Anda di halaman 1dari 9

KASUS USMAN & HARUN

Semuanya berawal ketika pada 31 Agustus 1957 berdiri negara Persemakmuran Malaya. Saat
itu Singapura ingin bergabung dalam persemakmuran namun ditolak oleh Inggris. Lalu pada
16 September 1963 dibentuk federasi baru bernama Malaysia yang merupakan negara
gabungan Singapura, Kalimantan Utara (Sabah), dan Sarawak.Kesultanan Brunei kendatipun
ingin bergabung dengan Malaysia, namun tekanan oposisi yang kuat lalu menarik diri. Alasan
utama penarikan diri adalah Brunei merasa memiliki banyak sumber minyak, yang nanti akan
jatuh ke pemerintahan pusat (Malaysia).
Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno sejak semula menentang keinginan
Federasi Malaya yang tidak sesuai dengan perjanjian Manila Accord. Presiden Soekarno
menganggap pembentukan Federasi Malaysia sebagai boneka Inggris merupakan
kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai
gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia.Maka dibentuklah
sukarelawan untuk dikirim ke negara itu setelah dikomandokannya Dwikora oleh Presiden
Sukarno pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta.Adalah Harun Said dan Usman Hj Mohd Ali,
dua anggota KKO (Korps Komando Operasi -kini dikenal dengan Korps Marinir) yang
diberangkatkan ke Singapura dengan menggunakan perahu karet. Tugasnya adalah
menyabotase kepentingan-kepentingan Malaysia dan Singapura.Berikut ini adalah catatan
perjalanan dua Pahlawan Nasional itu sebagaimana tersimpan dalam catatan sejarah KKO.
Tanggal 8 Maret 1965 pada waktu tengah malam buta, saat air laut tenang, ketiga
sukarelawan ini mendayung perahu. Sukarelawan itu dapat melakukan tugasnya berkat
latihan-latihan dan ketabahan mereka. Dengan cara hati-hati dan orientasi yang terarah
mereka mengamati tempat-tempat penting yang akan dijadikan obyek sasaran, dan tugas
mengamati sasaran-sasaran ini dilakukan sampa larut malam. Setelah memberikan laporan
singkat, mereka mengadakan pertemuan di tempat rahasia untuk melaporkan hasil
pengamatan masing-masing. Atas kelihaiannya mereka dapat berhasil kembali ke induk
pasukannya, yaitu Pulau Sambu sebaga Basis II di mana Usman dan Harus bertugas.
Pada malam harinya Usman memesan anak buahnya agar berkumpul kembali untuk
merencanakan tugas-tugas yang harus dilaksanakan, disesuaikan dengan hasil penyelidikan
mereka masing-masing. Setelah memberikan laporan singkat,mereka mengadakan
perundingan tentang langkah yang akan ditempuh karena belum adanya rasa kepuasan
tentang penelitian singkat yang mereka lakukan,ketiga sukarelawan di bawah pimpinan
Usman, bersepakat untuk kembali lagi ke daerah sasaran untuk melakukan penelitian yang
mendalam. Sehingga apa yangdibebankan oleh atasannya akan membawa hasil yang
gemilang.Di tengah malam buta, di saat kota Singapura mulai sepi dengan kebulatan dan
kesepakatan, mereka memutuskan untuk melakukan peledakan Hotel Mac Donald.
Diharapkan dapat menimbulkan kepanikan dalam masyarakat sekitarnya. Hotel tersebut
terletak di Orchad Road sebuah pusat keramaian d kota Singapura.Pada malam harinya
Usman dan kedua anggotanya kembali menyusuri Orchad Road.
Di tengah-tengah kesibukan dan keramaian kota Singapura ketiga putra Indonesia bergerak
menuju ke sasaran yang ditentukan, tetapi karena pada saat itu suasana belum mengijinkan
akhirnya mereka menunggu waktu yang paling tepat untuk menjalankan tugas.Setelah
berangsur-angsur sepi,mulailah mereka dengan gesit mengadakan gerakan-gerakan menyusup
untuk memasang bahan peledak seberat 12,5 kg.Dalam keheningan malam kira-kira pukul
03.07 malam tersentaklah penduduk kota Singapura oleh ledakan yang dahsyat seperti
gunung meletus. Ternyata ledakan tersebut berasal dari bagian bawah Hotel Mac Donald
yang terbuat dari beton cor tulang, hancur berantakan dan pecahannya menyebar ke penjuru
sekitarnya. Penghuni hotel yang mewah itu kalang kabut, saling berdesakan ingin keluar
untuk menyelamatkan diri masing-masing. Demikian pula penghuni toko sekitarnya berusaha
lari dari dalam tokonya.
Beberapa penghuni hotel dan toko ada yang tertimbun oleh reruntuhan sehingga mengalami
luka berat dan ringan. Dalam peristiwa ini, 20 buah toko di sekitar hotel itu mengalami
kerusakan berat, 24 buah kendaraan sedan hancur, 30 orang meninggal, 35 orang mengalami
luka-luka berat dan ringan. Di antara orang-orang yang berdesakan dari dalam gedung ingin
keluar dari hotel tersebut tampak seorang pemuda ganteng yang tak lain adalah Usman. Di
tengah suasana yang penuh kepanikan bagi penghuni Hotel Mac Donald dan sekitarnya,
Usman dan anggotanya dengan tenang berjalan semakin menjauh ditelan kegelapan malam
untuk menghindar dari kecurigaan. Mereka kembali memencar menuju tempat perlindungan
masing-masing. Pada hari itu juga tanggal 10 Maret 1965 mereka berkumpul kembali.
Bersepakat bagaimana caranya untuk kembali ke pangkalan. Situasi menjadi sulit, seluruh
aparat keamanan Singapura dikerahkan untuk mencari pelaku yang meledakkan Hotel Mac
Donald.
Melihat situasi demikian sulitnya, lagi pula penjagaan sangat ketat, tak ada celah selubang
jarumpun untuk bisa ditembus. Sulit bagi Usman, Harun dan Gani keluar dari wilayah
Singapura.Untuk mencari jalan keluar, Usman dan anggotanya sepakat untuk menerobos
penjagaan dengan menempuh jalan masing-masing, Usman bersama Harun,sedangkan Gani
bergerak sendiri. Setelah berhasil melaksanakan tugas, pada tanggal 11 Maret 1965 Usman
dan anggotanya bertemu kembali dengan diawali salam kemenangan, karena apa yang
mereka lakukan berhasil. Dengan kata sepakat telah disetujui secara bulat untuk kembali ke
pangkalan dan sekaligus melaporkan hasil yang telah dicapai kepada atasannya. Sebelum
berpisah Usman menyampaikan pesan kepada anggotanya, barang siapa yang lebih dahulu
sampai ke induk pasukan, supaya melaporkan hasil tugas telah dilakukan kepada atasan.
Mulai saat inilah Usman dan Harus berpisah dengan Gani sampai akhir hidupnya.

Gagal kembali ke pangkalan


Usaha ketiga sukarelawan kembali ke pangkalan dengan jalan masing-masing.Tetapi Usman
yang bertindak sebagai pimpinan tidak mau melepas Harun berjalan sendiri, hal ini karena
Usman sendiri belum faham betul dengan daerah Singapura, walaupun ia sering memasuki
daerah ini. Karena itu Usman meminta kepada Harun supaya mereka bersama-sama mencari
jalan keluar ke pangkalan. Untuk menghindari kecurigaan terhadap mereka berdua, mereka
berjalan saling berjauhan, seolah-olah kelihatan yang satu dengan yang lain tidak ada
hubungan sama sekali. Namun walaupun demikian tetap tidak lepas dari pengawasan masing-
masing dan ikatan mereka dijalin dengan isyarat tertentu. Semua jalan telah mereka tempuh,
namun semua itu gagal.
Dengan berbagai usaha akhirnya mereka berdua dapat memasuki pelabuhanSingapura,
mereka dapat menaiki kapal dagang Begama yang pada waktu itu akan berlayar menuju
Bangkok. Kedua anak muda itu menyamar sebagai pelayan dapur.Sampai tanggal 12 Maret
1965 mereka berdua bersembunyi di kapal tersebut.Tetapi pada malam itu, waktu kapten
kapal Begama mengetahui ada dua orang yang bukan anak buahnya berada dalam kapal, dia
mengusir mereka dari kapal. Kalau tidak mau pergi dari kapalnya, akan dilaporkan kepada
polisi. Alasan mengusir kedua pemuda itu karena mereka takut diketahui oleh Pemerintah
Singapura dan kapalnya akan ditahan. Akhirnya pada tanggal 13 Maret 1965 kedua
sukarelawan Indonesia keluar dari persembunyiannya.
Usman dan Harun terus berusaha mencari sebuah kapal tempat bersembunyi supaya dapat
keluar dari daerah Singapura. Ketika mereka sedang mencari-cari kapal, tiba-tiba tampaklah
sebuah motorboat yang dikemudikan oleh seorang Cina. Daripada tidak berbuat akan
tertangkap, lebih baik berbuat dengan dua kemungkinan tertangkap atau dapat lolos dari
bahaya. Akhirnya dengan tidak pikir panjang mereka merebut motorboat dari pengemudinya
dan dengan cekatan mereka mengambil alih kemudi, kemudian haluan diarahkan menuju ke
Pulau Sambu. Tetapi apa daya manusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan.Sebelum
mereka sampai ke perbatasan perairan Singapura, motorboatnya macet ditengah laut. Mereka
tidak dapat lagi menghindari diri dari patroli musuh,sehingga pada pukul 09.00 tanggal 13
Maret 1965 Usman dan Harun tertangkap dan dibawa ke Singapura sebagai tawanan. Mereka
menyerahkan diri kepada Tuhan, semua dihadapi walau apa yang terjadi, karena usaha telah
maksimal untuk mencari jalan. Nasib manusia di tanganTuhan, semua itu adalah kehendak-
Nya. Karena itulah Usman dan Harus tenang saja, tidak ada rasa takut dan penyesalan yang
terdapat pada diri mereka.Sebelum diadili mereka berdua mendekam dalam penjara. Mereka
dengan sabar menunggu saat mereka akan dibawa ke meja hijau. Alam Indonesia telah
ditinggalkan, apakah untuk tinggal selama-lamanya, semua itu hanya Tuhan yang Maha
Mengetahui.

Proses Pengadilan.
Usman dan Harun selama kurang lebih 8 bulan telah meringkuk di dalam penjara Singapura
sebagai tawanan dan mereka dengan tabah menunggu prosesnya. Pada tanggal 4 Oktober
1965 Usman dan Harun dihadapkan ke depan sidang Pengadilan Mahkamah Tinggi (High
Court) Singapura dengan J. Chua sebagai hakim. Usman dai Harun dihadapkan ke Sidang
Pengadilan Tinggi (High Court) Singapura dengan tuduhan :

1. Menurut ketentuan International Security Act Usman dan Harun telah melanggar Control
Area.
2. Telah melakukan pembunuhan terhadap tiga orang.
3. Telah menempatkan alat peledak dan menyalakannya.

Dalam proses pengadilan ini, Usman dan Harun tidak dilakukan pemeriksaan pendahuluan,
sesuai dengan Emergency Crimina Trials Regulation tahun 1964. Dalam Sidang Pengadilan
Tinggi (Hight Court) kedua tertuduh Usman dan Harun telah menolak semua tuduhan itu. Hal
ini mereka lakukan bukan kehendak sendiri, karena dalam keadaan perang. Oleh karena itu
mereka meminta kepada sidang supaya mereka dilakukan sebagai tawanan perang (Prisoner
of War). Namun tangkisan tertuduh Usman dan Harun tidak mendapat tanggapan yang layak
dari sidang majelis. Hakim telah menolak permintaan tertuduh, karena sewaktu kedua
tertuduh tertangkap tidak memakai pakaian militer. Persidangan berjalan kurang lebih dua
minggu dan pada tanggal 20 Oktober 1965 SidangPengadilan Tinggi (Hight Court) yan
dipimpin oleh Hakim J. Chua memutuskan bahwa Usman dan Harun telah melakukan
sabotase dan mengakibatkan meninggalnyatiga orang sipil. Dengan dalih ini, kedua tertuduh
dijatuhi hukuman mati.
Pada tanggal 6 Juni 1966 Usman dan Harun naik banding ke FederalCourt of Malaysia
dengan Hakim yang mengadilinya: Chong Yiu, Tan Ah Tah danJ.J. Amrose.Pada tanggal 5
Oktober 1966 Federal Court of Malaysia menolak perkara naik banding Usman dan Harun.
Kemudian pada tanggal 17 Februari 1967perkara tersebut diajukan lagi ke Privy Council di
London. Dalam kasus ini Pemerintah Indonesia menyediakan empat Sarjana Hukum sebagai
pembela yaitu Mr. Barga dari Singapura, Noel Benyamin dari Malayasia, Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja SH dari Indonesia, dan Letkol (L) Gani Djemat SH Atase ALRI di
Singapura.

Usaha penyelamatan jiwa kedua pemuda Indonesia itu gagal. Surat penolakan datang pada
tanggal 21 Mei 1968. Setelah usaha naik banding mengenai perkara Usman dan Harun ke
Badan Tertinggi yang berlaku di Singapura itu gagal, maka usaha terakhir adalah untuk
mendapat grasi dari Presiden Singapura Yusuf bin Ishak. Permohonan ini diajukan pada
tanggal 1 Juni 1968. Bersamaan dengan itu usaha penyelamatan kedua prajurit oleh
Pemerintah Indonesia makin ditingkatkan. Kedutaan RI di Singapura diperintahkan untuk
mempergunakan segala upaya yang mungkin dapat dijalankan guna memperoleh
pengampunan. Setidak-tidaknya memperingan kedua sukarelawan Indonesia tersebut.
Pada tanggal 4 Mei 1968 Menteri Luar Negeri Adam Malik berusaha melalui Menteri Luar
Negeri Singapura membantu usaha yang dilakukan KBRI. Ternyata usaha inipun mengalami
kegagalan. Pada tanggal 9 Oktober 1968, Menlu Singapura menyatakan bahwa permohonan
grasi atas hukuman mati Usman dan Harun ditolak oleh Presiden Singapura. Pemerintah
Indonesia dalam saat-saat terakhir hidup Usman dan Harun terus berusaha mencari jalan.
Pada tanggal 15 Oktober 1968 Presiden Suharto mengirim utusan pribadi, Brigjen TNI
Tjokropanolo ke Singapura untuk menyelamatkan kedua patriot Indonesia.
Pada saat itu PM Malaysia Tengku Abdulrahman juga meminta kepada Pemerintah Singapura
agar mengabulkan permintaan Pemerintah Indonesia. Namun Pemerintah Singapura tetap
pada pendiriannya tidak mengabulkannya. Bahkan demi untuk menjaga prinsip-prinsip tertib
hukum, Singapura tetap akan melaksanakan hukuman mati terhadap dua orang KKO Usman
dan Harun, yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober1968 pukul 06.00 pagi waktu
Singapura. Permintan terakhir Presiden Suharto agar pelaksanaan hukuman terhadap kedua
mereka ini dapat ditunda satu minggu untuk mempertemukan kedua terhukum dengan orang
tuanya dan sanak farmilinya. Permintaan ini juga ditolak oleh Pemerintah Singapura yang
tetap pada keputusannya, melaksanakan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun.
Pesan terakhir
Waktu berjalan terus dan sampailah pada pelaksanaan hukuman, di mana Pemerintah
Singapura telah memutuskan dan menentukan bahwa pelaksanaan hukuman gantung terhadap
Usman dan Harun tanggal 17 Oktober 1968, tepat pukul 06.00 pagi. Dunia merasa terharu
memikirkan nasib kedua patriot Indonesia yang gagah perkasa, tabah dan menyerahkan
semua itu kepadapencipta-Nya. Seluruh rakyat Indonesia ikut merasakan nasib kedua patriot
ini. Demikian juga dengan Pemerintah Indonesia, para pemimpin terus berusaha untuk
menyelesaikan masalah ini. Sebab merupakan masalah nasional yang menyangkut
perlindungan dan pembelaan warga negaranya.
Satu malam sebelum pelaksanaan hukuman, hari Rabu sore tanggal 16 Oktober 1968, Brigjen
TIN Tjokropranolo sebagai utusan pribadi Presiden Suharto datang ke penjara Changi.
Dengan diantar Kuasa Usaha Republik Indonesia di Singapura Kolonel A. Ramli dan
didampingi Atase Angkatan Laut Letkol ((G) Gani Djemat SH, dapat berhadapan dengan
Usman dan Harun di balik terali besi yang menyeramkan pada pukul16.00. Tempat inilah
yang telah dirasakan oleh Usman dan Harun selama dalam penjara dan di tempat ini pula
hidupnya berakhir. Para utusan merasa kagum karena telah sekian tahun meringkuk dalam
penjaradan meninggalkan Tanah Air, namun dari wajahnya tergambar kecerahan dan
kegembiraan, dengan kondisi fisik yang kokoh dan tegap seperti gaya khas seorang prajurit
KKO AL yang tertempa. Tidak terlihat rasa takut dan gelisah yang membebani mereka,
walaupun sebentar lagi tiang gantungan sudah menunggu.
Keduanya segera mengambil sikap sempurna dan memberikan hormat serta memberikan
laporan lengkap, ketika Letkol Gani Djemat SH memperkenalkan Brigjen Tjokropranolo
sebagai utusan Presiden Suharto. Sikap yang demikian membuat Brigjen Tjokropranolo
hampir tak dapat menguasai diri dan terasa berat untuk menyampaikan pesan. Pertemuan ini
membawa suasana haru, sebagai pertemuan Bapak dan Anak yang mengantarkan perpisahan
yang tak akan bertemu lagi untuk selamanya. Hanya satu-satunya pesan yang disampaikan
adalah bahwa Presiden Suharto telah menyatakan mereka sebagai Pahlawan dan akan
dihormati oleh seluruh rakyat Indonesia, kemudian menyampaikan salut atas jasa mereka
berdua terhadap Negara.

Sebagai manusia beragama, Brigjen Tjokropranolo mengingatkan kembali supaya tetap


teguh, tawakal dan berdoa, percayalah bahwa Tuhan selalu bersama kita. Kolonel A. Rambli
dalam kesempatan itu pula menyampaikan, bahwa Presiden Suharto mengabulkan permintaan
mereka untuk dimakamkan berdampingan di Indonesia. Sebelum berpisah Usman dan Harun
dengan sikap sempurna menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden
RI Jenderal Suharto atas usahanya, kepada Jenderal Panggabean, kepada mahasiswa dan
pelajar, Sarjana Hukum, dan Rakyat Indonesia yang telah melakukan upaya kepadanya.
Pertemuan selesai, Sersan KKO Usman memberikan aba-aba, dan keduanya memberi hormat

Menjalani Hukuman Mati


Pada saat ketiga pejabat Indonesia meninggalkan penjara Changi, Usman danHarun kembali
masuk penjara, tempat yang tertutup dari keramaian dunia.Usman dan Harun termasuk orang-
orang yang teguh terhadap agama. Mereka berdua adalah pemeluk agama Islam yang saleh.
Di alam yang sepi itu menambah hati mereka semakin dekat dengan pencipta-Nya. Karena itu
empat tahun dapat mereka lalui dengan tenang. Mereka selalu dapat tidur dengan nyenyaknya
walaupun pelaksanaan hukuman mati semakin dekat.
Pemerintah dan rakyat Indonesia mengenang kembali perjuangan kedua pemuda ini dan
dengan keharuan ikut merasakan akan nasib yang menimpa mereka.Sedangkan Usman dan
Harun dengan tenang menghuni penjara Changi yang sepi dan suram itu. Mereka menghuni
ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tembok, sedangkan di luar para petugas terus
mengawasi dengan ketat. Usman dan Harun yang penuh dengan iman dan taqwa dan
semangat juang yang telah ditempa oleh Korpsnya KKO AL menambah modal besar untuk
memberikan ketenangan dalam diri mereka yang akan menghadapi maut.
Di penjara Changi, pada hari itu udara masih sangat dingin suasana mencekam,tetapi dalam
penjara Changi kelihatan sibuk sekali. Petugas penjara sejak sore sudah berjaga-jaga, dan
pada hari itu tampak lebih sibuk lagi. Di sebuah ruangan kecil dengan terali-terali besi
rangkap dua Usman dan Harun benar-benar tidur dengan pulasnya. Meskipun pada hari itu
mereka akan menghadapi maut, namun kedua prajurit itu merasa tidak gentar bahkan
khawatir pun tidak. Dengan penuh tawakal dan keberanian luar biasa mereka akan
menghadapi tali gantungan.Sikap kukuh dan tabah ini tercermin dalam surat-surat yang
mereka tulis pada tanggal 16 Oktober 1968, yang tetap melambangkan ketegaran jiwa dan
menerima hukuman dengan gagah berani.
Betapa tabahnya mereka menghadapi kematian, hal in dapat dilihat dari surat-surat mereka
yang dikirimkan kepadakeluarganya.
Sebagian Surat Usman yang berbunyi sebagai berikut:
Berhubung tuduhan dinda yang bersangkutan maka perlu anak anda menghaturkan berita
duka kepangkuan Bunda sekeluarga semua di sini bahwa pelaksanaan hukuman mati ke atas
anakanda telah diputuskan pada 17 Oktober 1968, hari Kamis 24 Rajab 1388.
Sebagian isi surat dari Harun sebagai berikut:
Bersama ini adindamu menyampaikan berita yang sangat mengharukan seisi kaum keluarga
di sana itu ialah pada 14-10-1968 jam 10.00 pagi waktu Singapura rayuan adinda tetap akan
menerima hukuman gantungan sampai mati.

Menghadapi Tiang Gantungan


Pukul 05.00 subuh kedua tawanan itu dibangunkan oleh petugas penjara,kemudian disuruh
sembahyang menurut agamanya masing-masing. Sebenarnya tanpa diperintah ataupun
dibangunkan Usman dan Harun setiap waktu tidak pernah melupakan kewajibannya untuk
bersujud kepadaTuhan Yang Maha Esa. Karena sejak kecil kedua pemuda itu sudah diajar
masalah keagamaan dengan matang. Setelah melakukan sembahyang Usman dan Harun
dengan tangan diborgol dibawa oleh petugas ke kamar kesehatan untuk dibius. Dalam
keadaan terbius dan tidak sadar masing-masing urat nadinya dipotong oleh dokter tersebut,
sehingga mereka berdua lumpuh sama sekali. Dalam keadaan, lumpuh dan tangan tetap
diborgol, Usman dan Harun dibawa petugas menuju ke tiang gantungan.Tepat pukul 06.00
pagi hari Kamis tanggal 17 Oktober 1968 tali gantungan dikalungkan ke leher Usman dan
harun.
Pada waktu itu pula seluruh rakyat Indonesia yang mengetahui bahwa kedua prajurit
Indonesia digantung batang lehernya tanpa mengingat segi-segi kemanusiaan menundukkan
kepala sebagai tanda berkabung. Kemudian mereka menengadah berdoa kepada Illahi
semoga arwah kedua prajurit Indonesia itu mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya.
Mereka telah terjerat di ujung tali gantungan di negeri orang, jauh dari sanak keluarga, negara
dan bangsanya. Mereka pergi untuk selama-lamanya demi kejayaan Negara, Bangsa dan
Tanah Air tercinta. Eksekusi telah selesai, Usman dan Harun telah terbujur, terpisah nyawa
dari jasadnya. Kemudian pejabat penjara Changi keluar menyampaikan berita kepada para
wartawan yang telah menanti dan tekun mengikuti peristiwa ini, bahwa hukuman telah
dilaksanakan. Dengan sekejap itu pula tersiar berita ke seluruh penjuru dunia menghiasi
lembaran mass media sebagai pengumuman terhadap dunia atas terlaksananya hukuman
gantungan terhadap Usman danHarun.
Bendera Merah Putih telah dikibarkan setengah tiang sebagai tanda berkabung. Sedangkan
masyarakat Indonesia yang berada di Singapura berbondong-bondong datang membanjiri
Kantor Perwakilan Indonesia dengan membawa karangan bunga sebagai tanda kehormatan
terakhir terhadap kedua prajuritnya. Begitu mendapat berita pelaksanaan eksekusi,
Pemerintah Indonesia mengirim Dr. Ghafur dengan empat pegawai Kedutaan Besar RI ke
penjara Changi untuk menerima kedua jenazah itu dan untuk dibawa ke Gedung Kedutaan
Besar RI untuk disemayamkan. Akan tetapi kedua jenazah belum boleh dikeluarkan dari
penjara sebelum dimasukkan ke dalam peti dan menunggu perintah selanjutnya dari
Pemerintah Singapura.
Pemerintah Indonesia mendatangkan lima Ulama untuk mengurus kedua jenazah di dalam
penjara Changi. Setelah jenazah dimasukkan ke dalam peti, Pemerintah Singapura tidak
mengizinkan Bendera Merah Putih yang dikirimkan Pemerintah Indonesia untuk
diselubungkan pada peti jenazah kedua Pahlawan tersebut pada saat masih di dalam penjara.
Pukul 10.30 kedua jenzah baru diizinkan dibawa ke Kedutaan Besar RI.

Mendapat penghormatan terakhir dan Anugerah dari Pemerintah


Setelah mendapatkan penghormatan terakhir dari masya rakat Indonesia di KBRI, pukul
14.00 jenazah diberangkatkan ke lapangan terbang di mana telah menunggu pesawat TNI-AU
yang akan membawa ke Tanah Air. Pada hari itu Presiden Suharto sedang berada di Pontianak
meninjau daerah Kalimantan Barat yang masih mendapat gangguan dari gerombolan PGRS
dan Paraku. Waktu Presiden diberitahukan bahwa Pemerintah Singapura telah melaksanakan
hukuman gantung terhadap Usman dan Harun, maka Presiden Suharto menyatakan kedua
prajurit KKO-AL itu sebagai Pahlawan Nasional.
Pada pukul 14.35 pesawat TNI-AU yang khusus dikirim dari Jakarta meninggalkan lapangan
terbang Changi membawa kedua jenazah yang telah diselimuti oleh dua buah bendera Merah
Putih yang dibawa dari Jakarta. Padahari itu juga, tanggal 17 Oktober 1968 kedua Pahlawan
Usman dan Harun telah tiba di Tanah Air. Puluhan ribu, bahkan ratusan ribu rakyat Indonesia
menjemput kedatangannya dengan penuh haru dan cucuran air mata. Sepanjang jalan antara
Kemayoran, Merdeka Barat penuh berjejal manusia yang ingin melihat kedatangan kedua
pahlawannya, pahlawan yang membela kejayaan Negara, Bangsa dan Tanah Air.
Setibanya di lapangan terbang Kemayoran kedua jenazah Pahlawan itu diterima oleh
Panglima Angkatan Laut Laksamana TNI R. Muljadi dan seterusnya disemayamkan di Aula
Hankam Jalan Merdeka Barat sebelum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata.Pada upacara penyerahan kedua jenazah Pahlawan ini menimbulkan suasana yang
mengharukan. Di samping kesedihan yang meliputi wajah masyarakat yang menghadiri
upacara tersebut, di dalam hati mereka tersimpan kemarahan yang tak terhingga atas
perlakuan negara tetangga yang sebelumnya telah mereka anggap sebagai sahabat baik.
Pada barisan paling depan terdiri dari barisan Korps Musik KKO-AL yang memperdengarkan
musik sedih lagu gugur bunga, kemudian disusul dengan barisan karangan bunga. Kedua peti
jenazah tertutup dengan bendera Merah Putih yang ditaburi bunga di atasnya. Kedua peti ini
didasarkan kepada Inspektur Upacara Laksamana TNI R. Mulyadi yang kemudian diserahkan
kepada Kas Hankam Letjen TNI Kartakusumah di Aula Hankam. Di belakang peti turut
mengiringi Brigjen TNI Tjokropranolo dan Kuasa UsahaRI untuk Singapura Letkol M. Ramli
yang langsung mengantar jenazah Usman dan Harun dari Singapura. Suasana tambah
mengharukan dalam upacara ini karena baik BrigjenTjokropranolomaupun Laksamana R.
Muljadi kelihatan meneteskan air mata.
Malam harinya, setelah disemayamkan di Aula Hankam mendapat penghormatan terakhir
dari pejabat-pejabat Pemerintah, baik militer maupun sipil. Jenderal TNI Nasution kelihatan
bersama pengunjung melakukan sembahyang dan beliau menunggui jenazah Usman dan
Harun sampai larut malam. Tepat pukul 13.00 siang, sesudah sembahyang Jumat, kedua
jenazah diberangkatkan dari Aula Hankam menuju ke tempat peristirahatan yang terakhir.
Jalan yang dilalui iringan ini dimulai Jalan Merdeka Barat, Jalan M.H. Thamrin, Jalan
Jenderal Sudirman, Jalan Gatot Subroto, Jalan PasarMinggu dan akhirnya sampai Kalibata.
Sepanjang jalan yang dilalui antara Merdeka Barat dan Kalibata, puluhan ribu rakyat berjejal
menundukkan kepala sebagai penghormatan terakhir diberikan kepada kedua Pahlawannya.
Turut mengiringi dan mengantar kedua jenazah ini, pihak kedua keluarga, para Menteri
Kabinet Pembangunan. Laksamana R. Muljadi, Letjen Kartakusumah, Perwira-perwin Tinggi
ABRI, Korps Diplomatik, Ormas dan Orpol, dan tidak ketinggalan para pemudadan pelajar
serta masyarakat. Upacara pemakaman ini berjalan dengan penuh khidmat dan mengharukan.
Bertindak sebagai Inspektur Upacara adalah Letjen Sarbini. Atas nama Pemerintah Letjen
Sarbini menyerahkan kedua jasad Pahlawan ini kepada Ibu Pertiwi dan dengan diiringi doa
semoga arwahnya dapat diberikan tempat yang layak sesuai dengan amal bhaktinya.
Dengan didahului tembakan salvo oleh pasukan khusus dari keempat angkatan, peti jenazah
diturunkan dengan perlahan-lahan ke liang lahat. Suasana bertambah haru setelah
diperdengarkan lagu Gugur Bunga. Pengorbanan dan jasa yang disumbangkan oleh Usman
dan Harun terhadap Negara dan Bangsa maka Pemerintah telah menaikkan pangkat mereka
satu tingkat lebih tinggi yaitu Usmar alias Janatin bin Haji Muhammad Ali menjadi Sersan
Anumerta KKO dan Harun alias Tohir bin Mandar menjadi Kopral Anumerta KKO. Sebagai
penghargaan Pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan BintangSakti dan diangkat
sebagai Pahlawan Nasional.
(Copyright by : Korps Marinir via blog Om Mimbar)
Usman Janatin bin H. Ali Hasan (lahir di Dukuh Tawangsari, Desa Jatisaba, Kecamatan
Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 18 Maret 1943 meninggal di Singapura,
17 Oktober 1968 pada umur 25 tahun) adalah salah satu dari dua anggota KKO (Korps
Komando Operasi; kini disebut Marinir) Indonesia yang ditangkap di Singapura pada saat
terjadinya Konfrontasi dengan Malaysia.
Tohir bin Said. (Lahir di Pulau Bawean tanggal 4 April 1943): Anak ketiga dari Pak Mandar
dengan ibu Aswiyani, yang kemudian terkenal menjadi Pahlawan Nasional dengan nama
Harun.

Anda mungkin juga menyukai