Anda di halaman 1dari 57

Dalam standar OHSAS 18001:2007 dijabarkan beberapa definisi (pengertian) mengenai Insiden,

Kecelakaan Kerja dan juga Nearmiss (hampir celaka). Ketiga istilah di atas memiliki pengertian,
arti dan definisi berbeda sebagaimana hal berikut di bawah :
Pengertian (Definisi) Insiden ialah kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan dimana cedera,
penyakit akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian) dapat terjadi. Termasuk insiden ialah
keadaan darurat.
Pengertian (Definisi) Kecelakaan Kerja ialah insiden yang menimbulkan cedera, penyakit
akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian).
Pengertian (Definisi) Nearmiss ialah insiden yang tidak menimbulkan cedera, penyakit akibat
kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian).
Pengertian (Definisi) Keadaan Darurat ialah keadaan sulit yang tidak diduga (terduga) yang
memerlukan penanganan segera supaya tidak terjadi kecelakaan/kefatalan.
Pengertian/definisi tempat kerja dalam K3 secara umum bisa ditemukan di Undang-Undang No 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta standar OHSAS 18001:2007 Occupational Health
& Safety Management System.

Pengertian (Definisi) Tempat Kerja menurut Undang-


Undang No 1 Tahun 1970
Ialah tiap ruangan atau lapangan baik terbuka atau tertutup, bergerak maupun menetap dimana
terdapat tenaga kerja yang bekerja atau sering dimasuki orang bekerja untuk keperluan suatu
usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci sebagai
berikut :

1. Tempat kerja baik di darat, di permukaan air, di dalam tanah, di dalam air maupun di
udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

2. Tempat kerja dimana dibuat, dicoba, dipakai atau yang menggunakan mesin, pesawat,
alat, perkakas, peralatan ataupun instalasi berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan,
kebakaran ataupun peledakan.

3. Dibuat, diolah, digunakan, dijual, diangkut ataupun disimpan bahan atau barang yang
dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, ataupun
bersuhu tinggi.

4. Dikerjakan pembangunan (konstruksi), perbaikan, perawatan, pembersihan ataupun


pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan pengairan,
saluran atau terowongan bawah tanah, dsb atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan.

5. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan


kayu ataupun hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan.

6. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam ataupun bijih logam
lainnya, batu-batuan, gas, minyak ataupun mineral lainnya baik di permukaan maupun di
dalam bumi ataupun di dasar perairan.
7. Dilakukan pengangkutan barang, binatang ataupun manusia baik di darat, melalui
terowongan, di permukaan air, di dalam air maupun di udara.

8. Dikerjakan bongkar muat barang muatan pada kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun,
ataupun gudang.

9. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda ataupun pekerjaan lain di dalam air.


10. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah ataupun perairan.
11. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan.
12. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara ataupun suhu udara yang tinggi ataupun
rendah.

13. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan benda,
terkena lemparan benda, terjatuh ataupun terperosok, hanyut ataupun terlempar.

14. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur ataupun lubang.


15. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian (yang berhubungan) dengan tempat kerja tersebut.

Pengertian (definisi) tempat kerja menurut OHSAS


18001:2007
Ialah lokasi manapun yang berkaitan dengan aktivitas kerja di bawah kendali organisasi
(perusahaan).

K3 KONSTRUKSI

Prinsip=Prinsip K3 Konstruksi

Penerapan prinsip K3 di proyek sangat perlu diperhatikan


dalam
pekerjaan konstruksi. Pelaksana konstruksi harus
mengetahui dan
menerapkan prinsip-prinsip kerja sesuai ketentuan K3 di
lingkungan proyek.

Kelengkapan Administrasi K3

Setiap pelaksanaan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi


kelengkapan administrasi K3, meliputi:
Pendaftaran proyek ke departemen tenaga kerja
setempat
Pendaftaran dan pembayaran asuransi tenaga kerja
(Astek)
Pendaftaran dan pembayaran asuransi lainnya, bila
disyaratkan
proyek
Ijin dari kantor kimpraswil tentang penggunaan jalan atau
jembatan
yang menuju lokasi untuk lalu-lintas alat berat
Keterangan laik pakai untuk alat berat maupun ringan
dari instansi
yang berwenang memberikan rekomendasi
Pemberitahuan kepada pemerintah atau lingkungan
setempa

Penyusunan Safety Plan


Safety plan adalah rencana
pelaksanaan K3 untuk proyek
yang bertujuan agar dalam pelaksanaan
nantinya proyek akan
aman dari kecelakaan dan bahaya
penyakit sehingga menghasilkan
produktivitas kerja yang
tinggi. Safety plan berisi:
Pembukaan yang berisi:
Gambaran proyek dan Pokok
perhatian untuk kegiatan K3
Resiko kecelakaan dan pencegahannya
Tata cara pengoperasian peralatan
Alamat instansi terkait: Rumah
sakit, Polisi, Depnaker,
Dinas Pemadam kebakaran.

Pelaksanakan Kegiatan K3 di Lapangan

Pelaksanaan kegiatan K3 di lapangan meliputi:


Kegiatan K3 di lapangan berupa pelaksanaan safety plan,
melalui kerja
sama dengan instansi yang terkait K3, yaitu depnaker,
polisi dan rumah
sakit.
Pengawasan pelaksanaan K3, meliputi kegiatan:
Safety patrol, yaitu suatu tim K3 yang terdiri dari 2 atau 3
orang yang
melaksanakan patroli untuk mencatat hal-hal yang tidak
sesuai
ketentuan K3 dan yang memiliki resiko kecelakaan.
Safety supervisor; adalah petugas yang ditunjuk manajer
proyek
untuk mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan
pekerjaan
dilihat dari segi K3.
Safety meeting; yaitu rapat dalam proyek yang
membahas hasil
laporan safety patrol maupun safety supervisor
Pelaporan dan penanganan kecelakaan, terdiri dari:
Pelaporan dan penanganan kecelakaan ringan
Pelaporan dan penanganan kecelakaan berat
Pelaporan dan penanganan kecelakaan dengan korban
meninggal
Pelaporan dan penanganan kecelakaan peralatan berat

Pelatihan Program K3
Pelatihan program K3 yang terdiri atas 2 bagian, yaitu:
Pelatihan secara umum, dengan materi pelatihan tentang
panduan K3
di proyek, misalnya:
Pedoman praktis pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja
pada proyek bangunan gedung
Penanganan, penyimpanan dan pemeliharaan material
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan sipil
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
finishing luar
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
mekanikal dan
elektrikal
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
finishing dalam
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
bekisting
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
pembesian
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
sementara
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
rangka baja
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
struktur khusus
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
pembetonan
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
pondasi pile dan
strutting
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
pembongkaran
Pelatihan khusus proyek, yang diberikan pada saat awal
proyek dan di
tengah periode pelaksanaan proyek sebagai penyegaran,
dengan
peserta seluruh petugas yang terkait dalam pengawasan
proyek,
dengan materi tentang pengetahuan umum tentang K3
atau Safety plan
proyek yang bersangkutan
Perlengkapan dan Peralatan K3
Perlengkapan dan peralatan
penunjang program K3,
meliputi:
promosi program K3; yang
terdiri dari:
pemasangan bendera K3,
bendera RI, bendera perusahaan.
Pemasangan sign-board
K3 yang berisi antara lain
slogan-slogan yang mengingatkan
perlunya be-kerja
dengan selamat

Sarana peralatan yang melekat pada orang atau disebut


perlengkapan
perlindungan diri (personal protective equipment),
diantaranya:
Pelindung mata dan wajah
Kaca mata safety merupakan peralatan yang paling
banyak digunakan sebagai pelindung mata. Meskipun
kelihatannya
sama dengan kacamata biasa, namun kaca mata safety
lebih kuat
dan tahan benturan serta tahan panas dari pada kaca
mata biasa.
Goggle memberikan perlindungan yang lebih baik
dibandingkan
safety glass sebab lebih menempel pada wajah

Pelindung wajah memberikan perlindungan


menyeluruh pada wajah dari bahaya percikan bahan
kimia, obyek
yang beterbangan atau cairan besi. Banyak dari pelindung
wajah ini
dapat digunakan bersamaan dengan penggunaan helm.
Helm pengelas memberikan perlindungan baik pada
wajah dan juga mata. Helm ini menggunakan lensa
penahan khusus
yang menyaring intesnsitas cahaya serta energi panas
yang
dihasilkan dari kegiatan pengelasan.
a. kaca mata safety
b. goggle
a. pelindung wajah
b. helm pengelas

Pelindung pendengaran, dan jenis yang paling banyak


digunakan:
foam earplugs, PVC earplugs, earmuffs

Pelindung kepala atau helm (hard hat) yang melindungi


kepala
karena memiliki hal berikut: lapisan yang keras, tahan dan
kuat
terhadap benturan yang mengenai kepala; sistem
suspensi yang
ada didalamnya bertindak sebagai penahan goncangan;
beberapa
jenis dirancang tahan terhadap sengatan listrik; serta
melindungi
kulit kepala, wajah, leher, dan bahu dari percikan,
tumpahan, dan
tetesan.

Jenis-jenis pelindung kepala , antara lain:

Kelas G untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh;


dan
melindungi dari sengatan listrik sampai 2.200 volts.
Kelas E untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh,
dan dapat
melindungi dari sengatan listrik sampai 20.000 volts.
Kelas F untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh,
TIDAK
melindungi dari sengatan listrik, dan TIDAK melindungi
dari
bahan-bahan yang merusak (korosif)

Pelindung kaki berupa sepatu dan sepatu boot, seperti


terlihat pada
gambar 1.11a-g, antara lain:
a) Steel toe, sepatu yang didesain untuk melindingi jari kaki

dari
kejatuhan benda
b) Metatarsal, sepatu yang didesain khusus melindungi

seluruh
kaki dari bagian tuas sampai jari
c) Reinforced sole, sepatu ini didesain dengan bahan

penguat dari
besi yang akan melindungi dari tusukan pada kaki
d) Latex/Rubber, sepatu yang tahan terhadap bahan kimia

dan
memberikan daya cengkeram yang lebih kuat pada
permukaan
yang licin.
e) PVC boots, sepatu yang melindungi dari lembab dan

membantu
berjalan di tempat becek
f) Vinyl boots, sepatu yang tahan larutan kimia, asam,

alkali,
garam, air dan darah
g) Nitrile boots, sepatu yang tahan terhadap lemak hewan,

oli, dan
bahan kimia

Pelindung tangan berupa sarung tangan dengan jenis-


jenisnya
seperti terlihat pada gambar 1.12a-g,antara lain:
a) Metal mesh, sarung tangan yang tahan terhadap ujung

benda
yang tajam dan melindungi tangan dari terpotong
b) Leather gloves, melindungi tangan dari permukaan yang

kasar.

c) Vinyl dan neoprene gloves, melindungi tangan dari bahan


kimia
beracun
d) Rubber gloves, melindungi tangan saat bekerja dengan

listrik
e) Padded cloth gloves, melindungi tangan dari sisi yang

tajam,
bergelombang dan kotor.
f) Heat resistant gloves, melindungi tangan dari panas dan

api
g) Latex disposable gloves, melindungi tangan dari bakteri

dan
kuman

Pelindung bahaya jatuh dengan jenis-jenis antara lain:


a) Full Body Hardness (Pakaian penahan Bahaya Jatuh),
sistim
yang dirancang untuk menyebarkan tenaga benturan atau
goncangan pada saat jatuh melalui pundak, paha dan
pantat.
Pakaian penahan bahaya jatuh ini dirancang dengan
desain
yang nyaman bagi si pemakai dimana pengikat pundak,
dada,
dan tali paha dapat disesuaikan menurut pemakainya.
Pakaian
penahan bahaya jatuh ini dilengkapi dengan cincin D
(high)
yang terletak dibelakang dan di depan dimana
tersambung tali
pengikat, tali pengaman atau alat penolong lain yang
dapat
dipasangkan
b) Life Line (tali kaitan), tali kaitan lentur dengan kekuatan
tarik
minimum 500 kg yang salah satu ujungnya diikatkan
ketempat
kaitan dan menggantung secara vertikal, atau diikatkan
pada
tempat kaitan yang lain untuk digunakan secara horisontal
c) Anchor Point (Tempat Kaitan), tempat menyangkutkan
pengait
yang sedikitnya harus mampu menahan 500 kg per
pekerja
yang menggunakan tempat kaitan tersebut. Tempat kaitan
harus

dipilih untuk mencegah kemungkinan jatuh. Tempat kaitan,


jika
memungkinkan harus ditempatkan lebih tinggi dari bahu
pemakainya
d) Lanyard (Tali Pengikat), tali pendek yang lentur atau
anyaman
tali, digunakan untuk menghubungkan pakaian pelin-dung
jatuh
pekerja ke tempat kaitan atau tali kaitan. Panjang tali
pengikat
tidak boleh melebihi 2 meter dan harus yang kancing
pengaitnya
dapat mengunci secara otomatis
e) Refracting Life Lines (Pengencang Tali kaitan),
komponen yang
digunakan untuk mencegah agar tali pengikat tidak terlalu
kendor. Tali tersebut akan memanjang dan memendek
secara
otomatis pada saat pekerja naik maupun pada saat turun.

sarana peralatan lingkungan berupa:


tabung pemadam kebakaran
pagar pengamanan
penangkal petir darurat
pemeliharaan jalan kerja dan jembatan kerja

jaring pengamanan pada bangunan tinggi


pagar pengaman lokasi proyek
tangga
peralatan P3K
rambu-rambu peringatan, antara lain dengan fungsi:
peringatan bahaya dari atas
peringatan bahaya benturan kepala
peringatan bahaya longsoran
peringatan bahaya api
peringatan tersengat listrik
penunjuk ketinggian (untuk bangunan yang lebih dari 2
lantai)
penunjuk jalur instalasi listrik kerja sementara
penunjuk batas ketinggian penumpukan material
larangan memasuki area tertentu
larangan membawa bahan-bahan berbahaya
petunjuk untuk melapor (keluar masuk proyek)
peringatan untuk memakai alat pengaman kerja
peringatan ada alat/mesin yang berbahaya (untuk lokasi
tertentu)
peringatan larangan untuk masuk ke lokasi power listrik
(untuk orangorang
tertentu)

Kriteria Desain dalam Penyelenggaraan Bangunan


Penyelenggaraan bangunan adalah kegiatan
pembangunan yang
meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan
konstruksi, serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran.
Jasa penyelenggaraan
bangunan melewati suatu proses seperti gambar 1.15
yang dapat
diurutkan secara garis besar sebagai berikut:
Tahap perencanaan dan perancangan, dimana pada
tahap ini bangunan
yang akan dibuat dimodelkan dalam suatu bentuk 2
dimensi (gambar)
atau 3 dimensi (maket) disertai dengan berbagai dokumen
tertulis
sebagai pendukung (Rencana Anggaran Biaya/RAB,
spesifikasi teknis
dan lain-lain). Keseluruhan dokumen ini, yang disebut
sebagai dokumen
perencanaan, akan dijadikan sebagai acuan bagi tahap
selanjutnya.
Tahap asembling/perakitan, dimana tahap ini merupakan
tahap pilihan
yang tidak selalu dilaksanakan, tergantung dari kondisi
proyek. Perakitan
merupakan pekerjaan konstruksi skala kecil pada elemen
bangunan
seperti kuda-kuda baja, elemen pracetak, dan lain-lain.
Tahap ini bisa
dilaksanakan di lapangan atau di lokasi workshop/pabrik.
Tahap konstruksi, dimana tahap ini merupakan tahap
akhir pembuatan
bangunan di lapangan. Tahap ini dilaksanakan dengan
acuan dokumen
perencanaan.
Persyaratan Bangunan
Persyaratan umum bangunan pada dasarnya harus
memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai
dengan fungsi
bangunan tersebut.
Persyaratan Administratif
Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi:
status hak atas tanah, dan/atau ijin pemanfaatan dari
pemegang hak
atas tanah;
status kepemilikan bangunan gedung;
ijin mendirikan bangunan gedung.

Setiap bangunan gedung harus didirikan pada tanah yang


status
kepemilikannya jelas, baik milik sendiri maupun milik pihak
lain.
Ijin mendirikan bangunan diberikan oleh pemerintah
daerah, kecuali
bangunan dengan fungsi khusus oleh Pemerintah Pusat.
IMB diberikan
melalui proses permohonan. Selanjutnya IMB diatur dalam
PERATURAN
MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR :
24/PRT/M/2007 TANGGAL 9
AGUSTUS 2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS IZIN
MENDIRIKAN
BANGUNAN GEDUNG. Secara umum prosedur dan tata
cara IMB seperti
pada gambar 1.16.
Permohonan ijin mendirikan bangunan harus dilengkapi
dengan:
tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda
bukti
perjanjian pemanfaatan tanah
data pemilik bangunan gedung;
rencana teknis bangunan gedung; dan
hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi
bangunan gedung
yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.

Ijin mendirikan bangunan diberikan apabila rencana


bangunan telah
memenuhi persyaratan tata bangunan sesuai rencana tata
kota dan daerah
(RTRW) kabupaten maupun kota, RDTRKP, dan/atau
RTBL), yang tertuang
dalam Advis Planning (AP) oleh dinas/lembaga tata
kota/daerah.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten atau


kota adalah hasil
perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang
telah ditetapkan
dengan peraturan daerah.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan
(RDTRKP) adalah
penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah
kabupaten/kota ke dalam
rencana pemanfaatan kawa-san perkotaan.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah
panduan rancang
bangun suatu kawasan untuk mengendalikan
pemanfaatan ruang yang
memuat rencana program bangunan dan lingkungan,
rencana umum dan
panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan
pengendalian

PENTINGNYA K3 DALAM PEKERJAAN KONSTRUKSI


BANGUNAN
PENGAWASAN K3 KONSTRUKSI

A. Latar Belakang K3 Konstruksi dan Sarana Bangunan

Pekerjaan konstruksi bangunan merupakan kompleksitas kerja


yang melibatkan bahan bangunan, pesawat/instalasi peralatan,
tenaga kerja dan penerapan teknologi yang dapat menjadi
sumber terjadinya kecelakaan kerja bahkan kematian dan
kerugian material. Sesuai dengan Undang-undang No.1 Tahun
1970, ruang lingkupnya adalah :

1. Dilakukan pekerjaan pembangunan, perbaikan, perawatan,


pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau
bangunan lainnya.
2. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan
tanah atau air.
3. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun
tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh,
terperosok, hanyut atau terpelanting.
Konstruksi bangunan adalah kegiatan yang berhubungan dengan
seluruh tahapan yang dilakukan di tempat kerja, tahapan tersebut
antara lain; pekerjaan penggalian, pekerjaan pondasi, pekerjaan
beton, pekerjaan baja dan pekerjaan pembongkaran yang mana
setiap pekerjaan diatas akan menggunakan pesawat atau
instalasi.

Ciri-ciri pekerjaan konstruksi pada suatu proyek adalah;


1. Selalu berpindah-pindah dalam waktu yang relatif singkat.
2. Terbuka dan tertutup, paparan temepratur dan lingkungan
kerja yang komplek
3. Pekerjaan secara komprehensif
4. Menggunakan bantuan pesawat atau instalasi.

B. Dasar Hukum K3 dan Sarana Bangunan


1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang No.1 Tahun 1970
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 1/Men/1980 tentang K3
Konstruksi Bangunan
Terdiri dari : Kewajiban administrasi teknis K3 dan kewajiban
teknis K3 bagi pelaksana konstruksi/kontraktor

4. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga kerja dan Menteri


Pekerjaan Umum No.Kep.174/Men/1986 dan
No.104/Kpts/1986, terdiri dari;
a. Ada pengawasan fungsional dari Depnakertrans dan
Departemen Pekerjaan Umum (Kimpraswil)
b. Kewajiban setiap pengurus/pemimpin pelaksanaan pekerjaan
atau bagian pekerjaan pelaksana syarat-syarat K3
c. Pedoman pelaksanaan tentang keselamatan dan kesehatan
kerja pada tempat kegiatan konstruksi.

C. Pengertian-Pengertian

1. Konstruksi bangunan ialah kegiatan yang berhubungan


dengan seluruh tahapan yang dilakukan di tempat kerja.
2. Sarana bangunan adalah instalasi/pesawat yang digunakan
selama proses pekerjaan konstruksi.
3. Safety Officer adalah petugas/pekerja dari kontraktor untuk
melaksanakan K3 ditempat kerja
4. Ahli K3 Konstruksi adalah ahli/ekspert dari kontraktor yang
ditunjuk Menaker untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang
K3.

D. Ruang Lingkup K3 Konstruksi dan Sarana Bangunan


1. Bahwa ruang lingkup K3 Konstruksi meliputi; pekerjaan
penggalian, pekerjaan pondasi, pekerjaan konstruksi beton,
pekerjaan konstruksi baja dan pembongkaran.
2. Bahwa ruang lingkup K3 Sarana bangunan meliputi perancah
bangunan, plambing, penanganan bahan dan peralatan
bangunan.

E. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi dan Sarana


Bangunan

1. K3 Konstruksi, meliputi;
a. Pekerjaan penggalian
Perlunya pemeriksaan terhadap pipa gas, pipa air dan
konduktor listrik yang melalui area pekerjaan.
Perlu dinding-dinding penahan
Parit yang di gali pada daerah yang berpenduduk dan daerah
ramai lalin harus diberi pagar.
b. Pekerjaan Pondasi
Mesin pancang (piling)
Pemeriksaan dan pemeliharaan mesin
c. Pekerjaan Konstruksi Beton
Perlunya pekerja mengenakan peralatan keselamatan
Menara bak muatan yang harus disediakan oleh seorang ahli
dan diperiksa setiap hari.
d. Pekerjaan Konstruksi Baja
Perlunya pekerja mengenakan peralatan keselamatan
Bangunan konstruksi baja tidak boleh dikerjakan pada saat
angina kencang dan keadaan licin/hujan.

2. K3 Sarana Bangunan, meliputi;

a. Perancah, bahwa perancah harus dibuatkan untuk semua


pekerjaan yang tidak bias dikerjakan secara aman dalam
ketinggian dan pembuatannya harus menggunakan bahan yang
baik, beurat lurus padat, tidak ada mata kayu yang besar, kering,
tidak busuk, tidak ada lubang ulat serta kerusakan-kerusakan
yang membahayakan.
b. Pelataran tempat pekerja / platform, adalah merupakan
landasan pijak bagi perancah serta digunakan sebelum betul-
betul selesai dan diberi pengaman yang baik dan mempunyai
jarak tepi luar berjarak 60 cm dari sisi dinding bangunan
c. Balustrade pengaman dan papan pengaman kaki (guard rails
and toe boards)
d. Gang, ramp, dan jalur pengangkut bahan, harus dibuat dengan
kuat dan ditutp rapat dengan papan apabila tingginya lebih dari 2
meter serta mempunyai lebar >60 cm dan bebas dari hambatan
berupa barang atau bahan lainnya.

F. Pengawasan K3 Konstruksi dan Sarana Bangunan

Pengawasan K3 konstruksi dan sarana bangunan mempunyai


mekanisme terutama mekanisme yang menyangkut administrasi
teknis K3 yang wajib dilaksanakan oleh pelaksana konstruksi
(kontraktor), khususnya keberadaan wajib lapor
pekerjaan/proyek konstruksi bangunan dan akte pengawasan
ketenagakerjaan tempat kerja konstruksi. Bahwa wajib lapor
pekerjaan konstruksi bangunan wajib dilaporkan oleh pelaksana
kepada pihak yang terkait, yaitu; Dinas Tenaga Kerja Kab/kota.
Pemerintah Kabupaten/Kota kemudian melakukan
pencatatan/register dan Pelaksana konstruksi harus memahami
tanggung jawab K3 pada pekerjaannya. Isi materi laporan,
meliputi;
1. Data-data pelaksana konstruksi/konsultan
pengawas/konsultan perencana.
2. Data-data teknis proyek
3. Tahapan pekerjaan konstruksi
4. Instalasi/pesawat/alat yang dipakai
5. Unit K3 proyek
6. Kompetensi personil K3
7. Jumlah pekerjaan
8. Bahan-bahan berbahaya
9. Cara kerja aman dan Prosedur Operasi Standar (SOP)

Selain itu terdapat pula akte pengawasan Ketenagakerjaan


konstruksi yang merupakan dokumen teknis K3 yang diterbitkan
setelah lama proyek berjalan 6 (enam) bulan atau lebih. Akte
tersebut diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota setempat
setelah dilakukan pemeriksaan K3 oleh pengawas K3 spesialis
Konstruksi Bangunan dan wajib dipelihara / disimpan oleh
pelaksana konstruksi. Akte ini terdiri dari ;
1. Data pelaksana konstruksi
2. Data proyek
3. Berita Acara Pemeriksaan
4. Kartu Pemeriksaan
5. Lembaran Pemeriksaan.

G. Perancah Bangunan
Adalah platform yang dibuat sementara dan digunakan sebagai
penyangga untuk tenaga kerja, bahan-bahan dan peralatan kerja.
Sifat pekerjaan perancah berada pada tempat ketinggian di atas
tanah dan permukaan lantai. Potensi bahaya yang mungkin
timbul adalah; terjatuh, roboh, tertimpa jatuhan benda,
terperosok. Sebelum dipakai atau digunakan, perancah tersebut
harus diperiksa/diuji oleh Pengawas Spesialis K3 Konstruksi
dan memiliki pengesahan penggunaan.

H. Pekerjaan Plambing
Adalah suatu instalasi untuk mendistribusikan air bersih ke
tempat-tempat yang dikehendaki atau membuang air kotor dari
tempat-tempat tertentu tanpa mencemarkan bagian lain. Setiap
instalasi plambing yang digunakan harus memiliki pengesahan
penggunaan instalasi dan harus dilakukan pemeriksaan dan
pengujian sesuai dengan ketentuan.

I. Penanganan Bahan
Pada pekerjaan penanganan bahan banyak mengandung resiko
kecelakaan kerja yang tinggi. Pekerjaan tersebut meliputi;
mengangkat, memindahkan, menggunakan dan menyimpan
bahan yang dapat menggunakan tenaga manusia atau dengan
bantuan mesin (hardware devices). Dengan penanganan bahan
yang baik dapat dicapai penghematan waktu dan mengurangi
atau meminimalkan terjadinya kecelakaan. Jenis-jenis dan alat
yang digunakan untuk penanganan bahan adalah dengan;
1. Tenaga manusia (Manual Handling)
Pekerja harus mengetahui cara-cara mengangkat dan membawa
secara tepat. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pekerja
adalah; Kapasitas fisik, sifat beban/bentuk, keadaan lingkungan
kerja, latihan mengangkat/membawa material

2. Tenaga mesin (mechanical handling)


Digunakan jika beban tidak dapat diangkat secara manual karena
beberapa hal, missal; terlalu berat, terlalu besar dll. Jenis-jenis
alat yang sering dipakai adalah; Peralatan angkat, pita transport,
pesawat angkut, alat angkut rel. Mekanisme penanganan bahan
yang baik dan benar akan mendatangkan manfaat sebagai
berikut;
a. Menghemat waktu
b. Mengurangi kecelakaan kerja
c. Meningkatkan produktifitas
d. Menghemat ruangan
Agar penanganan berjalan aman dan selamat, maka harus
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut;
a. Jelas awal mula operasinya
b. Proses pengangkatan, pengangkutan harus dilakukan tepat
dan cepat
c. Segala sumber bahaya pada rute harus disingkirkan
d. Tiba pada titik akhir harus selamat
e. Bahan yang diterima harus diperiksa dahulu.

J. Peralatan Bangunan

1. Lift Barang, adalah pesawat dengan peralatan yang


mempunyai kereta bergerak naik-turun mengikuti rel pemandu
yang dipasang pada bangunan dan digunakan untuk mengangkut
bahan. Lift tersebut digunakan selama masa konstruksi.
2. Lift Orang, sama halnya dengan lift barang tetapi
peruntukkannya adalah untuk orang.
3. Instalasi Listrik, adalah susunan perlengkapan listrik yang
bertalian satu dengan yang lain serta memiliki cirri
terkoordinasi, untuk memenuhi satu atau sejumlah tujuan
tertentu, yang mencakup Distribusi, Peralatan dan pengaman
instalasi listrik.
4. Instalasi Penyalur Petir, adalah susunan sarana penyalur petir
terdiri dari penerima, penghantar penurunan, elektroda bumi dan
termasuk perlengkapan lainnya yang berfungsi untuk
menangkap muatan petir dan menyalurkannya ke bumi. Setiap
instalasi penyaur petir harus memiliki pengesahan dari Disnaker
Kab/kota.
5. Instalasi Tata Udara / Ventilasi, adalah suatu instalasi untuk
mengatur penyegaran udara. Sasaran penyegaran udara adalah
agar temperature, kelembaban, kebersihan dab distribusi udara
bersih dapat dipertahankan sesuai kondisi yang diinginkan.
Instalasi tersebut juga harus memiliki pengesahan penggunaan
instalasi dan dipelihara serta diperiksa secara rutin.
Komponen instalasi tata udara, antara lain;

a. Tata udara jenis paket;


Peralatan penyegar
Refrigator
b. Instalasi tata udara jenis kamar
c. Instalasi tata udara jenis air udara
d. Suhu udara
Administrasi pengesahan; sebelum instalasi tata udara
digunakan, pengurus harus mengajukan permohonan
pengesahan penggunaan kepada disnaker dengan melampirkan;
a. Gambar konstruksi
b. Sertifikat bahan
c. Perhitungan instalasi
d. Instalasi listrik

PENGAWASAN K3 KONSTRUKSI BANGUNAN


PENGAWASAN K3 KONSTRUKSI BANGUNAN
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pekerjaan jasa konstruksi bangunan dilaksanakan bertahap
yaitu mulai dari tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan dan
tahapan memelihara dan pembongkaran.
Pada tahapan pelaksanaan jasa konstruksi bangunan pada
seluruh proyek di Indonesia mempunyai ciri-ciri tempat kerja
proyek :
1. Selalu berpindah-pindah dalam waktu yang relatif singkat.
2. Terbuka dan tertutup, mempunyai temperatur panas, dingin,
lembab, kering, angin kencang serta berdebu dan kotor.
3. Pekerjaan dilaksanakan secara komprehensif.
4. Menggunakan pesawat/peralatan manual dan modern sesuai
dengan bekas proyek.
Pada tahapan pelaksanaan jasa konstruksi bangunan pada
seluruh proyek di Indonesia menggunakan tenaga kerja sebagai
berikut : musiman atau tidak tetap, pendidikan rendah,
pengetahuan keselamatan kerja masih kurang, fasilitas yang
sangat minim. Dari data kecelakaan (Ref ILO) dibandingkan
dengan kecelakaan kerja di tempat lain :
Konstruksi : 31,9%
Industri : 31,6%
Transport : 9,3%

Pertambangan : 2,6%
Kehutanan : 3,8%
Lain-lain : 20%
Sedangkan penyebab kecelakaan pada sektor
konstruksi (Ref ILO) :
Jatuh : 26%
Terbentur : 12%
Tertimpa : 9%
Mesin dan alat : 8%
Alat kerja tangan : 7%
Transport : 7%
Lain-lain : 6%
Di dalam upaya mencegah kecelakaan kerja konstruksi
bangunan diperlukan pengawasan yang terus menerus dan
terpadu, baik dari ahli K3 konstruksi maupun Departemen
Tenaga Kerja dan Transportasi.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan pembelajaran umum
Setelah mempelajari modul ini peserta dapat memahami dan
mampu menjelaskan tentang ketentuan peraturan perundangan
konstruksi bangunan.
2. Tujuan pembelajaran khusus
Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat :
2.1. Latar belakang K3 Kontruksi Bangunan
2.2. Dasar hukum K3 Kontruksi Bangunan
2.3. Pengertian K3 Kontruksi Bangunan
2.4. Ruang lingkup K3 Kontruksi Bangunan
2.5. K3 Kontruksi Bangunan
2.6. Pengawasan K3 Kontruksi Bangunan.

C. RUANG LINGKUP
Yang akan dipelajari dalam modul ini adalah :
1. Karakteristik kegiatan proyek konstruksi bangunan
2. Jenis-jenis bahaya pada kegiatan konstruksi bangunan
3. Unsur-unsur terkait pada kegiatan konstruksi bangunan
4. Strategi penerapan K3 pada proyek konstruksi bangunan
5. Elemen program K3 proyek konstruksi bangunan
6. Pengawasan pelaksanaan K3 proyek kontruksi bangunan
7. Sertifikasi
8. Inspeksi rutin internal.


BAB II
DASAR HUKUM DAN PENGERTIAN

A. DASAR HUKUM
Sebagai dasar hukum dari K3 Konstruksi bangunan adalah :
1. Undang-undang No. 1Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
2. Undang-undang No. 13/2003 tentang ketenagakerjaan
3. Undang-undang No. 18/1999 tentang jasa kontruksi
4. Peraturan No. 01/Men/1980 tentang K3 Kontruksi
5. Instruksi Menaker No. 01/1992 tentang pemeriksaan,
keberadaan unit organisasi K3.
6. SKB Menaker dan Men PU ke-174/1986 dan No.
104/KPTS/1986 tentang K3 pada tempat kegiatan konstruksi
beserta pedoman pelaksanaan K3 pada tempat kegiatan
konstruksi.
7. Surat edaran Dirjen Binawas No. 13/BW/1998 tentang akte
pengawasan proyek konstruksi bangunan.
8. Surat Dirjen Binawas No. 147/BW/KK/IV/1997 tentang wajib
lapor pekerjaan proyek konstruksi.

B. PENGERTIAN
1. Konstruksi bangunan ialah kegiatan yang berhubungan dengan
seluruh tahapan yang dilakukan di tempat kerja.

Tempat kerja kegiatan konstruksi bangunan ialah tempat kerja
sebagaimana dimaksud pasal (1) dan ayat (2) huruf c, k, l,
Undang-undang No. 1 Tahun 1970.
2. Kontraktor ialah pelaksana kontruksi.
3. Sub-konstruktor ialah bagian dari pelaksanaan konstruksi yang
mempunyai bidang khusus.
4. Pekerjaan konstruksi beton adalah tahapan pekerjaan konstruksi,
yang menggunakan bahan-bahan, semen, pasir, batu split, batu
belah, batang belah, batang besi ulir.
5. Pekerjaan kontruksi baja
Tahapan pekerjaan konstruksi bangunan yang menggunakan
bahan-bahan; konstruksi baja, rangka, baut, mur, pengelasan
baja.
6. Pekerjaan penggalian yaitu tahapan pekerjaan konstruksi
bangunan pada tanah (soil), pekerjaan tanah seperti galian,
rembesan, parit timbunan.
7. Pekerjaan pondasi
Tahapan pekerjaan konstruksi bangunan untuk membuat bagian-
bagian struktur yang memikul beban struktur sampai ketanah.
8. Wajib lapor pekerjaan / proyek konstruksi bangunan : kewajiban
administrasi K3 konstruksi bangunan dari pelaksanaan
konstruksi / kontraktor.
9. Kepala proyek : orang yang memimpin langsung tempat kerja
konstruksi bangunan (pemimpin pelaksana konstruksi).
10. Safety officer : petugas / pekerja dan pelaksana konstruksi
untuk melaksanakan K3 di bidang konstruksi.
11. Ahli K3 konstruksi ialah ahli / expert dari pelaksanaan
konstruksi yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang
Kedaulatan Kerja.


BAB III
POKOK BAHASAN

A. KARAKTERISTIK KEGIATAN PROYEK KONSTRUKSI


Kegiatan proyek konstruksi pada umumnya memiliki waktu
/ masa kerja yang terbatas dalam hitungan bulan atau beberapa
tahun saja, terkecuali proyek-proyek konstruksi besar yang
kadang-kadang memakan waktu belasan tahun.
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan jumlahnya sangat
besar dan melibatkan banyak sekali tenaga kerja kasar yang
memiliki pendidikan relatif rendah.
Proyek konstruksi bangunan memiliki intensitas kerja yang
sangat tinggi karena sangat dibatasi oleh waktu penyelesaian
kegiatan proyek konstruksi. Di dalam suatu kegiatan proyek
konstruksi diperlukan berbagai disiplin ilmu dan multi crafts.
Peralatan kerja yang beragam dari alat / perkakas kerja
tangan sampai berteknologi tinggi serta penggunaan alat-alat
berat, peralatan, materiil dan tenaga kerja memiliki mobilitas
yang tinggi.

B. JENIS-JENIS BAHAYA PADA KEGIATAN KONSTRUKSI


1. Physical Hazards
Atau faktor kimia yang berupa kekeringan, suhu, cahaya,
getaran radiasi.

2. Chemical Hazards
Atau faktor kimia yang dapat berupa bentuk padat, cair dan gas.
3. Electrical Hazards
Atau bahaya sengatan listrik, kebakaran karena listrik karena
banyaknya instalasi listrik yang bersifat sementara dan kadang-
kadang tidak terkendali.
4. Mechanical Hazards
Atau bahaya kecelakaan yang diakibatkan oleh peralatan kerja
tangan, mesin / pesawat sampai kepada alat berat.
5. Physiological Hazards
Atau organisasi yaitu cara kerja atau alat kerja yang tidak tepat,
sehingga dapat menyebabkan kecelakaan.
6. Physiological Hazards
Atau yang berkaitan dengan aspek kerja, pekerjaan yang
monoton yang membuat kejenuhan, lokasi tempat kerja yang
sangat terpencil sehingga membuat kebosanan dll.
7. Biological Hazards
Yang disebabkan oleh serangga, bakteri, virus, parasit, dll.

C. UNSUR-UNSUR TERKAIT PADA KEGIATAN


KONSTRUKSI BANGUNAN
1. Pemilik proyek
Pemilik proyek adalah penyandang dana sebagai pemilik yang
memberikan kepercayaan kepada kontraktor untuk
melaksanakan kegiatan suatu proyek konstruksi.
2. Kontraktor adalah perusahaan jasa konstruksi yang diberi
kepercayaan oleh pemilik proyek untuk mengerjakan suatu
kegiatan proyek konstruksi.
3. Sub-kontraktor adalah perusahaan jasa yang membantu berbagai
macam tugas kontraktor dalam kegiatan proyek konstruksi
bangunan.
4. Pekerjaan proyek adalah para pekerja yang bekerja pada
kegiatan proyek konstruksi.
5. Pekerja subkon adalah para pekerja dari penambahan subkon
tertentu yang berada di proyek konstruksi.
6. Pemasok adalah perusahaan yang bekerja di bidang jasa yang
mensuplai barang-barang / alat-alat kebutuhan proyek konstruksi
bangunan.
7. Masyarakat adalah masyarakat atau yang dapat ikut
berpartisipasi dalam kegiatan proyek konstruksi dalam berbagai
macam kegiatan.
8. Instruksi teknis adalah pemerintah yang terkait dengan kegiatan
proyek konstruksi bangunan baik dalam bentuk administratif
maupun terkait.

D. STRATEGI PENERAPAN K3 PADA PROYEK


KONSTRUKSI
Penerapan K3 pada kegiatan konstruksi dapat di lakukan
dengan urutan sebagai berikut :
1. Identification
Setiap kegiatan proyek konstruksi memiliki karakteristik yang
berbeda, misalnya proyek bangunan tinggi, pembangunan
bendungan, bangunan pabrik dan sebagainya. Lakukan
identifikasi polusi bahaya atau kegiatan konstruksi yang akan
dilaksanakan. Buat mapping potensi bahaya menurut area atau
bidang kegiatan masing-masing.
2. Evaluation
Dari hasil identifikasi dilakukan evaluasi tentang potensi bahaya
untuk menentukan skala prioritas berdasarkan hazards rating.
3. Develops the plan
Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi diatas susun rencana
pengendalian dan pencegahan kecelakaan :
Terapkan konsep manajemen keselamatan kerja yang baku
(SMK3)
Susunlah pekerjaan implementasi dan program-program K3
yang akan dilakukan (buat dalam bentuk elemen kegiatan).
4. Implementasi
Buat rencana kerja yang telah disusun untuk
mengimplementasikan konsep pengendalian dengan baik.
Untuk mencapai kegiatan yang optimal sediakan sumber daya
yang diperlukan untuk menjalankan program K3. Buatlah
kebijakan K3 terpadu.
5. Monitoring
Buatlah program untuk memonitor pelaksanaan K3, untuk
mengetahui apakah program-program tersebut telah terlaksanan
dengan baik atau tidak.
Susun lalu audit internal serta inspeksi yang baik sesuai dengan
kondisi setempat.

E. ELEMEN PROGRAM K3 PROYEK KONSTRUKSI

Sebagai implementasi program K3 pada proyek konstruksi


dapat kita laksanakan sebagai berikut :

1. 1. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja.


Pihak manajemen harus membuat kebijakan K3 yang akan
menjadi landasan keberhasilan K3 dalam kegiatan proyek
konstruksi. Isi kebijakan merupakan komitmen dan dukungan
dari manajemen puncak terhadap pelaksanaan K3.
Kebijakan K3 tersebut harus direalisasikan kepada
seluruh karyawan dan digunakan sebagai kesadaran
kebijakan proyek yang lain.
1. 2. Administratif dan prosedur
Menetapkan sistem organisasi pengelolaan K3 dalam proyek
serta menetapkan personil dan petugas yang menangani K3
dalam proyek.
Menetapkan prosedur dan sistem kerja K3 selama proyek
berlangsung termasuk tugas dan wewenang semua yang terkait.
Kontraktor harus memiliki :
- Organisasi yang mempunyai K3 yang besarnya sesuai dengan
kebutuhan dan lingkup kegiatan.
- Akses kepada penanggung jawab proyek.
- Personal yang cukup yang bertanggung jawab mengelola
kegiatan K3 dalam perusahaan yang jumlahnya disesuaikan
dengan kebutuhan.
- Personil atau pekerja yang cakap dan kompeten dalam
menangani setiap jenis pekerjaan serta mengetahui sistem cara
kerja aman untuk masing-masing kegiatan.
- Kelengkapan dokumen kerja dalam perizinan yang berlaku
- Manual K3 sebagai kebijakan K3 dalam perusahaan / proyek.
- Prosedur kerja akan sesuai dengan jenis pekerjaan dalam
kontrak yang akan dikerjakan.
23. Identifikasi bahaya
Sebelum memulai sesuatu pekerjaan, harus dilakukan
identifikasi bahaya, guna mengetahui potensi bahaya dalam
setiap pekerjaan.
Identifikasi bahaya dilakukan bersama pengadaan pekerjaan dan
safety departemen atau P2P3.
Identifikasi bahaya menggunakan teknik yang sudah baru seperti
check list, what If, hazards dan sebagainya.
Semua hasil identifikasi bahaya harus didokumentasikan dengan
baik dan dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap
kegiatan.
Identifikasi bahaya harus dilakukan pada setiap tahapan proyek
yang meliputi :
- Design phase
- Pracurement
- Konstruksi
- Commissioning dan start up
- Penyerahan kepada pemilik.
34. Project safety review
Sesuai dengan perkembangan proyek, dilakukan kajian K3 yang
mencakup kehandalan K3 dalam rancangan dan pelaksanaan
pembangunannya.
Kajian K3 dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa proyek
dibangun dengan standar keselamatan yang baik sesuai dengan
persyaratan.
Bila diperlukan kontraktor harus melakukan project safety
review untuk setiap tahapan kegiatan kerja, terutama bagi
kontraktor EPC (Engineering, Pracurement, Construction).
Project safety review bertujuan untuk mengevaluasi potensi
bahaya dalam setiap tahapan project secara sistematis.

45. Pembinaan dan pelatihan


Pembinaan dan pelatihan K3 untuk semua karyawan dari level
terendah sampai level tertinggi dan dilakukan suatu proyek
dimulai dan dilakukan secara berkala.
Materi pembinaan dan pelatihan antara lain :
- Kebijakan K3 proyek
- Cara bekerja dengan aman
- Cara penyelamatan dan penanggulangan dalam keadaan darurat.
- Dan lain-lain.
56. Safety Committee (Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja)
P2K3 merupakan salah satu penyangga keberhasilan K3 dalam
proyek konstruksi serta merupakan saluran untuk membina
keterlibatan dan kepedulian semua terhadap K3.
Kontraktor harus membentuk P2K3 yang beranggotakan wakil
dari masing-masing fungsi yang ada dalam kegiatan kerja P2K3
membahas permasalahan K3 dalam kegiatan proyek konstruksi
serta memberikan masukan dan pertimbangan kepada
manajemen untuk meningkatkan K3.
67. Safety Promotion
Selama kegiatan proyek berlangsung di selenggarakan program-
program promosi K3, yang bertujuan untuk mengingatkan dan
meningkatkan awareness para karyawan proyek.
Kegiatan promosi berupa poster, spanduk, bulletin, lomba K3
dan sebagainya yang sebanyak mungkin melibatkan tenaga
kerja.
78. Safe working practices
Harus disusun pedoman K3 untuk setiap pekerjaan berbahaya
dilingkungan proyek, misalnya :
- Pekerjaan penjelasan
- Pemasangan scaffolding
- Bekerja di ketinggian
- Penggunaan bahan kimia berbahaya
- Bekerja di ruang tertutup
- Bekerja di peralatan mekanik
- Dan sebagainya.
89. Sistem izin kerja
Untuk mencegah kecelakaan dan berbagai kegiatan berbahaya,
perlu dikembangkan izin kerja.
Semua pekerjaan berbahaya hanya boleh dimulai jika telah
memiliki izin kerja yang dikeluarkan oleh fungsi berwenang
(pengawas proyek atau ahli K3)
Izin kerja memuat cara melakukan pekerjaan, safety precaution
dan peralatan keselamatan yang diperlukan.
910 Safety inspection
Safety inspection merupakan program penting dalam phase
konstruksi untuk meyakinkan bahwa tidak ada unsafe act
maupun unsafe condition di lingkungan kegiatan proyek.
Inspeksi harus dilakukan secara berkala dan dapat dilakukan
oleh petugas K3 atau dibentuk joint inspection semua unsur dan
sub kontraktor.
111. Equipment inspection
Semua peralatan (mekanis, proyek tools, alat berat, dsb) harus
diperiksa oleh ahlinya sebelum diizinkan digunakan dalam
proyek.
Semua peralatan yang sudah diperlukan diberi sertifikat
penggunaan dilengkapi dengan label. Pemeriksaan harus
dilakukan secara berkala.
112. Keselamatan Kontraktor (Contractor Safety)
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang meminta
kontraktor maupun sub kontraktor harus memenuhi standar
keselamatan yang telah ditetapkan dan setiap sub kontraktor
harus memiliki petugas K3. Pelatihan K3 harus diberikan secara
berkala kepada karyawan sub kontraktor.
113. Keselamatan Transportasi
Kegiatan proyek melibatkan aktivitas transportasi yang tinggi,
sehingga diperlukan pembinaan dan pengawasan transportasi
baik diluar maupun di dalam lokasi proyek. Semua kendaraan
angkutan proyek harus memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan.
114. Pengelolaan Lingkungan
Selama proyek berlangsung harus dilakukan pengelolaan
lingkungan dengan baik, mengacu kepada dokumen amdal /
UKL dan UPL.
Selama proyek berlangsung dampak negatif yang diakibatkan
oleh kegiatan proyek harus ditekan seminimal mungkin untuk
menghindarkan kerusakan terhadap lingkungan.
115. Pengelolaan limbah dan K3.
Kegiatan proyek dapat menimbulkan limbah yang kemungkinan
dalam jumlah yang cukup besar dalam berbagai bentuk.
Limbah yang dihasilkan harus dikelola dengan baik sesuai
dengan jenisnya pada waktu-waktu tertentu . limbah harus
dikeluarkan dari proyek dibuang ketempat yang sudah
ditentukan.
116. Keadaan darurat
Apapun dapat terjadi selama kegiatan proyek berlangsung,
misalnya; kebakaran, kecelakaan, peledakan dan sebagainya.
Oleh karena itu perlu diperoleh keadaan darurat dan
direalisasikan serta dilakukan pelatihan / simulasi yang diikuti
semua karyawan proyek.
117. Accident Investigation and Reporting System
Semua kegiatan kecelakaan selama proyek berlangsung harus di
selidiki oleh petugas yang telah terlatih dengan tujuan untuk
mencari penyebab utama agar kejadian / kecelakaan serupa tidak
terulang kembali.
Semua kejadian / kecelakaan harus dicatat serta dibuat sesuai
statistik kecelakaan yang nantinya dapat digunakan sebagai
bahan rapat pada pertemuan rutin P2K3.

118. Audit K3
Proyek konstruksi secara berkala harus diaudit disesuaikan
dengan jangka waktu kegiatan proyek. Audit K3 berfungsi untuk
mengetahui kelemahan dan kelebihan pelaksanaan K3 dalam
proyek sebagai masukan pelaksanaan proyek berikutnya.
Hasil audit juga dapat sebagai masukan dalam memberikan
penghargaan K3.

F. PENGAWASAN PELAKSANAAN K3 PROYEK


KONSTRUKSI BANGUNAN
Setiap kegiatan proyek konstruksi bangunan harus
dilaporkan ke kantor Depnaker setempat dengan mengisi
formulir wajib lapor yang benar data-data antara lain :
- Identitas perencana
- Penanggung jawab
- Perkembangan Jamsostek
- Jenis pekerjaan
- Waktu pelaksanaan
- Jumlah pekerja
- Pesawat / mesin / peralatan
- Bahan berbahaya
- Fasilitas K3
- Unit K3
- Usaha-usaha K3
Dari data-data yang tercantum pada wajib lapor pegawai
pengawas spesialis konstruksi akan melakukan pemeriksaan
setempat untuk melakukan inspeksi.
Dari hasil inspeksi tersebut akan dituangkan kedalam buku
Akte Pengawasan. Akte Pengawasan inilah yang merupakan
bentuk dari pengawasan preventif suatu tempat kerja. Isi buku
akte pengawasan adalah data-data yang diperlukan dari tempat
kerja serta syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pengurus
tempat kerja.
G. SERTIFIKASI
Sertifikasi diberikan kepada personil setelah mengetahui
pelatihan dan memenuhi persyaratan panitia. Jenis kompetensi
personil :
- Ahli K3
- Supervisor
- Teknisi
- Operator
- Pelaksana
Sedangkan jenis sertifikasi peralatan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, misalnya :
Peralatan angkat-angkut
- Crane
- Forklift
- PH
- dll
Peralatan kerja sebelum dipergunakan harus diperiksa
terlebih dahulu dengan menggunakan lembar check list. Secara
berkala peralatan tersebut harus diperiksa dan diuji oleh
pengawas K3 spesialis atau ahli K3 spesialis.

H. INSPEKSI RUTIN INTERNAL


Contoh check list
BAB IV
SOAL LATIHAN

1. Apakah yang menjadi dasar hukum pengawasan K3 konstruksi


bangunan ?
2. Pengawasan K3 konstruksi bangunan dilakukan pada setiap
tahapan pekerja, sebutkan !
3. Siapa yang bertanggung jawab terhadap kejadian kecelakaan di
proyek konstruksi ?
4. Apa manfaat unit K3 di proyek konstruksi bangunan
5. Jelaskan tentang bahaya-bahaya yang ada di kegiatan proyek
konstruksi bangunan !
6. Dalam bentuk apa pengawasan K3 proyek konstruksi bangunan
?
7. Apa tujuan pembuatan pedoman kerja di proyek konstruksi
bangunan?
8. Mengapa pihak manajemen harus membuat komitmen K3 ?
9. Tanggap darurat pada konstruksi bangunan sangat diperlukan
untuk kondisi seperti apa tanggap darurat itu dibuat ?
10. Berikan contoh jenis-jenis pekerjaan yang memerlukan izin
kerja !

BAB V
PENUTUP

Perkembangan dalam sektor konstruksi banyak


menggunakan peralatan, pesawat, mesin, bahan berbahaya
cenderung mengundang sumber bahaya potensial yang sangat
tinggi.
Sumber bahaya dengan potensi tinggi akan meningkatkan
bahaya baik dari sifat cara dan proses produksi serta lingkungan
kerja dengan risiko kecelakaan yang lebih besar kalau tidak
diadakan upaya pengendaliannya.
Pengendalian ini dapat dilakukan dengan meningkatkan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja yang mencakup antara
lain upaya untuk mencegah dan mengendalikan kecelakaan
kerja, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja di tempat
kerja konstruksi bangunan.
Dalam kondisi yang demikian perlu tenaga kerja yang lebih
terampil dan profesional di dalam pengoperasiannya, sehingga
risiko bahaya dapat lebih ditekan. Peranan K3 akan sangat
penting dan strategis guna mengantisipasi masalah tersebut
diatas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Menaker No. 01/Men/1981
2. Instruksi Menaker No. 01/1992
3. SKB Menaker dan Men PU No. 174/1986 dan No.
104/KPTS/1986
4. SE Dirjen Binawas No, 13/BW/1986
5. SE Dirjen Binawas No. 147/BW/KK/IV/1997
6. Pedoman K3 Konstruksi Bangunan oleh Depnaker 1981

ALAT PELINDUNG DIRI (K3)


ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

eselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan


K
instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan
hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan
kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib
dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi,
bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).
Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus
dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi
keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek
utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan
kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau
alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak
diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan
kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu
menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya
cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah
terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga
mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar
tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi
instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat
kesehatan kerja setinggi-tingginya.
3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan
K
penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar),
getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat
menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan
pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan
tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan
lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan.
K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam
kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan
jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan
lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat
terhadap peristiwa kecelakaan kerja.
Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan
revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis
serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai
adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-
mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja
hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin
menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda
dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya.
Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin
adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan
kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi
pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar
bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin
banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat
membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa
pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan
hidup.
Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian
integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya
dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk),
bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat
dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas
contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant
rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi
resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini
berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi
tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat
umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks
bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak
pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908
parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda
memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan
penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun
1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan
beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi
keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah
berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di
antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur
lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene
Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en
Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia
(Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api
dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926
No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi
Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids
Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat
Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman
kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi
bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat
dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa
transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional.
Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai
dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.
K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah
dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian
teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan
tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam
bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal
ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan
Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948
tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan
secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma
kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan
program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas
mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.

engaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai


P
dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992
tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992
tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang
berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain
seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur
(pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini,
pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu
global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup,
kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas
kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan
jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi
di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian
yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap
kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil
jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini
pada urutan pertama sebagai syarat investasi.

Berikut ini adalah peralatan pelindung diri dalam bekerja :

1. Alat pelindung mata


Mata harus terlindung dari panas, sinar yang menyilaukan
dan debu. Berbagai jenis kacamata pengaman mempunyai
kegunaan yang berbeda. Kacamata debu berguna melindungi
mata dari bahaya debu, bram (tatal) pada saat menggerinda,
memahat dan mengebor. Kacamata las berguna melindungi mata
dari bahaya sinar yang menyilaukan (kerusakan retina mata)
pada saat melaksanakan pengelasan. Kacamata las dapat
dibedakan terutama pada kacanya, antara pekerjaan las asetilin
dan las listrik. Kacamata las listrik lebih gelap dibandingkan
dengan kacamata las asetilin. Selain kacamata las terdapat juga
kedok yang lazim disebut helm las atau kacamata las yang
dipadukan dengan topi.

2. Alat pelindung kepala


Topi adalah alat pelindung kepala secara umum, bila kita bekerja
pada mesin-mesin yang
berputar, topi melindungi terpuntirnya rambut oleh putaran
mesin bor atau rambut terkena
percikan api pada saat mengelas.

3. Alat pelindung telinga/Ear plug


Alat pelindung telinga ialah alat yang melindungi telinga dari
gemuruhnya mesin yang bising,
juga penahan bising dari letupan / letusan.

4. Pelindung hidung dan mulut

itempat- tempat tertentu dari bagian bengkel, udara sering


D
dikotori terutama akibat kimiawi, akibat gas yang terjadi, akibat
semprotan cairan, akibat debu dan partikel lainnya yang lebih
kecil. Misalnya pengotoran pada pernafasan akibat debu kasar
dari gerinda, kabut dari proses pengecatan, asap yang timbul
ketika pahat sedang digerinda dan asap ketika mengelas adalah
salah satu contoh pengotoran udara yang terjadi. Pemakaian alat
pelindung pernafasan ditentukan oleh jenis bahaya pengotoran
udara.
a. Penahan debu
Penahan debu memberi perlindungan pernafasan dari debu, debu
metalik yang kasar atau
partikel lainnya yang bercampur dengan udara. Yakinlah bahwa
pemakaian pelindung ini
sudah rapat betul, sehingga udara yang dihirup melalui saringan

(filter).
b. Saringan Cartridge
Pemakaian saringan cartridge bila jalannya pernafasan mendapat
pengotoran dari embun cairan berracun yang berukuran 0,5
mikron. Saringan cartridge diberi tanda oleh pabrik guna
menerangkan kegunaannya. Bila terasa pernafasan sangat sesak
segera saringan diganti. Yakinlah bahwa melekatnya alat ini
pada bagian kulit muka benar-benar melekat dengan baik. Agar
tidak meragukan cobalah dengan melekatkan lembaran kertas
atau ditutup telapak tangan pada lubang udara, kemudian
dihirup. Jika penghirupan terasa sesak, berarti tidak ada
kebocoran, ini menunjukkan perlekatan pada bagian kulit muka
baik.

5. Alat pelindung tangan


Alat pelindung tangan (sarung tangan) terbuat dari bermacam-
macam bahan disesuaikan kebutuhan. Yang sering dijumpai
adalah :
a. Sarung tangan kain
Digunakan untuk memperkuat pegangan. Hendaknya dibiasakan
bila memegang benda
yang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan logam
lainnya

b. Sarung tangan asbes


Sarung tangan asbes digunakan terutama untuk melindungi
tangan terhadap bahaya pembakaran api. Sarung tangan ini
digunakan bila setiap memegang benda yang panas, seperti pada
pekerjaan mengelas dan pekerjaan menempa (pande besi).

c. Sarung tangan kulit


Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari
ketajaman sudut pada pekerjaan pengecoran. Perlengkapan ini
dipakai pada saat harus mengangkat atau memegang bahan tsb.
d. Sarung tangan karet
Terutama pada pekerjaan pelapisan logam seperti pernikel,
perkhrom dsb. Sarung tangan menjaga tangan dari bahaya
pembakaran asam atau melindungi dari kepedasan cairan pada
bak atau panic dimana pekerjaan tersebut berlangsung. Sarung
tangan karet digunakan pula untuk melindungi kerusakan kulit
tangan karena hembusan udara pada saat membersihkan bagian-
bagian mesin dengan menggunakan kompresor.

6. Alat pelindung kaki

Untuk menghindarkan kerusakan kaki dari tusukan benda tajam,


tertimpa benda yang berat, terbakar oleh zat kimia, maka
sebagai pelindung digunakan sepatu. Sepatu ini harus terbuat
dari bahan yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan.
7. Alat pelindung badan
a. Apron
Ketentuan memakai sebuah apron pelindung harus dibiasakan
diluar baju kerja. Apron kulit dipakai untuk perlindungan dari
rambatan panas nyala api.

b. Pakaian pelindung
Dengan menggunakan pakaian pelindung yang dibuat dari kulit,
maka pakaian biasa akan terhindar dari percikan api terutama
pada waktu mengelas dan menempa. Lengan baju jangan
digulung, sebab lengan baju akan melindungi tangan dari sinar
api.
9. Pakaian dan cara berpakaian
Pada umumnya pakaian yang patut dipakai ketika bekerja
adalah baju kerja yang dalam keadaan rapi dan baik. Bagian
pakaian yang sobek dapat menyebabkan tersangkutnya pada
bagian-bagian mesin yang bergerak. Menggunakan dasi
samahalnya dengan menggunakan pakaian sobek yang dapat
mengakibatkan tersangkutnya pada mesin yang berputar.
Melipat lengan baju adalah salah satu cara menghindarkan
tersangkutnya lengan baju atau lebih baik lengan baju dibuat
pendek diatas siku.
Sumber :
http://ppnisardjito.blogspot.com/2012/06/dasar-hukum-k3.html
Modul Alat Pelindung diri SMK Probolinggo
Pengertian, Dasar Hukum dan Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
D Hebbie Ilma Adzim { Dasar-Dasar K3 | s Jumat, Agustus 28, 2015
Pengertian Kesehatan Kerja menurut joint ILO/WHO Committee 1995 ialah penyelenggaraan dan
pemeliharaan derajat setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan sosial tenaga kerja di
semua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja yang disebabkan kondisi
kerjanya, perlindungan tenaga kerja terhadap resiko faktor-faktor yang mengganggu kesehatan,
penempatan dan pemeliharaan tenaga kerja di lingkungan kerja sesuai kemampuan fisik dan
psikologisnya, dan sebagai kesimpulan ialah penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan
manusia kepada pekerjaannya.

Dasar Hukum Kesehatan Kerja


1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja pasal 3 (tiga) dan pasal 8 (delapan).
2. Peraturan Menteri Perburuhan no 7 Tahun 1964 tentang
Syarat-Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan di
Tempat Kerja.
3. Permenaker No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan
Keselamatan Kerja.
4. Permenaker No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor
Penyakit Akibat Kerja.
5. Permenaker No 3 Tahun 1983 tentang Pelayanan Kesehatan
Kerja.
6. Permenaker No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan
Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Dasar Jamsostek.
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 333 Tahun 1989
tentang Diagnosa dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
8. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No 1 Tahun 1979
tentang Pengadaan Kantin dan Ruang Makan.
9. Surat Edaran Dirjen Binawas tentang Perusahan Catering
Yang Mengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja.
Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja.
o Sarana dan Prasarana.

o Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja,

dokter Perusahaan dan paramedis Perusahaan).


o Organisasi (pimpinan Unit Pelayanan Kesehatan Kerja,

pengesahan penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan


Kerja).
2. Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
o Awal (Sebelum Tenaga Kerja diterima untuk

melakukan pekerjaan).
o Berkala (sekali dalam setahun atau lebih).

o Khusus (secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu

berdasarkan tingkat resiko yang diterima).


o Purna Bakti (dilakukan tiga bulan sebelum memasuki

masa pensiun).
3. Pelaksanan P3K (petugas, kotak P3K dan Isi Kotak P3K).
4. Pelaksanaan Gizi Kerja.
o Kantin (50-200 tenga kerja wajib menyediakan ruang

makan, lebih dari 200 tenaga kerja wajib menyediakan


kantin Perusahaan).
o Katering pengelola makanan bagi Tenaga Kerja.

o Pemeriksaan gizi dan makanan bagi Tenaga Kerja.

o Pengelola dan Petugas Katering.

5. Pelaksanaan Pemeriksaan Syarat-Syarat Ergonomi.


o Prinsip Ergonomi:

Antropometri dan sikap tubuh dalam bekerja.


Efisiensi Kerja.

Organisasi Kerja dan Desain Tempat Kerja

Faktor Manusia dalam Ergonomi.

o Beban Kerja :

Mengangkat dan Mengangkut.

Kelelahan.

Pengendalian Lingkungan Kerja.

6. Pelaksanaan Pelaporan (Pelayanan Kesehatan Kerja,


Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dan Penyakit Akibat
Kerja)
Demikian, selamat membangun Kesehatan Kerja di tempat kerja :-)

Program Zero Accident (Kecelakaan Nihil) di Tempat Kerja


D Hebbie Ilma Adzim { Dasar-Dasar K3 | s Selasa, November 19, 2013
Program zero accident (kecelakaan nihil) ialah tanda penghargaan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang diberikan pemerintah kepada manajemen perusahaan yang telah berhasil dalam
melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja sehingga mencapai nihil kecelakaan
(zero accident).

Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diberikan kepada perusahaan yang telah berhasil
mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu kerja.
Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diberikan dalam bentuk piagam dan plakat yang
ditetapkan melaui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia.

Dasar Hukum pelaksanaan program zero accident


(kecelakaan nihil) di tempat kerja
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja.
2. Undang-Undang No 13 Tahun 2013 tentang
Ketenagakerjaan.
3. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
5. Kepmenaker RI no 463 Tahun 1993 tentang Pola Gerakan
Nasional Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Kriteria/kategori/kelompok Perusahaan peserta program
zero accident (kecelakaan nihil) di tempat kerja
1. Perusahaan Besar : jumlah tenaga kerja keseluruhan lebih
dari 100 (seratus) orang.
2. Perusahaan Menengah : jumlah tenaga kerja keseluruhan
antara 50 (lima puluh) orang sampai dengan 100 (seratus)
orang.
3. Perusahaan Kecil : jumlah tenaga kerja keseluruhan
sampai dengan 49 (empat puluh sembilan) orang.
Kriteria/kategori/kelompok kecelakan kerja yang
menghilangkan waktu kerja menurut program zero accident
(kecelakaan nihil) antara lain :
1. Kecelakaan kerja yang menyebabkan tenaga kerja tidak
dapat kembali bekerja dalam waktu 2 x 24 jam.
2. Kecelakaan kerja ataupun insiden tanpa korban jiwa
(manusia/tenaga kerja) yang menyebabkan terhentinya
proses/aktivitas kerja maupun kerusakan
peralatan/mesin/bahan melebihi shift kerja normal
berikutnya.
Tidak termasuk dalam kriteria/kategori/kelompok
kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu kerja menurut
program zero accident (kecelakaan nihil) di tempat kerja
1. Kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan kerja karena
perang, bencana alam ataupun hal-hal lain di luar kendali
perusahaan.
2. Kehilangan waktu kerja karena proses medis tenaga kerja.
Perhitungan kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan
kerja menurut program zero accident (kecelakaan nihil) di
tempat kerja
1. Kehilangan waktu kerja karena bagian tubuh cacat tetap
(permanen) :
Tangan dan Jari Tangan (hari)
Amputasi seluruh atau sebagian dari tulang Ibu Jari Telunjuk Tengah Manis Kelingking
Ruas ujung 300 100 75 60 50
Ruas tengah - 200 150 120 100
Ruas pangkal 600 400 300 240 200
Telapak (antara jari-jari dan pergelangan) 900 600 500 450 -
Tangan sampai pergelangan 3000

2.
Kaki dan Jari Kaki (hari)
Amputasi seluruh atau sebagian dari tulang Ibu Jari Jari-Jari Lainnya
Ruas ujung 150 35
Ruas tengah - 75
Ruas pangkal 300 150
Telapak (antara jari-jari dan pergelangan) 600 350
Kaki sampai pergelangan 2400

3.
Lengan (hari)
Tiap bagian dari pergelangan sampai siku 3600
Tiap bagian dari atas siku sampai sambungan bahu 4500

4.
Tungkai Kaki (hari)
Tiap bagian dari atas mata kaki sampai lutut 3000
Tiap bagian dari atas lutu sampai pangkal paha 4500

5.
Kehilangan Fungsi (hari)
Satu mata 1800
Kedua mata dalam satu kasus kecelakaan kerja 6000
Satu telinga 600
Kedua telinga dalam satu kasus kecelakaan kerja 3000

6.
Lumpuh Total & Kematian (hari)
Lumpuh total permanen 6000
Kematian 6000
7. *catatan : untuk setiap luka ringan dimana tidak terdapat amputasi tulang, maka kerugian
hari kerja ialah jumlah sesungguhnya selama tenaga kerja tidak mampu bekerja.

8. Kehilangan waktu kerja dimana tenaga kerja tidak mampu


bekerja kembali pada shift normal berikutnya sesuai jadwal
kerja.
Perhitungan keseluruhan jam kerja dimulai sejak terjadinya kecelakaan kerja (insiden) yang
dapat mengakibatkan angka perhitungan jam kerja menjadi 0 (nol) yaitu kriteria kecelakaan kerja
yang menghilangkan waktu kerja, dan bertambah secara kumulatif sesuai jam kerja yang dicapai.
Perhitungan jam kerja keseluruhan meliputi semua jam kerja nyata tenaga kerja yang
melaksanakan kegiatan perusahaan termasuk kontraktor dan sub-kontraktornya pada masing-
masing bidang pekerjaan.
Ketentuan pemberian penghargaan zero accident
(kecelakaan nihil)
1. Bagi perusahaan besar : tidak terjadi kecelakaan kerja
(insiden) yang menghilangkan waktu kerja berturut-turut
selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 6.000.000 (enam
juta) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (insiden) yang
menghilangkan waktu kerja.
2. Bagi perusahaan menengah : tidak terjadi kecelakaan
kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja berturut-
turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 1.000.000
(satu juta) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang
menghilangkan waktu kerja.
3. Bagi perusahaan kecil : tidak terjadi kecelakaan kerja
(insiden) yang menghilangkan waktu kerja berturut-turut
selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 300.000 (tiga
ratus ribu) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang
menghilangkan waktu kerja.
4. Bagi perusahaan sektor konstruksi : perusahaan
kontraktor utama yang telah selesai melaksanakan
pekerjaan tanpa terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang
menghilangkan waktu kerja dengan waktu pelaksanaan
kegiatan minimal 1 (satu) tahun. Perusahaan sub-kontraktor
merupakan pendukung data bagi perusahaan kontraktor
utama. Apabila terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang
menyebabkan hilangnya waktu kerja baik pada perusahaan
kontraktor utama maupun pada perusahaan-perusahaan
sub-kontraktor, maka seluruh jam kerja yang telah dicapai
menjadi 0 (nol) secara bersama.
Tata cara pengajuan serta penilaian untuk memperoleh
penghargaan zero accident (kecelakaan nihil)
1. Perusahaan telah melaksanakan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Audit Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja selama 3
(tiga) tahun.
2. Mengajukan permohonan kepada Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Republik Indonesia c.q. Direktur Jenderal
Binawas melalui Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
3. Melengkapi data pendukung sebagai berikut :
o Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja

selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci


dalam jumlah jam kerja tahunan.
o Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga

kerja selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci


dalam jumlah jam kerja lembur tahunan.
o Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja

kontaktor maupun sub-kontraktor (yang dianggap


bagian dari perusahaan) selama 3 (tiga) tahun berturut-
turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja kontraktor
dan atau sub-kontraktor tahunan.
o Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga

kerja kontaktor maupun sub-kontraktor (yang


dianggap bagian dari perusahaan) selama 3 (tiga)
tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam
kerja lembur kontraktor dan atau sub-kontraktor
tahunan.
4. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan terhadap
data-data yang diajukan perusahaan.
5. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan ke lokasi
perusahaan meliputi :
o Dukungan dan kebijakan manajemen secara umum

terhadap program K3 di dalam maupun di luar


perusahaan.
o Organisasi dan administrasi K3.

o Pengendalian bahaya industri.

o Pengendalian kebakaran dan hygiene industri.

o Partisipasi, motivasi, pengawasan dan pelatihan.

o Pendataan, pemeriksaan kecelakaan, statistik dan

prosedur pelaporan.
6. Hasil penilaian dilaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Republik Indonesia untuk selanjutnya
ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Republik Indonesia.
7. Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diserahkan
oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia ataupun pejabat lain yang ditunjuk.
8. Biaya yang timbul sebagai akibat pemberian penghargaan
zero accident (kecelakaan nihil) menjadi beban perusahaan
bersangkutan.
9. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pemberian
penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan saran-saran dari
perusahaan bersangkutan.

Pengertian (Definisi) Bahaya dan 5 Faktor Bahaya K3 di Tempat Kerja


D Hebbie Ilma Adzim { Dasar-Dasar K3 | s Minggu, September 01, 2013
Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang
berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) -
definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007.
Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain : faktor bahaya
biologi(s), faktor bahaya kimia, faktor bahaya fisik/mekanik, faktor bahaya biomekanik serta
faktor bahaya sosial-psikologis. Tabel di bawah merupakan daftar singkat bahaya dari faktor-
faktor bahaya di atas :

1. Jamur.
2. Virus.
Faktor Bahaya Biologi 3. Bakteri.
4. Tanaman.
5. Binatang.

1. Bahan/Material/Cairan/Gas/Debu/Uap Berbahaya.
2. Beracun.
3. Reaktif.
4. Radioaktif.
Faktor Bahaya Kimia
5. Mudah Meledak.
6. Mudah Terbakar/Menyala.
7. Iritan.
8. Korosif.

1. Ketinggian.
2. Konstruksi (Infrastruktur).
3. Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat.
4. Ruangan Terbatas (Terkurung).
5. Tekanan.
Faktor Bahaya Fisik/Mekanik 6. Kebisingan.
7. Suhu.
8. Cahaya.
9. Listrik.
10. Getaran.
11. Radiasi.

1. Gerakan Berulang.
2. Postur/Posisi Kerja.
Faktor Bahaya Biomekanik
3. Pengangkutan Manual.
4. Desain tempat kerja/alat/mesin.

1. Stress.
2. Kekerasan.
3. Pelecehan.
Faktor Bahaya Sosial-Psikologis
4. Pengucilan.
5. Intimidasi.
6. Emosi Negatif.

Anda mungkin juga menyukai