Anda di halaman 1dari 2

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Susu merupakan pangan yang hampir sempurna, karena mengandung hampir
semua nutrien yang dibutuhkan bagi pertumbuhan manusia. Susu merupakan pangan
pertama dan satu-satunya yang bisa diberikan kepada bayi yang baru dilahirkan.
Seiring dengan berkembangnya domestikasi hewan-hewan ternak penghasil susu,
saat ini susu juga diolah untuk dikonsumsi oleh orang dewasa.
Susu yang paling umum dikonsumsi di Indonesia adalah susu sapi. Tingginya
permintaan akan susu sapi mengharuskan pemerintah Indonesia mengimpor
sebanyak 70% dari permintaan nasional. Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan
pengembangan ternak sumber susu lain untuk mengurangi impor tersebut. Salah satu
jenis susu yang berpotensi untuk dikembangkan adalah susu kambing. Menurut Food
and Agricultural Organization (FAO) (2001) produksi susu kambing dunia
meningkat hingga 58% pada dua dekade yang lalu (1980-1999) yang menunjukkan
potensi susu kambing sebagai salah satu alternatif untuk memenuhi konsumsi susu
sapi, khususnya di Indonesia.
Susu kambing memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan susu sapi,
salah satunya adalah tidak menyebabkan alergi, bahkan dapat membantu
penyembuhan alergi. Susu kambing juga mampu menurunkan total kolesterol dan
fraksi low density lipoprotein (LDL) karena mengandung lebih banyak medium chain
triglyceride (MCT) dibandingkan dengan susu sapi. Kandungan asam amino esensial
pada susu kambing juga lebih tinggi dari susu sapi, selain itu -kasein, -kasein, dan
s2-kasein terkandung lebih banyak dibandingkan susu sapi.
Tingginya kandungan nutrien pada susu, didukung oleh pH yang mendekati
normal dan kadar aw (water activity) yang tinggi membuat susu bukan hanya baik
bagi manusia, namun juga bagi bakteri pembusuk. Salah satu bakteri pembusuk yang
umum mengontaminasi susu adalah Salmonella sp. Bakteri ini dianggap berbahaya,
sehingga Badan Standarisasi Nasional Indonesia dalam Standar Nasional Indonesia
(SNI) Susu Segar mengharuskan bakteri tersebut tidak terkandung pada susu segar.
Pemanasan merupakan cara yang paling umum untuk mengurangi
kontaminasi mikroba pada susu. Metode tersebut sangat efektif, namun memiliki
kelemahan yaitu mengurangi kualitas nutrisi dan sensori susu segar. Pasteurisasi atau

1
Ultra High Temperature dapat mengakibatkan pemisahan ikatan kalsium terhadap
kasein, juga menyebabkan denaturasi protein whey sehingga menggumpal dan
menurunkan sifat fungsionalnya. Perlakuan pemanasan tersebut juga akan
menyebabkan warna alami susu berubah menjadi kecoklatan akibat dari reaksi
Maillard pada laktosa dan protein susu.
Metode pengawetan susu tanpa panas atau pasteurisasi nontermal terus
dikembangkan untuk meningkatkan masa simpan susu sekaligus memertahankan
kualitas nutrisi dan sensori susu segar. Salah satu metode pasteurisasi nontermal
yang sedang berkembang adalah High Pulsed Electric Field (HPEF). Rostini (2010)
membuktikan metode HPEF dengan frekuensi 15 Hz selama 120 menit dalam
treatment chamber dengan kapasitas 30 ml mampu menurunkan 1 log siklus
Salmonella Typhimurium yang direkontaminasi pada susu kambing. Pengembangan
metode HPEF menjadi metode kontinyu diperlukan untuk peningkatan volume susu
yang diberi perlakuan, namun akan terjadi penurunan waktu perlakuannya yang
berakibat pada penurunan reduksi mikroba sehingga diperlukan kombinasi metode
HPEF dengan pasteurisasi nontermal lain. Metode ultraviolet (UV) sudah banyak
dikembangkan untuk sterilisasi air minum. Kombinasi antara metode HPEF dan UV
dalam sistem kontinyu diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif pasteurisasi
nontermal susu kambing.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kombinasi terbaik antara
dosis ultraviolet dan frekuensi HPEF serta mempelajari pengaruh kombinasi
perlakuan tersebut terhadap kualitas fisik dan kimia susu kambing segar. Penelitian
ini juga bertujuan untuk mengamati bilangan peroksida dan elektroforesis protein
susu kambing segar yang diberi perlakuan kombinasi UV dan HPEF, serta
mempelajari pengaruh perlakuan tersebut terhadap kualitas mikrobiologis susu
kambing segar dan susu kambing yang direkontaminasi Salmonella Typhimurium
ATCC 14028.

Anda mungkin juga menyukai