Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian
dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan
kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri
tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali.
Tanaman hasil kultur jaringan tidak bisa langsung ditanam begitu saja
dalam pot. Pucuk-pucuk dan planlet in vitro yang diregenerasikan di dalam
lingkungan dengan kelembaban tinggi dan bersifat heterotrof, harus berubah
menjadi autotrof bila dipindahkan ke tanah atau lapangan. Tanaman hasil kultur
jaringan (planlet atau tunas mikro) perlu mendapatkan perlakuan khusus untuk
dapat hidup di lingkungan baru hingga menjadi bibit baru yang siap ditanam di
lapang. Proses pemindahan merupakan langkah akhir dari prosedur
mikropropagasi dan diistilahkan sebagai tahap aklimatisasi. Tahap aklimatisasi
merupakan tahapan kritis karena kondisi iklim dilapang sangat berbeda dengan
kondisi dalam botol, sehingga diperlukan penyesuaian. Aklimatisasi merupakan
proses yang penting dalam rangkaian aplikasi teknik kultur jaringan untuk
mendukung pengembangan pertanian.
Menurut Tores (1989), masa aklimatisasi merupakan masa yang kritis
karena pucuk atau planlet yang diregenerasikan dari kultur in vitro menunjukkan
beberapa sifat yang kurang menguntungkan, seperti lapisan lilin (kutikula) tidak
berkembang dengan baik, kurangnya lignifikasi batang, jaringan pembuluh dari
akar ke pucuk kurang berkembang dan stomata seringkali tidak berfungsi (tidak
menutup ketika penguapan tinggi). Keadaan itu menyebabkan pucuk-pucuk in
vitro sangat peka terhadap serangan cendawan dan bakteri, cahaya dengan
intensitas tinggi dan suhu tinggi. Oleh karena itu, aklimatisasi pucuk-pucuk in
vitro memerlukan penanganan khusus, bahkan diperlukan modifikasi terhadap
kondisi lingkungan terutama dalam kaitannya dengan suhu, kelembapan, dan
intensitas cahaya. Di samping itu, medium tumbuh pun memiliki peranan yang
cukup penting.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini:
1. Apa yang dimaksud dengan aklimatisasi pada tanaman kultur jaringan?
2. Apa saja berbedaan aklimasi dengan aklimatisasi?
3. Apa saja karakteristik planlet kultur in vitro?
4. Apa saja prosedur aklimatisasi?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi aklimatisasi?

1
1.3 Batasan Masalah
Dalam makalah ini, ruang lingkup permasalahan dibatasi pada aklimatisasi
pada tanaman kultur jaringan

1.4 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui aklimatisasi pada tanaman kultur jaringan
2. Mengetahui berbedaan aklimasi dengan aklimatisasi?
3. Mengetahui karakteristik planlet kultur in vitro?
4. Mengetahui prosedur aklimatisasi?
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aklimatisasi?

,
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan informasi untuk para mahasiswa dan masyarakat
2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian yang relevan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aklimatisasi


Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian planlet dari kondisi mikro dalam
botol (heterotrof) ke kondisi lingkungan luar (autotrof). Planlet yang dipelihara
dalam keadaan steril dalam lingkungan (suhu dan kelembaban) optimal, sangat
rentan terhadap lingkungan luar (lapang). Mengingat sifat-sifat tersebut, sebelum
ditanam di lapang, planlet memerlukan aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan
di rumah kaca atau pesemaian, baik di rumah kaca atau pesemaian. Dalam
aklimatisasi, lingkungan tumbuh (terutama kelembaban) berangsur-aengsur
disesuaikan dengan kondisi lapang (Wetherelll, 1982).
Aklimatisasi merupakan proses pemindahan planlet dari lingkungan yang
terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik suhu,
cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof,
sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman
(planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi
merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi dilakukan untuk
mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum
ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui
kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik.
Planlet yang dapat diaklimatisasi adalah planlet yang telah lengkap organ
pentingnya seperti daun akar dan batang (jika ada), sehingga dalam kondisi
lingkungan luar planlet dapat melanjutkan perumbuhannya dengan baik. Selain itu
aklimatisasi juga memerlukan media yang tepat untuk pertumbuhan planlet.
Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet kedalam polybag yang berisi
media dan disungkup dengan plastik bening. Sungkup digunakan untuk
melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil
kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara
bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang
sama dengan pemeliharaan bibit generatif.

Tanaman memiliki sifat totipotesi yang merupakan kemampuan setiap sel, dari
mana saja sel tersebut diambil, apabila diletakan dalam lingkungan yang sesuai
akan dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna. Pemindahan eksplan
dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup.
Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama
penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama
penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit

3
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generative (Pierik,
1997).

2.2 Perbedaan Aklimasi dengan Aklimatisasi

Istilah aklimasi ditujukan pada proses suatu tanaman atau organisme hidup
lain agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi atau situasi lingkungan dan
iklim yang baru sebagai hasil dari proses ilmiah. Misalnya tanaman yang akan
tumbuh di lapangan akan mengalami aklimasi terhadap suhu rendah menjelang
memasuki musim dingin (Taji, 2001).
Sementara itu istilah aklimatisasi menunjukan adanya campur tangan
manusia dalam mengarahka proses penyesuaian tersebut. Karena manusia
senantiasa terlibat dalam proses penyapihan tanaman dari kondisi in vitro agar
dapat tumbuh dan berkembang pada kondisi in vivo rumah kaca atau lapangan
maka istilah yang digunakan pada tahap akhir mikropropagasi adalah aklimatisasi,
bukan aklimasi (Taji, 2001).

2.3 Karakteristik Planlet Kultur In Vitro

Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil kultur jaringan yang


semula kondisinya terkendali menjadi lingkungan yang tidak
terkendali (mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrof ke tanaman
ototrof ). Tujuan dari aklimatisasi adalah untuk mengkondisikan tanaman agar
tidak terjadi stress pada waktu ditanam di lapangan.
Masa aklimatisasi merupakan masa yang kritis bagi planlet, karena planlet
menunjukkan beberapa sifat, yaitu :
1.Lapisan lilin tidak berkembang dengan baik
2.Sel-sel palisade daun hanya terbentuk dalam jumlah sedikit
3.Jaringan pembuluh dari akar ke pucuk kurang berkembang
4.Stomata seringkali tidak berfungsi, yaitu tidak mau menutup pada penguapan
tinggi.

A. Kriteria planlet siap aklimatisasi


Adapun kriteria planlet yang siap untuk diaklimatisasi adalah sebagai berikut:
1.Organ planlet lengkap ( akar, batang, daun )
2.Warna pucuk batang hijau mantap artinya tidak tembus pandang
3. Pertumbuhannya kekar
4.Akar memenuhi media
5.Ukuran tinggi tanaman 3 - 4 cm ( tergantung jenis tanaman )
6.Umur tanaman ( anggrek 4 bulan)

4
Tanaman yang berasal dari kultur in vitro sangat berbeda bila
dibandingkan dengan tanaman yang hidup pada kondisi in vivo. Beberapa
karakteristik khas tanaman hasil perbanyakan in vitro diuraikan sebagai berikut
(Zulkarnain, 2009):
1. Daun
Tanaman yang berasal dari kultur in vitro sering memperlihatkan lapisan
lilin (kutikula) yang kurang berkembang sebagai akibat tingginya kelembapan di
dalam wadah kultur (90-100%). Hal ini menyebabkan tanaman kehilangan air
dalam jumlah yang cukup besar melalui evaporasi kutikula pada saat tanaman
dipindahkan ke tanah karena kelembapan udara pada kondisi in vivo jauh lebih
rendah dibandingkian dengan kondisi in vitro. Planlet kadang-kadang memiliki
daun yang tipis, lunak, tidak aktif berfotosintesis, dan tidak adaptif terhadap
kondisi in vivo. Sel- sel palisade lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya sehingga
tidak dapat menerima cahaya secara efisien dengan rongga udara mesofil yang
lebih besar dibandingkan tanaman normal. Stomata tidak berfungsi dengan
sempurna dan tidak menutup sehingga menyebabkan terjadinya cekaman air pada
beberapa jam pertama aklimatisasi.
2. Jaringan angkut
Pada planlet hasil kultur jaringan, sistem pumbuluh angkut antara pucuk
dan akar sering tidak terhubung dengan sempurna sehingga menyebabkan
berkurangnya transport air dan unsur hara. Harus diingat bahwa dalam keadaan in
vitro tanaman bersifat heterotroph sedangkan pada keadaan in vivo tanaman
dituntut untuk menjadi autotroph, kebutuhan karbohidratnya harus disuplai
melalui fotosintesis yang salah satu bahan bakunya adalah air.
Sistem perakaran pada planlet yang berasal dari kultur jaringan cenderung
mudah rusak dan tidak berfungsi dengan sempurna pada keadaan in vivo,
misalnya akar yang terbentuk sedikit atau tidak ada sama sekali. Akar yang tidak
berkembang dengan sempurna akan membuat pertumbuhanm tanaman pada
kondisi in vivo sangat tertekan, terutama pada evaporasi tinggi.
Untuk mengatasi masalah perkembangan system perakaran pada tahap
aklimatisasi, dapat diterapkan langkah-langkah sebagai berikut :

Upayakan tanaman yang masih berada pada lingkungan in vitro


membentuk primordial akar yang akan tumbuh menjadi akar fungsional
pada kondisi in vivo,

Ciptakan kondisi yang memungkinkan untuk terjadinya perkembangan


akar in vitro, misalnya menggunakan medium cair kemudian akar-akar
tersebur akan berfungsi secara normal pada saat planlet dipindahkan ke
tanah.

5
Aklimatisasikan planlet ke tanah setelah tahap perakaran. Pada saat
memasuki tahap perakaran, rendam bagian pangkal planlet dalam larutan
auksin untuk merangsang pembentukan akar.

3. Kemampuan bersimbiosis

Planlet dari tanaman yang pada kondisi pertumbuhan normal bersimbiosis


dengan bakteri dan mikoriza akan memiliki kemampuan bersimbiosis yang sangat
terbatas pada saat dipindahkan dari lingkungan in vitro ke lingkungan in vivo.

B. Tahap Planlet Kultur in vitro


1. Seleksi plantlet
Planlet yang akan diaklimatisasi terlebih dahulu diseleksi. Seleksi plantlet
meliputi kondisi penampakan batang dan akar. Plantlet siap untuk diaklimatisasi
ditandai dengan batang hijau tua dan telah mempunyai akar tunggang dan akar
rambut.

2. Sterilisasi plantlet
Planlet hasil seleksi dibawa ke ruang aklimatisasi (rumah kaca) kemudian
dikeluarkan dari botol dengan menggunakan pinset secara hati-hati supaya akar
tidak putus. Planlet dibersihkan dari media agar dengan cara dicuci pada air
mengalir, selanjutnya direndam pada larutan fungisida dengan konsentrasi 1
gr/liter selama 2-3 menit.
3. Penyiapan media aklimatisasi
Media yang digunakan untuk aklimatisasi disesuaikan dengan jenis yang
akan ditanam. Pada umumnya media yang digunakan adalah top soil, pasir halus,
sekam padi, vermikulit dan kompos. Sterilisasi media dapat dilakukan dengan
cara media digoreng, disiram dengan air mendidih dan penyiraman dengan
fungisida. Dalam hal penyiapan dan pemilihan media ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu antara lain : media cukup terjaga kebersihannya (terbebas dari
mikroba), media cukup aerasi (porositas) dan media cukup mengandung makanan
yang dibutuhkan.

4. Penanaman plantlet
Sebelum planlet ditanam terlebih dahulu media tanam disiram dengan air
secukupnya, kemudian dibuat lubang tanam. Pada saat penanaman dilakukan
secara hatihati mengingat formasi perakaran yang halus dan mudah patah.
Penanaman sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan di tempat yang terlindung dari
sinar matahari.

5. Pemeliharaan plantlet

6
Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, buka tutup sungkup
(sungkup masal),pengguntingan ujung sungkup (sungkup tunggal) dan
penyiangan. Pembukaan dan pengguntingan sungkup dilakukan secara bertahap
sedikit demi sedikit tiap minggu hingga keseluruhannya terbuka(Nugroho, 1996).
2.4 Prosedur Aklimatisasi

1. Menyiapkan wadah
Wadah merupakan tempat yang brisi media tumbuh tanaman hasil kultur. Jenis
wadah yang dapat digunakan meliputi ; Pot terbuat dari tanah liat atau
plastik, sabut kelapa tua, tempurung kelapa tua danbatang pakis. Wadah yang
digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Harus memiliki lubang pembuangan air (draenase)
b. Harus memiliki kemampuan untuk mempertahankan kelembaban media tanam
c. Tidak mudah lapuk
d. Harus bersih dan bebas dari berbagai penyakit
e. Mudah diperoleh dan harganya murah

2. Menyiapkan media
Media merupakan tempat tumbuh dan berdiri tegaknya tanaman.
Persyaratan Media tanam Untuk aklimatisasi adalah :
a. Mampu mengikat air dan unsur hara secara baik
b. Harus memiliki kemampuan untuk menjaga kelembaban
c. Mempunyai aerasi yang baik
d. Tahan lama /Tidak mudah lapuk
e. Tidak menjadi sumber penyakit
f. Derajat keasaman (pH) 5 6
g.Mudah didapat dan harganya murah
Media yang biasa digunakan Untuk tanaman hasil kultur meliputi
;Pakis ( anggrek ), Moss, Potongan kayu pinus, Arang sekam (pisang), Pasir steril
( Jati) dan Sabut Kelapa. Sebelum digunakan media tersebut harus diseterilkan
selama 4 jam agar serangga, mikroba, serta biji-bijian gulma mati.

3.Menyiapkan tempat
Tempat yang digunakan Untuk memelihara tanaman hasil kultur harus
mempunyai Intensitas cahaya matahari : 35 45%, Suhu : malam 18-24 0 C, siang
21-320 C, Ketinggian tempat : 0 700 meter DPL, Kelembaban : 60 85% dan
mempunyai Aerasi / sirkulasi udara. Dalam memilih tempat harus memperhatikan
hal-hal berikut :
a. Lingkungan harus bersih dan bebas dari segala hama dan penyakit
b.Kondisi lingkungan disesuaikan dengan kondisi tanaman: suhu, kelembaban dan
cahaya

7
Teknik aklimatisasi
Adapun teknik yang digunakan dalam aklimatisasi adalah sebagai berikut :
a. Mengeluarkan bibit dari botol
Mengisi air ke dalam bibit botolan, kocok-kocok dan membuang air serta
media agar
Bibit dikeluarkan dari botol menggunakan pinset / kawat pengait satu
persatu
Mencuci bibit hingga bersih dari media agar
Akar-akar yang terlalu panjang dipotong dengan
gunting
b.Merendam bibit dalam larutan fungisida
Bibit direndam selama 5 menit
Meniriskan bibit di hamparan kertas koran
Bibit dikelompokkan berdasarkan ukurannya
c.Mengisi media dalam wadah
Media sebelum digunakan direndam dalam larutan fungisida
Pot diisi dengan media tinggi pot
d.Menanam bibit dalam pot
Bibit ditanam dengan bantuan pinset, letakkan sacara tegak
Bibit ditanam 20 - 25 tanaman per pot
e. Meletakkan pot bibit dalam green house (Hendaryono,1994)

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aklimatisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi aklimatisasi, antara lain:

1.Terjadinya proses transpirasi yang tinggi sehingga dapat menyebabkan


hilangnya kandungan air dalam jaringan tanaman.
2.Bibit belum atau kurang mampu melakukan proses fotosintesis.
3.Terjadinya busuk atau kontaminasi oleh mikroorganisme.

Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan


aklimatisasi yaitu sebagai berikut:
1. Keasaman (pH)
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau
kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan kadar
dari ion H dalam larutan. Nilai di dalam pH berkisar antara 0 (sangat asam)
sampai 14 (sangat basa), sedangkan titik netralnya adalah pada pH=7.
Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan
mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titil optimal antara pH 5,0
dan 6,0. Bila eksplan sudah mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur dalam

8
media kultur jaringan mempunyai peran yang sangat penting dalam menstabilkan
pH. Penyimpangan pH dalam medium yang mengandung garam tinggi
kemungkinan terjadi lebih kecil, karena kapasitas buffernya lebih besar. Kapasitas
kultur sel untuk penggunaan NH4+ sebagai satu-satunya sumber N tergantung pada
pengaturan pH dari medium di atas 5.
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan pH meter, atau bila menginginkan
yang lebih praktis dan murah dapat digunakan kertas pH. Bila ternyata pH
medium masih kurang dari normal, maka dapat ditambahkan KOH 1-2 tetes.
Sedangkan apabila pH melampaui batas normal dapat dinetralkan dengan
meneteskan HCL.

2. Kelembaban
Kelembaban relatif (RH) lingkungan biasanya mendekati 100%. RH
sekeliling kultur mempengaruhi pola pengembangan. Jadi, pengaturan RH pada
keadaan tertentu memerlukan suatu bentuk diferensiasi khusus.

3.Cahaya
Intensitas cahaya yang rendah dapat mempertinggi embriogenesis dan
organogenesis. Cahaya ultra violet dapat mendorong pertumbuhan dan
pembentukan tunas dari kalus tembakau pada intensitas yang rendah. Sebaliknya,
pada intensitas yang tinggi proses ini akan terhambat. Pembentukan kalus
maksimum sering terjadi di tempat yang lebih gelap.

4. Temperatur
Temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang
optimum umumnya adalah berkisar di antara 20 0-300C. Sedangkan temperatur
optimum untuk pertumbuhan kalus endosperm adalah sekitar 25 0C. Faktor
lingkungan, di samping faktor makanan (media tanam) yang cocok, dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi (Herawan, 1996).

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian planlet dari kondisi mikro


dalam botol (heterotrof) ke kondisi lingkungan luar (autotrof). Planlet
yang dipelihara dalam keadaan steril dalam lingkungan (suhu dan
kelembaban) optimal, sangat rentan terhadap lingkungan luar (lapang).

2. Istilah aklimasi ditujukan pada proses suatu tanaman atau organisme hidup
lain agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi atau situasi lingkungan
dan iklim yang baru sebagai hasil dari proses ilmiah, sedangkan
aklimatisasi menunjukan adanya campur tangan manusia dalam
mengarahka proses penyesuaian tersebut.

3. Adapun kriteria planlet yang siap untuk diaklimatisasi adalah sebagai


berikut:
1.Organ planlet lengkap ( akar, batang, daun )
2.Warna pucuk batang hijau mantap artinya tidak tembus pandang
3. Pertumbuhannya kekar
4.Akar memenuhi media
5.Ukuran tinggi tanaman 3 - 4 cm ( tergantung jenis tanaman )
6.Umur tanaman ( anggrek 4 bulan)

4. Prosedur aklimatisasi yaitu:


1. Menyiapkan wadah
Wadah merupakan tempat yang brisi media tumbuh tanaman hasil
kultur. Jenis wadah yang dapat digunakan meliputi ; Pot terbuat dari tanah
liat atau plastik, sabut kelapa tua, tempurung kelapa tua danbatang pakis.
2. Menyiapkan media
Media merupakan tempat tumbuh dan berdiri tegaknya tanaman.
Media yang biasa digunakan Untuk tanaman hasil kultur meliputi ;
Pakis ( anggrek ), Moss, Potongan kayu pinus, Arang sekam (pisang),
Pasir steril ( Jati) dan Sabut Kelapa. Sebelum digunakan media tersebut
harus diseterilkan selama 4 jam agar serangga, mikroba, serta biji-bijian
gulma mati.
3.Menyiapkan tempat
Tempat yang digunakan Untuk memelihara tanaman hasil kultur
harus mempunyai Intensitas cahaya matahari : 35 45%, Suhu : malam

10
18-240 C, siang 21-320 C, Ketinggian tempat : 0 700 meter DPL,
Kelembaban : 60 85% dan mempunyai Aerasi / sirkulasi udara.
5. Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan
aklimatisasi yaitu sebagai berikut:
1. Keasaman (pH)
2. Kelembaban
3.Cahaya
4. Temperatur

11
DAFTAR PUSTAKA

Hendaryono, D.P.S., dan A.Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Penerbit


Kanisius. Yogyakarta.139p. Henuhili, V. 2012.Kultur Jaringan Tumbuhan.
Petunjuk Praktikum FMIPA UNY. Yogyakarta.Mantell, S.H., J.A.Matthews,
and R.A.McKee. 1985. Principles of Plant Biotechnology An Iintroduction
to Genetic Engineering in Plants. Blackwell scientific Publications. Oxford.
269p.
Herawan, T. dan Hendrati., R.L. 1996. Petunjuk Teknis Kegiatan Kultur Jaringan.
Yogyakarta :Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Balai
Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Benih Tanaman Hutan
Nugroho, A. dan. Sugito. H, 1996. Teknik Kultur Jaringan.Jakarta : Penebar
Swadaya
Taji, A., P. P. Kumar dan P. Lakshmanan. 2001. In Vitro Plant Breeeding. The
Haworth Press, Inc. New York.
Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff
Publishers. Netherlandsv
Wetherelll, D. F. 1982. Introduction To In Vitro Propagation. Avery Publishing
Group Inc. Wayne, New Jersey.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.

12

Anda mungkin juga menyukai