU PENAMBAHAN SOIL MIXING COLUMN

SEBAGAI PERKUATAN PADA TANAH DASAR


(SUBGRADE) LUNAK
Behavior of Soil Mixing Column Adding Treatment as
Reinforcement on Soft Sub Grade
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh :

Abdulloh Umar Ibnul Khotob


I0112002

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
i
MOTTO

Ingatlah kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara yang
akan aku terangkan dari kesemuanya itu dengan jelas yaitu : cerdas, tekun dan
teliti, ada kemauan, sabar, ada bekal, mengikuti petunjuk guru, dan lamanya
masa

(Ali bin Abi Thalib)

iv
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini kepada :

Ayah dan Ibuku Tercinta...


Mun Slamet dan Nur Khoniah

Kakak-kakakku tersayang...

Adik-adikku tersayang...

Almamaterku...
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Bangsa dan Tanah Airku...

v
ABSTRAK

Abdulloh Umar Ibnul Khotob. 2016. PERILAKU PENAMBAHAN SOIL


MIXING COLUMN SEBAGAI PERKUATAN PADA TANAH DASAR
LUNAK. Program Studi Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Subgrade merupakan tanah dasar atau tanah asli yang berada di bawah struktur
jalan yang berfungsi menerima tekanan akibat beban lalu lintas yang ada
diatasnya, sehingga daya dukungnya harus cukup untuk menerima beban lalu
lintas tanpa mengalami kerusakan. Permasalahan akan muncul jika subgrade
merupakan tanah lunak, sehingga perlu dilakukan perkuatan seperti soil mixing
column. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perilaku penambahn soil mixing
column terhadap lendutan pada tanah dasar (subgrade) lunak, dan
membandingkan lendutan antara pengamatan dengan pendekatan menggunakan
rumus Hetenyi (1974).

Metode penelitian yang digunakan yaitu model fisik skala kecil di laboratorium.
Sampel tanah dibedakan menjadi 4 macam variasi yaitu: tanah lunak tanpa
perkuatan (Varasi A), dengan perkuatan soil mixing column (Variasi B), dengan
penambahan subbase di atas perkuatan (Variasi C), dan dengan penambahan base
course di atas subbase (Variasi D). Pengujian lendutan dilakukan dengan
meletakkan pelat besi di atas setiap Variasi kemudian dibebani dengan beban
berulang baik pada posisi sentris pelat maupun posisi eksentris pelat. Dial gauge
sebanyak 5 buah diletakkan di atas pelat untuk membaca lendutan yang terjadi
saat uji pembebanan.

Hasil penelitian ini menunjukan perkuatan soil mixing column (Variasi B) mampu
mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 59,77% (untuk beban sentris) dan
59,85% (untuk beban eksentis) terhadap lendutan pelat diatas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A). Perbandingan lendutan antara pengamatan dengan metode
pendekatan rumus Hetenyi (1974) menunjukkan grafik lendutan yang hampir
sama, akan tetapi selisih nilai lendutan pelat pada hasil pengamatan dengan hasil
perhitungan masih cukup besar yaitu berkisar antara 44,75% hingga 65,46%.

Kata kunci : tanah lunak, tanah dasar, subbase, base course, soil mixing column,
lendutan.

vi
ABSTRACT

Abdulloh Umar Ibnul Khotob. 2016. BEHAVIOR OF SOIL MIXING COLUMN


AS REINFORCEMENT ON SOFT SUBGRADE. Study of Civil Engineering.
Faculty of Technic. Sebelas Maret University of Surakarta.

Subgrade is subgrade soil or pure soil under of the stucture of road. It is used to
get pressure of traffic loads, so its carrying capacity should be sufficient to get
traffic loads without damage. The Problem will arise if the subgrade is a soft soil,
so we need to do reinforcement, for the example is soil mixing column. The
purpose of this research is to know about adding treatment of soil mixing column
to deflection in soft subgrade, and to compare deflection between observation and
estimation with Hetenyis formula (1974).

The method of this research is to modelling in laboratoriums scale. The sample


of soil is divided into 4 variation, there are soft soil without reinforcement
(Variation A), soft soil with soil mixing column reinforcement (Variation B), soft
soil with adding of sub base above the reinforcement (Variation C), and soft soil
with adding of base course above the sub base (Variation D). The test of
deflection is done by laying the metal plate above all variations. Then laying the
load in centric or eccentric position with repeatation. 5 dial gauge is laying
above the plate to read the deflection .

The result of this research show that the soil mixing columns cultivication
(Variation B) can reduce the deflection up to 59,77% (for centric load) and
59,85% (for eccentric load) to deflection of plate above the soil without
reinforcement (Variation A). Comparison of deflection between observation and
estimation with Hetenyis formula (1974) show that the graphic of deflection of
two methods are same, but differences of deflection value in this result of this
research and calculation are too large about 44,75% until 65,46%.

Keywords : soft soil, subgrade, subbase, base course, soil mixing column,
deflection

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala


rahmat hidayah dan karunia yang tidak ternilai yang telah diberikan sehingga
penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul
Perilaku Penambahan Soil Mixing Column sebagai Perkuatan pada Tanah Dasar
Lunak. Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
kelulusan jenjang Strata-1 pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret.

Selama penyusunan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan bantuan,


bimbingan dan pengarahan serta kemudahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Wibowo, S.T, DEA selaku pimpinan Program Studi Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret.
2. Dr. Bambang Setiawan, ST, MT selaku dosen pembimbing I yang telah
membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian hingga penulisan tugas
akhir ini.
3. R. Harya Dananjaya H.I S.T, M.Eng, selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian hingga penulisan tugas
akhir ini.
4. Dr. Niken Silmi Surjandari, S.T., M.T. dan Ir. Noegroho Djarwanti, M.T.
selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat
berarti bagi penulis.
5. Amirotul M.H.M, S.T, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas segala
arahan, bimbingan serta dukungannya.
6. Ayah, Ibu, Kakak-kakak, dan saudara-saudara yang terus memberikan
dorongan moral dan spiritual
7. Teman-teman tim perkuatan tanah dasar lunak yang telah bekerja sama dengan
sangat baik dalam penelitian kali ini.
8. Teman-teman S-1 Teknik Sipil angkatan 2012 terima kasih atas dukungan dan
kerjasama yang kompak.

viii
9. Pihak-pihak lain yang telah banyak memberi sumbangan pikiran dan bantuan
selama penelitian hingga penyusunan Tugas Akhir ini yang tidak dapat penulis
sebut satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih ada
kekurangan, dengansegala kerendahan hati penulis mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Semoga laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi penulis dan semua pihak yang memerlukan.

Surakarta, Oktober 2016

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
MOTTO ...................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ....................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
ABSTRACT .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 2
1.5. Batasan Masalah ................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI


2.1. Tinjauan Pustaka................................................................................ 4
2.2. Landasan Teori .................................................................................. 5
2.2.1. Tanah Lunak .......................................................................... 5
2.2.2. Hitungan Modulus Reaksi Subgrade ..................................... 7
2.2.3. Hitungan Lendutan Hetenyi .................................................. 8

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Umum ................................................................................................ 10
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................. 10
3.2.1 Alat......................................................................................... 10

x
3.2.2 Bahan ..................................................................................... 15
3.3. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ................................................ 17
3.4. Tahap Penelitian ................................................................................ 18
3.4.1. Tahap Persiapan Penelitian .................................................... 18
3.4.2. Tahap Penelitian Pendahuluan ............................................... 22
3.4.3. Tahap Penelitian Utama ......................................................... 22
3.4.4. Pembacaan Nilai Lendutan .................................................... 27

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Penelitian Pendahulan .............................................................. 33
4.2. Hasil Penelitian Utama ...................................................................... 35
4.2.1. Nilai Lendutan Pembebanan Sentris ...................................... 35
4.2.2. Nilai Lendutan Pembebanan Eksentris .................................. 43
4.3. Pembahasan ....................................................................................... 55
4.3.1. Membandingkan Nilai Lendutan Tiap Variasi ...................... 55
4.3.2. Membandingkan Lendutan Pengamatan dengan Pendekatan
Hetenyi (1974) ....................................................................... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 78
5.2. Saran .................................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 80


LAMPIRAN ................................................................................................ 81

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis subgrade berdasarkan nilai CBR .................................... 6


Tabel 3.1 Variasi uji pembebanan untuk mencari nilai lendutan ............... 28
Tabel 3.2 Matriks pengujian pembebanan ................................................. 32
Tabel 4.1 Rekapitulasi pengujian parameter pendahuluan......................... 33
Tabel 4.2 Hasil pengujian kadar air pada bak uji selama 6 hari ................ 34
Tabel 4.3 Lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan dengan
pembebanan sentris ................................................................... 36
Tabel 4.4 Lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column beban
sentris ......................................................................................... 38
Tabel 4.5 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas
perkuatan soil mixing column beban sentris............................... 40
Tabel 4.6 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course
di atas perkuatan soil mixing column beban sentris ................... 42
Tabel 4.7 Lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan dengan
pembebanan eksentris ................................................................ 44
Tabel 4.8 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas
perkuatan soil mixing column beban eksentris ........................... 46
Tabel 4.9 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas
perkuatan soil mixing column beban eksentris ........................... 48
Tabel 4.10 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course
di atas perkuatan soil mixing column beban eksentris ............... 50
Tabel 4.11 Nilai lendutan pelat hasil perhitungan dengan menggunakan
pendekatan Hetenyi (1974) untuk beban sentris ........................ 64
Tabel 4.12 Nilai lendutan pelat hasil perhitungan dengan menggunakan
pendekatan Hetenyi (1974) untuk beban eksentris .................... 65

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penentuan lendutan rerata untuk plat fleksibel .......................... 7

Gambar 2.2 Balok terhingga yang dibebani titik pada tengah bentang ......... 8

Gambar 2.3 Hitungan lendutan akibat beban titik yang tidak tepat ditengah 9

Gambar 3.1 Bak pengujian berukuran panjang 1 m lebar 1 m dan

tinggi 0.60 m ............................................................................. 11

Gambar 3.2 Sketsa tampak atas bagian bak uji tanah dengan perkuatan ....... 11

Gambar 3.3 Sketsa potongan A-A alat model 3 dimensi ............................... 12

Gambar 3.4 Sketsa potongan B-B alat model 3 dimensi ............................... 12

Gambar 3.5 Dial Gauge ................................................................................. 13

Gambar 3.6 Waterpass ................................................................................... 13

Gambar 3.7 Alat pembebanan ........................................................................ 14

Gambar 3.8 Alat soil mixing column sederhana ........................................... 14

Gambar 3.9 Proses pengambilan sampel tanah pada satu titik ...................... 15

Gambar 3.10 Pengambilan pasir yang digunakan sebagai base course ........... 16

Gambar 3.11 Kerikil yang akan digunakan sebagai subbase .......................... 16

Gambar 3.12 Diagram alir pelaksanaa penelitian ............................................ 17

Gambar 3.13 Semen dan air yang diaduk untuk menghasilkan cement slurry 18

Gambar 3.14 Sampel tanah yang telah dimasukkan ke dalam kantong plastik 19

Gambar 3.15 Proses pengayakan pasir ............................................................ 20

Gambar 3.16 Alat penjepit berupa besi siku yang dikaitkan dengan baut ....... 21

Gambar 3.17 Proving ring yang telah dikalibrasi ............................................ 21

Gambar 3.18 Proses penyetingan alat pembebanan pada box pengujian ......... 21

Gambar 3.19 Perletakan mata bor di atas tanah (a), Pengadukan tanah-semen

secara in-situ (b) ......................................................................... 23

xiii
Gambar 3.20 Bagian-bagian alat soil mixing column sederhana ..................... 24

Gamabr 3.21 Konfigurasi titik pemasangan perkuatan soil mixing column .... 25

Gambar 3.22 Perkuatan soil mixing column siap uji pembebanan .................. 25

Gambar 3.23 Proses penyetingan dial gauge pada box pengujian pembebanan 26

Gambar 3.24 Pembacaan nilai lendutan beban sentris tanpa perkuatan

(Variasi A) ................................................................................. 28

Gambar 3.25 Pengujian lendutan sentris dengan perkuatan soil mixing

column (Variasi B) .................................................................... 28

Gambar 3.26 Tampak samping pembebanan dengan perkuatan soil mixing

column (Variasi B) ..................................................................... 29

Gambar 3.27 Pengujian lendutan sentris dengan subbase (Variasi C) ............ 29

Gambar 3.28 Tampak samping pembebanan setelah diberikan subbase setebal

3 cm ............................................................................................ 30

Gambar 3.29 Pengujian lendutan sentris dengan base course (Variasi D) ...... 31

Gambar 3.30 Tampak samping pembebanan setelah diberikan subbase dan

base course ................................................................................. 31

Gambar 3.31 Pembebanan eksentris pada tanah dengan perkuatan soil mixing

column ....................................................................................... 32

Gambar 4.1 Kadar air tanah selama 6 hari ..................................................... 34

Gambar 4.2 Lendutan pelat dengan beban sentris di atas tanah tanpa

perkuatan (Variasi A) ................................................................. 36

Gambar 4.3 Hubungan beban dengan lendutan pelat di atas tanah tanpa

perkuatan (Variasi A) pembebanan sentris ................................ 37

Gambar 4.4 Lendutan pelat dengan beban sentris di atas perkuatan soil

mixing column (Variasi B) ......................................................... 38

Gambar 4.5 Hubungan beban dengan lendutan pelat di atas perkuatan soil

xiv
mixing column (Variasi B) pembebanan sentris......................... 39

Gambar 4.6 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkuatan

soil mixing column (Variasi C) pada pembebanan sentris ........ 40

Gambar 4.7 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkuatan

soil mixing column (Variasi C) pada pembebanan sentris ......... 41

Gambar 4.8 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base

course di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) pada

pembebanan sentris .................................................................... 42

Gambar 4.9 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan sub

base dan base course di atas perkuatan soil mixing column

(Variasi D) pembebanan sentris ................................................. 43

Gambar 4.10 Lendutan pelat dengan beban eksentris di atas tanah tanpa

Perkuatan (Variasi A)................................................................. 44

Gambar 4.11 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas tanah tanpa

perkuatan (Variasi A) pembebanan eksentris ............................ 45

Gambar 4.12 Lendutan pelat dengan beban eksentris di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi B) ......................................................... 46

Gambar 4.13 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas perkuatan soil

mixing column (Variasi B) pembebanan eksentris ..................... 47

Gambar 4.14 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkuatan

soil mixing column (Variasi C) pada pembebanan eksentris ..... 48

Gambar 4.15 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan sub

base di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C)

pembebanan eksentris ................................................................ 49

Gambar 4.16 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course

di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) pada

xv
pembebanan eksentris ............................................................... 50

Gambar 4.17 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan sub

base dan base course di atas perkuatan soil mixing column

(Variasi D) pembebanan eksentris ............................................. 51

Gambar 4.18 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan

(Variasi A) dan di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B)

beban sentris ............................................................................... 52

Gambar 4.19 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan

(Variasi A) dan di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B)

beban eksentris ........................................................................... 53

Gambar 4.20 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan

(Variasi A) dan di atas subbase (Variasi C) beban sentris ........ 54

Gambar 4.21 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan

(Variasi A) dan di atas subbase (Variasi C) beban eksentris .... 55

Gambar 4.22 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan

(Variasi A) dan di atas subbase dan base course (Variasi D)

beban sentris .............................................................................. 56

Gambar 4.23 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan

(Variasi A) dan di atas subbase dan base course (Variasi D)

beban eksentris .......................................................................... 57

Gambar 4.24 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing

column (Variasi B) dan di atas subbase (Variasi C) beban

sentris ......................................................................................... 58

Gambar 4.25 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing

column (Variasi B) dan di atas subbase (Variasi C) beban

eksentris...................................................................................... 59

xvi
Gambar 4.26 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing

column (Variasi B) dan di atas subbase dan base course

(Variasi D) beban sentris........................................................... 60

Gambar 4.27 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing

column (Variasi B) dan di atas subbase dan base course

(Variasi D) beban eksentris ....................................................... 61

Gambar 4.28 Perbandingan lendutan pelat di subbase (Variasi C) dan di atas

base course (Variasi D) beban sentris ....................................... 62

Gambar 4.29 Perbandingan lendutan pelat di subbase (Variasi C) dan di atas

base course (Variasi D) beban eksentris ................................... 63

Gambar 4.30 Lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan Hetenyi

(1974) untuk beban sentris pada setiap variasi .......................... 65

Gambar 4.31 Lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan Hetenyi

(1974) untuk beban eksentris pada setiap variasi ....................... 66

Gambar 4.32 Perbandingan nilai lendutan pelat hasil pengamatan dengan


pendekatan Hetenyi (1974) pada Variasi A yang dibebani secara

sentris ......................................................................................... 66

Gambar 4.33 Perbandingan nilai lendutan pelat hasil pengamatan dengan


pendekatan Hetenyi (1974) pada Variasi A yang dibebani secara

eksentris...................................................................................... 67

Gambar 4.34 Perbandingan nilai lendutan pelat hasil pengamatan dengan


pendekatan Hetenyi (1974) pada Variasi B yang dibebani secara

sentris ......................................................................................... 68

Gambar 4.35 Perbandingan nilai lendutan pelat hasil pengamatan dengan


pendekatan Hetenyi (1974) pada Variasi B yang dibebani secara

eksentris...................................................................................... 68

xvii
Gambar 4.36 Perbandingan nilai lendutan pelat hasil pengamatan dengan
pendekatan Hetenyi (1974) pada Variasi C yang dibebani secara

sentris ......................................................................................... 69

Gambar 4.37 Perbandingan nilai lendutan pelat hasil pengamatan dengan


pendekatan Hetenyi (1974) pada Variasi C yang dibebani secara

eksentris...................................................................................... 70

Gambar 4.38 Perbandingan nilai lendutan pelat hasil pengamatan dengan


pendekatan Hetenyi (1974) pada Variasi D yang dibebani secara

sentris ......................................................................................... 71

Gambar 4.39 Perbandingan nilai lendutan pelat hasil pengamatan dengan


pendekatan Hetenyi (1974) pada Variasi D yang dibebani secara

eksentris...................................................................................... 71

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Data Uji Tanah


Lampiran B Data Pengujian Lendutan
Lampiran C Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian
Lampiran D Surat Kelengkapan Skripsi

xix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kerusakan perkerasan kaku seringkali terjadi di lapangan. Kerusakan yang


biasa terjadi pada perkerasan kaku antara lain: pumping, faulting, retak sudut,
patahan melintang, patahan horizontal, kehilangan daya dukung dan lain
sebagainya. Kerusakan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor
penyebab rusaknya perkerasan kaku adalah kondisi tanah dasar (subgrade) yang
kurang baik.
Subgrade merupakan tanah dasar atau tanah asli yang berada di bawah
struktur jalan. Fungsi dari tanah dasar ini adalah menerima tekanan akibat beban
lalu lintas yang ada di atasnya. Tanah dasar harus mempunyai daya dukung yang
cukup untuk menerima beban lalu lintas tanpa mengalami kerusakan. Namun,
subgrade memiliki kemampuan daya dukung yang berbeda-beda sesuai dengan
jenis tanahnya.
Masalah yang sering dihadapi pada perencanaan perkerasan kaku adalah
kondisi subgrade yang merupakan tanah lunak. Tanah lunak memiliki kapasitas
dukung yang rendah dan pemampatannya relatif besar, sehingga beban yang
mampu ditumpu tanah dasar relatif rendah. Meskipun beban lalu-lintas yang
terjadi ditopang oleh struktur perkerasan kaku itu sendiri, namun subgrade juga
menjadi faktor penting untuk perencanaan perkerasan. Perencana cenderung
hanya memperhatikan ketebalan struktur perkerasannya saja. Subgrade yang
merupakan tanah lunak tidak mampu untuk menopang pelat sehingga kondisinya
menjadi tidak stabil yang mengakibatkan rusaknya struktur perkerasan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh para engineer untuk mengatasi
permasalahan subgrade tanah lunak. Beberapa upaya yang diaplikasikan tersebut
hanya berpengaruh pada permukaan saja. Selain itu, proses pelaksanaan
pemasangan stabilisasi tanah juga cukup rumit, sehingga perlu dilakukan
perkuatan tanah lunak yang mencapai tanah dalam seperti soil mixing column.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terkait dengan soil mixing column. Penelitian ini bermaksud

1
2

untuk mengetahui perilaku soil mixing column berdasarkan pengaruhnya terhadap


lendutan pelat di atas tanah sebelum dan sesudah diberi perkuatan.
Penelitian dilakukan dengan mengaplikasikan soil mixing column
sederhana yang dirancang dalam skala kecil pada sampel tanah yang dipadatkan
pada box tertentu dengan luasan dan kedalaman terbatas. Kemudian, dilakukan
pengujian pembebanan per luasan beban, untuk mendapatkan lendutan tanah
sebelum dan sesudah diaplikasikan soil mixing column. Nilai lendutan yang
didapat dari hasil penelitian digunakan untuk mncari nilai lendutan dengan
menggunakan pendekatan Hetenyi (1974).

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perubahan lendutan yang terjadi pada pelat di atas tanah tanpa
perkuatan dan dengan perkuatan soil mixing column?

2. Bagaimana hubungan lendutan antara pengamatan dan dengan menggunakan


pendekatan Hetenyi (1974)?

1.3. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas tinjauannya dan tidak menyimpang
dari rumusan masalah yang ditetapkan, maka perlu adanya pembatasan terhadap
masalah yang ditinjau. Batasan-batasan masalah yang diambil dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

1. Tanah yang digunakan sebagai sampel adalah tanah lempung yang diambil
dari daerah Ketitang, Nogosari, Boyolali.
2. Pekerjaan soil mixing column diaplikasikan dalam skala kecil di laboratorium
pada sampel tanah yang dipadatkan dalam box dengan panjang 1 m, lebar 0,5
m, kedalaman 0,6 m dengan cara insitu.
3. Pelat besi dengan ketebalan 4,5 mm diasumsikan sebagai perkerasan sebatas
untuk mengetahui perubahan lendutan yang terjadi sebelum dilakukan soil
mixing column dan sesudah dilakukan soil mixing column.
4. Beban yang diterapkan terhadap pelat yaitu 20kg, 40 kg, 60 kg, dan 80kg.
3

5. Setiap beban dilakukan sebanyak 3 kali pembebanan.


6. Subbase yang digunakan yaitu krikil lolos saringan 3/8 dan tertahan saringan
4 setebal 3 cm.
7. Base course yang digunakan adalah pasir lolos saringan 4 setebal 3 cm.
8. Pengaruh confining pressure dari box sampel diabaikan.
9. Posisi muka air tanah tidak dibahas dalam penelitian ini.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui perubahan lendutan yang terjadi pada pelat di atas tanah tanpa
perkuatan dan dengan perkuatan soil mixing column.

2. Mengetahui hubungan lendutan antara pengamatan dan dengan menggunakan


pendekatan Hetenyi (1974).

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan wawasan dan ilmu baru terkait dengan pemanfaatan Soil


Mixing Column sebagai salah satu metode alternatif perkuatan pada tanah
dasar.
2. Memperoleh gambaran tentang Soil Mixing Column sebagai salah satu
perbaikan pada tanah dasar atau subgrade.

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

1. Menjadi salah satu referensi bagi para peneliti dalam melakukan metode
perbaikan tanah dasar atau subgrade.
2. Menjadi salah satu referensi mengenai penggunaan Soil Mixing Column
sebagai perkuatan pada tanah dasar atau subgrade.
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Metode yang digunakan untuk membuat soil mixing column adalah Deep
Soil Mixing (DSM). Metode ini merupakan metode baru mengenai stabilisasi
tanah yang dikembangkan di Jepang sejak tahun 1970-an. Metode ini dilakukan
untuk memperbaiki sifat teknis dari tanah lunak kohesif hingga mencapai
kedalaman 50 m. Metode DSM atau pencampuran tanah dalam secara insitu dengan
bahan aditif, kuat geser dan CBR dapat mengalami peningkatan. Selain itu,
penurunan struktur di atasnya dapat berkurang (Moseley, 2000).
Hasil penelitian dengan perkuatan kolom tanah kapur tunggal berdiameter
50 mm dengan panjang 200 mm dan diletakkan di dalam kotak baja berukuran
(1,21,21) m menunjukkan bahwa seiring dengan penambahan kadar kapur, kuat
dukung tanah meningkat dari 0,23 kN menjadi 5,2 kN setelah diperkuat dengan
kolom-kapur. Pemasangan kolom-kapur meningkatkan kekuatan tanah
disekitarnya hingga mencapai 3D dari pusat kolom-kapur (Muntohar, 2009).
Metode Deep Soil Mixing berguna untuk mengurangi lendutan dan
meningkatkan stabilitas tanah. Terkait dengan reduksi lendutan yang terjadi,
Bowles (1996) menyatakan, lendutan memiliki hubungan konseptual antara tekanan
tanah dengan modulus reaksi subgrade. Koefisien reaksi tanah dasar arah vertikal
(k) dapat digunakan dalam hitungan lendutan. Koefisien ini ditentukan sebagai
tekanan fondasi (q) yang dibagi dengan penurunan yang bersesuaian (d) dari tanah
di bawahnya. reaksi tanah dasar tidak lain adalah distribusi reaksi tanah (q) di bawah
struktur fondasi guna melawan beban fondasi. Lendutan () ditentukan dengan cara
mengalikan tekanan (q) dengan nilai koefisien tersebut (k). Reaksi subgrade
terdistribusi tidak linier akibat beban merata fondasi. Pada lempung, distribusi
reaksi tanah berbentuk cembung dengan reaksi maksimum di sekitar pinggir fondasi
dan reaksi yang lebih kecil pada tengah-tengah fondasi (Puri, 2013).

4
5

Wibowo (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Perilaku Penambahan


Kolom Batu (Stone Column) sebagai Perkuatan pada Tanah Dasar (Subgrade)
Lunak melakukan penelitian terhadap tanah lempung lunak yang diberi perkuatan
kolom batu untuk meninjau lendutan yang terjadi setelah uji pembebanan.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa penambahan kolom batu (stone
column) mampu mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 25,18% pada beban
sentris dan 33,65% pada beban eksentris, jika dibandingkan dengan tanpa
perkuatan.
Penelitian lain, dengan penambahan kolom pasir berdiameter 5 cm dan
panjang 20 cm dengan jarak antar kolom 15 cm pada tanah lempung lunak mampu
mereduksi lendutan pelat di atas tanah lunak. Perkuatan kolom pasir mampu
mereduksi lendutan pelat sebesar 41,35% pada beban sentris, sedangkan pada
beban eksentris sebesar 35,78% jika dibandingkan dengan tanpa perkuatan
(Faturrahman, 2016).
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, penulis bermaksud melakukan
percobaan untuk mengetahui pencampuran tanah menggunakan cement slurry
dengan metode deep soil mixing sehingga didapatkan soil mixing column. Soil
mixing column diaplikasikan pada box berukuran 1m0,5m0,6m kemudian
dilakukan pengujian pembebanan untuk mendapatkan perubahan nilai lendutan
yang terjadi.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Tanah Lunak

Tanah lunak pada umumnya sangat dihindari dalam dunia konstruksi, karena tanah
lunak memiliki daya dukung yang rendah. Kemampuan daya dukung tanah lunak
yang rendah mengharuskan adanya perbaikan tanah yang mana itu akan semakin
mengeluarkan uang yang berlebih.

Kualitas tanah dasar (subgrade) dapat ditentukan dengan menggunakan klasifikasi


AASHTO (American Association Of State Highway and Transportation Officials).
6

Kualitas tanah sebagai subgrade dalam AASHTO, dinyatakan dalam Group Indeks
(GI). Semakin besar angka di belakang huruf A maka menunjukkan penilaian yang
semakin buruk sebagai tanah dasar dan kapasitas dukungnya semakin rendah.

Jenis subgrade juga bisa ditentukan berdasarkan nilai CBR. Nilai CBR yang
semakin besar menunjukkan bahwa subgrade semakin stabil, sedangkan untuk
tanah dengan nilai CBR kurang dari 2% menunjukkan subgrade yang lemah atau
lunak. Jenis subgrade berdasarkan nilai CBR ditunjukkan padda Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis subgrade berdasarkan nilai CBR (Departemen Pekerjaan Umum,
2002)
Jenis subgrade CBR subgrade

Lemah CBR 2%

Normal 2% < CBR 15%

Stabil CBR > 15%

Tanah lempung pada umumnya juga bisa digolongkan dalam tanah lunak
berdasarkan sifat-sifat yang dimilikinya. Tanah lempung sangat keras dalam
keadaan kering, bersifat plastis pada kadar air sedang, sedangkan pada keadaan air
yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lebih lengket (kohesif) dan sangat
lunak. (Terzaghi, 1987). Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung diantaranya adalah
sebagai berikut (Hardiyatmo, 1992) :
a. ukuran butir halus, yaitu kurang dari 0,002 mm.
b. permeabilitas rendah.
c. kenaikan air kapiler tinggi.
d. bersifat sangat kohesif.
e. kadar kembang susut tinggi.
f. proses konsolidasi lambat.
7

2.2.2. Hitungan Modulus Reaksi Subgrade

Modulus reaksi subgrade merupakan hubungan antara tekanan tanah dengan


defleksi (Bowles, 1996). Berdasarkan uji beban pelat, nilai modulus reaksi
subgrade dapat diketahui melalui Persamaan (2.1) berikut:

kv = .................................................................................................. (2.1)

dengan :
p = tekanan yang diterima plat (kN/m2)
= defleksi yang terjadi pada plat (m)

Perhitungan nilai kv pelat yang flexibel diusulkan dengan menggunakan


Persamaan (2.2) (Hardiyatmo, dkk, 2000 dalam Firdaus 2010)

kv = ........................................................................................(2.2)
.

dengan,
Q = beban titik (kN)
Ac = luas bidang tekan (m2)
a = nilai lendutan rerata pelat (m)

Lendutan rerata plat dihitung dengan Persamaan (2.3) sebagai berikut:


1
a 2lii i 1 li 1 i 1 i 2 .....l n1 n1 n ........(2.3)

dengan :
a = lendutan rerata pelat fleksibel (m)
i = lendutan di titik ke-i dari pelat fleksibel (m)
i = nomor titik pengukuran 1 sampai n
li = jarak masing-masing titik (m)
L = panjang pelat yang menyentuh tanah (m)

Gambar 2.1. Penentuan lendutan rerata untuk plat fleksibel


(Hardiyatmo et al., 1999)
8

Gambar 2.1 menunjukkan gambaran untuk menentukan lendutan rerata pada pelat
fleksibel yang diusulkan oleh Hardiyatmo (1999).

2.2.3. Hitungan Lendutan Hetenyi

Perilaku lendutan balok pada fondasi elastis tergantung dari nilai fleksibilitas balok
(). Nilai fleksibilitas balok didapat dari Persamaan (2.4) berikut:

= ......................................................................................... (2.4)
4

dengan :
k = modulus reaksi tanah dasar (kN/m3)
= Fleksibilitas balok di atas tanah (m-1)
E = modulus elastisitas balok (kN/ m2)
I = momen inersia balok (m4)
B = lebar balok (m)

Lendutan pelat dengan panjang terbatas yang dibebani beban terpusat di sembarang
titik (Gambar 2.1), dihitung dengan persamaan dari teori balok pada fondasi elastik
(Hetenyi, 1974) :
a. Beban Sentris
Pelat dengan panjang terbatas yang dibebani beban terpusat tepat di tengah bentang
dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Balok terhingga yang dibebani beban titik pada tengah bentang
(Hetenyi, 1974 dalam Hardiyatmo, 2009)

Lendutan pada pelat dengan panjang terhingga dengan beban terpusat dihitung
menggunakan Persamaan (2.5) sebagai berikut :

1
= 2+ cosh x cos l x) + cos x cosh l x)-sinh x

sin l x) + sin x sin l x) 2 cosh x cos x .(2.5)


9

dengan,
x = jarak dari titik tengah balok ke titik yang ditinjau (m)
Q = beban titik (kN)
l = panjang balok (m)

b. Beban Eksentris
Pelat dengan panjang terbatas yang dibebani disembarang titik (tidak tepat di
tengah), seperti yang ditunjukan Gambar 2.3, bisa dihitung dengan Persamaan (2.6)
sebagai berikut:

. 1
= 2 cosh x cos x (sinh l cos a cosh b - sin l cosh a cos b )
22

+ ( cosh x sin x + sinh x cos x ) sinh l ( sin a cosh b- cos a sinh b ) + sin l
(sinh a cos b cosh a sin b(2.6)
dengan,
a,b = jarak-jarak yang ditunjukan dalam gambar 2
Q = beban titik
l = panjang balok

Gambar 2.3 Hitungan lendutan akibat beban titik yang tidak tepat ditengah
(Hetenyi, 1974 dalam Hardiyatmo, 2009)
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental


laboratorium. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Program
Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sampel
yang digunakan merupakan sampel tanah lempung lunak yang diklasifikasikan
melalui pengujian laboratorium berdasarkan parameter pengujian standar ASTM
(American Society for Testing Material).
Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :
a. Persiapan benda uji
b. Pengujian tanah
i. Uji moisture content (ASTM D 2216-92)
ii. Uji bulk density (ASTM D 4253-91)
iii. Uji specific gravity (ASTM D 854-92)
iv. Uji grain size (ASTM D422-63)
v. Uji Atterberg limits (ASTM D 4318-95a)
vi. Uji standard proctor (ASTM D 698-91)
c. Pengujian beban (loading test)
d. Analisis lendutan plat dengan rumus pendekatan Hetenyi (1974).

3.2.Alat dan Bahan


3.2.1. Alat

Alat-alat uji pembebanan yang terdiri dari :


1. Satu unit bak pengujian model 3 dimensi
Bak pengujian berukuran panjang 100 cm; lebar 100 m dan tinggi 60 cm yang
nantinya akan disekat menjadi 2 bagian yaitu untuk tanah tanpa perkuatan dan
dengan perkuatan.

10
11

Gambar 3.1 Bak pengujian berukuran panjang 1 m lebar 1 m dan tinggi 0,60 m

Gambar 3.2 Sketsa tampak atas bagian bak uji tanah dengan perkuatan

Gambar 3.1 menunjukkan bak pengujian model 3 dimensi berukuran 1m 1m


0,6 m yang nantinya digunakan untuk meletakkan sampel tanah lunak. Gambar
3.2 menunjukkan sketsa bagian bak yang digunakan untuk pengujian tanah lunak
dengan perkuatan soil mixing column.
12

Gambar 3.3 Sketsa potongan A-A alat model 3 dimensi

Gambar 3.4 Sketsa potongan B-B alat model 3 dimensi

Gambar 3.3 menunjukkan potongan melintang sketsa tampak atas bagian bak uji
tanah dengan perkuatan. Gambar 3.4 menunjukkan potongan memanjang sketsa
tampak atas bagian bak uji tanah dengan perkuatan.
13

2. Dial gauge
Alat ini digunakan untuk mengetahui besarnya lendutan yang terjadi
pada plat baja pada saat uji pembebanan. Dial gauge yang digunakan
berjumlah 5 buah dengan ketelitian 0,01 mm.

Gambar 3.5 Dial Gauge

Gambar 3.5 menunjukkan dial gauge yang digunakan untuk mencari


besarnya lendutan pada pelat dengan cara membaca load dial pada dial
gauge yang memiliki ketelitian 0,01 mm.

3. Waterpass
Alat ini digunakan untuk mengukur permukaan tanah agar benar-benar
rata secara horisontal. Hal ini bertujuan agar plat yang digunakan dapat
rata dengan permukaan tanah, sehingga beban yang diberikan pada plat
mendapatkan perlawanan yang maksimal dari tanah.

Gambar 3.6 Waterpass

Gambar 3.6 menunjukkan waterpass yang digunakan untuk mengontrol


permukaan tanah agar selalu rata.
14

4. Satu unit alat pembebanan dan alat pendukung lainnya, seperti palu,
pemadat tanah, penggaris, tempat air dan tempat pencampur tanah.

Gambar 3.7 Alat pembebanan

Gambar 3.7 menunjukkan satu set alat pembebanan yang ditopang di


bawah balok besi dengan cara mengaitkannya dengan alat penjepit.

5. Alat soil mixing column sederhana


Menggunakan alat soil mixing column sederhana untuk mencampur
semen dan tanah secara in-situ sehingga terbentuk kolom semen-tanah.

Gambar 3.8 Alat soil mixing column sederhana

Gambar 3.8 menunjukkan alat untuk membuat perkuatan soil mixing


column.
15

3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari :
a. Tanah
Tanah yang digunakan sebagai media uji pada penelitian ini merupakan
tanah lempung lunak. Tanah ini diambil dari daerah Ketitang Nogosari
Boyolali. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada satu titik dan pada
kedalaman 0,5 m dari permukaan tanah. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan media tanah yang homogen.

Gambar 3.9 Proses pengambilan sampel tanah pada satu titik

Gambar 3.9 menunjukkan proses pengambilan sampel yang dilakukan pada


satu titik pengambilan yang bertujuan untuk mendapatkan sampel tanah
yang homogen.

b. Air
Air yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laboratorium
Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta.

c. Semen PC
Semen yang digunakan untuk Soil Mixing Column adalah semen pc

d. Plat baja
Pelat baja yang digunakan memiliki ketebalan 4,5 mm. Pelat tersebut
kemudian dibentuk menjadi persegi panjang dengan ukuran 80 cm 30 cm.
16

e. Pasir
Pasir yang digunakan adalah pasir yang lolos saringan nomor 4 dan tertahan
di saringan nomor 200. Pasir di ambil dari laboratorium struktur Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang ditunjukkan pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Pengambilan pasir yang digunakan sebagai base course

f. Kerikil
Kerikil yang digunakan merupakan krikil lolos saringan nomor 3/8 dan
tertahan saringan nomor 4 seperti ditunjukan pada Gambar 3.11. Kerikil di
ambil dari laboratorium struktur Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Gambar 3.11 Kerikil yang akan digunakan sebagai subbase


17

3.3. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

Diagram alir pelaksanaan penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.12.

Mulai

Mencari sampel tanah

Pengujian Pendahuluan

Didapatkan data tanah


Tidak

Apakah dapat diklasifikasikan sebagai


tanah lunak? (CBR < 2%)
Ya

Memasukkan sampel tanah ke dalam box uji pembebanan

Melakukan perkuatan sampel tanah dengan soil mixing column

Melakukan pemeraman selama 7 hari hingga perkuatan mengeras

Melakukan uji pembebanan pada pelat yang diletakkan di atas tanah tanpa
perkuatan, dengan soil mixing column, penambahan subbase, dan
penambahan base course secara sentris dan eksentris.

Analisa

Didapatkan grafik lendutan yang terjadi dari hasil pengujian pembebanan


secara sentris dan eksentris pada setiap variasi, kemudian membandingkan
hasil pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974).

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.12 Diagram alir pelaksanaan penelitian


18

3.4 Tahap Penelitian

Uji Pemodelan Skala laboratorium ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah


Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas maret Surakarta dengan beberapa tahapan.

3.4.1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap persiapan penelitian ini dilakukan untuk memperlancar kegiatan penelitian


yang akan dilaksanakan di Laboratorium. Persiapan yang perlu dilakukan sebelum
melaksanakan penelitian antara lain persiapan benda uji, persiapan media tanah dan
persiapan alat pembebanan.
a. Persiapan benda uji
Penelitian ini menggunakan benda uji berupa semen pc dan air yang akan
digunakan untuk campuran tanah dengan metode mixing in-situ menggunakan
alat soil mixing column sederhana. Kolom yang dihasilkan dari alat ini memiliki
diameter 50 mm dan tinggi 200 mm.

Gambar 3.13 Semen dan air yang diaduk untuk menghasilkan cement slurry

Gambar 3.13 menunjukkan campuran semen dan air dengan perbandingan 1 : 1


yang dicampur di dalam wadah.
19

b. Persiapan media tanah


Media tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lempung lunak
yang diambil dari daerah Ketitang Nogosari Boyolali dengan sistem
pengambilan terganggu (disturbed sample). Persiapan media tanah ini dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Mengambil sampel dengan alat cangkul / sekop
Proses pengambilan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul dan
linggis. Sampel tanah diambil pada satu titik dan pada kedalaman 0,5 m dari
permukaan untuk mendapatkan sampel tanah yang homogen dan bebas dari
kotoran seperti akar pohon, batu, dan sampah plastik.
2) Memasukkan sampel ke dalam kantong plastik (trash bag) untuk menjaga
kadar air tanah.

Gambar 3.14 Sampel tanah yang telah dimasukkan ke dalam kantong


plastik

Gambar 3.15 menunjukkan sampel tanah yang dimasukkan ke dalam kantong


plastik untuk menjaga kadar air dari tanah agar tidak berkurang.
3) Menyimpan sampel tanah di tempat yang teduh untuk menjaga kadar air dan
kelembaban tanah.
c. Persiapan Material Lain
Material lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pasir dan krikil.
1) Krikil
Krikil yang digunakan dalam penelitian ini yaitu krikil lolos saringan 3/8 dan
tertahan pada saringan 4. Krikil ini nantinya akan digunakan sebagai subbase.
20

2) Pasir
Pasir yang digunakan sebagai base course dalam penelitian ini yaitu pasir
lolos saringan 4 dan tertahan pada saringan 200. Proses penyaringan pasir
ditunjukkan pada Gambar 3.15.

Gambar 3.15. Proses pengayakan pasir

d. Persiapan alat pembebanan


Alat pembebanan terdiri dari statif dan alat pembebanan aksial. Deskripsi alat
pembebanan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1) Menggantungkan alat pembebanan aksial pada balok penyangga dengan
menggunakan alat penjepit. Pemasangan alat pembebanan aksial tidak
secara permanen, melainkan secara dinamis dengan sebuah pengunci. Hal
ini memungkinkan untuk pergeseran, tanpa mengurangi kestabilan pada
waktu pembebanan dilakukan,
2) Memasang proving ring berupa pipa baja silinder yang telah dikalibrasi
sebelumnya sehingga diketahui besarnya pemampatan silinder baja (terbaca
pada load dial) kemudian dikonversikan menjadi beban tekanan yang
diinginkan. Beban yang digunakan yaitu 20 kg, 40 kg, 60 kg, dan 80 kg.
3) Memasang torak pembebanan berupa baja silinder pejal berdiameter 5 cm
untuk meneruskan tekanan dari proving ring ke pelat baja yang akan diuji
lendutannya.
4) Memposisikan torak pembebanan pada tengah bentang pelat untuk uji
pembebanan sentris dan 20 cm dari ujung pelat untuk pembebanan eksentris.
21

Gambar 3.16 Alat penjepit berupa besi siku yang dikaitkan dengan baut

Gambar 3.16 menunjukkan alat penjepit yang digunakan untuk menjepit alat
pembebanan pada balok penyangga sehingga memudahkan posisi pembebanan.

Gambar 3.17 Proving ring yang telah dikalibrasi

Gambar 3.17 menunjukkan proving ring berupa pipa baja yang telah dikalibrasi.

Gambar 3.18 Proses penyetingan alat pembebanan pada box pengujian

Gambar 3.18 menunjukkan proses penyetingan alat pembebanan pada box


pengujian.
22

3.4.2. Tahap Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan terhadap media tanah. Pengujian yang dilakukan


terhadap tanah dimaksudkan untuk mengetahui parameter-parameter tanah dan
untuk mengidentifikasi jenis tanah tersebut.

Penelitian pendahuluan tersebut meliputi :


a. Pengujian kadar air (water content) untuk mengetahui kadar air sesuai aturan
pengujian ASTM D 2216-92.
b. Pengujian berat jenis tanah basah (bulk density) untuk mengetahui berat jenis
basah tanah sesuai aturan pengujian ASTM D 4253-91.
c. Pengujian specific gravity (Gs) untuk mengetahui berat jenis butiran tanah
dengan acuan standar ASTM D 854-92.
d. Pengujian analisis butiran (grain size analysis), untuk mengetahui persentase
susunan butir tanah sehingga dapat diketahui jenis tanah yang akan diuji sesuai
aturan pengujian ASTM D 422-63.
e. Pengujian konsistensi (atterberg limits test) untuk mengetahui batas cair, batas
plastis dan indeks plastisitas berdasarkan ASTM D 4318-95a.
f. Pengujian standard proctor untuk menentukan kepadatan optimum tanah.
Pengujian ini menggunakan standar ASTM D 698-91.

3.4.3. Tahap Penelitian Utama

Pengujian pembebanan dilakukan untuk mengetahui besarnya lendutan yang terjadi


pada tanah setelah diberikan beban aksial. Tahap penelitian utama meliputi
pekerjaan-pekerjaan antara lain sebagai berikut :

1. Pembuatan sampel tanah pada bak pengujian


Pada proses pembuatan sampel tanah ini diperlukan ketelitian dan konsistensi
untuk mendapatkan kepadatan yang konstan dan tidak menghasilkan rongga
udara pada sampel. Tahap yang dilakukan dalam pembuatan sampel tanah ini
antara lain:
a. Menyiapkan tanah yang sudah disimpan dalam kantong plastik.
b. Menimbang berat tanah yang diperlukan untuk mengisi bak pengujian secara
penuh dengan menggunakan data berat jenis tanah basah (bulk density).
23

c. Pemadatan dilakukan secara bertahap tiap layer dengan ketinggian tanah 10


cm tiap layer hingga mencapai ketinggian 60 cm.
d. Sebelum dipadatkan, tanah dihamparkan secara merata pada bak pengujian
dengan tujuan untuk menghasilkan kepadatan tanah yang merata pada bak
pengujian.

2. Pemasangan perkuatan soil mixing column


Setelah media tanah selesai dipadatkan dan diratakan, diberikan perkuatan soil
mixing column. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan soil
mixing column antara lain:
a. Menandai titik-titik yang akan dipasang soil mixing column dengan
menggunakan benang dan batang kayu.
b. Meletakkan alat soil mixing column di atas titik yang akan dibor.
c. Memposisikan mata bor tepat di atas titik yang akan dibor.
d. Menyalakan alat dengan menekan saklar pada stang bor.
e. Melubangi titik bor dan membuang tanahnya sedalam 5 cm
f. Memasukkan cement slurry dengan perbandingan air dan semen 1:1 ke
dalam tabung alat.
g. Menyalakan alat untuk proses pengadukan semen dan tanah secara in-situ
sambil menekan stang bor sedalam 20 cm ke dalam tanah selama 10 menit
hingga terbentuk kolom semen-tanah.

(a) (b)
Gambar 3.19 Perletakan mata bor di atas tanah (a), Pengadukan tanah-semen
secara in-situ (b).
24

Gambar 3.19 menunjukkan proses pembuatan soil mixing column pada media
tanah.

tabung semen
mesin penggerak
selang penghubung
tiang pelurus
saklar
tiang bor
mata bor
penyangga

Gambar 3.20 Bagian-bagian alat soil mixing column sederhana.

Gambar 3.20 menunjukkan alat soil mixing column sederhana dan bagian-
bagiannya.
Keterangan :
a : tabung semen
berfungsi untuk menampung semen cair
b : mesin penggerak utama
berfungsi sebagai mesin utama untuk menggerakkan mata bor
c : selang penghubung
berfungsi untuk menyalurkan semen dari tabung semen ke mata bor
d : tiang pelurus
berfungsi untuk menghasilkan kolom yang tegak lurus dengan tanah
e : saklar
berfungsi untuk menyalakan/ mematikan alat
f : tiang bor
berfungsi untuk meneruskan mata bor ke dalam tanah
25

g : mata bor
berfungsi untuk melubangi sekaligus mengaduk tanah dengan semen
yang disemprotkan dari ujung mata bor.
h : penyangga
berfungsi untuk menopang alat di atas media tanah

Setelah terbentuk kolom semen-tanah pada semua titik yang ditandai, sampel
didiamkan selama 1 minggu untuk proses pengerasan semen.

Gambar 3.21. Konfigurasi titik pemasangan perkuatan soil mixing column

Gambar 3.21 menunjukkan konfigurasi pemasangan perkuatan soil mixing column


Setelah didiamkan selama satu minggu, kolom akan cukup keras dan siap untuk
dilakukan uji pembebanan.

Gambar 3.22 Perkuatan soil mixing column siap uji pembebanan


26

Gambar 3.22 menunjukkan perkuatan soil mixing column yang sudah siap untuk
diuji pembebanan.

3. Pengujian pembebanan
Pengujian pembebanan dilakukan untuk mengetahui besarnya lendutan yang terjadi
pada plat. Tahap pengujian pembebanan meliputi pekerjaan-pekerjaan antara lain
sebagai berikut :
a. Pemasangan alat pembebanan
Pemasangan alat pembebanan dilakukan dengan cara mengaitkan alat pada
tiang penyangga secara dinamis sehingga mudah untuk digeser ke posisi
pembebanan yang diinginkan. Setelah alat pembebanan terpasang, plat besi
dengan tebal 4,5 mm panjang 80cm dan lebar 30 cm diletakkan di atas tanah.
b. Pemasangan dial gauge
Pemasangan dial gauge dilakukan pada lima titik yang sudah ditandai pada
besi penopang dial. Dial gauge yang digunakan sebanyak 5 buah dan dipasang
dengan jarak tiap dial yaitu 0,2 m.

Gambar 3.23 Proses penyetingan dial gauge pada box pengujian pembebanan

Gambar 3.23 menunjukkan proses pemasangan dan penyetingan dial gauge pada
box pengujian.
27

c. Pengaturan alat
Alat pembebanan diatur sehingga stabil (kaku). Tuas pada alat pembebanan
diputar sehingga torak memberi tekanan pada pelat tumpuan stone coloumn
sampai dial gauge menunjukkan pergerakan sedikit. Hal ini untuk memastikan
bahwa torak benar-benar menyentuh pelat secara keseluruhan.
d. Uji Pembebanan (Loading Test)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui modulus reaksi tanah dasar dan
lendutan yang terjadi pada plat setelah diberikan beban aksial. Pengujian
dilakukan setelah dial gauge diatur pada angka nol. Setelah itu pembebanan
dilakukan dengan memberikan beban 20 Kg, kemudian dikembalikan ke 0,
diberi beban lagi 20 kg, sampe berulang 3 kali, seterusnya beban bertambah
menjadi 40 Kg, 60 Kg dan maksimal 80 Kg.

3.4.4. Pembacaan Nilai Lendutan

Pengujian pembebanan bertujuan untuk mengetahui modulus reaksi tanah dasar dan
lendutan yang terjadi pada plat setelah diberikan beban aksial. Pengujian lendutan
dibedakan dalam 4 variasi pembebanan. Variasi pembebanan yang dilakukan
ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Variasi Uji Pembebanan untuk Mencari Nilai Lendutan
NO Variasi Keterangan
1 Variasi A Tanpa Perkuatan
2 Variasi B Perkuatan Soil Mixing Column
Variasi B + Penambahan sub base berupa hamparan
3 Variasi C
kerikil setinggi 3 cm
Variasi C + Penambahan base course berupa
4 Variasi D
hamparan pasir setinggi 3 cm

1. Tanpa perkuatan (Variasi A)


Pengujian lendutan tanah tanpa perkuatan dilakukan secara sentris dan eksentris.
Pada pengujian ini, posisi plat langsung menempel pada tanah tanpa perkuatan.
Pembacaan lendutan dilakukan setiap pembebanan yang dilakukan yaitu pada
beban 20 kg, 40 kg, 60 kg, dan 80 kg. Setiap beban dilakukan 3 kali pembebanan
dan pembacaan nilai lendutan.
28

Gambar 3.24 Pembacaan nilai lendutan beban sentris tanpa perkuatan


(Variasi A)
Gambar 3.24 menunjukan pengujian lendutan tanpa perkuatan di titik sentris
pembebanan. Dial gauge yang digunakan berjumlah 5 buah yang kesemuanya
menempel pada pelat.

2. Perkuatan soil mixing column (Variasi B)


Pembacaan Lendutan dengan perkuatan, posisi pelat menempel pada perkuatan
soil mixing column, dengan pembebanan secara berulang yang dimulai dari 20
kg, 40 kg, 60 kg dan maksimum 80 kg. Perkuatan ini bertujuan untuk
memperkuat tanah dasar lunak tersebut, sehingga dapat mereduksi lendutan yang
terjadi pada pelat jika dibandingakan dengan pengujian lendutan tanpa
perkuatan.

Gambar 3.25 Pengujian lendutan sentris dengan perkuatan soil mixing column
(Variasi B)
29

Gambar 3.25 menunjukkan pengujian lendutan pelat di atas perkuatan soil


mixing column (Variasi B) dengan beban sentris.

Gambar 3.26 Tampak samping pembebanan dengan perkuatan soil mixing


column (Variasi B)

Gambar 3.26 menunjukkan sketsa tampak samping pengujian pembebanan.

3. Penambahan subbase (Variasi C)


Pengujian lendutan di titik sentris dengan Variasi penambahan sub base berupa
hamparan kerikil setinggi 3 cm dilakukan di atas tanah dengan perkuatan soil
mixing column. Kerikil yang dihamparkan dipadatkan dan diratakan agar
mendapatkan hasil yang maksimal.

Gambar 3.27 Pengujian lendutan sentris dengan subbase (Variasi C)


30

Gambar 3.27 menunjukkan pengujian lendutan pelat di atas subbase (Variasi C)


dengan beban sentris.

Gambar 3.28 Tampak samping pembebanan setelah diberikan subbase


setebal 3 cm

Gambar 3.28 menunjukkan sketsa tampak samping pengujian pembebanan


setelah diberikan subbase setebal 3 cm.

4. Penambahan base course hamparan pasir


Pengujian lendutan di titik sentris dengan penambahan base course berupa pasir
setinggi 3 cm dilakukan di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column dan
subbase. Penambahan pasir dilakukan di atas Variasi C kemudian ditambahi
base course berupa hamparan pasir setebal 3 cm. Pasir dipadatkan terlebih
dahulu dan diratakan agar perletakan pelat lebih maksimal seperti ditunjukkan
pada Gambar 3.29. Gambar 3.29 (a) menunjukkan pemadatan pasir dengan balok
kayu dan Gambar 3.29 (b) menunjukkan pengujian pembebanan di atas base
course (Variasi D).
31

(a) (b)
Gambar 3.29 Pemadatan pasir dengan balok kayu (a), Pengujian lendutan
sentris dengan base course (b)

Gambar 3.30 Tampak samping pembebanan setelah diberikan subbase dan


base course

Gambar 3.30 menunjukkan sketsa tampak samping pembebanan setelah


diberikan subbase dan base course masing-masing setebal 3 cm.
32

5. Pembebanan secara eksentris


Pembebanan eksentris dilakukan dengan cara yang sama pada teknik
pembebanan sentrispada Variasi A, B, C dan D. Posisi beban pada pembebanan
sentris yaitu 20 cm dari ujung plat.

Gambar 3.31 Pembebanan eksentris pada tanah dengan perkuatan soil mixing
column

Gambar 3.31 menunjukkan contoh pengujian lendutan secara eksentris pada


pelat di atas perkuatan soil mixing column.

Keseluruhan pengujian pembebanan yang dilakukan dalam penelitian ini


ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Matriks pengujian pembebanan


Variasi Beban sentris Beban Eksentris
20 kg 40 kg 60 kg 80 kg 20 kg 40 kg 60 kg 80 kg
Variasi A
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
20 kg 40 kg 60 kg 80 kg 20 kg 40 kg 60 kg 80 kg
Variasi B
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
20 kg 40 kg 60 kg 80 kg 20 kg 40 kg 60 kg 80 kg
Variasi C
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
20 kg 40 kg 60 kg 80 kg 20 kg 40 kg 60 kg 80 kg
Variasi D
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan telah dilakukan dan didapatkan data sifat fisik dari tanah yang
diamati, yaitu tanah lempung lunak yang diambil dari daerah Ketitang, Nogosari,
Boyolali. Sebagaimana disebutkan dalam metodologi penelitian, data ini digunakan
untuk penentuan penggolongan tanah apakah termasuk tanah lunak atau tidak, karena
media dalam penelitian ini adalah tanah lempung lunak. Tabel 4.1 menunjukkan
rekapitulasi penelitian parameter tanah yang dipakai sebagai sampel dalam penelitian
ini.

Tabel 4.1 Rekapitulasi pengujian pendahuluan tanah lunak


Jenis Pengujian Hasil
Moisture Content 56 %
Bulk Density 1,649 gram/cm3
Gravel = 0%
Grain Size Pasir = 9,82%
Lanau dan Lempung = 90,18%
Batas cair = 70,84 %
Atterberg Limit Batas plastis = 48,87 %
Indeks plastisitas = 21,87 %
CBR 1,28 %

1. Penentuan Tanah Lunak


Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO tanah dasar termasuk dalam kelompok tanah
lanau-lempung (>35% lolos saringan no.200). Tanah dasar memiliki nilai batas cair
70,84% (>41%), indeks plastisitas 21,87% (>11%) dan batas plastis 48,87% (>30%)
sehingga termasuk dalam klasifikasi kelompok A-7-5 (GI = 28). Nilai CBR
1,28%(2%) sehingga termasuk sebagai jenis subgrade lemah (lunak).

33
34

2. Pemeliharaan Kadar Air


Kontrol terhadap kadar air perlu dilakukan setiap hari untuk menjaga agar kadar air
dalam bak uji tetap konstan. Kontrol yang dilakukan yaitu dengan menguji kadar air
pada tanah yang terdapat pada bak uji. Tabel 4.2 menunjukkan hasil pengujian kadar
air selama 6 hari.
Tabel 4.2 Hasil pengujian kadar air pada bak uji selama 6 hari
Hari ke- Kadar Air
1 55,96%
2 60,21%
3 53,94%
4 57,11%
5 54,50%
6 56,65%

Data pada Tabel 4.2 kemudian disajikan dalam grafik sebagai berikut:

70,00%

60,00%

50,00%
Kadar Air

40,00%

30,00% kontrol kadar air


kadar air normal
20,00%

10,00%

0,00%
1 2 3 4 5 6
Hari Ke

Gambar 4.1. Kadar air tanah selama 6 hari


Gambar 4.1 menunjukkan bahwa kondisi kadar air selama 6 hari relatif konstan.
35

4.2 Hasil Penelitian Utama

Hasil penelitian utama berupa nilai lendutan yang terjadi pada pelat setelah diberikan
beban (loading test). Nilai lendutan didapat dengan cara membaca dial gauge yang
menunjukan suatu nilai bacaan yang dinamakan load dial. Load dial yang terbaca pada
kelima dial gauge kemudian dicatat untuk disusun menjadi grafik nilai lendutan.
Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, pengujian pembebanan dilakukan pada
posisi sentris dan eksentris, sehingga didapatkan nilai lendutan pembebanan sentris dan
nilai lendutan pembebanan eksentris.
Terdapat 4 variasi yang digunakan dalam penelitian ini. Variasi tersebut yaitu:
1. Variasi A : kondisi tanah tanpa perkuatan
2. Variasi B : kondisi tanah dengan perkuatan soil mixing column
3. Variasi C : kondisi tanah dengan penambahan subbase 3 cm di atas
perkuatan soil mixing column
4. Variasi D : kondisi tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column

Pembebanan dilakukan pada pelat yang diletakkan di atas keempat variasi tersebut
dengan beban 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg. Pembebanan dilakukan pada tengah
bentang pelat (kondisi sentris) dan seperempat bentang (kondisi eksentris).

4.2.1 Nilai Lendutan Pembebanan Sentris


4.2.1.1 Nilai lendutan pembebanan sentris tanpa perkuatan (Variasi A)

Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
sentris di atas tanah lempung lunak tanpa perkuatan. Pada pembebanan sentris, beban
berada pada jarak 0,4 m dari pelat (dial gauge C). Uji pembebanan dilakukan sebanyak
3 kali pengulangan pada beban yang sama untuk merepresentasikan beban lalu-lintas
kemudian diambil nilai rata-rata. Beban yang digunakan yaitu 20 kg, 40 kg, 60 kg dan
80 kg. Tabel 4.3 menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan
yang terbaca pada 5 dial gauge di atas pelat dengan beban sentris.
36

Tabel 4.3 Lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan dengan pembebanan sentris
BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)
(kgf) A B C D E
20 0,01 0,04 0,22 0,0467 0,01
40 0,02 0,0833 0,4167 0,0867 0,0167
60 0,0267 0,12 0,58 0,12 0,0233
80 -0,0233 0,1667 0,8533 0,16 -0,02

Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan. Gambar 4.2
menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan dengan menggunakan
lendutan rata-rata dari pengulangan beban 20 kg,40 kg, 60 kg dan 80 kg.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

beban 20 kg beban 40 kg beban 60 kg beban 80 kg

Gambar 4.2 Lendutan pelat dengan beban sentris di atas tanah tanpa perkuatan
(Variasi A)
Berdasarkan grafik lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan, menunjukkan
terjadinya peningkatan nilai defleksi pelat setiap penambahan beban di pusat
pembebanan. Hasil uji pembebanan 20 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,22 mm
37

pada pusat pembebanan. Hasil uji pembebanan 40 kg menunjukkan lendutan sebesar


0,42 mm pada pusat pembebanan. Hasil uji pembebanan 60 kg menunjukkan lendutan
sebesar 0,58 mm pada pusat pembebanan, sedangkan pada uji pembebanan 80 kg
menghasilkan lendutan yang paling besar yaitu sebesar 0,853 mm pada pusat
pembebanan. Gambar 4.3 menunjukkan grafik hubungan beban dengan lendutan yang
terjadi di pusat pembebanan (dial gauge C).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
Lendutan maksimum (mm)

-0,22
-0,2
-0,4167
-0,4
-0,58
-0,6
-0,8533
-0,8

-1
beban (kg)

lendutan pada pusat pembebanan

Gambar 4.3 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan
(Variasi A) pembebanan sentris

4.2.1.2 Nilai lendutan pembebanan sentris dengan perkuatan soil mixing column
(Variasi B)

Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
sentris di atas tanah lempung lunak dengan perkuatan soil mixing column. Tabel 4.4
menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing
column yang terbaca pada 5 dial gauge di atas pelat dengan beban sentris.
38

Tabel 4.4 Lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column beban sentris
BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)
(kgf) A B C D E
20 0 0,0067 0,06 0,01 0
40 0 0,0533 0,16 0,04 0
60 -0,01 0,0867 0,2533 0,0633 -0,0033
80 -0,0333 0,13 0,3433 0,1133 -0,03

Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing
column. Gambar 4.4 menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan
soil mixing column dengan pembebanan sentris.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

beban 20 kg beban 40 kg beban 60 kg beban 80 kg

Gambar 4.4 Lendutan pelat dengan beban sentris di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B)
Berdasarkan grafik lendutan pelat pada Variasi B, menunjukkan terjadinya
peningkatan nilai defleksi pelat setiap penambahan beban di pusat pembebanan. Hasil
uji pembebanan 20 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,06 mm pada pusat
39

pembebanan. Hasil uji pembebanan 40 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,16 mm


pada pusat pembebanan. Hasil uji pembebanan 60 kg menunjukkan lendutan sebesar
0,2533 mm pada pusat pembebanan, sedangkan pada uji pembebanan 80 kg
menghasilkan lendutan yang paling besar yaitu sebesar 0,3433 mm pada pusat
pembebanan. Gambar 4.5 menunjukkan grafik hubungan beban dengan lendutan yang
terjadi di pusat pembebanan (dial gauge C) pada Variasi B.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0

-0,2 -0,06
-0,16
Lendutan (mm)

-0,4 -0,2533
-0,3433
-0,6

-0,8

-1
beban (kg)

Lendutan pada pusat pembebanan

Gambar 4.5 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B) pembebanan sentris

4.2.1.3 Nilai lendutan pembebanan sentris dengan penambahan subbase di atas


perkuatan soil mixing column (Variasi C)

Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
sentris di atas tanah lempung lunak dengan penambahan subbase 3 cm di atas Variasi
B. Beban yang digunakan yaitu 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg. Tabel 4.5 menunjukkan
data nilai lendutan pelat di atas tanah lempung lunak dengan penambahan sub base 3
cm di atas Variasi B yang terbaca pada 5 dial gauge dengan beban sentris.
40

Tabel 4.5 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkuatan soil mixing
column beban sentris

BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)


(kgf) A B C D E
20 0 0,0067 0,04 0,01 0
40 0 0,0167 0,09 0,02 0
60 -0,0133 0,0433 0,16 0,0433 -0,0067
80 -0,0167 0,08 0,2433 0,07 -0,0133

Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkutan.
Gambar 4.6 menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah lempung lunak dengan
penambahan sub base 3 cm di atas perkuatan soil mixing column .

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

beban 20 kg beban 40 kg beban 60 kg beban 80 kg

Gambar 4.6 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi C) pada pembebanan sentris
41

Berdasarkan grafik lendutan pelat pada Variasi C, menunjukkan terjadinya


peningkatan nilai defleksi pelat setiap penambahan beban di pusat pembebanan. Hasil
uji pembebanan 20 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,04 mm pada pusat
pembebanan. Hasil uji pembebanan 40 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,09 mm
pada pusat pembebanan. Hasil uji pembebanan 60 kg menunjukkan lendutan sebesar
0,16 mm pada pusat pembebanan, sedangkan pada uji pembebanan 80 kg menghasilkan
lendutan yang paling besar yaitu sebesar 0,2433 mm pada pusat pembebanan. Gambar
4.7 menunjukkan grafik hubungan beban dengan lendutan yang terjadi pada pusat
pembebanan (dial gauge C)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
-0,04
-0,2 -0,09
-0,16
Lendutan (mm)

-0,2433
-0,4

-0,6

-0,8

-1
beban (kg)

Lendutan pada pusat pembebanan

Gambar 4.7 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan subbase di
atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) pada pembebanan sentris

4.2.1.4 Nilai lendutan pembebanan sentris dengan penambahan subbase dan


base course di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D)

Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
sentris di atas tanah lempung lunak dengan penambahan base course pasir di atas
Variasi C. Beban yang digunakan yaitu 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg. Tabel 4.6
menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah dengan penambahan base course
pasir 3 cm di atas Variasi C yang terbaca pada 5 dial gauge dengan beban sentris.
42

Tabel 4.6 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course di atas
perkuatan soil mixing column beban sentris

BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)


(kgf) A B C D E
20 0 0 0,0367 0,0033 0
40 0 0,03 0,07 0,0267 0,33
60 0,0133 0,0367 0,1333 0,0333 0,01
80 0,02 0,06 0,1933 0,0667 0,0167

Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat di atas tanah dengan penambahan base course
pasir di atas Variasi C. Gambar 4.8 menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah
dengan penambahan subbase dan base course yang dibebani secara sentris.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

beban 20 kg beban 40 kg beban 60 kg beban 80 kg

Gambar 4.8 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course di atas
perkuatan soil mixing column (Variasi D) pada pembebanan sentris
43

Berdasarkan grafik lendutan pelat pada Variasi D, menunjukkan terjadinya


peningkatan nilai defleksi pelat setiap penambahan beban di pusat pembebanan. Hasil
uji pembebanan 20 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,0367 mm pada pusat
pembebanan. Hasil uji pembebanan 40 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,07 mm
pada pusat pembebanan. Hasil uji pembebanan 60 kg menunjukkan lendutan sebesar
0,1333 mm pada pusat pembebanan, sedangkan pada uji pembebanan 80 kg
menghasilkan lendutan yang paling besar yaitu sebesar 0,1933 mm pada pusat
pembebanan. Gambar 4.9 menunjukkan grafik hubungan beban dengan lendutan yang
terjadi pada pusat pembebanan (dial gauge C)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
-0,0367 -0,07
-0,2 -0,1333
Lendutan (mm)

-0,1933
-0,4

-0,6

-0,8

-1
beban (kg)

Lendutan pada pusat pembebanan

Gambar 4.9 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan subbase dan
base course di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) pembebanan sentris

4.2.2 Nilai Lendutan Pembebanan Eksentris


4.2.2.1 Nilai lendutan pembebanan eksentris tanpa perkuatan (Variasi A)

Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
eksentris di atas tanah lempung lunak tanpa perkuatan. Pada pembebanan eksentris,
beban berada pada jarak 0,6 m dari pelat (dial gauge D). Tabel 4.7 menunjukkan data
nilai lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan yang terbaca pada 5 dial gauge di atas
pelat dengan beban eksentris.
44

Tabel 4.7 Lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan dengan pembebanan eksentris
BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)
(kgf) A B C D E
20 0 0,0167 0,05 0,2067 0,0267
40 -0,0067 0,0233 0,09 0,4233 0,0333
60 -0,0233 0,04 0,1333 0,5667 0,0533
80 -0,03 0,0767 0,21 0,9133 0,1033

Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan. Gambar 4.10
menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan dengan menggunakan
lendutan rata-rata dari pengulangan beban eksentris 20 kg,40 kg, 60 kg dan 80 kg.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

beban 20 kg beban 40 kg beban 60 kg beban 80 kg

Gambar 4.10 Lendutan pelat dengan beban eksentris di atas tanah tanpa perkuatan
(Variasi A)
45

Berdasarkan grafik lendutan pelat pada Variasi A beban eksentris, menunjukkan


terjadinya peningkatan nilai defleksi pelat setiap penambahan beban di pusat
pembebanan. Hasil uji pembebanan 20 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,2067 mm
pada pusat pembebanan. Hasil uji pembebanan 40 kg menunjukkan lendutan sebesar
0,4233 mm pada pusat pembebanan. Hasil uji pembebanan 60 kg menunjukkan
lendutan sebesar 0,5667 mm pada pusat pembebanan, sedangkan pada uji pembebanan
80 kg menghasilkan lendutan yang paling besar yaitu sebesar 0,9133 mm pada pusat
pembebanan. Gambar 4.11 menunjukkan grafik hubungan beban dengan lendutan yang
terjadi di pusat pembebanan (dial gauge D) pada Variasi A.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
Lendutan maksimum (mm)

-0,2067
-0,2
-0,4233
-0,4
-0,5667
-0,6

-0,8 -0,9133

-1
beban (kg)

Lendutan pada pusat pembebanan

Gambar 4.11 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan
(Variasi A) pembebanan eksentris

4.2.2.2 Nilai lendutan pembebanan eksentris dengan perkuatan soil mixing


column (Variasi B)

Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
eksentris di atas tanah lempung lunak dengan perkuatan soil mixing column. Tabel 4.8
menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing
column yang terbaca pada 5 dial gauge di atas pelat dengan beban eksentris.
46

Tabel 4.8 Lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column beban eksentris
BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)
(kgf) A B C D E
20 0 0,0067 0,0433 0,08 0
40 0 0,02 0,0867 0,1767 0,01
60 -1 0,0133 0,14 0,2733 0,0233
80 -2,33 0,02 0,1867 0,3667 0,0367

Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing
column pada pembebanan eksentris. Gambar 4.12 menunjukkan grafik lendutan pelat
di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column dengan pembebanan eksentris.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

beban 20 kg beban 40 kg beban 60 kg beban 80 kg

Gambar 4.12 Lendutan pelat dengan beban eksentris di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B)
47

Berdasarkan grafik lendutan pelat pada Variasi B, menunjukkan terjadinya


peningkatan nilai defleksi pelat setiap penambahan beban di pusat pembebanan. Hasil
uji pembebanan 20 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,08 mm pada pusat
pembebanan. Hasil uji pembebanan 40 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,1716 mm
pada pusat pembebanan. Hasil uji pembebanan 60 kg menunjukkan lendutan sebesar
0,2733 mm pada pusat pembebanan, sedangkan pada uji pembebanan 80 kg
menghasilkan lendutan yang paling besar yaitu sebesar 0,3667 mm pada pusat
pembebanan. Gambar 4.13 menunjukkan grafik hubungan beban dengan lendutan yang
terjadi di pusat pembebanan eksentris (dial gauge D) pada Variasi B.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0

-0,2 -0,08
Lendutan (mm)

-0,1767
-0,4 -0,2733
-0,3667
-0,6

-0,8

-1
beban (kg)

Lendutan pada pusat pembebanan

Gambar 4.13 Hubungan beban dan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B) pembebanan eksentris

4.2.2.3 Nilai lendutan pembebanan eksentris dengan penambahan subbase di


atas perkuatan soil mixing column (Variasi C)

Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
eksentris di atas tanah lempung lunak dengan penambahan sub base 3 cm di atas
Variasi B. Beban yang digunakan yaitu 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg. Tabel 4.9
menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah lempung lunak dengan
penambahan subbase 3 cm di atas Variasi B yang terbaca pada 5 dial gauge dengan
beban eksentris.
48

Tabel 4.9 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkuatan soil mixing
column beban eksentris
BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)
(kgf) A B C D E
20 0 0 0,01 0,0467 0
40 0 0,0067 0,0367 0,10 0,0033
60 -0,0033 0,0233 0,07 0,18 0,0067
80 -0,0167 0,0133 0,10 0,26 0,0133

Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkutan.
Gambar 4.14 menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah lempung lunak dengan
penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column beban eksentris.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

beban 20 kg beban 40 kg beban 60 kg beban 80 kg

Gambar 4.14 Lendutan pelat dengan penambahan subbase di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi C) pada pembebanan eksentris
49

Berdasarkan grafik lendutan pelat pada Variasi C, menunjukkan terjadinya


peningkatan nilai defleksi pelat setiap penambahan beban di pusat pembebanan. Hasil
uji pembebanan 20 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,0467 mm pada pusat
pembebanan. Hasil uji pembebanan 40 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,1 mm pada
pusat pembebanan. Hasil uji pembebanan 60 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,18
mm pada pusat pembebanan, sedangkan pada uji pembebanan 80 kg menghasilkan
lendutan yang paling besar yaitu sebesar 0,26 mm pada pusat pembebanan. Gambar
4.15 menunjukkan grafik hubungan beban dengan lendutan yang terjadi pada pusat
pembebanan beban eksentris (dial gauge D).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0
-0,0467
-0,2 -0,1
-0,18
Lendutan (mm)

-0,4 -0,26

-0,6

-0,8

-1
beban (kg)

Lendutan pada pusat pembebanan

Gambar 4.15 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan subbase di
atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) pembebanan eksentris

4.2.2.4 Nilai lendutan pembebanan eksentris dengan penambahan subbase dan


base course di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D)

Pengujian dilakukan pada pelat baja 4,5 mm 800 mm 300 mm yang dibebani secara
eksentris di atas tanah lempung lunak dengan penambahan base course pasir di atas
Variasi C. Beban yang digunakan yaitu 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg. Tabel 4.10
menunjukkan data nilai lendutan pelat di atas tanah dengan penambahan base course
pasir di atas Variasi C yang terbaca pada 5 dial gauge dengan beban eksentris.
50

Tabel 4.10 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course di atas
perkuatan soil mixing column beban eksentris

BEBAN Bacaan lendutan rata-rata pada dial gauge (mm)


(kgf) A B C D E
20 0 0 0,0067 0,0433 0
40 0 0,0067 0,0533 0,08 0,0033
60 0 0,01 0,06 0,1333 0,01
80 -0,0167 0 0,0833 0,2067 0,0167

Data nilai lendutan pelat yang terbaca pada kelima dial gauge kemudian digunakan
untuk menggambar grafik lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course
di atas perkutan. Gambar 4.16 menunjukkan grafik lendutan pelat di atas tanah
lempung lunak dengan penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas
perkuatan soil mixing column beban eksentris.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

beban 20 kg beban 40 kg beban 60 kg beban 80 kg

Gambar 4.16 Lendutan pelat dengan penambahan subbase dan base course di atas
perkuatan soil mixing column (Variasi D) pada pembebanan eksentris
51

Berdasarkan grafik lendutan pelat pada Variasi D, menunjukkan terjadinya


peningkatan nilai defleksi pelat setiap penambahan beban di pusat pembebanan. Hasil
uji pembebanan 20 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,0433 mm pada pusat
pembebanan. Hasil uji pembebanan 40 kg menunjukkan lendutan sebesar 0,08 mm
pada pusat pembebanan. Hasil uji pembebanan 60 kg menunjukkan lendutan sebesar
0,1333 mm pada pusat pembebanan, sedangkan pada uji pembebanan 80 kg
menghasilkan lendutan yang paling besar yaitu sebesar 0,2067 mm pada pusat
pembebanan. Gambar 4.17 menunjukkan grafik hubungan beban dengan lendutan yang
terjadi pada pusat pembebanan (dial gauge D).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0

-0,2 -0,0433 -0,08


-0,1333
Lendutan (mm)

-0,2067
-0,4

-0,6

-0,8

-1
beban (kg)

Lendutan pada pusat pembebanan

Gambar 4.17 Hubungan beban dan lendutan pelat dengan penambahan subbase dan
base course di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) pembebanan eksentris

4.2.2.5 Nilai lendutan pembebanan pada semua variasi

Lendutan yang didapat dari hasil pengujian pembebanan sentris memiliki nilai yang
berbeda-beda pada setiap variasi. Lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) memiliki nilai yang paling besar. Lendutan pelat di atas tanah dengan penambahan
subbase dan base course di atas perkuatan memiliki nilai yang paling kecil. Nilai
lendutan pengamatan untuk beban sentris 80 kg pada setiap variasi ditunjukkan pada
Tabel 4.11.
52

Tabel 4.11. Nilai lendutan pengamatan untuk beban sentris 80 kg pada setiap variasi
Nilai lendutan rata-rata pada beban 80 kg (mm)
Variasi
A B C D E
Tanpa perkuatan (Variasi A) -0,0233 0,1667 0,8533 0,16 -0,02
Perkuatan Soil mixing Column
-0,0333 0,13 0,3433 0,1133 -0,03
(Variasi B)
Penambahan subbase di atas
-0,0167 0,08 0,2433 0,07 -0,0133
perkuatan (Variasi C)
Penambahan base course di atas
0,02 0,06 0,1933 0,0667 0,0167
subbase (Variasi D)

Berdasarkan data pada Tabel 4.11, maka didapat grafik lendutan pengamatan untuk
beban sentris 80 kg pada setiap variasi yang ditunjukkan pada Gambar 4.18

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)
Tanpa perkuatan
Soil Mixing Column
Penambahan subbase

Gambar 4.18 Lendutan pengamatan untuk beban sentris 80 kg pada setiap variasi

Berdasarkan grafik di atas, nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa perkuatan
memiliki nilai yang paling besar yaitu 0,8533 mm. Nilai lendutan maksimum pelat
dengan penambahan subbase dan base course memiliki nilai yang paling kecil yaitu
0,1933 mm.
53

Nilai lendutan pengamatan untuk beban eksentris 80 kg pada setiap variasi ditunjukkan
pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 . Nilai lendutan pengamatan untuk beban eksentris 80 kg pada setiap variasi
Nilai lendutan rata-rata pada beban 80 kg (mm)
Variasi
A B C D E
Tanpa perkuatan (Variasi A) -0,03 0,0767 0,21 0,9133 0,1033
Perkuatan Soil mixing Column
-2,33 0,02 0,1867 0,3667 0,0367
(Variasi B)
Penambahan subbase di atas
-0,0167 0,0133 0,10 0,26 0,0133
perkuatan (Variasi C)
Penambahan base course di atas
-0,0167 0 0,0833 0,2067 0,0167
subbase (Variasi D)

Berdasarkan data pada Tabel 4.12, maka didapat grafik lendutan pengamatan untuk
beban sentris 80 kg pada setiap variasi yang ditunjukkan pada Gambar 4.19

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)
Tanpa perkuatan Soil Mixing Column
Penambahan subbase Penambahan base course

Gambar 4.19 Lendutan pengamatan untuk beban sentris 80 kg pada setiap variasi
54

Nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa perkuatan memiliki nilai yang
paling besar yaitu 0,9133 mm. Nilai lendutan maksimum pelat dengan penambahan
subbase dan base course memiliki nilai yang paling kecil yaitu 0,2067 mm.

0 20 40 60 80 100
0
Lendutan maksimum (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Beban (kg)
tanpa perkuatan dengan stone column
dengan sub base dengan base course

Gambar 4.20 Hubungan beban dan lendutan maksimum pelat pada setiap variasi
untuk beban sentris 80 kg

0 20 40 60 80 100
0
Lendutan maksimum (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Beban (kg)

tanpa perkuatan dengan stone column


dengan sub base dengan base course

Gambar 4.21 Hubungan beban dan lendutan maksimum pelat pada setiap variasi
untuk beban eksentris 80 kg
55

Gambar 4.20 menunjukkan hubungan beban dan lendutan maksimum pelat pada setiap
variasi untuk beban sentris 80 kg. Gambar 4.21 menunjukkan hubungan beban dan
lendutan maksimum pelat pada setiap variasi untuk beban eksentris 80 kg. Berdasarkan
gambar tersebut, menunjukkan bahwa semakin besar yang diberikan, lendutan yang
terjadi juga semakin besar. Lendutan pada pelat di atas tanah tanpa perkuatan memiliki
nilai lendutan yag paling besar. Setelah diberi perkuatan, nilai lendutan menjadi lebih
kecil. Semakin kecil nilai lendutan yang terjadi, maka modulus reaksi tanah dasar (k)
menjadi semakin besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan perkuatan
mampu meningkatkan nilai modulus reaksi tanah dasar (k).

4.3 Pembahasan
4.3.1 Membandingkan Nilai Lendutan Tiap Variasi

Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan nilai lendutan yang berbeda dari setiap
Variasi. Untuk mengetahui persentase selisih nilai lendutan yang terjadi pada tiap
Variasi perlu dilakukan perbandingan. Nilai Lendutan yang dibandingkan yaitu nilai
lendutan hasil pembebanan 80 kg pada Variasi A, B, C dan D.

4.3.1.1 Membandingkan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)


dan di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B)

Nilai lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A) yang didapatkan dari
hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg kemudian dibandingkan dengan lendutan
pelat di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B). Perbandingan dilakukan untuk
mengetahui besarnya reduksi yang dihasilkan setelah tanah diberi perkuatan baik pada
kondisi pembebanan sentris maupun eksentris.

A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan pengamatan antara pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) dan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang
dibebani secara sentris ditunjukkan pada Gambar 4.22.
56

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2
0
Lendutan (mm)

-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Jarak (m)

Variasi A Variasi B

Gambar 4.22 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B) beban sentris
Berdasarkan data pada Gambar 4.22 lendutan maksimum pelat dengan beban sentris
pada Variasi A yaitu sebesar 0,8533 mm dan nilai lendutan maksimum pelat dengan
beban sentris pada Variasi B yaitu sebesar 0,3433 mm. Hal tersebut menunjukkan
bahwa setelah diberi perkuatan soil mixing column (varisi B), selisih lenduan
maksimum yang terjadi sebesar 0,51 mm. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut,
didapatkan bahwa perkuatan soil mixing column (Variasi B) mampu mereduksi
lendutan yang terjadi pada tanah lempung lunak sebesar 59,77% jika dibandingan
dengan tanah lempung lunak tanpa perkuatan (Variasi A).

B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan pengamatan antara pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) dan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang
dibebani secara eksentris ditunjukkan pada Gambar 4.23.
57

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

-0,2
Lendutan (mm)

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Variasi A Variasi B

Gambar 4.23 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B) beban eksentris

Berdasarkan data pada Gambar 4.23 lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A) beban eksentris yaitu sebesar 0,9133 mm sedangkan nilai
lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column (Variasi
B) beban eksentris yaitu sebesar 0,3667 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa setelah
diberi perkuatan soil mixing column (varisi B), selisih lenduan maksimum yang terjadi
sebesar 0,5466 mm. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, diketahui bahwa
perkuatan soil mixing column (Variasi B) mampu mereduksi lendutan pelat dengan
beban eksentris yang terjadi sebesar 59,85% jika dibandingan dengan lendutan pelat di
atas tanah lempung lunak tanpa perkuatan (Variasi A).
58

4.3.1.2 Membandingkan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)


dan penambahan subbase di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C)

Nilai lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A) yang didapatkan dari
hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg kemudian dibandingkan dengan lendutan
pelat dengan penambahan subbase berupa krikil setebal 3 cm di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi C). Perbandingan dilakukan untuk mengetahui besarnya
reduksi yang dihasilkan setelah tanah diberi perkuatan dan subbase berupa krikil
setebal 3 cm di atas perkuatan soil mixing column, baik pada kondisi pembebanan
sentris maupun eksentris.

A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan pengamatan antara pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) yang dibebani secara sentris dan pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) yang dibebani secara sentris
ditunjukkan pada Gambar 4.24.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Variasi A Variasi C

Gambar 4.24 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas subbase (Variasi C) beban sentris
59

Berdasarkan data pada Gambar 4.24 lendutan maksimum pada Variasi A yaitu sebesar
0,8533 mm dan nilai lendutan maksimum pada Variasi C yaitu sebesar 0,2433 mm.
Data tersebut menunjukkan selisih lendutan antara kedua variasi tersebut sebesar 0,61
mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa lendutan pelat yang dibebani secara sentris pada
penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) dapat
tereduksi sebesar 71,49% jika dibandingan dengan lendutan pelat di atas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A).

B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan pengamatan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
yang dibebani secara eksentris dan pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) yang dibebani secara eksentris
ditunjukkan pada Gambar 4.25.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Variasi A Variasi C

Gambar 4.25 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas subbase (Variasi C) beban eksentris
60

Berdasarkan data pada Gambar 4.25 lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A) yang dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,9133 mm,
sedangkan nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan penambahan subbase
(Variasi C) yang dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,26 mm. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada penambahan subbase di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi C) selisih lenduan maksimum yang terjadi sebesar 0,6533 mm dibandingkan
dengan Variasi A. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, diketahui bahwa
penambahan subbase di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) mampu
mereduksi lendutan pelat yang dibebani secara eksentris sebesar 71,53% jika
dibandingan dengan tanpa perkuatan (Variasi A).

4.3.1.3 Membandingkan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)


dan penambahan subbase dan base course di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi D)

Nilai lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A) yang didapatkan dari
hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg kemudian dibandingkan dengan lendutan
pelat dengan penambahan subbase berupa krikil setebal 3 cm dan base course berupa
pasir setebal 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D). Perbandingan
dilakukan untuk mengetahui besarnya reduksi nilai lendutan yang dihasilkan setelah
tanah diberi perlakuan seperti pada Variasi D, baik pada kondisi pembebanan sentris
maupun eksentris.

A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan sentris pengamatan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) dengan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas
perkuatan soil mixing column (Variasi D) ditunjukkan pada Gambar 4.26.
61

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Variasi A Variasi D

Gambar 4.26 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas subbase dan base course (Variasi D) beban sentris

Berdasarkan data pada Gambar 4.26 lendutan maksimum pada Variasi A yaitu sebesar
0,8533 mm dan nilai lendutan maksimum pada Variasi D yaitu sebesar 0,1933 mm.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada Variasi D, selisih lenduan maksimum yang
terjadi sebesar 0,66 mm terhadap Variasi A. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut,
diketahui bahwa penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi D) yang dibebani secara eksentris mampu mereduksi
lendutan sebesar 77,35% jika dibandingan dengan tanah tanpa perkuatan (Variasi A).

B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan eksentris pengamatan pengamatan pelat di atas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A) dengan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) ditunjukkan pada Gambar
4.27.
62

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Variasi A Variasi D

Gambar 4.27 Perbandingan lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)
dan di atas subbase dan base course (Variasi D) beban eksentris

Berdasarkan data pada Gambar 4.27 lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa
perkuatan (Variasi A) dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,9133 mm dan nilai
lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan penambahan subbase dan base course
(Variasi D) yaitu sebesar 0,2067 mm. Data tersebut menunjukkan selisih lendutan
maksimum yang terjadi antara kedua variasi tersebut sebesar 0,7066 mm. Berdasarkan
hasil perbandingan tersebut, diketahui bahwa pada penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) yang dibebani secara
eksentris mampu mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 77,37% jika dibandingan
dengan tanah lempung lunak tanpa perkuatan (Variasi A).

4.3.1.4 Membandingkan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column


(Variasi B) dan penambahan subbase (Variasi C)

Nilai lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang didapatkan
dari hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg kemudian dibandingkan dengan
63

lendutan pelat dengan penambahan subbase berupa krikil setebal 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi C). Perbandingan dilakukan untuk mengetahui besarnya
reduksi nilai lendutan yang dihasilkan setelah tanah diberi perlakuan seperti pada
Variasi C terhadap Variasi B, baik pada kondisi pembebanan sentris maupun eksentris.

A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan sentris pengamatan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B) dengan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3 cm di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi C) ditunjukkan pada Gambar 4.28.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4 Variasi B
Variasi C
-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Gambar 4.28 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B) dan di atas subbase (Variasi C) beban sentris

Berdasarkan data pada Gambar 4.28 lendutan maksimum pelat di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi B) yaitu sebesar 0,3433 mm dan nilai lendutan maksimum pada
penambahan subbase 3 cm (Variasi C) yaitu sebesar 0,2433 mm. Data tersebut
menunjukkan bahwa selisih lendutan antara kedua variasi tersebut sebesar 0,1 mm. Hal
tersebut menunjukkan bahwa lendutan pelat yang dibebani secara sentris pada
penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) dapat
tereduksi sebesar 29,13% jika dibandingan dengan lendutan pelat yang dibebani secara
sentris di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B).
64

B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan eksentris pengamatan pelat di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B) dengan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3 cm di atas
perkuatan soil mixing column (Variasi C) ditunjukkan pada Gambar 4.29.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Variasi B Variasi C

Gambar 4.29 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B) dan di atas subbase (Variasi C) beban eksentris

Berdasarkan data pada Gambar 4.29 lendutan maksimum pelat di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi B) yang dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,3667 mm dan
nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah yang diberi subbase 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi C) yang dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,26 mm.
Data tersebut menunjukkan bahwa selisih lendutan antara kedua variasi tersebut
sebesar 0,1067 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa lendutan pelat yang dibebani
secara eksentris pada penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi C) hanya dapat tereduksi sebesar 29,1% jika dibandingan dengan lendutan
pelat yang dibebani secara eksentris di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B).
65

4.3.1.5 Membandingkan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column


(Variasi B) dan penambahan subbase dan base course (Variasi D)

Nilai lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang didapatkan
dari hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg kemudian dibandingkan dengan
lendutan pelat dengan penambahan subbase berupa krikil setebal 3 cm dan base course
berupa pasir 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D). Perbandingan
dilakukan untuk mengetahui besarnya reduksi nilai lendutan yang dihasilkan setelah
tanah diberi perlakuan seperti pada Variasi D terhadap Variasi B, baik pada kondisi
pembebanan sentris maupun eksentris.

A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan sentris pengamatan antara pelat di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B) dan pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) ditunjukkan pada
Gambar 4.30.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Variasi B Variasi D

Gambar 4.30 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B) dan penambahan subbase dan base course (Variasi D) beban sentris
66

Berdasarkan data pada Gambar 4.30 lendutan maksimum pelat di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi B) yang dibebani secara sentris yaitu sebesar 0,3433 mm dan
nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan
base course 3 cm (Variasi D) yang dibebani secara sentris yaitu sebesar 0,1933 mm.
Data tersebut menunjukkan selisih lendutan pelat antara kedua Variasi tersebut sebesar
0,15. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, diketahui bahwa penambahan subbase
3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) yang
dibebani secara sentris mampu mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 43,69% jika
dibandingan dengan pelat di atas perkuatan soil mixing column (Variasi B).

B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan eksentris pengamatan antara pelat di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi B) dan pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) ditunjukkan pada Gambar
4.31.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Variasi B Variasi D

Gambar 4.31 Perbandingan lendutan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B) dan penambahan subbase dan base course (Variasi D) beban eksentris
67

Berdasarkan data pada Gambar 4.31 lendutan maksimum pelat di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi B) yang dibebani secara eksentris yaitu sebesar 0,3667 mm dan
nilai lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan
base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) yang dibebani
secara eksentris yaitu sebesar 0,2067 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada
Variasi D selisih lenduan maksimum yang terjadi sebesar 0,16 mm dibandingkan
dengan Variasi B. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, diketahui bahwa
penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi D) yang dibebani secara eksentris mampu mereduksi lendutan yang terjadi
sebesar 43,63% jika dibandingan dengan pelat di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi B).

4.3.1.6 Membandingkan lendutan pelat di atas subbase (Variasi C) dan di atas


base course (Variasi D)

Nilai lendutan pelat dengan penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi C) yang didapatkan dari hasil pengamatan setelah diberi beban 80 kg
kemudian dibandingkan dengan lendutan pelat dengan penambahan subbase berupa
krikil setebal 3 cm dan base course berupa pasir 3 cm di atas perkuatan soil mixing
column (Variasi D). Perbandingan dilakukan untuk mengetahui besarnya reduksi nilai
lendutan yang dihasilkan setelah tanah diberi perlakuan seperti pada Variasi D terhadap
Variasi C, baik pada kondisi pembebanan sentris maupun eksentris.

A. Beban Sentris
Perbandingan lendutan sentris pengamatan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) dan pelat di atas tanah dengan
penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi D) ditunjukkan pada Gambar 4.32.
68

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Variasi C Variasi D

Gambar 4.32 Perbandingan lendutan pelat di atas subbase (Variasi C) dan di atas
base course (Variasi D) beban sentris

Berdasarkan data pada Gambar 4.32 lendutan maksimum pada Variasi C yaitu sebesar
0,2433 mm dan nilai lendutan maksimum pada Variasi D yaitu sebesar 0,1933 mm.
Data tersebut menunjukkan selisih lendutan antara kedua variasi tersebut sebesar 0,05
mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan subbase 3 cm dan base course 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) hanya mampu mereduksi lendutan
yang terjadi sebesar 20,55% jika dibandingan dengan penambahan subbase 3 cm di
atas perkuatan soil mixing column (Variasi C).

B. Beban Eksentris
Perbandingan lendutan eksentris pengamatan pelat di atas tanah yang diberi subbase 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C) dan pelat di atas tanah dengan
penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi D) ditunjukkan pada Gambar 4.33.
69

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

-0,2
Lendutan (mm)

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Variasi C Variasi D

Gambar 4.33 Perbandingan lendutan pelat di atas subbase (Variasi C) dan di atas
base course (Variasi D) beban eksentris

Berdasarkan data pada Gambar 4.33 lendutan maksimum pada Variasi C yaitu sebesar
0,26 mm dan nilai lendutan maksimum pada Variasi D yaitu sebesar 0,2067 mm. Data
tersebut menunjukkan selisih lendutan antara kedua variasi tersebut sebesar 0,0533
mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan subbase 3 cm dan base course 3
cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) hanya mampu mereduksi lendutan
pada beban eksentris yang terjadi sebesar 20,5% jika dibandingan dengan penambahan
subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi C).
70

4.3.2 Membandingkan Lendutan Pengamatan dengan Pendekatan Hetenyi


(1974)

Perbandingan lendutan pengamatan dengan lendutan hasil pendekatan rumus


dilakukan untuk mengetahui tingkat keakuratan dalam melakukan pengamatan. Nilai
lendutan pada setiap dial gauge dari hasil pengamatan digunakan untuk mencari
lendutan rerata dengan menggunakan Persamaan (2.3). Lendutan rerata yang didapat
dari hasil perhitungan selanjutnya digunakan untuk menghitung modulus reaksi
subgrade (kv) dengan menggunakan Persamaan (2.2). Setelah itu, nilai lendutan
dengan pendekatan Hetenyi (1974) dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.5)
untuk beban sentris dan Persamaan (2.6) untuk beban eksentris.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai lendutan dengan menggunkan Persamaan (2.5),


didapatkan data nilai lendutan pelat untuk beban sentris. Tabel 4.11 menunjukkan nilai
lendutan pelat hasil perhitungan untuk beban sentris.

Tabel 4.11 Nilai lendutan pelat hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan
Hetenyi (1974) untuk beban sentris
Lendutan (mm)
Jarak 0 m Jarak 0,2 m Jarak 0,4 m Jarak 0,6 m Jarak 0,8 m
Variasi A 0,04373 -0,04612 -0,29467 -0,04612 0,04373
Variasi B 0,01180 -0,01013 -0,16879 -0,01013 0,01180
Variasi C 0,00429 -0,00242 -0,12659 -0,00242 0,00429
Variasi D 0,00187 0,00006 -0,10682 0,00006 0,00187

Nilai lendutan pelat hasil perhitungan di atas kemudian digunakan untuk membuat
grafik lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan hetenyi (1974). Gambar 4.34
menunjukkan grafik lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan Hetenyi (1974)
untuk beban sentris pada setiap variasi.
71

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)
Variasi A Variasi B Variasi C Variasi D

Gambar 4.34 Lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan Hetenyi (1974)


untuk beban sentris pada setiap variasi

Berdasarkan hasil perhitungan nilai lendutan dengan menggunakan Persamaan (2.6),


didapatkan data nilai lendutan pelat untuk beban eksentris. Tabel 4.12 menunjukkan
nilai lendutan pelat hasil perhitungan untuk beban eksentris.

Tabel 4.12 Nilai lendutan pelat hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan
Hetenyi (1974) untuk beban eksentris
Lendutan (mm)
Jarak 0 m Jarak 0,2 m Jarak 0,4 m Jarak 0,6 m Jarak 0,8 m
Variasi A 0,01435 -0,00219 -0,05718 -0,32588 -0,00219
Variasi B 0,004748 -0,0017 -0,01161 -0,18112 -0,0017
Variasi C 0,001758 -0,00055 -0,00205 -0,12877 -0,00055
Variasi D 0,000843 0,000501 -0,00021 -0,10639 0,000501

Nilai lendutan pelat hasil perhitungan di atas kemudian digunakan untuk membuat
grafik lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan hetenyi (1974). Gambar 4.35
menunjukkan grafik lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan Hetenyi (1974)
untuk beban eksentris pada setiap variasi.
72

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,2

0
Lendutan (mm)

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1
Jarak (m)

Variasi A Variasi B Variasi C Variasi D

Gambar 4.35 Lendutan pelat dengan menggunakan pendekatan Hetenyi (1974)


untuk beban eksentris pada setiap variasi

4.3.2.1 Lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan (Variasi A)

Nilai lendutan pelat pada tanah tanpa perkuatan (Variasi A) yang didapat dari hasil
pengamatan dibandingkan dengan nilai lendutan hasil pendekatan Hetenyi (1974) baik
pada beban sentris maupun eksentris. Perbandingan nilai lendutan plat hasil
pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974) pada tanah tanpa perkuatan (Variasi
A) yang dibebani secara sentris ditunjukkan pada Gambar 4.36.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,5
Lendutan (mm)

0
-0,5
-1
Jarak (m)

Pengamatan Hetenyi

Gambar 4.36 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi A yang dibebani secara sentris

Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974)
pada tanah tanpa perkuatan (Variasi A) yang dibebani secara eksentris ditunjukkan
pada Gambar 4.37.
73

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


Lendutan (mm) 0,5
0
-0,5
-1
Jarak (m)

Pengamatan Hetenyi

Gambar 4.37 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi A yang dibebani secara eksentris

Berdasarkan data pada Gambar 4.36 dan Gambar 4.37 lendutan maksimum
pengamatan pada Variasi A yaitu sebesar 0,8533 mm untuk beban sentris dan 0,9133
mm untuk beban eksentris sedangkan nilai lendutan maksimum hasil pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi A yaitu sebesar 0,2947 mm untuk beban sentris dan
0,3259 mm untuk beban eksentris. Data tersebut menunjukkan selisih lendutan antara
pengamatan dan perhitungan yaitu sebesar 0,5586 mm untuk beban sentris dan 0,5874
mm untuk beban eksentris. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi tanah tanpa
perkuatan (Variasi A), besarnya selisih lendutan antara pengamatan dan perhitungan
yaitu 65,463 % untuk beban sentris dan 64,316% untuk beban eksentris.

4.3.2.2 Lendutan pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column
(Variasi B)

Nilai lendutan pelat pada tanah dengan perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang
didapat dari hasil pengamatan dibandingkan dengan nilai lendutan hasil pendekatan
Hetenyi (1974) baik pada beban sentris maupun eksentris. Perbandingan nilai lendutan
plat hasil pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974) pada tanah dengan perkuatan
soil mixing column (Variasi B) yang dibebani secara sentris ditunjukkan pada Gambar
4.38.
74

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,5

Lendutan (mm) 0
-0,5
-1
Jarak (m)

Pengamatan Hetenyi

Gambar 4.38 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi B yang dibebani secara sentris

Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974)
pada tanah dengan perkuatan soil mixing column (Variasi B) yang dibebani secara
eksentris ditunjukkan pada Gambar 4.39.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,5
Lendutan (mm)

0
-0,5
-1
Jarak (m)

Pengamatan Hetenyi

Gambar 4.39 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi B yang dibebani secara eksentris

Berdasarkan data pada Gambar 4.38 dan Gambar 4.39 lendutan maksimum
pengamatan pada Variasi B yaitu sebesar 0,3433 mm untuk beban sentris dan 0,3667
mm untuk beban eksentris sedangkan nilai lendutan maksimum hasil pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi B yaitu sebesar 0,1688 mm untuk beban sentris dan 0,1811
mm untuk beban eksentris. Data tersebut menunjukkan selisih lendutan antara
pengamatan dan perhitungan yaitu sebesar 0,1745 mm untuk beban sentris dan 0,1856
mm untuk beban eksentris. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi tanah
dengan perkuatan soil mixng column (Variasi B), besarnya selisih lendutan antara
75

pengamatan dan perhitungan yaitu 50,83% untuk beban sentris dan 50,614% untuk
beban eksentris.

4.3.2.3 Lendutan pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3 cm di atas


perkuatan soil mixing column (Variasi C)

Nilai lendutan pelat pada tanah dengan penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi C) yang didapat dari hasil pengamatan dibandingkan
dengan nilai lendutan hasil pendekatan Hetenyi (1974) baik pada beban sentris maupun
eksentris. Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada tanah dengan penambahan subbase pasir 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi C) yang dibebani secara sentris ditunjukkan pada Gambar
4.40.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,5
Lendutan (mm)

-0,5

-1
Jarak (m)

Pengamatan Hetenyi

Gambar 4.40 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi C yang dibebani secara sentris

Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974)
pada tanah dengan penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column
(Variasi C) yang dibebani secara eksentris ditunjukkan pada Gambar 4.41.
76

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,5

Lendutan (mm) 0

-0,5

-1
Jarak (m)

Pengamatan Hetenyi

Gambar 4.41 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi C yang dibebani secara eksentris

Berdasarkan data pada Gambar 4.36 dan Gambar 4.37 lendutan maksimum
pengamatan pada Variasi C yaitu sebesar 0,2433 mm untuk beban sentris dan 0,26 mm
untuk beban eksentris sedangkan nilai lendutan maksimum hasil pendekatan Hetenyi
(1974) pada Variasi C yaitu sebesar 0,1266 mm untuk beban sentris dan 0,1288 mm
untuk beban eksentris. Data tersebut menunjukkan selisih lendutan antara pengamatan
dan perhitungan yaitu sebesar 0,1167 mm untuk beban sentris dan 0,1312 mm untuk
beban eksentris. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi tanah dengan
penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixng column (Variasi C), besarnya
selisih lendutan antara pengamatan dan perhitungan yaitu 47,965% untuk beban sentris
dan 50,461% untuk beban eksentris.

4.3.2.4 Lendutan pelat di atas tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D)

Nilai lendutan pelat pada tanah dengan penambahan sub baase 3 cm dan base course
3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D) yang didapat dari hasil
pengamatan dibandingkan dengan nilai lendutan hasil pendekatan Hetenyi (1974) baik
pada beban sentris maupun eksentris. Perbandingan nilai lendutan plat hasil
pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974) pada tanah dengan penambahan
subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column (Variasi D)
yang dibebani secara sentris ditunjukkan pada Gambar 4.42.
77

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,5

Lendutan (mm)
0
-0,5
-1
Jarak (m)

Hetenyi Pengamatan

Gambar 4.42 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi D yang dibebani secara sentris

Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan Hetenyi (1974)
pada tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan
soil mixing column (Variasi D) yang dibebani secara eksentris ditunjukkan pada
Gambar 4.43.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


0,5
Lendutan (mm)

0
-0,5
-1
Jarak (m)

Hetenyi Pengamatan

Gambar 4.43 Perbandingan nilai lendutan plat hasil pengamatan dengan pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi D yang dibebani secara eksentris

Berdasarkan data pada Gambar 4.42 dan Gambar 4.43 lendutan maksimum
pengamatan pada Variasi D yaitu sebesar 0,1933 mm untuk beban sentris dan 0,2067
mm untuk beban eksentris sedangkan nilai lendutan maksimum hasil pendekatan
Hetenyi (1974) pada Variasi D yaitu sebesar 0,1068 mm untuk beban sentris dan
0,1064 mm untuk beban eksentris. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi
tanah dengan penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil
mixing column (Variasi D), besarnya selisih lendutan antara pengamatan dan
perhitungan yaitu 44,75% untuk beban sentris dan 48,524% untuk beban eksentris.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:

1. Lendutan maksimum pelat di atas tanah tanpa perkuatan yaitu sebesar 0,8533
mm untuk beban eksentris dan 0,9133 mm untuk beban eksentris pada
pembebanan 80kg.
2. Lendutan maksimum pelat di atas tanah dengan perkuatan soil mixing column
yaitu sebesar 0,3433 mm untuk beban eksentris dan 0,3667 mm untuk beban
eksentris pada pembebanan 80kg.
3. Lendutan maksimum pelat dengan penambahan subbase 3 cm di atas
perkuatan soil mixing column yaitu sebesar 0,2433 mm untuk beban eksentris
dan 0,26 mm untuk beban eksentris pada pembebanan 80kg.
4. Lendutan maksimum pelat dengan penambahan subbase 3 cm dan base
course 3 cm di atas perkuatan soil mixing column yaitu sebesar 0,1933 mm
untuk beban eksentris dan 0,2067 mm untuk beban eksentris pada
pembebanan 80kg.
5. Perkuatan soil mixing column mampu mereduksi lendutan yang terjadi
sebesar 59,77% (untuk beban sentris) dan 59,85% (untuk beban eksentis)
terhadap lendutan pelat di atas tanah tanpa perkuatan .
6. Penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column mampu
mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 71,49% (untuk beban sentris) dan
71,53% (untuk beban eksentris) terhadap lendutan pelat di atas tanah tanpa
perkuatan .
7. Penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing
column mampu mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 77,35% (untuk
beban sentris) dan 77,47% (untuk beban eksentris) terhadap lendutan pelat di
atas tanah tanpa perkuatan .

78
79

8. Penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column hanya


mampu mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 29,13% (untuk beban
sentris) dan 29,1% (untuk beban eksentris) terhadap lendutan pelat di atas
perkuatan soil mixing column .
9. Penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing
column mampu mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 43,69% (untuk
beban sentris) dan 43,63% (untuk beban eksentris) terhadap lendutan pelat di
atas perkuatan soil mixing column .
10. Penambahan subbase 3 cm dan base course 3 cm di atas perkuatan soil mixing
column mampu mereduksi lendutan yang terjadi sebesar 20,55% (untuk
beban sentris) dan 20,5% (untuk beban eksentris) terhadap lendutan pelat
dengan penambahan subbase 3 cm di atas perkuatan soil mixing column .
11. Metode rumus pendekatan Hetenyi (1974) mampu memberikan bentuk grafik
yang hampir sama jika dibandingkan dengan lendutan hasil pengamatan.
12. Nilai lendutan dari hasil pengamatan lebih besar jika dibandingkan dengan
nilai lendutan menggunakan pendekatan rumus Hetenyi (1974).

5.2 Saran

Penelitian ini masih jauh dari kesempunaan dan masih ditemukan beberapa
kekurangan yang perlu disempurnakan lagi dan beberapa temuan yang masih perlu
ditindaklanjuti. Selama melakukan penelitian banyak terdapat hal-hal yang perlu
diperhatikan. Saran dalam penelitian ini antara lain:
1. Pengembangan penelitian dengan mengubah jenis media tanah sangat dianjurkan
agar dapat mengetahui perubahan lendutan jika media tanah diganti.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai nilai susut, kuat tekan bebas,
dan kombinasi semen-tanah yang berbeda dari perkuatan soil mixing column.
3. Perlu dilakukan pengujian plate loading untuk mendapatkan nilai kv yang dapat
mewakili keadaan sampel tanah sehingga hasil yang diperoleh juga lebih akurat.
4. Perlu dilakukan penelitian dengan sekala yang lebih besar untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat.
5. Permukaan pelat yang terangkat saat dilakukan uji pembebanan perlu
dipertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2002, Pt T-01-2002-B tentang Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan


Lentur, Departemen Pekerjaan Umum.
Bowles, Joseph E., 1996, Foundation Analysis and Design (fifth edition), New
York: McGraw-Hill International Editions.
Faturrahman, M. Rizky, Perilaku Penambahan Kolom Pasir (Sand Column)
sebagai Perkuatan pada Tanah Dasar (Subgrade) Lunak, Skripsi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2016.
Firdaus, Wildan, Prediksi Pelat Beton di Atas Tanah Lunak Menggunakan Metode
Boef (Beam On Elastic Foundation) Ditinjau Pada Variasi Tebal Pelat
Beton dan Nilai Pembebanan, Skripsi, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, 2010.
Hardiyatmo, H.C., Metoda Hitungan Lendutan Pelat dengan Menggunakan
Modulus Reaksi Tanah Dasar Ekivalen untuk Struktur Pelat Fleksibel,
dinamika TEKNIK SIPIL Vol. 9 (2009), 149-154, no. 2.
Hardiyatmo, H.C, 2010. Mekanika Tana h I. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Hetenyi, M., 1974, Beams on Elastic Foundation: Theory with applications in the
fields of civil and mechanical engineering, The Univercity of Michigan
Press, Ann Arbor.
Moseley, M.P., 2000, Ground Improvement, Florida : CRC Press, Inc
Muntohar, Agus Setyo, 2009, A Laboratory Test On The Strength And Load-
Settlement Characteristic of Improved Soft Soil Using
LimeColumn.Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Puri, Anas, dkk, Penerapan Metode Analisis Lendutan Pelat Terpaku pada Model
Skala Penuh dan Komparasi dengan Uji Pembebanan (274g), Konferensi
Nasional Teknik Sipil 7 (2013).
Wibowo, Fajar Tri, Perilaku Penambahan Kolom Batu (Stone Column) sebagai
Perkuatan pada Tanah Dasar (Subgrade) Lunak, Skripsi, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta, 2016.

80
LAMPIRAN A
Data Tanah
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
JURUSAN TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271) 7012979, 647069 psw. 127, fax. 634524

MOISTURE CONTENT TEST


Nama Proyek : Skripsi Subgrade Oleh : Rakha H.
Lokasi Proyek : Kentingan, Jebres, Surakarta Tanggal : 5 April 2016
Sampel : Ketitang Nogosari Boyolali Depth :

Uraian Satuan Nomor Cawan


I O 16
Berat cawan (a) gram 4,23 4,16 4,24
Berat cawan + sampel tanah basah (b) gram 9,70 9,42 9,20
Berat cawan + sampel tanah kering (c) gram 7,83 7,64 7,25
Berat air = b - c gram 1,87 1,78 1,95
Berat tanah kering = c - a gram 3,60 3,48 3,01
Water Content = ((b-c)/(c-a)) % 51,94 51,15 64,78
Rata-rata water content % 55,96
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271) 647069 psw. 219

BERAT ISI TANAH

Nama Proyek : Skripsi Oleh : Rakha Hadiyana


Lokasi Proyek : Ketitang Nogosari Boyolali Tanggal : 15 Mei 2016
Quarry : No Sampel :1

Nomor Sampel
Uraian Satuan
1 2 3
Berat Cawan (W1) gram 42,92 42,92 42,92
Berat Cawan + Tanah Asli (W2) gram 45,39 45,59 45,68
Berat Cawan + Air Raksa Tumpah (W3) gram 64,89 64,30 64,72
Volume Air Raksa Tumpah (V) cm3 1,62 1,57 1,60
Berat Isi Tanah (b) gram/cm3 1,53 1,70 1,72
Rata-rata Berat Isi Tanah (b) gram/cm3 1,65
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271) 647069 psw. 219

UJI BATAS CAIR & PLASTIS


Nama Proyek : Skripsi Oleh : Rakha Hadiyana
Lokasi Proyek : Ketitiang Nogosari Boyolali Tanggal : 7 juni 2016
No Sampel :1 Kedalaman :

Batas Cair
Jumlah ketukan : 35 Jumlah ketukan : 23
No. Uraian No. Cawan No. Cawan No. Cawan No. Cawan No. Cawan No. Cawan
10 2 100 66 55 33

1 Berat cawan (gram) 4,38 4,24 4,30 4,29 4,23 4,24


2 Berat cawan + tanah basah (gram) 27,31 27,29 27,25 28,74 28,78 28,71
3 Berat cawan + tanah kering (gram) 18,21 18,13 18,22 18,65 18,24 18,18
4 Kadar air = ((2-3)/(3-1))x100% 65,80 65,95 64,87 70,26 75,23 75,54
5 Rata-rata kadar air (%) 65,539 73,678

Jumlah ketukan : 28 Jumlah ketukan : 17


No. Uraian No. Cawan No. Cawan No. Cawan No. Cawan No. Cawan No. Cawan
24 87 A0 A 41 34

1 Berat cawan (gram) 4,38 4,24 4,30 4,29 4,23 4,24


2 Berat cawan + tanah basah (gram) 28,18 28,11 28,13 30,19 30,15 30,20
3 Berat cawan + tanah kering (gram) 18,54 18,63 18,46 18,89 18,91 18,89
4 Kadar air = ((2-3)/(3-1))x100% 68,08 65,88 68,29 77,40 76,57 77,20
5 Rata-rata kadar air (%) 67,416 77,055

Uji Batas Plastis


Sampel Tanah
No. Uraian No. Cawan No. Cawan No. Cawan
28 94 83

1 Berat cawan (gram) 4,34 4,21 4,32


2 Berat cawan + tanah basah (gram) 5,34 5,28 5,36
3 Berat cawan + tanah kering (gram) 4,99 4,93 5,04
4 Kadar air = ((2-3)/(3-1))x100% 53,85 48,61 44,44
5 Rata-rata kadar air (%) 48,967
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271) 647069 psw. 219

UJI BATAS CAIR & PLASTIS


Nama Proyek : Skripsi Oleh : Rakha Hadiyana
Lokasi Proyek : Ketitiang Nogosari Boyolali Tanggal : 7 juni 2016
No Sampel :1 Kedalaman :

Grafik Batas Cair


80

75
Kadar Air (%)

70

65

60

55

50 25
10 100
Jumlah Ketukan

Batas Cair = 70,84 %


Batas Plastis = 48,97 %
Plastic Index = 21,87 %

Grafik Cassagrande

60
Indeks Plasitisitas (%)

50
CH
40
CL
30
MH atau OH
20

10
CL-ML ML atau OL
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Batas Cair (%)
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
JURUSAN TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271)7012979,(0271) 647069 psw. 219, Fax: 634524

GRAIN SIZE ANALYSIS


Nama Proyek Skripsi Massa Tanah (W) : 60 gr
Lokasi Ketitiang Nogosari Boyolali Spesific Gravity (Gs) : 2,60
Kedalaman :- Hydr. correction, a : 1,01
No sampel : 1 Meniscus correct, m : 1,0
K2 = a/W x 100 : 1,657 Dikerjakan : Rakha Hadiyana
Dispersing agent : Sodium Silicate Tanggal : 07-Jun-16
Kelompok Tabung :1 Amount : 10 ml
Pelampung : 2

Ayakan diameter berat tertahan berat % berat persen


No. W1 lolos tertahan lolos
(mm) (gr) (gr) W1/W x 100% %
4 4,75 0 6,6 0,00 100,00
8 2,360 1,70 4,91 2,83 97,17
16 1,180 0,94 3,97 1,57 95,60
20 0,850 0,27 3,70 0,45 95,15
40 0,425 0,65 3,05 1,08 94,07
80 0,250 1,25 1,80 2,08 91,98
100 0,150 0,46 1,34 0,77 91,22
120 0,125 0,28 1,06 0,47 90,75
200 0,074 0,34 0,72 0,57 90,18
pan 0,72
6,6

Elapsed Ra t Cm Rc= L K Ct D= R= M P=
time min. Ra+Cm K*(L/T)0.5 Rc+CT (M*R)/10
1 48 28 1,012 49,012 9,555 0,0126 2,5650 0,03907 51,577 27,0189 139,355
2 46 28 1,012 47,012 9,829 0,0126 2,5650 0,02802 49,577 27,0189 133,952
5 40 28 1,012 41,012 10,651 0,0126 2,5650 0,01845 43,577 27,0189 117,74
15 32 28 1,012 33,012 11,747 0,0126 2,5650 0,01119 35,577 27,0189 96,1252
30 27 28 1,012 28,012 12,432 0,0126 2,5650 0,00814 30,577 27,0189 82,6157
60 23 28 1,012 24,012 12,980 0,0126 2,5650 0,00588 26,577 27,0189 71,8082
240 15 28 1,012 16,012 14,076 0,0126 2,5650 0,00306 18,577 27,0189 50,193
1440 5 28 1,012 6,01198 15,446 0,0126 2,5650 0,00131 8,577 27,0189 23,1741

Ra : Actual Reading K : (30m/(980(Gs-G1))0.5


T : Temperature M : (V/Ws)(Gs/(Gs-1))
Cm : Correction of Meniscus V : Volume Suspensi
L : Kedalaman Efektif
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
JURUSAN TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271)7012979,(0271) 647069 psw. 219, Fax: 634524

GRAIN SIZE ANALYSIS


Nama Proyek Skripsi Massa Tanah (W gram) : 60
Spesific Gravity (Gs) : 2,60
Lokasi Ketitiang Nogosari Boyolali Hydr. correction, a : 1,01
Kedalaman :- Meniscus correct, m : 1,00
No sampel : 1 Dikerjakan : Rakha Hadiyana
IK K2 = a/W x 100 : 1,657 Tanggal : 07/06/2016
Dispersing agent : Sodium Silicate Amount : 10 ml

100

90

80
Prosentase lolos (%)

70

60

50

40

30

20

10

0
10 1 0,1 0,01 0,001
Diameter tanah (mm)

Gravel = 0,00 %
Pasir = 9,82 %
Lanau dan Lempung = 90,18 %

D10 D30 D60 Cu=D60/D10 Cc=D30^2/(D60*D10)


0,0011 0,0240 0,0048 4,36 109,091
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
JURUSAN TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271) 647069 psw. 219

CBR LABORATORIUM
Nama Proyek : Skripsi
Lokasi Proyek : Ketitang, Boyolali
Tanggal Pengujian :- LRC : 32,9029
Dikerjakan oleh : Rakha Hadiyana
Sampel : Tanah Lunak

VDR LDR Force 1,00


(mm) kN
0,90
0 0 0,000
0,80
0,5 0,5 0,073
1 0,8 0,117 0,70

1,5 1 0,146 0,60


Force (kN)

2 1 0,146 0,50
y = -0,0062x2 + 0,072x + 0,0296
2,5 1,2 0,176 0,40
3 1,2 0,176 0,30
3,5 1,3 0,190
0,20
4 1,5 0,220
0,10
4,5 1,5 0,220
5 1,6 0,234 0,00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6 1,7 0,249
Penetration (mm)

(Force saat VDR 2.5 mm)


CBR 0.1" = x 100 % = 1,28 %
13,34
(Force saat VDR 5 mm)
CBR 0.2" = x 100 % = 1,17 %
20,02

Mulai Akhir Selisih Dial = 23


Prendaman Perendaman Tinggi Pengembangan = 0,23 mm
Tanggal 07/12/2014 16/07/2014 Tinggi Sampel = 113 mm
Dial 95 118 Pengembangan = 0,20 %
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
JURUSAN TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271) 647069 psw. 219

CBR LABORATORIUM
Nama Proyek : Skripsi
Lokasi Proyek : Ketitang, Boyolali
Tanggal Pengujian :- LRC : 32,9029
Dikerjakan oleh : Rakha Hadiyana
Sampel : Tanah Lunak

Kadar air sebelum CBR = 56 % (kadar air max proctor)

Kadar Air Sesudah CBR


Uraian Satuan Nomor Cawan
1 2 3
Berat cawan (a) gram 5,29 4,39 4,83
Berat cawan + sampel tanah basah (b) gram 40,18 30,30 48,08
Berat cawan + sampel tanah kering (c) gram 27,10 22,14 32,75
Berat air = b - c gram 13,08 8,16 15,33
Berat tanah kering = c - a gram 21,81 17,75 27,92
Water Content = ((b-c)/(c-a)) % 59,97 45,97 54,91
Rata-rata water content % 53,62

PENENTUAN BERAT ISI CONTOH


BERAT CETAKAN + ISI (gram) 8350
BERAT CETAKAN (gram) 4530
BERAT CONTOH BASAH (gram) 3820 `
ISI CETEKAN (cm3) 2314
BERAT ISI BASAH (gram/cm3) 1,651
BERAT ISI KERING (gram/cm3) 1,075
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
JURUSAN TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271) 7012979, 647069 psw. 127, fax. 634524

MOISTURE CONTENT TEST


Nama Proyek : Skripsi Oleh : Rakha Hadiyana
Lokasi Proyek : Kentingan, Jebres, Surakarta Tanggal : 15 Juni 2016
Sampel : Ketitang Nogosari Boyolali Depth :

Uraian Satuan Nomor Cawan


I O 16
Berat cawan (a) gram 4,80 4,36 4,36
Berat cawan + sampel tanah basah (b) gram 60,17 60,11 60,02
Berat cawan + sampel tanah kering (c) gram 56,16 56,07 56,00
Berat air = b - c gram 4,01 4,04 4,02
Berat tanah kering = c - a gram 51,36 51,71 51,64
Water Content = ((b-c)/(c-a)) % 7,81 7,81 7,78
Rata-rata water content % 7,80
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
JURUSAN TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271)7012979,(0271) 647069 psw. 127, Fax: 634524

SPECIFIC GRAVITY

Nama Proyek : Skripsi Dikerjakan Oleh : Rakha Hadiyana


Lokasi Proyek : UNS Tanggal : 31 Maret 2016
Kedalaman :- Sampel :1

Uraian Satuan Nomor Picnometer


1 2 3

Berat piknometer (a) gram 26,82 26,09 28,08


Berat piknometer + aquades jenuh (b) gram 76,65 75,78 78,06
Berat piknometer + sampel kering ( c ) gram 42,71 41,78 42,76
Berat piknometer + sampel + aquades (d) gram 86,55 85,55 87,29
t1 = temperatur (b) . 28 28 28
t2 = temperatur (d) . 28 28 28
T1 = faktor koreksi pada suhu t1 1,003740 1,003740 1,003740
T2 = faktor koreksi pada suhu t2 1,003740 1,003740 1,003740
Gs = (c-a)/((b-a)T1 - (d-c)T2) 2,64 2,64 2,68
Gs rata-rata 2,656
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
JURUSAN TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271)7012979,(0271) 647069 psw. 219, Fax: 634524

GRAIN SIZE ANALYSIS


Nama Proyek Skripsi Massa Tanah (W) : 60 gr
Lokasi Ketitiang Nogosari Boyolali Spesific Gravity (Gs) : 2,60
Kedalaman :- Hydr. correction, a : 1,01
No sampel : 1 Meniscus correct, m : 1,0
K2 = a/W x 100 : 1,657 Dikerjakan : Rakha Hadiyana
Dispersing agent : Sodium Silicate Tanggal : 07-Jun-16
Kelompok Tabung :1 Amount : 10 ml
Pelampung : 2

Ayakan diameter berat tertahan berat % berat persen


No. W1 lolos tertahan lolos
(mm) (gr) (gr) W1/W x 100% %
4 4,75 0 56,5 0,00 100,00
8 2,360 8,74 47,80 14,57 85,43
16 1,180 13,27 34,53 22,12 63,32
20 0,850 6,31 28,22 10,52 52,80
40 0,425 2,80 25,42 4,67 48,13
80 0,250 21,40 4,02 35,67 12,47
100 0,150 1,99 2,03 3,32 9,15
120 0,125 0,57 1,46 0,95 8,20
200 0,074 0,86 0,60 1,43 6,77
pan 0,60
56,5

Elapsed Ra t Cm Rc= L K Ct D= R= M P=
time min. Ra+Cm K*(L/T)0.5 Rc+CT (M*R)/10
1 4 28 1,012 5,01198 14,073 0,0126 2,5650 0,04742 7,577 27,0189 20,4722
2 4 28 1,012 5,01198 14,073 0,0126 2,5650 0,03353 7,577 27,0189 20,4722
5 4 28 1,012 5,01198 14,073 0,0126 2,5650 0,02121 7,577 27,0189 20,4722
15 3 28 1,012 4,01198 14,226 0,0126 2,5650 0,01231 6,577 27,0189 17,7703
30 3 28 1,012 4,01198 14,226 0,0126 2,5650 0,0087 6,577 27,0189 17,7703
60 3 28 1,012 4,01198 14,226 0,0126 2,5650 0,00615 6,577 27,0189 17,7703
240 2 28 1,012 3,01198 14,379 0,0126 2,5650 0,00309 5,577 27,0189 15,0684
1440 1 28 1,012 2,01198 14,532 0,0126 2,5650 0,00127 4,577 27,0189 12,3665

Ra : Actual Reading K : (30m/(980(Gs-G1))0.5


T : Temperature M : (V/Ws)(Gs/(Gs-1))
Cm : Correction of Meniscus V : Volume Suspensi
L : Kedalaman Efektif
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
JURUSAN TEKNIK SIPIL, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jl. Ir. Sutami 36 a, Surakarta, Telp (0271)7012979,(0271) 647069 psw. 219, Fax: 634524

GRAIN SIZE ANALYSIS


Nama Proyek Skripsi Massa Tanah (W gram) : 60
Spesific Gravity (Gs) : 2,60
Lokasi Ketitiang Nogosari Boyolali Hydr. correction, a : 1,01
Kedalaman :- Meniscus correct, m : 1,00
No sampel : 1 Dikerjakan : Rakha Hadiyana
K2 = a/W x 100 : 1,657 Tanggal : 07/06/2016
Dispersing agent : Sodium Silicate Amount : 10 ml

100

90

80
Prosentase lolos (%)

70

60

50

40

30

20

10

0
10 1 0,1 0,01 0,001
Diameter tanah (mm)

Gravel = 0,00 %
Pasir = 79,53 %
Lanau dan Lempung = 20,47 %

D10 D30 D60 Cu=D60/D10 Cc=D30^2/(D60*D10)


0,0011 0,0240 0,0048 4,36 109,091
LAMPIRAN B
Data Uji Lendutan
1. Variasi A
A. Sentris

BEBAN Load Defleksi (0,01 mm)


(kgf) Dial a b c d e
1 4 21 4 1
20 36 1 4 23 5 1
1 4 22 5 1
rata-rata 1 4 22 4,67 1
2 8 41 8 1
40 73 2 8 42 9 2
2 9 42 9 2
rata-rata 2 8,33 41,67 8,67 1,67
2 11 57 12 2
60 110 3 12 58 12 2
3 13 59 12 3
rata-rata 2,67 12 58 12 2,33
-2 16 85 16 -2
80 147 -2 17 85 16 -2
-3 17 86 16 -2
rata-rata -2,33 16,67 85,33 16 -2

B. Eksentris

BEBAN Load Bacaan Dial Lendutan (mm)


(kgf) Dial a b c d e
0 1 4 20 2
20 36 0 1 5 21 3
0 2 6 21 3
rata-rata 0 1,67 5 20,67 2,67
0 2 8 42 3
40 73 -1 2 9 42 3
-1 3 1 43 4
rata-rata -0,67 2,33 9 42,33 3,33
-2 4 12 56 5
60 110 -2 4 13 57 5
-3 4 15 57 6
rata-rata -2,33 4 13,33 56,67 5,33
-3 7 20 91 10
80 147 -3 7 21 91 11
-3 8 22 92 11
rata-rata -3 7,67 21 91,33 10,33
2. Variasi B
A. Sentris

BEBAN Load Bacaan Dial Lendutan (mm)


(kgf) Dial a b c d e
0 0 6 1 0
20 36 0 1 6 1 0
0 1 6 1 0
rata-rata 0 0,67 6 1 0
0 5 15 4 0
40 73 0 5 16 4 0
0 6 17 4 0
rata-rata 0 5,33 16 4 0
-1 7 25 6 0
60 110 -1 8 26 7 0
-1 8 25 6 -1
rata-rata -1 8,67 25,33 6,33 -0,33
-3 13 33 11 -3
80 147 -3 13 35 11 -3
-4 13 35 12 -3
rata-rata -3,33 13 34,33 11,33 -3

B. Eksentris

BEBAN Load Bacaan Dial Lendutan (mm)


(kgf) Dial a b c d e
0 0 4 8 0
20 36 0 1 4 8 0
0 1 5 8 0
rata-rata 0 0,67 4,33 8 0
0 2 8 17 1
40 73 0 2 9 17 1
0 2 9 19 1
rata-rata 0 2 8,67 17,67 1
-1 0 14 27 2
60 110 -1 1 14 27 2
-1 1 14 28 3
rata-rata -1 0,67 14 27,33 2,33
-2 2 17 36 3
80 147 -2 2 18 37 4
-3 2 18 37 4
rata-rata -2,33 2 18,67 36,67 3,67
3. Variasi C
A. Sentris

BEBAN Load Bacaan Dial Lendutan (mm)


(kgf) Dial a b c d e
0 0 4 1 0
20 36 0 1 4 1 0
0 1 4 1 0
rata-rata 0 0,67 4 1 0
0 1 8 2 0
40 73 0 2 9 2 0
0 2 10 2 0
rata-rata 0 1,67 9 2 0
-1 4 15 4 0
60 110 -1 4 16 5 -1
-2 5 17 4 -1
rata-rata -1,33 4,33 16 4,33 -0,67
-1 7 24 7 -1
80 147 -2 8 24 7 -1
-2 9 25 7 -2
rata-rata -1,67 8 24,33 7 -1,33

B. Eksentris

BEBAN Load Bacaan Dial Lendutan (mm)


(kgf) Dial a b c d e
0 0 1 4 0
20 36 0 0 1 5 0
0 0 1 5 0
rata-rata 0 0 1 4,67 0
0 0 3 9 0
40 73 0 1 4 10 0
0 1 4 11 1
rata-rata 0 0,67 3,67 10 0,33
0 2 7 17 0
60 110 0 2 7 18 1
-1 3 7 19 1
rata-rata -0,33 2,33 7 18 0,67
-1 1 9 26 1
80 147 -2 1 10 26 1
-2 2 11 26 2
rata-rata -1,67 1,33 10 26 1,33
4. Variasi D
A. Sentris

BEBAN Load Bacaan Dial Lendutan (mm)


(kgf) Dial a b c d E
0 0 3 0 0
20 36 0 0 3 1 0
0 0 4 1 0
rata-rata 0 0 3,67 0,33 0
0 3 7 2 1
40 73 0 3 7 3 0
0 3 7 3 0
rata-rata 0 3 7 2,67 0,33
1 3 13 3 1
60 110 1 4 13 3 1
2 4 14 4 1
rata-rata 1,33 3,67 13,33 3,33 1
2 5 20 6 1
80 147 2 6 19 7 2
2 7 19 7 2
rata-rata 2 6 19,33 6,67 1,67
B. Eksentris

BEBAN Load Bacaan Dial Lendutan (mm)


(kgf) Dial a b c d e
0 0 0 4 0
20 36 0 0 1 4 0
0 0 1 5 0
rata-rata 0 0 0,67 4,33 0
0 0 5 8 0
40 73 0 1 5 8 0
0 1 4 8 1
rata-rata 0 0,67 5,33 8 0,33
0 1 5 13 1
60 110 0 1 6 13 1
0 1 7 14 1
rata-rata 0 1 6 13,33 1
-1 0 8 20 1
80 147 -2 0 8 21 2
-2 0 9 21 2
rata-rata -1,67 0 8,33 20,67 1,67
LAMPIRAN C
Dokumentasi Penelitian
Foto soil mixing column sebelum diberi pembebanan

Pelaksanaan Uji Pembebanan Sentris


Pelaksanaan Uji Pembebanan Eksentris

Foto soil mixing column setelah diberi pembebanan

Anda mungkin juga menyukai