Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN

TUBERCULOSIS

Disusun oleh :

Nama : Maria Rerebain

NIM : 1610057

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ARTHA BODHI ISWARA

SURABAYA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Menurut World
Health Organization (WHO), insidens TB pada tahun 2008 adalah 9,4 juta dan 3,6 juta di
antaranya menginfeksi wanita. TB merupakan salah satu penyebab terbesar kematian pada
wanita, yaitu sekitar 700.000 kematian setiap tahun, dan sepertiga dari kematian tersebut
terjadi pada wanita usia subur. Suatu penelitian lain yang dilakukan di UK pada tahun 2008,
insidens TB pada kehamilan adalah 4,2 per 100.000 kehamilan. TB pada kehamilan dapat
bermanifestasi sebagai TB pulmoner dan TB ekstrapulmoner. Pada 2 penelitian yang
dilakukan di UK, 53% dan 77% dari wanita hamil dilaporkan mengalami TB ekstrapulmoner.

Indonesia belum mempunyai data prevalensi TB pada perempuan hamil. Di poliklinik


tuberkulosis Persatuan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) tahun 2006 dan 2007
terdapat 0,2% perempuan hamil yang mengidap TB. Angka tersebut sebanding dengan
prevalensi TB pada masyarakat umum. Untuk itu diasumsikan bahwa penyebaran TB pada
perempuan hamil minimal tidak berbeda dengan sebaran di kalangan masyarakat. Oleh
karena itu usaha penapisan seharusnya dapat dilakukan pada populasi perempuan hamil
mengingat risiko yang lebih tinggi yang akan didapat oleh ibu dan janin.

Periode prenatal dengan jadwal pemeriksaan berkala yang telah ditetapkan oleh WHO
memberi kesempatan untuk membantu usaha ini dengan melakukan pemeriksaan dan
pengobatan, terutama pada perempuan hamil yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi
penyakit ini. Pada perempuan hamil TB memberi pengaruh pada kehamilan dan janin terkait
dengan keterlambatan pengobatan. Lebih dari 90% perempuan hamil dengan TB aktif muncul
dari populasi perempuan hamil dengan infeksi tuberkulosis yang tidak diobati. Mortalitas
perinatal pada perempuan hamil yang menderita TB enam kali lebih tinggi jika dibandingkan
kontrol dengan insidens prematuritas dan berat badan lahir rendah meningkat dua kali lipat.
Diagnosis dan pengobatan yang terlambat berhubungan dengan meningkatnya morbiditas ibu
empat kali lebih tinggi.
Pada masa sebelum ditemukannya kemoterapi, didapatkan kematian sampai 70% disebabkan
oleh TBC pada wanita usia reproduksi. Setelah kemoterapi ditemukan insidens TBC
meningkat kembali, hal ini dikarenakan timbulnya bermacam-macam faktor, salah satunya
infeksi human immunodeficiency viral (HIV). TBC pada kehamilan mempunyai gejala klinis
yang serupa dengan TBC perempuan tidak hamil. Diagnosis mungkin ditegakkan terlambat
karena gejala awal yang tidak khas. Keluhan yang sering ditemukan batuk, demam, malaise,
penurunan berat badan dan hemoptisis.

Pemeriksaan penunjang dalam hal ini pemeriksaan uji tuberkulin diikuti oleh foto toraks
merupakan pemeriksaan yang dianjurkan pada kelompok TBC risiko tinggi. Faktor lain yang
berperan adalah pemberian regimen terapi yang tepat. Risiko yang dihadapi oleh ibu dan
janin lebih besar bila tidak mendapatkan pengobatan TBC dibandingkan risiko pengobatan itu
sendiri.

Pemberian regimen kemoterapi yang tepat dan adekuat akan memperbaiki kualitas hidup ibu,
mengurangi efek samping obat anti tuberculosis (OAT) terhadap janin dan mencegah infeksi
yang terjadi pada bayi yang baru lahir.

1.2. Tujuan

1.2. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami dan menyusun Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan TB
Paru

1.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui Defenisi Tb pada ibu hamil


2. Memahami Etiologi Tb pada hamil
3. Memahami Tuberkolosis pada kehamilan
4. Memahami Manifestasi Tb pada ibu hamil
5. Memahami Patosifiologi Tb pada ibu hamil
6. Memahami Pencegahan pengetahuan Tb pada ibu hamil
7. Mengetahui Pemeriksaan penunjang Tb pada ibu hamil
8. Memahami Pemeriksaan Laboratorium

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium
tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah karena
sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, sedangkan batuk
darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. Darah atau dahak
berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari
glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah
tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi.

2.2. ETIOLOGI

1. IBU

Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa
jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama
kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

2. JANIN

Tuberkulosis dapat ditularkan baik melalui plasenta di dalam rahim, menghirup atau menelan
cairan yang terinfeksi saat kelahiran, atau menghirup udara yang mengandung kuman TBC
setelah lahir.

2.3. TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN

1. Efek tuberculosis terhadap kehamilan


Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor
tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Lebih dari 50 persen
kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada tahun 1989 sampai 1990 diketahui
4.300 wanita hamil,150 diantaranya adalah pengidap TB paru .

Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan
keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi
ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan
fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.

Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.

Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan


factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB.

Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat


kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut
pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil
dengan TB.

Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput
otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi,
kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada
samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi
kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia
reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut
mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.

Harold Oster MD,2007 mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan
memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi
endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk
memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada.
Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih
dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan kehamilan dan
tidak perlu melakukan aborsi.
2. Efek tuberculosis terhadap janin

Menurut Oster,2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko
terhadap janin.Untuk meminimalisasi risiko, biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman
bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga
menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan
perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami
masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C
Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan
hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil
konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami
tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi
dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah
(<2500 )

Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan
janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi
cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati
pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan
rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum
jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

3. Tes Diagnosis TB pada Kehamilan

Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. Karena
itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari
langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap.

Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama selama beberapa
tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di
lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang
penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.

Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan
tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk.
Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen
(foto torak). Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.
Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat kuman
5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak akan
terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat
mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian
dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes
untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon lebih baik
dari tuberkulin tes.

Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana beratnya
infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita hamil dilakukan
melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium (apakah ditemukan
BTA?), serta uji tuberkulin.

Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan
sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji
tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka
ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi
infeksi TB, atau terjadi anergi.

Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran TB
pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika
hasil BTA-nya negatif.

4. Penatalaksanaan medis pada Kehamilan dengan TB

Sebelum kehamilan perlu diberi konseling ,engenai pengaruh kehamilan dan TBC, serta
pengobatan. Adanya TBC tidak merupakan indikasi untuk melakukan abortus. Pengobatan
TBC dengan isoniazid, rifampisin, etambutol, dan pirazinamid tidak merupakan
kontraindikasi pada kehamilan. Pengobatan TBC dengan amino-glikosida (streptomisin)
merupakan kontraindikasi pada kehamilan karena dapat menyebabkan ototoksik pada janin.
Pengobatan TBC dalam kehamilan menurut rekomendasi WHO adalah dengan pemberian 4
regimen kombinasi isoniazid, rifampisin, etambutol, dan pirazinamid selama 6 bulan , cara
pengobatan sama dengan yang tidak hamil. Dapat juga diberikan 3 regimen kombinasi,
isoniazid, rifampisin, etambutol selama 9 bulan. Angka kesembuhan 90% pada pengobatan
selama 6 bulan directly observed theraphy (DOT) pada infeksi baru.
Saat persalinan mungkin diperlukan pemberian oksigen yang adekuat dan cara persalinan
sesuai indikasi obstetrik. Pemakaian masker dan ruangan isolasi diperlukan untuk mencegah
penularan. Pemberian ASI tidak merupakan kontraindikasi meskipun ibu mendapatkan obat
anti-TBC. Perlu diberikan vaksinasi BCG setelah profilaksis dengan ibu dengan isoniazid
10mg/kg/hari pada bayi dari ibu dengan tuberculosis.

Langkah penanganan TBC pada kehamilan !

Sebelum Konseling mengenai pengaruh kehamilan dan TBC serta


kehamilan pengobatan
Pemeriksaan penyaring tuberkulosis pada populasi risiko tinggi
Perbaikan keadaan umum (gizi, anemia)
Selama Tuberculosis bukan merupakan indikasi untuk melakukan
kehamilan pengguguran kandungan
Pengobatan dengan regimen kombinasi dapat segera dimulai
begitu diagnosis ditegakkan
Antenatal care dilakukan seperti biasa, dianjurkan pasien
datang paling awal atau paling akhir untuk mencegah penularan
pada orang di sekitarnya
Selama Persalinan dapat berlangsung seperti biasa. Penderita diberi
persalinan masker untuk menutupi hidung dan mulutnya agar tidak terjadi
penyebaran kuman kesekitarnya
Pemberian oksigen adekuat
Tindakan pencegahan infeksi (kewaspadaan universal)
Ekstraksi vakum/forcep bila ada indikasi obstetrik
Sebaiknya persalinan dilakukan diruang isolasi, cegah
pendarahan pasca persalinan dengan uterotonika
Pasca Observasi 6-8 jam kemudian penderita dapat langsung
persalinan dipulangkan
Bila tidak mungkin dipulangkan, penderita harus dirawat
diruang isolasi
Perawatan bayi harus dipisahkan dari ibunya sampai tidak
terlihat tanda proses aktif lagi (dibuktikan dengan pemeriksaan
sputum sebanyak 3 kali dengan hasil selalu negatif)
Pemberian ASI tidak merupakan kontraindikasi meskipun ibu
mendapatkan OAT
Profilaksis neonatus dengan isoniazid 10mg/kg/hari dan
vaksinasi BCG
Selama Tuberculosis bukan merupakan indikasi untuk melakukan
kehamilan pengguguran kandungan
Pengobatan dengan regimen kombinasi dapat segera dimulai
begitu diagnosis ditegakkan
Antenatal care dilakukan seperti biasa, dianjurkan pasien
datang paling awal atau paling akhir untuk mencegah penularan
pada orang di sekitarnya
Selama Persalinan dapat berlangsung seperti biasa. Penderita diberi
persalinan masker untuk menutupi hidung dan mulutnya agar tidak terjadi
penyebaran kuman kesekitarnya
Pemberian oksigen adekuat
Tindakan pencegahan infeksi (kewaspadaan universal)
Ekstraksi vakum/forcep bila ada indikasi obstetrik
Sebaiknya persalinan dilakukan diruang isolasi, cegah
pendarahan pasca persalinan dengan uterotonika
Pasca Observasi 6-8 jam kemudian penderita dapat langsung
persalinan dipulangkan
Bila tidak mungkin dipulangkan, penderita harus dirawat
diruang isolasi
Perawatan bayi harus dipisahkan dari ibunya sampai tidak
terlihat tanda proses aktif lagi (dibuktikan dengan pemeriksaan
sputum sebanyak 3 kali dengan hasil selalu negatif)
Pemberian ASI tidak merupakan kontraindikasi meskipun ibu
mendapatkan OAT
Profilaksis neonatus dengan isoniazid 10mg/kg/hari dan
vaksinasi BCG

2.4. MANIFESTASI

1. IBU :

a. Demam ringan, berkeringat waktu malam.


b. Sakit kepala
c. Takikardi
d. Anoreksia
e. Penurunan berat badan
f. Malaise
g. Keletihan
h. Nyeri otot
i. Batuk: pada awal non produktif
j. Sputum bercampur darah
k. Sputum mukopurulen
l. Krekels/rales di atas apeks paru

2. BAYI

Abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB


dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB
congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur,
gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital
sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

D. ORGAN

Organ yang biasa terinfeksi :

Paru-paru (paling banyak)


otak
tulang
liver
ginjal

2.5. PATOFISIOLOGI

1.Tuberkulosis Primer

Tuberkulosis primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima tahun pertama setelah terjadi
infeksi basil TB untuk pertama kalinya (infeksi primer) (STYBLO,1978 dikutip oleh
Danusantoso,2000:102).

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi
droplet dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1- 2 jam.
Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini dapat terhisap oleh orang sehat ia akan menempel pada jalan napas
atau paru-paru. Bila menetap di jarigan paru, akan tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang
tuberkulosa pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer dan dapat terjadi di
semua bagian jaringan paru.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional) yang
menyebabkan terjadinya kompleks primer.

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.


b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (kerusakan jaringan paru).
c. Berkomplikasi dan menyebar secara :
1. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
2. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
3. Secara linfogen, ke organ tubuh lainnya.
4. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya (Bahar, 1999:716)

2. Tuberkulosis Post-Primer (Sekunder)

Adalah kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-primer).
Hal ini dipengaruhi penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk. Tuberkulosis
pasca primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau
efusi pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini di regio atas paru-paru.
Sarang dini ini awalnya juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Tergantung dari jenis kuman,
virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi :

a. Diresorbsi kembali tanpa menimbulkan cacat


b. Sarang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sembuhan jaringan
fibrosis
c. Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek
membentuk jaringan keju
d. Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat penyakit ini dapat berkembang biak dan
merusak jaringan paru lain atau menyebar ke organ tubuh lain (Bahar, 1999:716)

1. Peran Perawat dalam Kehamilan dengan TB

Dalam perawatan pasien hamil dengan TB perawat harus mampu memberikan pendidikan
pada pasien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan pencegahannya, tentang
pengobatan yang diberikan dan efek sampingnya, serta hal yang mungkin terjadi jika
penyakit TB tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pasien dan keluarga harus tahu
system pelayanan pengobatan TB sehingga pasien tidak mengalami drop out selama
pengobatan dimana keluarga berperan sebagai pengawas minum obat bagi pasien. Pemantuan
kesehatan ibu dan janin harus selalu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
mungkin terjadi akibat TB.

Perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan anemia sangat penting dilakukan untuk
mencegah keparahan TB dan meminimalkan efek yang timbul terhadap janin.
2.6. PENCEGAHAN PENULARAN TBC

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

Menutup mulut bila batuk.


Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah tertutup yang
diberi lysol 5% atau kaleng yang berisi pasir 1/3 dan diberi lysol.
Makan makanan bergizi.
Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita.
Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik.
Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI,1998).
Bagi para ibu yang sudah terkena TBC dan akan Memiliki buah hati, lebih baiknya
mengobati terlebih dahulu TB nya sehingga mengurangi adanya faktor resiko untuk
janin. Namun jika sudah terlanjur, harus lebih tanggap dan rajin kontrol ke pihak
medis. Serta teratur minum obatyang sesuai resep dokter.

Pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan pasien penting diberikan untuk
menghindari penyebaran penyakit lebih luas.

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis. Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia
gambaran radiologis adalah berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak
tegas. Bila telah berlanjut, bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya jadi lebih jelas.
Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat akan terlihat bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini
dikenal dengan nema tuberkuloma.

Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada
tuberkulosa lebih lanjut) seperti infiltrat + garis-garis fibrotik + klasifikasi + kavitas
(sklerotik/nonsklerotik). Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh,
sehingga dikatakan tuberkulosis is the greatest imitator(Bahar, 1996:719)

Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan gambarang yang bermacam-macam dan tidak


dapat dijadikan gambaran diagnostik yang absolut dari tuberkulosis (www.kompas.com).
2.8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Pemeriksaan Darah

Pada pemeriksaan darah yang diperiksa adalah jumlah leukosit dan limfosit yang meningkat
pada saat tuberkulosis mulai (aktif). Pada pemeriksaan Laju Endap Darah mengalami
peningkatan, tapi Laju Endap Daanh yang normal bukan berarti menyingkirkan adanya
proses tuberkulosis. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit mulai normal dan jumlah
limfosit masih tetap tinggi dan Laju Endap Darah mulai turun ke arah normal lagi
(Bahar,1996:719).

2. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA diagnosis
tuberkulosis sudah bisa dipastikan. Penemuan adanya BTA pada dahak, bilasan bronkus,
bilasan lambung cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting untuk mendiagnosa
TBC paru.

Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak
sewaktu berkunjung hari kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif. Bila satu pisitif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang
kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif, sedangkan bila tiga kali negatif dikatakan mikroskopik BTA
negatif. Untuk memastikan jenis kuman yang menginfeksi perlu diakukan pemeriksaan
biakan/kultur kuman atau biakan yang diambil (Depkes RI,1998).

3. Tes Tuberkulin

Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc tuberkulin PPD (Purified
Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara
antibody dan antigen tuberkulin.

Hasil tes mentoux dibagi dalam :

Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative


Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan
Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positive
Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantoux positif kuat

Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg positif (99,8%)
Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada positif palsu
(Bahar,1996:721).

2.9. TERAPI YANG AMAN DIBERIKAN

Rifampisin (Kanamycin)
INH
Etambutol (cycloserine)
vitamin B6 (piridoksin),100mg perhari

Keefektifannnya tergantung dari:

Tipe infeksinya
Kecukupan dosis
Jangka lama pengobatannya (Terapi jangka panjang, mungkin bisa 24 bulan)
Ketepatan memilih kombinasi obat

2.9. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tak efektif


2. Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan TBC

2.10. PERENCANAAN KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tak efektif B.d


adanya secret
Kelemahan , upaya batuk buruk
Edema tracheal
Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan Adekuat
Intervensi :
Kaji fungsi pernafasan , kecepatan , irama , dan kedalaman serta
penggunaan otot asesoris (TTV)
Pantau Adanya Sianosis
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efekttif
Beri posisi semi/fowler
Beri Air Hangat
Ajarkan Batuk Efektif
Kolaboras pemberian oksigen
Kolaborasi pemberian obat obatan sesuai dengan indikasi

2. Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas B.d


Penurunan permukaan efektif paru , atelektasis
Kerusakan membran alveolar kapiler
Sekret kental , tebal
Edema bronchial
Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan venilasi dan oksigenasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan
Intervensi :
1. Kaji Dipsnea,Takhipnea, menurunnya bunyi nafas ,peningkatan upaya
pernafasan , terbatasnya ekspansi dinding dada , dan kelemahan
2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan atau perubahan pada
warna kulit
3. Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan atau Bantu aktivitas perawatan
diri sesuai kebutuhan
4. Ajarkan teknik distraksi relaksasi
5. Kolaborasi oksigen
6. Posisikan pasien semifouler
7. Kolaborasi pemberian obat-obatan
8. Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk melihat Leokosit,trombit ibu.
9. Lakukan pemeriksaan USG memantau janin ibu
10. Lakukan pemeriksaan rongsen dada

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan B.d


Kelemahan
Sering batuk / produksi sputum
Anorexia
Ketidakcukupan sumber keuangan
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan BB, menunjukkan perubahan perilaku /
pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat
Intervensi :
1. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit , BB, Integrtas
mukosa oral , kemampuan menelan , riwayat mual / muntah atau diare
2. Kaji input output
3. Diet TKTP
4. Pasang infus untuk memenuhi kebutuhan cairan ditubuh
5. Awasi masukan dan pengeluaran dan BB secara periodik
6. Selidiki anorexia , mual , muntah dan catat kemungkinan hhubungan dengan
obat Dorong dan berikan periode stirahat sering.
7. Berikan perwatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan..
8. Kolaborasi ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
9. Beri Makanan Yang Tidak Menimbulkan Mual
10. Beri Makanan Yang Disukai Tanpa Mengganggu Kesehatan Pasien
11. Beri Makanan Sedikit Tetapi Sering
12. Konsul dengan terapi pernafasan untuk jadual pengobatan 1-2 jam sebelum
dan sesudah makan.
13. Beri vitamin B6 (piridoksin),100mg perhari
14. Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk melihat HB ibu.
15. Kolaborasi antipiretik

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan TBC


Berhubungan dengan :
Keterbatasan kognitif
Tak akurat/lengkap informasi yang ada salah interpretasi informasi
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan pengobatan
serta melakukan perubahan pola hidupdan berpartispasi dalam program pengobatan
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk belajar
2. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat
3. Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan det
karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
4. Berikan interuksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk
rujukan.
5. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan
alasan pengobatan lama.
6. Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
7. minum INH
8. Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memula dan kemudian tiap
bulan selama minum etambutol
9. Dorongan pasien/ atau orang terdekat untuk menyatakan takut /
masalah. Jawab pertanyaan dengan benar.
10. Menganjurkan pasien selalu mengontrol ke pihak medis untuk
mengecek baik kesehatan ibu maupun janin
11. Beri penkes kepada keluarga untuk menjadi PMO (Pendamping
Minum Obat)
12. Beri informasi tentang perawatan TB dirumah
13. Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktivasi
2.11. EVALUASI

Evaluasi tidakan yang telah diberikan. Jika keadaan klien mulai membaik, hentikan tindakan.
Sebaliknya, jika keadaan klien memburuk, intervensi harus mengalami perubahan.

KESIMPULAN

Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah


satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar
tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya
serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah
kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang
udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan. Karena prevalensi TBC paru di
Indonesia masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya pada wanita akan tinggi.
Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru. Menurut Prawirohardjo dan Soemarno
(1954), frekuensi bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya, dapat diperkirakan penyakit
ini juga mengalami peningkatan berbanding lurus dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.

Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan


nifas, kecuali penyakitnya tidak terkonrol, berat, dan luas yang wanita hamil yang menderita
TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan disertai sesak napas dan hipoksia. Walaupun
kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang
membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-
paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. TBC paru merupakan
salah satu penyakit yang memerlukan perhatian yang lebih terutama pada seorang wanita
yang sedang hamil, karena penyakit ini dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan
tenang. Karena penyakit paru-paru yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah
bagi ibu, bayi, dan orang-orang disekelilingnya

DAFTAR PUSTAKA

Carpenitto, L.J.(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa, Monica Ester.
Ed.8.Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth.J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa, Brahm.U.Pendit. Jakarta :
EGC.

Danusantoso, Halim.(2000). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.Jakarta : Hipokrates.

Depkes RI. (1998).Buku Pedoman Kader Kesehatan Paru. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. (2001).Panduan Pengawas Menelan Obat TBC. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&taks=viewarticle&sid=407&itemid=2. (23
Juli 2005).

Erawati. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di:


http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/24/jateng/indo26.htm. ( 23 Juli 2005)

Anda mungkin juga menyukai