Anda di halaman 1dari 9

PERCOBAAN V

VARIASI INDIVIDU TERHADAP OBAT

ABSTRAK

Pemberian obat dengan dosis yang sama pada populasi yang sama belum tentu
memberikan efek yang sama pada setiap individu. Hal ini disebabkan karena adanya variasi
biologis individu. Variasi biologis individu tersebut dapat berupa hiperreaksi, hiporeaksi,
alergi atau bahkan toksik. Variasi ini dipengaruhi banyak faktor dari pomakai obat tersebut.
Untuk mengetahui variasi individu terhadap obat maka dilakukan percobaan mengenai variasi
individu terhadap obat.

Pada percobaan kali ini, dilakukan pemberian diazepam dengan dosis yang sama yaitu
0,5 mg/Kg BB kepada 12 ekor mencit. Obat disuntikkan dengan cara pemberian intra
peritoneal, kemudian amati selama 1 jam dan perhatikan tingkah laku mencit-mencit tersebut.
Kita perlu mengamati dan mencatat saat timbul dan lamanya gejala-gejala timbul yang
berupa ataksia, relaksasi otot, reaksi terhadap rangsang nyeri dan pernapasannya. Catat
intensitas pengaruh obat dan dinyatakan dalam tanda positif ( + ). Intensitas obat dapat
berupa + yaitu untuk pengaruh obat terhadap mencit yang sangat sedikit sampai + + + + yaitu
untuk mencit yang mati.

Setelah 1 jam didapatkan hasil : + untuk 5 ekor mencit, + + untuk 4 ekor mencit, + +
+ untuk 3 ekor mencit, sedangkan + + + + tidak ada, karena tidak ada mencit yang mati.

Kesimpulan dari percobaan ini adalah pemberian suatu obat yang sama pada dosis
yang sama dapat memberikan respon yang bevariasi untuk tiap individu pada populasi yang
sama, yang disebut sebagai variasi individu terhadap obat.
BAB I

PENDAHULUAN

Pemberian obat pada populasi yang sama dan cara pemberian yang sama belum tentu
memberikan respon yang sama pada setiap individu. Reaksi yang berbeda terhadap
pemakaian obat dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor dan menimbulkan berbagai
macam respon. Bahkan ada individu yang memberikan reaksi yang dinamakan drug
allergy.

Pada percobaan ini digunakan Natrium Tiopental yang dapat digantikan dengan
diazepam. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk melihat adanya variasi individual pada
pemberian diazepam dengan dosis dan cara pemberian yang sama (intra peritoneal) pada
mencit, yaitu dosis 5 mg/Kg BB.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Variasi dalam respon terhadap dosis obat yang sama pada populasi yang sama disebut
variasi individu. Variasi individu ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yaitu: jenis
kelamin, ekskresi, lama absorpsi, usia, berat badan, cara pemberian, serta berbagai faktor
lainnya yang turut mempengaruhi. Hubungan antara dosis dan efek digambarkan dalam
kurva sigmoid yang memiliki 4 variabel yakni potensi, efek maksimal, kecuraman (slope) dan
variasi individu Untuk variasi individu digambarkan dengan garis horizontal dan garis
vertikal. Garis horizontal menunjukkan bahwa untuk menimbulkan efek obat dengan
intensitas tertentu pada suatu populasi diperlukan rentang dosis. Sedangkan garis vertikal
menunjukkan bahwa pemberian obat dengan dosis tertentu pada populasi akan menimbulkan
suatu rentang intensitas efek.

I
NTEN
S I TAS

EFEK

EFEK MAKSIMAL

VARIABILITAS

SLOPE

POTENSI

LOG DOSIS

Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi biologis :

a. Dosis yang diberikan (resep):


1. Kepatuhan Penderita
2. Kesalahan Medikasi
b. Dosis yang diminum (bergantung faktor-faktor farmakokinetik):
a. Absorpsi (jumlah dan kecepatan)
b. Distribusi
c. Biotransformasi
d. Ekskresi
c. Kadar di tempat kerja obat (bergantung pada faktor-faktor farmakodinamik):
a. Interaksi obat-reseptor
b. Keadaan fungsional
c. Mekanisme homeostatik
d. Intensitas efek farmakologik (respon penderita)

Kecepatan eliminasi terdiri dari biotransformasi dan ekskresi, bergantung pada:

a. Kondisi fisiologik
b. Kondisi patologik
c. Faktor genetik
d. Interaksi obat
e. Toleransi

Kadar di Intensitas
Dosis yang Dosis yang
tempat kerja efek
diberikan diminum
obat farmakologik
Variasi individu dipengaruhi oleh:
a. Kondisi fisiologis, yaitu
Usia
Pada neonatus dan prematur respon terhadap obat akan berbeda
dikarenakan belum sempurnanya fungsi farmakokinetik tubuh, yaitu fungsi
biotransformasi hati (terutama glomerolus hidroksilasi) yang kurang,
fungsi ekskresi ginjal (filtrasi glomerolus dan sekresi tubuh) yang hanya
60-70 persen dari fungsi ginjal dewasa, kapasitas ikatan protein plasma
(terutama albumin) yang rendah, dan sawar darah otak serta sawar kulit
yang belum sempurna. Sedangkan pada usia lanjut respon terhadap efek
obat mengalami penurunan fungsi ginjal, perubahan faktor-faktor
farmakodinamik, adanya berbagai macam penyakit degeneratif dan
akumulasi berbagai macam obat sehingga terjadinya interaksi obat.
Berat badan
Dosis yang diberikan terhadap pasien harus memperhitungkan berat badan
pasien sehingga dinyatakan dalam mg/kg. Akan tetapi perihtungan dosis
anak akan sangat kecil jika hanya memperhitungkan berat badan saja
padahak anak-anak mempunyai laju metabolisme yang lebih tinggi
(kecuali pada neonatus)
b. Jenis Kelamin
c. Faktor Genetik
d. Cara pemberian Obat
Obat dapat diberikan melalui berbagai macam cara di antaranya
per oral: obat dimasukkan ke dalam esophagus dengan jarum tumpul.
rektal: obat dimasukkan ke dalam anus dengan selang enema.
Intramuskuler (IM): obat disuntikan pada otot gluteal.
Intravaskuler (IV): obat disuntikan pada vena ekor selambat mungkin
dengan menggunakan jarum ukuran kecil.
Subkutan: obat disuntikan dibawah kulit tengkuk.
Intraperitoneal: obat disuntikan kedalam cavum peritonel di kuadran kiri
bawah.
e. Kecepatan absorpsi
f. Saat pemberian
g. Faktor Lingkungan

Kondisi Patologis

1. Penyakit saluran cerna : mengurangi kecepatan dan atau jumlah obat yang diabsorpsi
pada pemberian oral melalui perlambatan pengosongan lambung, percepatan dalam
saluran cerna
2. Penyakit kardiovaskular : mengurangi distribusi obat dan aliran darah ke hepar dan
ginjal untuk eliminasi obat sehingga kadar obat tinggi dalam darah dan menimbulkan
efek berlebihan atau efek toksik.
3. Penyakit hati : mengurangi metabolisme obat di hati dan sintesis protein plasma
sehingga meningkatkan kadar obat, terutama kadar bebasnya dalam darah dan
jaringan
4. Penyakit ginjal : mengurangi ekskresi obat aktif ataupun metabolitnya yang aktif
melalui ginjal sehingga meningkatkan kadarnya dalam darah dan jaringan, dan
menimbulkan respon yang berlebihan atau efek toksik.

Reaksi Individu terhadap Obat

a. Toleransi : hiporeaktif akibat penggunaan obat bersangkutan sebelumnya


Allergik : reaksi yang tidak diharapkan dalam hubungan dengan immunologi.
b. Hiporeaktif : efek baru timbul setelah diberikan dosis yang tinggi sekali
c. Hipereaktif : efek yang timbul berlebihan. Dosis yang sangat rendah sekali
menimbulkan efek
d. Idiosinkrasi : efek obat yang aneh (bizarre), ringan maupun berat dan tidak
tergantung dosis, sangat jarang terjadi. Biasanya dipengaruhi oleh genetik dalam
metabolisme obat atau mekanisme immunologik.

BAB III

BAHAN DAN CARA KERJA


A. Bahan Percobaan
Obat-obatan : Natrium Tiopental/ Diazepam
Alat-alat : 12 beker glass
Spuit tuberculin
Hewan : 12 ekor mencit (tikus putih)

B. Cara Kerja
1. Timbanglah berat badan dari masing-masing mencit.
2. Tempatkan masin-masing dalam beker glass.
3. Suntikkan intra peritoneal Natrium Tiopental/ Diazepam dengan dosis 5 mg/kg
BB.
4. Perhatikan tingkah laku mencit-mencit tersebut, amati timbulnya ataksia,
relaksasi otot, reaksi terhadap rangsang nyeri, dan pernafasannya selama 1 jam.
5. Buat grafik yang menggambarkan hubungan antara tingkat pengaruh obat dengan
jumlah mencit yang berada di bawah pengaruh obat.
Absis : tingkat pengaruh obat
Ordinat : jumlah mencit

CATATAN
Berilah tanda-tanda untuk tingkat pengaruh obat tersebut sebagai berikut :
+ untuk pengaruh sedikit sekali
++ untuk pengaruh sedang tidur tapi masih dapat bereaksi terhadap
rangsang
+++ untuk mencit yang lemah-relax dan tidak dapat dibangunkan
++++ untuk mencit yang mati

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Percobaan

TINGKAT RESPON SIMBOL JUMLAH MENCIT


pengaruh sedikit sekali + 1
pengaruh sedang tidur tapi masih dapat
bereaksi terhadap rangsang
++ 7
mencit yang lemah-relax dan tidak dapat dibangunkan +++ 4
mencit yang mati ++++ 0

Tabel Efek Obat pada Mencit

PEMBAHASAN

Dilihat dari hasi percobaan maka dari 12 ekor mencit, 5 ekor mencit menunjukkan
tanda + (pengaruh sedikit sekali), 4 ekor mencit menunjukkan tanda ++ (pengaruh
sedang, tidur tapi masih bereaksi terhadap rangsang), 3 ekor menunjukkan tanda +++
(lemah-relaks dan tidak dapat dibangunkan) dan tidak ada yang menunjukkan tanda +
+++ (mati). Jadi dapat dilihat bahwa terjadi variasi dalam respon tiap individu,
meskipun obat yang diberikan dosis dan cara pemberiannya sama. Hal ini terjadi
karena adanya variasi individu, dimana pada pemberian obat pada populasi yang sama
dan cara pemberian serta dosis yang sama dapat menimbulkan respon pada tingkat
yang berbada-beda pada masing-masing individu.
BAB IV
KESIMPULAN

Pemberian obat yang sama dengan dosis yang sama belum tentu memberikan
respon yang sama terhadap tiap individu pada populasi yang sama. Peristiwa ini
disebut variasi individu terhadap obat.
DAFTAR PUSTAKA

Zunilda SB, Arini Setiawati, F.D Suyatna. 1995. Pengantar Farmakologi.


Farmakologi Dan Terapi. FKUI. Edisi 4. halaman 7.

Arini Setiawati, Armen Muchtar. 1995. Pengantar Farmakologi. Farmakologi Dan


Terapi. FKUI. Edisi 4. Halaman 820-829.

Anda mungkin juga menyukai