BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kata pedofilia berasal dari bahasa Yunani: paidophilia-pais "anak-anak"
dan philia, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan, meskipun ini arti
harfiah telah diubah terhadap daya tarik seksual di zaman modern,
berdasarkan gelar "cinta anak" atau "kekasih anak," oleh pedofil yang
menggunakan simbol dan kode untuk mengidentifikasi preferensi mereka.
Pedofilia adalah diagnosis klinis biasanya dibuat oleh psikiater atau psikolog.
Sebagai diagnosa medis, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan
pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan usia
16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer
atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda,
walaupun pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal lima tahun lebih
muda dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru dapat
diklasifikasikan sebagai pedofilia.2
Definisi pedofilia adalah kelainan seksual berupa hasrat ataupun fantasi
impuls seksual yang melibatkan anak di bawah umur. Orang dengan pedofilia
umunya harus di atas 16 tahun, sedangkan anak-anak yang menjadi korban
berumur 13 tahun atau lebih muda (anak pre-pubertas). Dikatakan pedofilia
jika seseorang memiliki kecenderungan impuls seks terhadap anak dan fantasi
maupun kelainan seks tersebut mengganggu anak. Pedofilia merupakan suatu
kelainan dimana untuk mencapai rangsangan dan pemuasan seksual, penderita
tersebut memakai objek terutama pada seorang anak dari seks yang lama atau
berlainan.2
Pedofilia melibatkan dorongan seksual yang intens dan berulang atau
terangsang oleh anak berusia 13 tahun atau kurang, selama periode waktu
sedikitnya 6 bulan. Orang dengan pedofilia sedikitnya 16 tahun dan sedikitnya
3
lebih tua dari korban. Jika orang tersebut berada pada usia remaja akhir dan
terlibat di dalam hubungan seksual yang sedang berlangsung dengan anak usia
12 atau 13 tahun, diagnosis ini tidak dibenarkan.3
Sebagian besar penyiksaan anak melibatkan penyentuhan genital atau seks
oral. Penetrasi vagina atau anus anak jarang terjadi kecuali pada kasus inses.
Walaupun sebagian besar korban anak-anak yang mendapatkan perhatian
public adalah anak perempuan, temuan ini tampak sebagai hasil proses
rujukan. Pelaku melaporkan bahwa 60 % korban adalah anak laki-laki. Angka
ini berlawanan tajam dengan angka untuk korban anak tanpa sentuhan, seperti
mengintip dan eksibishionisme, 99% kasus tersebut dilakukan terhadap anak
perempuan. Pada pasien pedofilia 95% adalah heteroseksual, dan 50%
mengkonsumsi alcohol berlebihan saat kejadian. Selain pedofilia, sejumlah
besar pelaku juga atau sebelumnya pernah, terlibat dalam ekhibisinisme,
voyeurism atau pemerkoasaan.3
B. Epidemiologi
Di antara kasus parafilia yang dikenali, pedofilia adalah jauh
lebih sering dibandingkan dengan yang lainnya. Pedofilia lebih banyak
terjadi pada laki-laki tetapi tidak ada informasi yang
pasti tentang prevalensinya. Adanya prostitusi terhadap anak
di beberapa Negara dan maraknya penjualan materi pornografi
tentang anak-anak, menunjukkan bahwa tingkat ketertarikan seksual
terhadap anak tidak jarang. Meskipun demikian, pedofilia sebagai salah satu
bentuk perilaku seksual diperkirakan tidak secara umum terjadi. 2,4
Pedofil biasanya datang ke petugas medis atau hukum karena telah
melakukan perbuatan melawan anak disebabkan sebagian besar tidak
menemukan kepuasan seksual mereka. Pedofil biasanya mengakui bahwa
mereka tertarik kepada anak mulai sekitar masa pubertas atau remaja, tapi ini
ketertarikan seksual kepada anak-anak juga dapat berkembang di kemudian
hari. Beberapa studi telah menemukan bahwa sebanyak 50% sampai 60% dari
pedofil juga berkaitan dengan penyalahgunaan zat. Dalam sebuah studi yang
meneliti hubungan antara usia dan jenis kejahatan seksual, Dickey et Al
menemukan bahwa sampai 44% pedofilia dalam sampel mereka berada diusia
4
dewasa tua (usia 40-70 tahun). Bila dibandingkan dengan pemerkosa dan sadis
seksual, pedofilia terdiri dari 60% dari semua pelanggar yang berumur tua, hal
ini menunjukkan bahwa pedofil pada tahun tersebut menjadi pelanggar
seksual terbesar dibandingkan dengan pelanggar seksual yang lainnya. Dalam
sebuah studi 15 dari 2429 pedofil laki-laki dewasa, hanya 7%
mengidentifikasi diri mereka sebagai eksklusif tertarik secara seksual anak,
yang menegaskan pandangan umum bahwa sebagian besar pedofil adalah
bagian dari kelompok eksklusif. Pedofil biasanya tertarik pada rentang usia
tertentu dan/atau jenis kelamin anak. Penelitian mengkategorikan pedofil laki-
laki oleh apakah mereka tertarik hanya anak laki-laki (homoseksual
pedofilia), anak perempuan (pedofilia heteroseksual), atau anak-anak dari
kedua jenis kelamin (pedofilia biseksual). Persentase pedofil homoseksual
berkisar antara 9% sampai 40%, yang kira-kira 4 sampai 20 kali lebih tinggi
daripada tingkat pria dewasa tertarik lainnya dewasa laki-laki (menggunakan
tingkat prevalensi homoseksualitas dewasa dari 2%-4%). Individu tertarik
pada perempuan biasanya lebih suka anak-anak antara usia 8 dan 10 tahun.
Individu tertarik pada laki-laki biasanya lebih suka sedikit lebih tua anak laki-
laki antara usia 10 dan 13 tahun.2,4
C. Etiologi
Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual yaitu
perspektif biologis yang tejadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal.
Pada masa ini rawan terjadinya penyimpangan seksual. Pengaruh orang tua
terjadi biasanya kurangnya komunikasi antara orang tua dengan remaja dalam
masalah seputar seksual yang akhirnya dapat memperkuat munculnya perilaku
penyimpangan seksual, pengaruh teman sebaya, perspektif akademik dan
perseptif sosial kognitif.
Penyebab pedofilia belum diketahui pasti. Namun pedofilia sering kali
menandakan ketidakmampuan berhubungan dengan sesama dewasa atau
adanya ketakutan wanita untuk menjalin hubungan dengan sesame dewasa.
Jadi bisa dikatakan sebagai suatu kompensasi dari penyaluran nafsu seksual
5
yang tidak dapat disalurkan pada orang dewasa. Berikut adalah macam-
macam penyebab terjadinya pedofilia:
a. Trauma
Pengalaman selama anak-anak sebagai korban pedofilia ditengarai
sebagai penyebab utama seseorang menjadi pedofil. Mereka belajar
dengan mengamati bahwa kepuasan seksual dapat diperoleh dari
anak-anak. Bisa jadi pula mereka rendah diri menyadari dirinya
adalah korban pedofilia. Akibatnya mereka cenderung menutup diri dan
pergaulan pun jadi terbatas. Terkait dengan hal ini.
b. Kurangnya Kemampuan Sosialisasi
Kurangnya keterampilan untuk membina hubungan keakraban dengan
orang lain juga menjadi salah satu penyebab pedofilia. Mereka tidak dapat
menjalin hubungan intim dengan orang dewasa yang sebaya. Dalam
kondisi ini, tidak ada yang lebih nyaman selain berinteraksi dengan anak-
anak, yang mudah didekati tanpa melakukan perlawanan sebagaimana
dahulu yang terjadi pada mereka.
c. Merasa Harga Diri Rendah
Harga diri yang rendah juga menjadi faktor penyebab. Mereka merasa
tidak memiliki kelebihan atau merasa gagal dibandingkan pasangan atau
teman-temannya. Menguasai anak, mengancam dan memanipulasinya,
merupakan suntikan bagi harga diri para pedofil. Orang yang merasa
rendah diri juga mudah mengalami depresi dan kecemasan. Dalam kondisi
ini, melakukan pelecehan seksual terhadap anak dijadikan cara melepaskan
ketegangan.
d. Faktor Ekonomi
Dari segi sosial ditemukan pelaki pedofilia kebanyakan berasal dari
kalangan sosial ekonomi rendah. Sebagian bahkan tidak memiliki
pekerjaan. Ditambah dengan tingkat pendidikakn yang umunya kurang
memadai, mereka sulit menemukan cara penyelesaian masalah yang
efektif. Akibatnya mereka mudah terkena stres dan menggunakan anak
untuk mengatasi rasa tertekan atau ketegangannya akibat stres.2,3
D. Gejala Klinis
6
Pedofilia biasanya terdeteksi oleh diri sendiri setelah masa puber di mana
orientasi seksual pasien terfokus pada anak-anak, bukan orang dewasa. Pasien
tidak dapat menentukan orientasi seksual mereka dan kemudian merasa takut
akan diri mereka sendiri. Mereka juga sering mengalami diskriminasi sosial;
sulit bagi mereka untuk terlibat dalam komunitas dan berhubungan dengan
orang lain. Hasilnya, ini membuat pasien tertarik pada anak-anak karena
mereka tergolong masih polos dan tidak menghakimi seperti orang dewasa.
Belakangan ini, para ilmuwan dan masyarakat memiliki kecenderungan untuk
mempelajari masalah-masalah psikologis; beberapa pasien lebih terbuka akan
penyakit mereka demi ilmu pengetahuan. Menurut para pasien, gejala
pedofilia di antara lain perasaan inferior, terisolasi, dan bahkan depresi;
mereka takut orientasi seksual mereka diketahui, jadi mereka mengisolasi diri
dari orang lain. Para pasien menganggap gairahnya salah dan illegal untuk
dipenuhi. Maka dari itu selalu mengontrol diri mereka sendiri dan mencari
cara aman untuk memuaskan diri sendiri. Beberapa kasus dari kekerasan pada
anak-anak sering melibatkan penyakit kejiwaan yang lain seperti
schizophrenia dan distorsi-distorsi kognitif. Di sisi lain, beberapa kasus
kriminal pada anak sebenarnya bukan merupakan pedofilia.3
E. Klasifikasi
Pedofilia dapat diklasifikasi kedalam 5 tipe, yaitu:
1. Pedofilia yang menetap
Orang dengan pedofilia tipe ini, menganggap dirinya terjebak pada
lingkungan anak. Mereka jarang bergaul dengan sesame usianya, dan
memiliki hubungan yang lebih baik terhadap anak. Mereka digambarkan
sebagai lelaki dewasa yang tertarik pada anak laki-laki dan menjalin
hubungan layaknya sesama anak laki-laki.
2. Pedofilia yang sifatnya regresi
Di lain pihak, orang dengan pedofilia regresi tidak tertarik pada anak
lelaki, biasanya bersifat heteroseks dan lebih suka pada anak perempuan
berumur 8 atau 9 tahun. Beberapa di antara mereka mengeluhkan adanya
kecemasan maupun ketegangan dalam perkawinan mereka dan hal yang
menyebabkan timbulnya impuls pedofilia. Mereka menganggap anak
7
F. Diagnosis
Kriteria diagnostic Pedofilia menurut PPDGJ-III:
1. Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya prapubertas atau awal
masa pubetas, baik laki-laki maupun perempuan.
2. Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan.
3. Preferensi tersebut harus berulang dan menetap.
4. Termasuk laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual
dewasa, tetapi karena mengalami frustasi yang khronis untuk mencapai
hubungan seksual yang diharapkan, maka kebiasaan beralih kepada anak
sebagai pengganti.
Kriteria diagnosis DSM-IV-TR Pedofilia
A. Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang
merangsang secara seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens
dan berulang yang melibatkan aktivitas seksual dengan anak prapuber atau
anak-anak (umumnya berusia 13 tahun atau kurang).
B. Orang tersebut telah melakukan dorongan seksual ini, atau dorongan atau
khayalan seksual menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan
interpersonal.
C. Orang berusia sedikitnya 16 tahun dan sedikitnya 5 tahun lebih tua dari
anak atau anak-anak pada kriteria A.
11
Diagnosis lebih lanjut ditentukan oleh jenis kelamin anak orang tersebut
tertarik, jika impuls atau tindakan terbatas dan jika daya tarik adalah
"eksklusif" atau "noneksklusif." Sebuah studi menunjukkan bahwa pornografi
anak merupakan diagnostic pasti dan dapat dijadikan indikator untuk
pedofilia. Pelanggaran ponografi anak merupakan pelanggar yang bermakna
dan lebih mungkin untuk menunjukkan pola pedofilia selama pengujian
phallometric dibandingkan kelompok orang dewasa atau pasien seksologi
umum. Pornografi anak memiliki signifikansi diagnostic dan mungkin sangat
membantu dalam situasi di mana orang tersebut menyangkal minat seksual
terhadap anak-anak praremaja, atau tidak memiliki sejarah yang
didokumentasikan perilaku seksual yang melibatkan anak-anak, atau di mana
tes phallometric hasil tidak tersedia.
G. Diagnosis Banding
Perilaku seksual yang terbatas pada anak-anak saja tidak
menjamin diagnosa pedofilia. Perlaku tersebut mungkin terpresipitasi
oleh perselisihan dalam perkawinan, kehilangan yang terjadi dalam waktu
dekat atau kesepian yang berkepanjangan. Pada keadaan tersebut, ketertarikan
pada anak mungkin dapat dimengerti. Pada retardasi mental, sindrom perilaku
organik dan hitoksikasi alkohol atau skizoprenia, mungkin terjadi penurunan
kemampuan daya nilai, kemampuan social pengendalian impuls.
Biasanya hal tersebut, walaupun jarang akan membuat seseorang memiliki
prefensi seksual yang terbatas pada anak-anak tetapi pada kebanyak kasus,
umumnya aktivitas seksual dengan anak-anak bukan meruoan hal yang mutlak
untuk mendapatkan kepuasan seksual.2,3
a. Ekshibisionisme
Merupakan dorongan berulang untuk menunjukkan alat kelamin pada
orang asing atau pada orang yang tidak menyangkanya. Kegairahan
seksual terjadi pada saat antisipasi terhadap pertunjukan tersebut, dan
13
b. Fethisime
Merupakan kelainan yang dikarakteristikan sebagai dorongan seksual
hebat yang berulang dan secara seksual menimbulkan khayalan yang
dipengaruhi oleh objek yang bukan manusia. Pada fetishisme, dorongan
seksual terfokus pada benda atau bagian tubuh (seperti sepatu, sarung
tangan, celana dalam, atau stoking) yang secara mendalam dihubungkan
dengan tubuh manusia. Pada fethisisme paparannya mungkin bisa terjadi
pada benda yang dipunyai anak.3
c. Froteurisme
Merupakan kelainan yang ditandai dengan seorang laki-laki yang
menggosokan penisnya pada pantat atau bagian tubuh lain perempuan
yang berpakaian lengkap untuk mendapatkan orgasme. Tindakan ini
14
biasanya terjadi di tempat ramai, terutama didalam bus dan kereta bawah
tanah.
d. Sadisme Seksual
Sadisme seksual bisa terjadi hanya dalam khayalan atau mungkin
diperlukan untuk perangsangan atau untuk mencapai orgasme. Beberapa
penderita sadisme, menjerat korban yang ketakutan, yang tidak menyetujui
apa yangdilakukan oleh penderita dan kemudian memperkosanya.
Penderita lainnya, secara khusus mencari mitra seksual yang menderita
masokisme dan memenuhi keinginan sadistiknya dengan mitra seksual
yang memang senang untuk disakiti. Khayalan dari pengendalian dan
kekuasaan total seringkali penting bagi penderita, dan penderita sadisme
bisa mengikat dan menyumbat mitra seksualnya dengan cara yang rumit.
Pada kasus yang berat, penderita bisa menyiksa, memotong,mencambuk,
memasang kejutan listrik atau membunuh mitra seksualnya.3
kondisi ini meliputi kecelakaan lalu lintas, bencana alam, tindak kejahatan
seperti pemerkosaan atau perampokan, atau pengalaman di medan perang
Pernah mengalami trauma lain, misalnya saat masih kecil. Kondisi ini
termasuk kategori gangguan kecemasan yang membuat pengidapnya tidak
bisa melupakan kejadian traumatis yang dialami. Tidak semua orang yang
mengalami trauma otomatis akan mengidap PTSD. Gangguan mental ini
diperkirakan berkembang pada 30-35 persen di antara orang-orang yang
pernah mengalami kejadian traumatis. Kasus PTSD dapat menjadi
pedofilia karena ingin melakukan hal yang sama kepada anak-anak karna
orang tersebut merasakan hal yang sama ketika masa kecil dahulu.2,4
b. Hiperseksual
Perilaku hiperseksual ini dianggap mengganggu karena dianggap
sebagai perilaku kecanduan seksual. Selain itu, perilaku ini mengganggu
karena bisa menyebabkan pelakunya mengalami stres. Stres tersebut bisa
menyebabkan gangguan kesehatan, pekerjaan, dan hubungan sosial di
dalam kehidupan penderita. Hiperseksual juga bisa mengganggu atau
membahayakan pelaku dan orang lain yang dilibatkan. Jika dibiarkan,
perilaku ini akan melanggar batas-batas norma yang berlaku di
masyarakat, seperti berselingkuh atau menggunakan jasa pekerja seks
komersial. Sampai saat ini belum ditemukan diagnosis resmi untuk mereka
yang menderita hiperseks. Meski demikian ada beberapa prilaku yang
dijadikan tanda-tanda untuk menentukan perilaku yang juga dikategorikan
kecanduan seks ini yaitu: Memiliki lebih dari satu pasangan dalam
perkawinan bisa berupa perselingkuhan, sering berganti-ganti pasangan
seksual, terus mengonsumsi hal-hal terkait pornografi, sering
mempraktikkan hubungan seksual yang tidak aman, sering memakai jasa
pekerja seks komersial, selalu merangsang diri sendiri untuk mendapatkan
kepuasan alias masturbasi, sering mengintip aktivitas seksual yang
dilakukan oleh orang lain, erasa tidak mampu mengendalikan rangsangan
seksual yang menimpa diri sendiri, dorongan seksual yang memicu
tindakan seksual, namun hal tersebut belum tentu menjadikan pelakunya
mengalami kepuasan, menjadikan perbuatan seksual sebagai pelampiasan
16
atau pelarian dari berbagai tekanan hidup, seperti kesepian, stres, depresi,
atau kecemasan. Orang yang mengalami hiperseksual juga dapat
melampiaskan keinginan seksualnya terhadap anak-anak. Sehingga ini
meningkatkan terjadinya pedofilia.2
Anak sebagai korban dalam kasus pedofilia, secara jangka pendek dan
jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan fisik dan mental. Gangguan
fisik yang terjadi adalah resiko gangguan kesehatan. Saat melakukan
hubungan kelamin pun seringkali masih belum bersifat sempurna karena organ
vital dan perkembangan hormonal pada anak belum sempurna karena organ
vital dan perkembangan hormonal pada anak belum sempurna organ dewasa.
Bila dipaksakan berhubungan suami istri akan merupakan siksaan yang luar
biasa, apalagi seringkali dibawah paksaan dan ancaman. Belum lagi bahaya
penularan penyakit kelamin maupun HIV dan AIDS, karena penderita
pedofilia kerap disertai dengan bergantinya pasangan atau korban. Bahaya lain
yang mengancam, apabila terjadi kehamilan. Beberapa penelitian menunjukan
perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker
leher Rahim. Pada usia anak atau remaja, sel-sel leher Rahim belum matang.
Kalau terpapar human papilloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan
menyimpang menjadi kanker. Usia anak yang sedang tumbuh dan berkembang
seharusnya memerlukan stimulasi asah, asih dan asuh yang berkualitas dan
berkesinambungan. Bila periode anak mendapatkan trauma sebagai korban
pedofilia dapat dibayangkan akibat yang bisa terjadi. Perkembangan moral,
jiwa dan mental pada anak korban pedofila terganggu sangat
bervariasi. Tergantung lama dan berat ringan trauma itu terjadi. Bila
kejadian tersebut disertai paksaan dan kekerasan maka tingkat
trauma yang ditimbulkan lebih berat.
Pola pelecehan seksual terhadap anak perempuan yang belum matur dapat
terjadi melalui beberapa cara. Pada perkembangan yang normal, permainan
seksual antar anak muda umum ditemukan. Ketika seorang pemuda
menghampiri untuk bergabung dengan pemudi atau dengan pemuda lainnya
17
I. Terapi
Adapun pengobatan yang dapat diberikan pada pasien pedofilia adalah
sebagai berikut:
a. Psikoterapi
Psikoterapi berorientasi tilikan adalah pendekatan yang
paling sering digunakan untuk mengobati pedofilia. Pasien
memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan
peristiwa peristiwa yang menyebabkan perkembangan penyakitnya.
18
J. Prognosis
Karena tidak adanya informasi yang dapat dipercaya dari berbagai studi
follow up, maka prognosisnya tergantung dari riwayat pasien sendiri, lama
penyimpangan seks, adanya gejala penarikan diri secara social maupun
seksual dan kekuatan serta kelemahan kepribadian pasien. Tetapi perilaku ini
biasanya tetap dilakukan pasien meskipun sudah diterapi. Prognosis baik jika
pasien memiliki riwayat koitus di samping pedofilia, jika pasien memiliki
motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien dating berobat sendiri, bukan
dikirim oleh badan hukum.2
19
BAB III
KESIMPULAN
Pedofilia adalah kelainan seksual berupa hasrat ataupun fantasi impuls seksual
yang melibatkan anak di bawah umur. Orang dengan pedofilia umurnya harus di
atas 16 tahun, sedangkan anak-anak yang menjadi korban berumur 13 tahun atau
lebih muda (anak pre-pubertas). Dikatakan pedofilia jika seseorang memiliki
kecenderungan impuls seks terhadap anak dan fantasi maupun kelainan seks
tersebut mengganggu si anak.
Empat karakter yang dimiliki pasien dengan pedofilia adalah Pola perilaku
jangka panjang dan persisten., Menjadikan anak-anak sebagai objek preferensi
seksual, Memiliki teknik yang berkembang dengan baik dalam mendapatkan
korban, Fantasi seksual yang difokuskan kepada anak-anak
Prognosis pada pasien dengan Pedofilia tergantung dari riwayat pasien sendiri,
lama penyimpangan seks, adanya gejala penarikan diri secara sosial maupun
seksual dan kekuatan serta kelemahan kepribadian pasien. Tetapi perilaku ini
biasanya tetap dilakukan pasien meskipun sudah diterapi.
20
DAFTAR PUSTAKA