Anda di halaman 1dari 6

Resume Jurnal Nama : Nanang Muchtar

NIM : F34140067
Materi : Isolasi Bakteri

IDENTIFIKASI BAKTERI AEROB PATOGEN YANG DI ISOLASI DARI


KUE SIAP SAJI YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DI KOTA
MANADO

Bakteri tersebar luas di alam dengan demikian bahan makanan yang tidak
steril dan mengandung populasi bakteri dari berbagai jenis. Makanan sebagai sumber
nutrisi bagi manusia juga merupakan media pertumbuhan dari berbagai jenis bakteri.
Adanya interaksi antara mikroorganisme dan makanan akan menyangkut tiga aspek
yaitu kerusakan pangan, penyakit infeksi, dan intoksikasi. bakteri dari makanan. Di
indonesia, kue banyak dikonsumsi oleh masyarakat kota baik dalam bentuk mentah
maupun yang telah di olah. Makanan yang mengandung mikroorganisme pada kue
dengan sanitasi pengolahan yang kurang baik, mendukung peningkatan kejadian
penyakit yang ditularkan oleh melalui makanan yang tercemar bakteri.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakaukan terhadap kueh siap saji yang
terdapat di dua pasar yang berbeda yaitu di pasar karombasan dan pasar Bahu.
Bakteri-bakteri yang berhasil identifasi dari sampel yang diambil di dua tempat pasar
tradisional adalah pasar karombasan E.Coli 40%, Enterobacter aerogenes
30%,Shigella dysenteriae 20% dan klebsiella ozaena 10%. Pasar Bahu ditemukan
bakteri Shigella dysenteriae 30%, E. Coli 30%, Enterobacter aerogenes 20%,
klebsiella ozaena 20%. Gejala keracunan makanan oleh bakteri jenis ini munculnya
lebih lambat daripada keracunan oleh jenis bakteri lainnya. Biasanya memerlukan
waktu 1-3 hari pasca memakan makanan yang mengandung bakteri Escherichia coli.

Enterobacter adalah anggota flora usus normal, pada umum nya tidak
menyebabkan penyakit. bakteri ini menjadi bersifat patogen hanya bila bakteri
berada di luar usus, yaitu bukan pada lokasi normal tempatnya berada atau dilokasi
lain di mana flora normal jarang terdapat. Spesies ini merupakan bakteri patogen
opurtunistik. Klebsiella ozaena yang menyebabkan rinoschleroma dan ozaena
memberikan gejala pembentukan granul (bintik-bintik), gangguan hidung, benjolan-
benjolan di rongga pernapasan (terutama hidung), sakit kepala, serta ingus hijau dan
berbau. Penyebab ozaena masih belum diketahui, namun diduga diakibatkan oleh
Klebsiella ozaenae dan Bacillus foetidus. Kuman-kuman lain yang diduga penyebab
ozaena adalah P. vulgaris, Escherichia coli, Corynebacterium, micrococcus (Stafilo-
kokus) dan streptokokus. Saran dari penulis untuk tetap menjaga aspek higienes dan
sanitasi dalam pemilihan makanan, buang air besar ditempat jamban yang memenuhi
persyaratan, selalu mengutama-kan kebersihan dengan mencuci tangan, konsumen
dengan daya tahan tubuh rendah sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan
sembarangan yang di jual di tempat yang belum tentu bersih.
Resume Jurnal Nama : Nanang Muchtar
NIM : F34140067
Materi : Enzim

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP AKTIVITAS ENZIM PROTEASE


DARI DAUN SANSAKNG (Pycnarrhena cauliflora Diels)

Enzim protease merupakan enzim penting dan memiliki nilai ekonomi yang
tinggi karena aplikasinya sangat luas. enzim protease yang berfungsi mengkatalis
hidrolisis ikatan peptida pada protein. Contoh industri pengguna enzim protease
antara lain industri deterjen, kulit, tekstil, makanan, pengolahan susu, farmasi, bir
dan limbah. Protease yang digunakan mencapai 59% dari total enzim yang
diperjualbelikan di seluruh dunia. Sumber enzim protease yang telah diketahui
berasal dari hewan, mikroba, dan tanaman. Tanaman merupakan sumber enzim
protease terbesar (43,85%) diikuti oleh bakteri (18,09%), jamur (15,08%), hewan
(11.15%), alga (7,42%) dan virus (4,41%). Enzim protease dari tanaman memiliki
spesifisitas substrat yang luas, aktivitas dan stabilitas yang tinggi pada berbagai
variasi temperatur, pH, ion logam, inhibitor serta pelarut organik. Hal ini membuat
protease dari tanaman merupakan pilihan yang sangat baik untuk industri makanan,
medis, bioteknologi dan farmakologi.

Sansakng merupakan salah satu tanaman yang diindikasikan mengandung


enzim protease. Masyarakat suku Dayak dan Melayu di pedalaman Kalimantan Barat
memanfaatkan daun sansakng sebagai pengempuk daging dan penyedap rasa.
Kemampuan protease dalam mempercepat reaksi dipengaruhi beberapa faktor yang
menyebabkan enzim dapat bekerja dengan optimal dan efisien. Faktor-faktor utama
yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, senyawa
inhibitor dan aktivator, pH serta temperatur lingkungan. Temperatur mempengaruhi
aktivitas enzim. Pada temperatur rendah, reaksi enzimatis berlangsung lambat,
kenaikan temperatur akan mempercepat reaksi, hingga suhu optimum tercapai dan
reaksi enzimatis mencapai maksimum. Kenaikan temperatur melewati temperatur
optimum akan menyebabkan enzim terdenaturasi dan menurunkan kecepatan reaksi
enzimatis.

Sansakng memiliki bunga-bunga aksilar yang tumbuh disepanjang tangkai


berdaun atau tangkai tak berdaun, permukaan daun licin dan mengkilat. Ekstrak
kasar enzim protease dari daun sansangk diperoleh melalui pemecahan sel-sel secara
mekanis dengan cara memblender daun sansakng yang telah dicampur dengan buffer
fosfat pH 7. Penggunaan buffer pH 7 dalam proses ekstraksi enzim bertujuan untuk
menjaga pH lingkungan sehingga diharapkan mampu meminimalkan denaturasi dan
inaktivasi protein enzim yang terekstrak. Uji pengaruh temperatur terhadap aktivitas
enzim dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum enzim dalam mendegradasi
substrat. Setiap enzim memiliki aktivitas maksimum pada temperatur tertentu,
aktivitas enzim akan semakin meningkat dengan bertambahnya temperatur hingga
temperatur optimum tercapai. Kenaikan temperatur di atas temperatur optimum akan
menyebabkan aktivitas enzim menurun.
Resume Jurnal Nama : Nanang Muchtar
NIM : F34140067
Materi : Pewarnaan bakteri

PERBANDINGAN TAN THIAM HOK, ZIEHL NEELSEN DAN


FLUOROKROM SEBAGAI METODE PEWARNAAN BASIL TAHAN ASAM
UNTUK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK SPUTUM

Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat


di Indonesia. Penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia. Dalam
penelitian ini ditujukan guna mengetahui cara mengobati penyakit tersebut dan
mengetahui potensi penderita dalam proses penularannya. Diagnosis definitif
ditetapkan setelah dibuktikan adanya pertumbuhan bakteri pada medium selektif
dengan sifat pertumbuhan dan sifat biokimia sesuai dengan Mycobacterium
tuberculosis. Mengingat pentingnya pewarnaan BTA pada sputum, maka penelitian
ini bertujuan untuk menentukan metode pewarnaan BTA terbaik yang dapat
mendukung diagnosis tuberkulosis dan dapat diaplikasikan di pusatpusat pelayanan
kesehatan terutama di puskesmas daerah. Tiga macam metode pewarnaan
dibandingkan terhadap hasil biakan sputum pada medium Lowenstein Jensen sebagai
baku emas, kemudian ditentukan sensitifitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan
negatif dari masing-masing metode pewarnaan. Metode-metode pewarnaan yang
dibandingkan adalah Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen, dan Fluorokrom.

Sampel diperoleh dari pengumpulan dahak dari beberapa pasien yang di


diagnosa mengidap penyakit tuberkulosis. Pengumpulan dahak. Spesimen dahak
ditampung dalam pot dahak yang bermulut lebar dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Pot disediakan oleh laboratorium. Spesimen yang tidak
langsung dikerjakan disimpan di lemari es 4oC. Pembuatan sediaan,dari satu
spesimen dibuat 4 hapusan dahak masing-masing pada sebuah kaca objek yang telah
dilabel dengan nomor kode laboratorium. Setelah pengeringan diudara, hapusan
difiksasi dengan melidah-apikan 3-5x selama 3-4 detik. Sediaan yang tidak segera
diwarnai, disimpan didalam kotak penyimpan preparat pada suhu kamar.

Teknik pewarnaan Tan Thiam Hok, larutan Kinyoun (fuchsi basis 4g, fenol
8ml, alkohol 95% 20ml, H2O destilata (100ml) dituang pada permukaan sediaan,
dibiarkan selama 3 menit, kemudian kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan
air yang mengalir perlahan. Selanjutnya larutan Gabbet (methylene blue 1g, H2SO4
96% 20ml, alkohol absolut 30ml, H2O destilata 50ml) dituang pada permukaan
sediaan, dibiarkan 1 menit kemudian kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan
air yang mengalir perlahan, kemudian sediaan dikeringkan di udara. Selanjutnya
pewarnaan Ziehl Neelsen. Larutan carbol fuchsin 0,3% dituang pada seluruh
permukaan sediaan, kemudian dipanaskan diatas nyala api sampai keluar asap tetapi
tidak sampai mendidih atau kering selama 5 menit. Sediaan kemudian dibiarkan
dingin selama 5-7 menit lalu kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan air yang
mengalir perlahan. Setelah itu larutan asam alkohol 3% (hydrochloric acid-ethanol)
dituang pada sediaan dan dibiarkan 2-4 menit kemudian dicuci dengan air mengalir
selama 1-3 menit, kelebihan larutan dibuang. Larutan methylene blue 0,1% dituang
sampai menutup seluruh permukaan, dibiarkan 1 menit lalu larutan dibuang dan
dicuci dengan air mengalir. Terakhir,pewarnaan Fluorokrom (Auramine O). Sediaan
direndam didalam larutan Auramine (Merck), dibiarkan selama 15 menit kemudian
dicuci dengan air bebas klorin atau H2O destilata dan dikeringkan. Sediaan lalu
direndam didalam asam alkohol, dibiarkan selama 2 menit, dicuci dengan H2O
destilata dan dikeringkan. Setelah itu sediaan direndam didalam potasium
permanganat 0,5%, dibiarkan selama 2 menit, dicuci dengan H2O destilata dan
dikeringkan di udara.

Hasil biakan menunjukkan bahwa 27 dari 98 sampel sputum (27,55 %) yang


diperiksa mengandung Mycobacterium tuberculosis. Data yang di peroleh
menunjukkan perbandingan hasil pewarnaan berdasarkan skala IUTLD terhadap
hasil biakan yang digunakan sebagai baku standar. Terlihat bahwa dengan pewarnaan
Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen dan fluorokrom, berturut-turut didapatkan hasil
positif 17,4 %, 23,5 % dan 25,5 % dari 98 sampel sputum. Data lain memperlihatkan
nilai sensitivitas spesifisitas ketiga metode pewarnaan tersebut dibandingkan dengan
hasil biakan. Berturut-turut, sensitivitas pewarnaan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen
dan fluorokrom adalah 62,9 %, 81,5 %, 92,6 %; sedangkan nilai spesifisitasnya
adalah 92,9 %, 91,6 % dan 91,1 %.

Pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen mempunyai sensitifitas yang tidak


setinggi spesifitasnya. Hal ini bisa terjadi karena terlalu sedikitnya jumlah bakteri
dalam sputum. BTA pada sputum secara mikroskopis akan terlihat bila sputum
mengandung paling sedikit 10.000 BTA/ml serta hasil pemeriksaan tidak dapat
membedakan M. tuberculosis dari Mycobacterium sp. yang lain. Pada pewarnaan
fluorokrom, bakteri terwarnai sangat kontras dibanding latar belakangnya serta pada
pemeriksaan dibawah mikroskop tidak memerlukan pembesaran sampai 1000x. Hal
ini dapat mempercepat waktu pengamatan di bawah mikroskop dan bermanfaat pada
laboratorium dengan jumlah sampel yang banyak. Pewarnaan ini mempunyai
sensitifitas dan spesifitas yang tinggi, tetapi nilai prediksi positif yang tidak cukup
tinggi dibanding 2 pewarnaan yang lain. Hal ini disebabkan fluoresensi yang terlihat
dapat berasal dari jaringan nonspesifik, debris sel, atau bakteri yang mati, sehingga
pengalaman melakukan pewarnaan dan intepretasi hasil sangat dibutuhkan pada
metode ini. Apabila terdapat keraguan dalam pembacaan hasil dianjurkan untuk
dilakukan pewarnaan Ziehl Neelsen pada preparat tersebut 4. Meskipun mempunyai
sensitifitas dan spesifitas yang cukup tinggi, penggunaan pewarnaan ini di
laboratorium di Indonesia tidaklah mudah karena perlunya biaya yang tinggi untuk
penyediaan mikroskop fluoresens.
Resume Jurnal Nama : Nanang Muchtar
NIM : F34140067
Materi : Uji mikrobiologi pada
Bahan dan produk
agroindustri

Isolation of acetic acid bacteria from honey

Madu adalah nektar dan deposito manis dari tanaman yang dikumpulkan,
diubah dan disimpan dalam sarang lebah oleh lebah madu. Ada lima spesies lebah
utama yang digunakan industri produksi madu di bagian utara Thailand. Empat
spesies asli adalah lebah madu kerdil (Apis florea), lebah madu kerdil kecil (Apis
adreniformis), lebah madu asia (A. cerena) dan lebah madu raksasa (A. dorsata).
Yang Tersisa lebah madu eropa (A. mellifera) adalah satu-satunya spesies yang
diperkenalkan. Empat isolat bakteri asam asetat berhasil pulih dari sampel madu
yang digunakan. Teknik pengayaan dua isolat, CMU1 dan CMU2 diisolasi dari madu
A. Florae sedangkan mengisolasi CMU3 dan CMU4 masing masing berasal dari
madu A. cerena dan A. dorsata. Hasil isolasi sukses yaitu karena khasiat budaya
pengayaan untuk mempromosikan pertumbuhan asam asetat sehingga tumbuh dalam
media sampel. jumlah bakteri asam asetat di kaldu meningkat seiring waktu selama
periode pengayaan. Akibatnya, nilai-nilai pH menurun. Berdasarkan pewarnaan
Gram menunjukkan bahwa isolat mengandung bakteri Gram-negatif atau Gram-
variabel, bakteri batang pendek, yang merupakan karakter khas dari bakteri asam
asetat.

Seluruh bakteri di identifikasi sebagai Gluconobacter sp. karena


ketidakmampuan mereka untuk mengoksidasi asetat. Kebanyakan bakteri asam asetat
diketahui mesofilik dengan suhu optimum untuk pertumbuhan sekitar 30oC. Sedikit
peningkatan hasil suhu dalam penurunan signifikan dalam pertumbuhan organisme
ini.Namun, semua isolat yang diperoleh dalam penelitian ini tumbuh dengan baik
pada suhu 37oC, karakter yang disarankan bahwa isolat ini mungkin strain tahan
panas. Tidak ada anggota dari genus Acetobacter di temukan. Sejak ditemukan
bahwa mereka hanya tumbuh dalam media yeast yang mengandung 1% (v / v) asam
asetat pada 30oC. Namun, mengisolasi CMU4 menunjukkan toleransi tertinggi untuk
etanol, yaitu. 10% (v / v) dan 9% (v / v) pada 30oC Dan 37oC masing-masing.
Pemeriksaan morfologi dan biokimia menunjukkan bahwa semua isolat anggota
genus Gluconobacter. Empat bakteri asam asetat tahan panas ditunjuk sebagai
CMU1, CMU2, CMU3 dan CMU4 diisolasi dari sampel enam madu yang dihasilkan
oleh tiga spesies lebah asli di Thailand utara, lebah madu kerdil (Apis florea), lebah
madu kerdil kecil (Apis adreniformis), lebah madu asia (A. cerena) dan lebah madu
raksasa (A. dorsata).
Resume Jurnal Nama : Nanang Muchtar
NIM : F34140067
Materi : Pembuatan Produk
Fermentasi

Palatabilitas bungkil inti sawit pada ternak nonruminansia adalah rendah sehingga
dalam BIS perlu ditambah dengan bahan pakan lain yang disukai ternak. Kandungan
zat nutrisi BIS bervariasi, terutama kandungan serat kasar (SK)-nya tetapi proteinnya
cukup tinggi. Salah satu alternatif peningkatan mutu bahan pakan adalah teknik
fermentasi secara substrat padat. Fermentasi dengan menggunakan kapang
memungkinkan terjadinya perombakan komponen bahan yang sulit dicerna menjadi
lebih tersedia, sehingga diharapkan pula nilai nutrisinya meningkat. Kualitas produk
fermentasi tergantung pada jenis mikroba serta medium padat yang digunakan. Kadar
protein produk fermentasi umbi singkong menggunakan Aspergillus niger lebih baik
dibandingkan dengan Rhizopus oligosporus. Hasil fermentasi bungkil kelapa
menunjukkan bahwa kapang Eupenicillium javanicum mempunyai daya cerna bahan
kering dan protein in vitro lebih tinggi daripada hasil fermentasi dengan Aspergillus
niger NRRL 337.

Percobaan disusun menggunakan rancangan faktorial dengan faktor pertama,


yaitu jenis kapang (2 isolat : Aspergillus niger tipe liar dan NRRL 337) dan faktor
kedua, yaitu suhu enzimatis (kamar dan 40oC). Setiap perlakuan terdiri atas 3
ulangan dan perbedaan antar perlakuan dibandingkan dengan uji beda nyata terkecil.
Pengamatan terhadap pertumbuhan Aspergillus niger dilakukan pada pertumbuhan
kapang yang ditandai dengan adanya miselium dan konidia. Pertumbuhan kapang A.
niger tipe liar pada medium BIS lebih cepat terbentuk spora dibandingkan dengan A.
niger tipe NRRL 337. Hal ini dikarenakan masing-masing jenis kapang mempunyai
sifat khas yang berbeda. Perubahan bahan kering selama proses fermentasi pada hari
pertama fermentasi ternyata sudah terjadi perubahan kadar bahan kering sebesar 0,20
dan 0,26%, masingmasing pada medium yang menggunakan A. niger tipe liar dan
NRRL 337. Pada hari ke-3 bahan kering menurun kembali menjadi 48,88 dan
48,83%. Hal ini ditandai dengan banyaknya air yang diproduksi sehingga ada air
yang jatuh ke permukaan substrat fermentasi. Dengan banyaknya air yang diproduksi
membuktikan bahwa pada hari ke-3 proses fermentasi dalam keadaan optimal.
Fermentasi terhadap BIS menyebabkan adanya perubahan kandungan nutrisi bahan
pakan tersebut. Kandungan protein kasar dan sejati selama proses fermentasi berbeda
nyata dengan yang tanpa fermentasi. Selama fermentasi penurunan kandungan lemak
kasar dari 9,60 menjadi 6,70% dikarenakan adanya lemak yang dikonsumsi oleh
kapang untuk pertumbuhannya. Dengan terjadinya penurunan pada substrat yang
kandungan lemaknya cukup tinggi seperti bungkil inti sawit dan bungkil kelapa
menunjukkan bahwa A. niger NRRL mungkin menghasilkan enzim lipase. Beberapa
reaksi katalisis terjadi oleh enzim lipase antara lain hidrolisis, sintesis ester dan
alkoholosis. Dengan adanya aktivitas enzim lipase, maka produk fermentasi yang
dihasilkan, kadar lemaknya berkurang.

Anda mungkin juga menyukai