Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian
hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa diserang oleh diare,
tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di
negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang
menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian. 1
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama,
hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak
kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah
kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 atau 2,52%. Dilaporkan terdapat 1,6 sampai
2 kejadian diare per tahun pada balita, sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare
pada balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000 balita. 2
Kematian yang diakibatkan oleh diare lebih sering karena tubuh mengalami dehidrasi, yaitu
gejala kekurangan cairan dan elektrolit..3 Berdasarkan survei yang dilakukan hal yang
menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit diare pada balita adalah perilaku hidup
masyarakat yang kurang baik dan sanitasi lingkungan yang buruk. Selain dehidrasi ada beberapa
faktor yang berkaitan dengan peningkatan angka kematian akibat diare usia, status imunisasi,
sosial ekonomi, status gizi, jenis kelamin, kormobiditas. 4

1.2 Permasalahan
Apakah faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian diare yang tinggi di
wilayah Desa Gujibaru Jakarta Barat ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum :
- Mengetahui faktor- faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian diare
yang tinggi di wilayah Desa Gujibaru Jakarta Barat
2. Tujuan Khusus :
Mengetahui secara spesifik mengenai hubungan antara faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan angka kematian diare yang tinggi di wilayah Desa Gujibaru
Jakarta Barat
- Mengetahui hubungan antara usia balita dengan peningkatan angka kematian diare yang
tinggi di wilayah Desa Gujibaru Jakarta Barat
- Mengetahui hubungan antara status imunisasi dengan peningkatan angka kematian diare
yang tinggi di wilayah Desa Gujibaru Jakarta Barat
- Mengetahui hubungan antara faktor pemberian cairan adekuat dengan peningkatan angka
kematian diare yang tinggi di wilayah Desa Gujibaru Jakarta Barat
- Mengetahui hubungan antara sosial ekonomi dan pengetahuan orang tua dengan
peningkatan angka kematian diare yang tinggi di wilayah Desa Gujibaru Jakarta Barat

1
- Mengetahui hubungan antara status gizi dengan peningkatan angka kematian diare yang
tinggi di wilayah Desa Gujibaru Jakarta Barat
- Mengetahui hubungan antara jenis kelamin peningkatan dengan angka kematian diare
yang tinggi di wilayah Desa Gujibaru Jakarta Barat
- Mengetahui hubungan antara kormobiditas dengan peningkatan angka kematian diare
yang tinggi di wilayah Desa Gujibaru Jakarta Barat
- Mengetahui hubungan antara dehidrasi dengan peningkatan angka kematian diare yang
tinggi di wilayah Desa Gujibaru Jakarta Barat
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk menjadi pengetahuan tambahan dan masukan bagi
responden untuk berperan aktif dalam penanganan peningkatan angka kematian diare yang
tinggi pada balita serta sebagai dasar pengambilan kebijakan dan penanggulangan diare di
Wilayah Desa Gujibaru Jakarta Barat. Serta menambah khasanah kepustakaan penelitian
dalam perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih
dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit
ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana
seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI,
diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air
besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak,
frekuensinya lebih dari 3 kali.5
Diare dapat diklasifikasikan kepada: Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang
dari 14 hari; Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah; Diare persisten, yaitu diare yang

2
berlangsung lebih dari 14 hari. 4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat. 5 Diare dibagi
menjadi akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu,
dan kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah
agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen.
10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Berbeda dengan
diare akut, penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti
allergi dan lain-lain.
Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang
tercemar.4 Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare
merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.6
Lebih dari 90% kasus diare akut adalah disebabkan oleh agen infeksius. Diare dapat
disebabkan oleh infeksi virus seperti Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain; infeksi bakteri seperti Vibrio, E.Coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya; infeksi parasit
seperti cacing (Ascaris, Trichiuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans). 7 Diare dapat juga disebabkan oleh
intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh
infeksi. Di Indonesia, penyebab utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E.
Coli, dan Entamoeba histolytica. 4
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini
5
menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak. Setelah terpapar dengan agen
tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman.
Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi
dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel
enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga
fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vlli usus halus mengalami
atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi
akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini
menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya
hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar
melalui anus dan terjadilah diare. 7
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan
cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian
timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah.
Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat

3
diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare
dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit. 7
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi
mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi : Diare tanpa
dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi. Diare dengan dehidrasi
ringan (3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas
sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%) Pada
keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak
ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa
pengisian kapiler memanjang ( 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%) Pada keadaan ini, penderita sudah banyak
kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi
dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada
penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air
mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat. 7
Adapun faktor-faktor yang dapat meningkatkan angka kematian akibat diare :
1. Umur Balita
Umur balita yang dibagi dalam 3 kelompok yaitu kurang dari 1 tahun, 1 tahun, dan 2-4
tahun. Kelompok balita 2-4 tahun. Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2
tahun. Beberapa penelitian melaporkan angka kesakitan diare meningkat pada umur 0-11
bulan dan 12-23 bulan dan menurun pada golongan umur 24-59 bulan. Keadaan ini antara
lain disebabkan karena belum terbentukna kekebalan alami dari anak dibawah umur 24
bulan, sedangkan mereka sudah terpapar pada pengganti air susu ibu dan makanan
tambahan yang oengolahan dan penyajiannya kurang higienis. 5
2. Status Imunisasi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa dari 72 batita yang lengkap imunisasinya,
sebanyak 46 batita (63,89 %) tidak terkena diare, dan hanya 26 batita (36.11 %) yang
terkena diare. Kemudian dari 148 batita yang tidak lengkap imunisasinya, sebanyak 71
batita (47.97%) tidak terkena diare, sementara mayoritas batita sebanyak 77 orang
(52.03%) terkena diare. Hal ini membuktikan bahwa status imunisasi mempengaruhi

4
kemungkinan terkena diare dan perburukan dari diare yang diakibatkan oleh kurangnya
kekebalan apabila terjadi infeksi sekunder.5
3. Asupan Asi
ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6 bulan, tanpa
diberikan makanan tambahan lainnya.. Pemberian ASI penuh akan memberikan
perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu
botol sahaja akan mempunyai resiko diare lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak
daripada bayi dengan ASI penuh. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi kita
terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti: Shigella dan Vibrio cholerae. Sehingga
kemungkinan perburukan diare akibat sekunder dapat diminimalisirkan 5
4. Sosial Ekonomi Dan Pengetahuan Orang Tua
Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga
yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai
sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang
rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan
perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare. 6 Ayah
dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata mempunyai pendidikan
yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh pendapatan.
Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga
mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit diare ataupun
memperburuk penyakit diare. 5

Selian itu ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas
mempunyai kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada
5
balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah. Status
ekonomi dan pendidikan mempengaruhi tingkat sanitasi permukiman yang berperan
terhadap terjadinya kesakitan diare. Lebih dari 50% balita yang dianalisis berasa dari
keluarga dengan status ekonomi rendah dengan resiko kesakitan mencapai 1,55 kali dari
pada balita dengan status ekonomi tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa variabel
seperti hunian, ketersediaan jamban keluarga dan air bersih serta sarana memelihara
kebersihan perorang. Selain iu juga status ekonomi mempengaruhi gizi balita. 5
5. Status Gizi
Status gizi yaitu keadaan gizi balita 2-4 tahun. Status gizi dinilai berdasarkan indeks berat
badan menurut tinggi badan (BBTB) untuk menggambarkan kekurangan gizi akut,
sedangkan untuk menggambarkan kekurangan gizi kronis digunakan indeks tunggi badan
menurut umurt (TBUM). Hampir sepertiga balita 2-4 tahun dengan status gizi kurang
baik merurut BBTB dan TBUM. Gizi kurang ini mengganggu pembentukan kekebalan,
mengganggu fungsi sel granulosit sehingga mempermudah kesakitan atau bertambah

5
parahnya suatu penyakit. Jadi tidak mengherankan resiko kesakitan diare dari balita yang
bergizi kurang adalah lebih tinggi, yaitu 1,39-1,70 kali balita dengan gizi baik. Penelitian
lain melaporkan bahwa resiko kesakitan diare lebih tinggi pada balita 0-23 bulan dengan
status kurang gizi yaitu 2,6 kali dibandingkan balita 0-23 bulan dengan status gizi baik. 6
6. Jenis Kelamin
Jenis kelamin balita yang menderita diare akut antara laki-laki
dan perempuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan (lakilaki 56,25% dan
perempuan 43,75%).5
7. Kormobiditas
Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang
menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita. Pada anak Imunodefisiensi/imunosupresi diare dapat terjadi
karena kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama. Secara
proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55%). Hal ini
meningkatkan kesakitan diare pada balita5
8.
Dehidrasi
Tingginya mortalitas pada balita diakibatkan oleh diare lebih sering karena tubuh
mengalami dehidrasi, yaitu gejala kekurangan cairan dan elektrolit. Dehidrasi pada bayi
adalah kondisi dimana bayi kehilangan terlalu banyak cairan atau kurang mendapatkan
cairan sehingga mempengaruhi keseimbangan cairan. Dehidrasi cukup umum terjadi pada
bayi, karena di usianya yang muda mereka sangat sensitif untuk kehilangan cairan.
Namun, dehidrasi dapat menjadi masalah serius jika tidak segera ditangani. Tanda-tanda
dehidrasi diantaranya anak memperlihatkan gejala kehausan, berat badan turun, dan
elastisitas kulit berkurang. Berikut merupakan beberapa faktor yang dapat dihubungkan
untuk melihat kemungkinan adanya dehidrasi pada balita dengan diare :
Faktor-faktor yang berpengaruh pada balita tanpa diare dengan kejadian dehidrasi
meliputi demam, overheat (banak keringat), muntah dan kurangna intake cairan.
Faktor-faktor yang berpegaruh pada balita saat diare dengan kejadian dehidrasi.
Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di
seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap
tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare
dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis),
kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya
diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis.
Faktor-faktor perawatan dan pengobatan anak saat diare dengan kejadian
dehidrasi.
Saat ini WHO menganjurkan 4 hal utama yang efektif dalam menangani anak-anak yang
menderita diare akut, yaitu penggantian cairan (rehidrasi), cairan

6
diberikan secara oral untuk mencegah dehidrasi yang sudah terjadi, pemberian
makanan terutama ASI selama diare dan pada masa penyembuhan diteruskan dengan
antibiotik, tidak menggunakan obat antidiare, serta petunjuk yang efektif bagi ibu
sertapengasuh tentang perawatan anak yang sakit di rumah, terutama cara membuatdan
memberi oralit, tanda-tanda yang dapat dipakai sebagai pedoman untukmembawa anak
kembali berobat serta metoda yang efektif untuk mencegah
diare.Pemakaian oralit merupakan salah satu kemajuan dalam bidang
pelayanan kesehatan di dunia selama dasawarsa yang lalu. Cara ini dipandang
lebih efektif, aman, tidak memberikan rasa nyeri, dan biayanya lebih murah
dibandingkan dengan terapi rehidrasi intravena (pemberian infus cairan).
American Academy of Pediatrics, World Health Organization (WHO) dan Centers
for Disease Control and Prevention merekomendasikan penggunaan oralit
sebagai terapi pilihan bagi sebagian besar kasus dehidrasi karena diare.
Mengetahui apakah hubungan dehidrasi pada diare dengan peningkatan mortalitas
pada bayi.
Di dunia, dehidrasi yang disebabkan diare merupakan penyebab kematian utama pada
bayi dan balita. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan diare merupakan
penyebab kedua kematian anak di dunia dengan 1,5 juta anak meninggal setiap tahunnya
karena penyakit ini. Di negara maju, dehidrasi memiliki kemungkinan lebih kecil
menyebabkan kematian, tetapi dehidrasi menyebabkan morbiditas/kesakitan yang
signifikan (Freedman et al, 2008). Menurut survei kesehatan Indonesia, tingkat mortalitas
diare pada bayi dan anak-anak dengan umur < 5 tahun adalah sebagai berikut : 539.000
bayi dan 61.000 anak usia < 5tahun (1980); 368.000 bayi dan 103.082 anak usia < 5tahun
(1986); 268.700 bayi dan 76.400 anak usia < 5 tahun (1992); 301.000 bayi dan 39.000
anak usia< 5tahun (1995); 229.600 bayi dan 28.700 anak usia < 5 tahun (2001) (Depkes
RI, 2002 dalam Marudut, dkk., 2006). Profil kesehatan kota Medan tahun 2007
menunjukkan jumlah kasus diare pada balita yang ditangani sebanyak 7.953 kasus
(48,46% kasus) (Depkes RI, 2007). Selama episode diare, air dan elektrolit (natrium,
klorida, kalium, dan bikarbonat) hilang melalui tinja cair, keringat, urin, dan pernapasan.
Dehidrasi terjadi jika kehilangan air dan elektrolit ini tidak diganti. Kematian dapat
mengikuti dehidrasi berat jika cairan dan elektrolit tidak diganti baik melalui larutan Oral
Rehydration Salts (ORS) atau melalui infus. Anak-anak yang lebih kecil (balita) lebih
rentan terhadap dehidrasi karena komposisi cairan tubuh yang besar, fungsi ginjal yang
belum matang, dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri secara
bebas (independen). Pada sekitar 70 % penderita kehilangan air dan natrium sebanding
sehingga terjadi dehidrasi isonatremik. Dehidrasi hiponatremik dijumpai pada sekitar 10-
15 % penderita diare. Hilangnya sejumlah lebih besar air dibanding kehilangan elektrolit

7
mengakibatkan dehidrasi hipernatremik. Hal ini dapat dijumpai pada sekitar 15-20 %
penderita diare. Variasi serum natrium akan mencerminkan komposisi jumlah cairan yang
hilang yang memiliki efek patologik berbeda. Hiponatremik yang berat dapat
mengakibatkan kejang. Sedangkan hipernatremik menyebabkan hipertonsitas, sehingga
mengakibatkan pengkerutan sel otak dan kematian. Pemeriksaan laboratorium bermanfaat
untuk mengevaluasi sifat dan beratnya dehidrasi dan untuk mengarahkan terapi.
Pemeriksaan elektrolit plasma dan serum sering membantu. Kalium serum biasanya
ringan atau meningkat pada dehidrasi diare. Hiperkalemi dan hipokalemia harus
dimonitoring ketat dengan pemeriksaan serum serial dan dengan elektrokardiogram atau
monitoring jantung terus menerus. Mengingat pentingnya keseimbangan cairan dan
elektrolit pada anak dengan dehidrasi diare serta perlunya penanganan yang tepat maka
peneliti tertarik untuk melakukan penilitian tentang profil elektrolit pada pasien dehidrasi
diare. Dengan mengetahui gambaran profil elektrolit pada pasien dehidrasi diare maka
diharapkan dapat dilakukan pemberian cairan elektrolit yang tepat pada penderita
dehidrasi diare, sehingga angka kematian balita akibat dehidrasi diare bisa menurun
2.2 Kerangka Konsep

Faktor anak saat sebelum sakit

Kejadian dehidrasi
Faktor anak saat sakit (Ringan-berat) Faktor Perawatan

Dehidrasi Kormorbiditas
BAB III

Usia
MASALAH : Angka Kematian Diare Tinggi
Cairan inadekuat

Jenis Kelamin
Status Gizi

Status Imunisasi Social ekonomi

8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Adapun desain penelitian ini adalah dengan menggunakan desain/pendekatan cross
sectional,dimana penggumpulan data dan pengukuran variabel penelitian dilakukan pada saat
yang sama. Desain/pendekatan cross sectional yaitu rancangan suatu studi epidemiologi yang
mempelajari hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status
paparan dan penyakit, secara serentak pada individu-individu dari populasi tunggal, pada suatu
saat atau periode.

3.2 Subjek Penelitian


Subjek pada penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu yang memiliki balita berumur 1-5 tahun di
Desa Gujibaru yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :
1. Ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal dan tercatat sebagai penduduk di Desa
Gujibaru
2. Dapat berkomunikasi dengan baik
3. Bersedia menjadi responden
Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Ibu yang tidak memiliki balita yang bertempat tinggal dan tercatat sebagai penduduk di Desa
Gujibaru
2. Tidak dapat berkomunikasi dengan baik
3. Tidak bersedia menjadi responden

3.3 Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2015 di Desa Gujibaru Jakarta Barat

3.4 Pengumpulan Data


Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yaitu Usia dan Jenis Kelamin. Data
kualitatif yang meliputi Status Imunisasi, Asupan Asi, Sosial Ekonomi Dan Pengetahuan Orang
Tua, Status Gizi , Kormobiditas dan Dehidrasi
Sumber Data
Data Primer Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung terhadap responden yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian
Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi kesehatan seperti dinas kesehatan
Jakarta Barat, puskesmas terdekat serta kantor kepala Desa Gujibaru Jakarta Barat yang meliputi
data jumlah kasus, gambaran umum lokasi penelitian dan data demografi.
3.5 Analisis Data
Analisi Univariate

9
Dilakukan untuk mengetahui distrubusi frekuensi pada tiap variabel dalam penelitian.
Analisis Bivariate
Dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Mengetahui hubungan antara usia balita dengan
peningkatan angka kematian diare yang tinggi; hubungan antara status imunisasi dengan
peningkatan angka kematian diare yang tinggi ; hubungan antara faktor pemberian ASI dengan
peningkatan angka kematian diare yang tinggi ; hubungan antara sosial ekonomi dan
pengetahuan orang tua dengan peningkatan angka kematian diare yang tinggi ; hubungan antara
status gizi dengan peningkatan angka kematian diare yang tinggi ; hubungan antara jenis
kelamin peningkatan dengan angka kematian diare yang tinggi ; hubungan antara kormobiditas
dengan peningkatan angka kematian diare yang tinggi ; hubungan antara dehidrasi dengan
peningkatan angka kematian diare yang tinggi.
3.6 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu yang mempunyai balita (umur 1-5 tahun) di
Desa Gujibaru Jakarta Barat yaitu sebanyak 250 orang
3.7 Sampel Penelitian
Jumlah Sampel
Besar sampel yang diambil adalah 50 orang dari 250 jumlah seluruh ibu yang memiliki balita di
Desa Gujibaru Jakarta Barat.
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel yang diambil dari populasi penelitian ini menggunakan jenis sampling Probability
Sampling dengan teknik pengambilan sampel yaitu Simple Random Sampling terhadap seluruh
ibu yang mempunyai balita di Desa Gujibaru Jakarta Barat. Simple Random Sampling merupakan
cara yang sederhana dan mudah dilakukan. Dilakukan dengan teknik undian atau dengan tabel
random. Populasi studi dianggap homogen.
3.8 Variabel Penelitian
Variabel terikat
Dalam hal ini yang merupakan variabel terikat yaitu Angka Kematian Diare yang tinggi.
Variabel Bebas
1. Faktor Umur Balita. Umur balita yang dibagi dalam 3 kelompok yaitu kurang dari 1
tahun, 1 tahun, dan 2-4 tahun. Kelompok balita 2-4 tahun. Sebagian besar diare terjadi
pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil ukur berskala interval.
2. Faktor Status Imunisasi dikategorikan menjadi dua yaitu status imunisasi lengkap dan
tidak lengkap. Hasil ukur berskala interval.
3. Faktor Asupan ASI. Dikategorikan dalam intake yang adekuat atau inadekuat. Hasil
ukur bersifat interval
4. Faktor sosial ekonomi dan pengetahuan orang tua merupakan data kualitatif dengan
melihat skala ordinal
5. Faktor Status Gizi merupakan data kualitatif dengan melihat skala ordinal
6. Jenis Kelamin mencangkup kategori laki-laki dan perenpuan. Hasil ukur berkala nominal
7. Kormobiditas dikategorikan apakah ada faktor pemberat penyakit akibat
penyakit/infeksi/keadaan abnormal yang bersifat sekunder atau tidak. Dapat dilihat dalam
skala interval
8.
Dehidrasi dikategorikan apakah bayi mengalami dehidrasi atau tidak saat diare yang
dapat memperberat kesakitan diare. Hasil ukur berskala interval.

10
Daftar Pustaka

1. Zubir, Juffrie M, Wibowo T. Faktor-faktor risiko kejadian diare akut pada balita di Kabupaten
Bantul. Sains Kesehatan 2006; 19(3) : 319-332.
2. Soebagyo. Diare akut pada anak. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press; 2008.h.1-5
3. Siswono. Diare pada bayi bisa mengakibatkan kematian. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Indonesia 2010; 8(1):25-30
4. Depkes, R. I. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta : Ditjen PPM dan
PL;2006.hal.1-20.
5. Irianto J, Soesanto S, Supraptini, dkk. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada
anak balita (Analisis Lanjut Data SDKI 1994). Buletin Penelitian Kesehatan 2006; 24(3) : 77-
96.
6. Suharyono. Diare Akut: Klinis dan Laboratorium. Jakarta: Rineka
Cipta;2008.h.20-30.

11
7. Anonim. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI;2003.h.32-46.

12

Anda mungkin juga menyukai