TUBERCULOSIS
Disusun oleh :
NIM : 1610057
SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Menurut World
Health Organization (WHO), insidens TB pada tahun 2008 adalah 9,4 juta dan 3,6 juta di
antaranya menginfeksi wanita. TB merupakan salah satu penyebab terbesar kematian pada
wanita, yaitu sekitar 700.000 kematian setiap tahun, dan sepertiga dari kematian tersebut
terjadi pada wanita usia subur. Suatu penelitian lain yang dilakukan di UK pada tahun 2008,
insidens TB pada kehamilan adalah 4,2 per 100.000 kehamilan. TB pada kehamilan dapat
bermanifestasi sebagai TB pulmoner dan TB ekstrapulmoner. Pada 2 penelitian yang
dilakukan di UK, 53% dan 77% dari wanita hamil dilaporkan mengalami TB ekstrapulmoner.
Periode prenatal dengan jadwal pemeriksaan berkala yang telah ditetapkan oleh WHO
memberi kesempatan untuk membantu usaha ini dengan melakukan pemeriksaan dan
pengobatan, terutama pada perempuan hamil yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi
penyakit ini. Pada perempuan hamil TB memberi pengaruh pada kehamilan dan janin terkait
dengan keterlambatan pengobatan. Lebih dari 90% perempuan hamil dengan TB aktif muncul
dari populasi perempuan hamil dengan infeksi tuberkulosis yang tidak diobati. Mortalitas
perinatal pada perempuan hamil yang menderita TB enam kali lebih tinggi jika dibandingkan
kontrol dengan insidens prematuritas dan berat badan lahir rendah meningkat dua kali lipat.
Diagnosis dan pengobatan yang terlambat berhubungan dengan meningkatnya morbiditas ibu
empat kali lebih tinggi.
Pada masa sebelum ditemukannya kemoterapi, didapatkan kematian sampai 70% disebabkan
oleh TBC pada wanita usia reproduksi. Setelah kemoterapi ditemukan insidens TBC
meningkat kembali, hal ini dikarenakan timbulnya bermacam-macam faktor, salah satunya
infeksi human immunodeficiency viral (HIV). TBC pada kehamilan mempunyai gejala klinis
yang serupa dengan TBC perempuan tidak hamil. Diagnosis mungkin ditegakkan terlambat
karena gejala awal yang tidak khas. Keluhan yang sering ditemukan batuk, demam, malaise,
penurunan berat badan dan hemoptisis.
Pemeriksaan penunjang dalam hal ini pemeriksaan uji tuberkulin diikuti oleh foto toraks
merupakan pemeriksaan yang dianjurkan pada kelompok TBC risiko tinggi. Faktor lain yang
berperan adalah pemberian regimen terapi yang tepat. Risiko yang dihadapi oleh ibu dan
janin lebih besar bila tidak mendapatkan pengobatan TBC dibandingkan risiko pengobatan itu
sendiri.
Pemberian regimen kemoterapi yang tepat dan adekuat akan memperbaiki kualitas hidup ibu,
mengurangi efek samping obat anti tuberculosis (OAT) terhadap janin dan mencegah infeksi
yang terjadi pada bayi yang baru lahir.
1.2. Tujuan
Mahasiswa mampu memahami dan menyusun Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan TB
Paru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium
tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah karena
sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, sedangkan batuk
darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. Darah atau dahak
berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari
glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah
tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi.
2.2. ETIOLOGI
1. IBU
Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa
jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama
kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
2. JANIN
Tuberkulosis dapat ditularkan baik melalui plasenta di dalam rahim, menghirup atau menelan
cairan yang terinfeksi saat kelahiran, atau menghirup udara yang mengandung kuman TBC
setelah lahir.
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan
keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi
ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan
fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput
otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi,
kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada
samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi
kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia
reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut
mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.
Harold Oster MD,2007 mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan
memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi
endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk
memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada.
Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih
dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan kehamilan dan
tidak perlu melakukan aborsi.
2. Efek tuberculosis terhadap janin
Menurut Oster,2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko
terhadap janin.Untuk meminimalisasi risiko, biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman
bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga
menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan
perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami
masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C
Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan
hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil
konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami
tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi
dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah
(<2500 )
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan
janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi
cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati
pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan
rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum
jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.
Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. Karena
itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari
langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap.
Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama selama beberapa
tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di
lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang
penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.
Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan
tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk.
Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen
(foto torak). Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.
Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat kuman
5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak akan
terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat
mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian
dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes
untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon lebih baik
dari tuberkulin tes.
Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana beratnya
infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita hamil dilakukan
melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium (apakah ditemukan
BTA?), serta uji tuberkulin.
Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan
sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji
tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka
ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi
infeksi TB, atau terjadi anergi.
Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran TB
pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika
hasil BTA-nya negatif.
Sebelum kehamilan perlu diberi konseling ,engenai pengaruh kehamilan dan TBC, serta
pengobatan. Adanya TBC tidak merupakan indikasi untuk melakukan abortus. Pengobatan
TBC dengan isoniazid, rifampisin, etambutol, dan pirazinamid tidak merupakan
kontraindikasi pada kehamilan. Pengobatan TBC dengan amino-glikosida (streptomisin)
merupakan kontraindikasi pada kehamilan karena dapat menyebabkan ototoksik pada janin.
Pengobatan TBC dalam kehamilan menurut rekomendasi WHO adalah dengan pemberian 4
regimen kombinasi isoniazid, rifampisin, etambutol, dan pirazinamid selama 6 bulan , cara
pengobatan sama dengan yang tidak hamil. Dapat juga diberikan 3 regimen kombinasi,
isoniazid, rifampisin, etambutol selama 9 bulan. Angka kesembuhan 90% pada pengobatan
selama 6 bulan directly observed theraphy (DOT) pada infeksi baru.
Saat persalinan mungkin diperlukan pemberian oksigen yang adekuat dan cara persalinan
sesuai indikasi obstetrik. Pemakaian masker dan ruangan isolasi diperlukan untuk mencegah
penularan. Pemberian ASI tidak merupakan kontraindikasi meskipun ibu mendapatkan obat
anti-TBC. Perlu diberikan vaksinasi BCG setelah profilaksis dengan ibu dengan isoniazid
10mg/kg/hari pada bayi dari ibu dengan tuberculosis.
2.4. MANIFESTASI
1. IBU :
2. BAYI
D. ORGAN
2.5. PATOFISIOLOGI
1.Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima tahun pertama setelah terjadi
infeksi basil TB untuk pertama kalinya (infeksi primer) (STYBLO,1978 dikutip oleh
Danusantoso,2000:102).
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi
droplet dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1- 2 jam.
Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini dapat terhisap oleh orang sehat ia akan menempel pada jalan napas
atau paru-paru. Bila menetap di jarigan paru, akan tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang
tuberkulosa pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer dan dapat terjadi di
semua bagian jaringan paru.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional) yang
menyebabkan terjadinya kompleks primer.
Adalah kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-primer).
Hal ini dipengaruhi penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk. Tuberkulosis
pasca primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau
efusi pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini di regio atas paru-paru.
Sarang dini ini awalnya juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Tergantung dari jenis kuman,
virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi :
Dalam perawatan pasien hamil dengan TB perawat harus mampu memberikan pendidikan
pada pasien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan pencegahannya, tentang
pengobatan yang diberikan dan efek sampingnya, serta hal yang mungkin terjadi jika
penyakit TB tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pasien dan keluarga harus tahu
system pelayanan pengobatan TB sehingga pasien tidak mengalami drop out selama
pengobatan dimana keluarga berperan sebagai pengawas minum obat bagi pasien. Pemantuan
kesehatan ibu dan janin harus selalu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
mungkin terjadi akibat TB.
Perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan anemia sangat penting dilakukan untuk
mencegah keparahan TB dan meminimalkan efek yang timbul terhadap janin.
2.6. PENCEGAHAN PENULARAN TBC
Pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan pasien penting diberikan untuk
menghindari penyebaran penyakit lebih luas.
1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis. Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia
gambaran radiologis adalah berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak
tegas. Bila telah berlanjut, bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya jadi lebih jelas.
Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat akan terlihat bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini
dikenal dengan nema tuberkuloma.
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada
tuberkulosa lebih lanjut) seperti infiltrat + garis-garis fibrotik + klasifikasi + kavitas
(sklerotik/nonsklerotik). Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh,
sehingga dikatakan tuberkulosis is the greatest imitator(Bahar, 1996:719)
1. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah yang diperiksa adalah jumlah leukosit dan limfosit yang meningkat
pada saat tuberkulosis mulai (aktif). Pada pemeriksaan Laju Endap Darah mengalami
peningkatan, tapi Laju Endap Daanh yang normal bukan berarti menyingkirkan adanya
proses tuberkulosis. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit mulai normal dan jumlah
limfosit masih tetap tinggi dan Laju Endap Darah mulai turun ke arah normal lagi
(Bahar,1996:719).
2. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA diagnosis
tuberkulosis sudah bisa dipastikan. Penemuan adanya BTA pada dahak, bilasan bronkus,
bilasan lambung cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting untuk mendiagnosa
TBC paru.
Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak
sewaktu berkunjung hari kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif. Bila satu pisitif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang
kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif, sedangkan bila tiga kali negatif dikatakan mikroskopik BTA
negatif. Untuk memastikan jenis kuman yang menginfeksi perlu diakukan pemeriksaan
biakan/kultur kuman atau biakan yang diambil (Depkes RI,1998).
3. Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc tuberkulin PPD (Purified
Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara
antibody dan antigen tuberkulin.
Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg positif (99,8%)
Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada positif palsu
(Bahar,1996:721).
Rifampisin (Kanamycin)
INH
Etambutol (cycloserine)
vitamin B6 (piridoksin),100mg perhari
Tipe infeksinya
Kecukupan dosis
Jangka lama pengobatannya (Terapi jangka panjang, mungkin bisa 24 bulan)
Ketepatan memilih kombinasi obat
Evaluasi tidakan yang telah diberikan. Jika keadaan klien mulai membaik, hentikan tindakan.
Sebaliknya, jika keadaan klien memburuk, intervensi harus mengalami perubahan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Carpenitto, L.J.(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa, Monica Ester.
Ed.8.Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth.J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa, Brahm.U.Pendit. Jakarta :
EGC.
Depkes RI. (1998).Buku Pedoman Kader Kesehatan Paru. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. (2001).Panduan Pengawas Menelan Obat TBC. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&taks=viewarticle&sid=407&itemid=2. (23
Juli 2005).