Anda di halaman 1dari 50

TEKNOLOGI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

TEKNOLOGI PAKAN TERNAK RUMINANSIA


Teknologi pakan ternak ruminansia adalah kegiatan pengolahan bahan pakan untuk
meningkatkan kualitas nutrisi dan daya cerna, memperpanjang masa simpan. Bahkan mengubah
hasil ikutan pertanian yang kurang berguna menjadi produk berdaya guna.
Pakan bagi ternak, berperan untuk pertumbuhan ternak muda, mempertahankan hidup dan
menghasilkan produk (daging, susu dan anak) serta tenaga bagi ternak dewasa. Pakan juga
memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang
diharapkan, maka jenis pakan yang diberikan harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup.
Pengolahan bahan pakan yang dilakukan secara fisik dengan pemotongan rumput sebelum
diberikan memberikan kemudahan bagi ternak untuk mengkonsumsinya. Sedangkan pengolahan
bahan pakan secara kimiawi dengan menambahkan beberapa bahan kimiawi agar dinding sel
tanaman yang semula berstruktur sangat keras berubah menjadi lunak sehingga memudahkan
mikroba yang hidup didalam rumen untuk mencernanya.
Banyak teknik pengolahan yang telah dilakukan. Untuk melengkapi pengetauan para penyuluh
dalam memandu peternak mengolah pakan, maka disajikan informasi tentang teknologi pakan
ternak ruminansia. Meliputi pengolahan pakan hijauan, pakan konsentrat, penyusunan formula
pakan dan pakan jadi.

A. PAKAN HIJAUAN
Pakan hijauan yang terdapat pada padang rumput alam pada umumnya produksinya rendah serta
tidak tahan terhadap kemarau panjang. Adanya pergeseran peruntukan lahan, yaitu lahan padang
rumput dialihkan untuk keperluan lain mengakibatkan luas lahan padang rumput yang semakin
berkurang sehingga produksi hijauan yang dihasilkan setiap tahun semakin berkurang.
Pakan hijauan leguminosa masih sangat terbatas produksinya, karena penanaman leguminosanya
sendiri masih sedikit, baik yang ditanam sebagai pagar, pembatas lahan atau galangan
(pematang) sawah. Kombinasi penanaman rumput dan leguminosa sangat dianjurkan karena
selain berdampak meningkatkan produksi dan kualitas hijauan juga mengurangi penggunaan
pupuk.
Karena pada saat musim hujan produksi hijauan melimpah, sebaliknya dimusim kemarau
semakin berkurang, maka untuk menyimpan lebih lama perlu dilakukan teknik pengolahan.
Beberapa teknik pengolahan bahan pakan yang mudah dilakukan dilapangan adalah:

1. PEMBUATAN HAY
Tujuan khusus pembuatan hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan)
dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam
mendapatkan pakan hijauann pada musim kemarau. Ada dua metode pembuatan Hay yang dapat
diterapkan yaitu:
Metode hamparan
Merupakan metode sederhana dilakukan dengan cara menghamparkan hijauan yang sudah
dipotong dilapangan terbuka dibawah sinar matahari. Setiap hari hamparan dibolak balik hingga
kering . Jay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air 20 30% (tanda warna
kecoklat-coklatan)
Metode Pod.
Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat penyimpanan hijauan yang telah
dijemur selama 1 3 hari (kadar air kurang dari 5 %). Hijauan yang akan diolah harus dipanen
saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal),
sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna gosong) yang akan menyebabkab
turunnya palatabilitas dan kualitas.

2. PEMBUATAN SILASE
Pembuatan silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan dimusim kemarau atau ketika
penggembalaan ternak tidak mungkin dilakukan.
Prinsip utama pembuatan silase,
menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman
mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara
menahan aktifitas enzim dan bakteri pembusuk

pembuatan silase pada temperatur 27 35oC, menghasilkan kualitas yang sangat baik. Hal
tersebut dapat diketahui secara organoleptik, yakni mempunyai tekstur segar; berwarna kehijau-
hijauan, tidak berbau disukai ternak, tidak berjamur, tidak menggumpal.
Beberapa metode dalam pembuatan silase.
a. metode pemotongan
Hijauan dipotong-potong terlebih dahulu dengan ukuran 3 5 cm.
Dimasukkan ke dalam lubang galian (silo) beralas plastik
Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)
Tutup dengan plastik dan tanah.
metode pencampuran
Hijauan dicampur dengan bahan lain terlebih dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk
mempercepat fermentasi, mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan
tekanan osmosis sel- sel hijauan.
Bahan campuran dapat berupa asam-asam organik (asam fomiat; asam sulfat; asam klorida; asam
propionat), molases/ tetes, garam, dedak padi, menir/ onggok dengan dosis per ton hijauan
diperlukan sebagai berikut: asam organik 4 -6 kg, molases/ tetes 40 kg, garam 30 kg, dedak padi
40 kg, menir 35 kg, onggok 30 kg.
Pemberian bahan tambahanan tersebut harus dilakukan secara merata ke seluruh hijauan yang
akan diproses. Apabila menggunakan molases/tetes lakukan secara bertahap dengan
perbandingan 2 bagian pada lapisan tengah dan 5 bagian pada lapsan atas agar terjadi
pencampuran yang merata.

metode pelayuan
Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering sampai 40% - 50 %).
Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastik.
Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)
Tutup dengan plastik dan tanah.
3. AMONIASI
Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan hasil sampingan pertanian (jerami
dengan penambahan bahan kimia: kaustik soda (NaOH), Sodium hidroksida (KOH) atau urea
CO(NH2)2.
Proses amoniasi dapat menggunakan urea sebagai bahan kima agar biayanya murah serta untuk
menghindari polusi. Jumlah urea yang diperlukan dalam proses amoniasi adalah 4 kg/100 kg
jerami. Bahan lain yang ditambahkan yaitu air sebagai pelarut (1 liter air/ 1 kg jerami). Proses
amoniasi dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering.

a. Pengolahan jerami padi dengan urea cara basah


jerami padi disusun dan dipadatkan dalam kotak pengepresan lalu diikat.
Jerami yang telah di packing dan diikat siap untuk diolah
Susun jerami diatas plastik serapi mungkin dan diperkirakan berat jerami 100 kg kering udara.
Timbang urea sebanyak 4 kg dan larutkan dalam 100 kg kering udara.
Siramkan larutan urea ke dalam tumpukan jerai selapis demi selapis hingga merata, semua
tersiram dengan baik.
Tutup plastik serapi mungkin agar tidak terjadi kebocoran. Penutupan dengan plastik untuk
mendapatkan kondisi yang diinginkan.
Sambungan plastik ditutup serapi mungkin agar udara dari luar tidak masuk dan udara gas
amoniak dari dalam tdak keluar.
Sambungan dibawah ditutup dengan tanah dan sambungan plastik harus rapih dan tidak terjadi
bocor agar kondisi yang diinginkan dapat tercapai.
Setelah ditutup dengan plastik kemudian ditutup dengan terpal agar kondisi plastik tidak rusak
atau bocor dan tidak kena sinar matahari langsung.
Diamkan untuk proses selama kurang lebih 1 bulan.

Pemberian kepada ternak setelah diproses adalah dengan cara di diamkan terlebih dahulu setelah
24 jam untuk melepaskan bau amoniak yang tersisa. Setelah itu dapat disimpan dalam bentuk
kering dan diberikan sewaktu-waktu.
Pengolahan jerami padi dengan urea cara kering.
Pilij jerami yang tidak terendam air sawah karena dapat rusak dan busuk.
Jerami yang sudah terpilih diikat dengan tali yang trbuat dari bambu setelah di packing supaya
mudah dalam penanganan.
Cara penyimpanan ditempat yang tidak terkena air hujan.
Taburi urea secara merata lapis perlapis. Setiap 100 kg jerami padi diberi 3-4 kg urea (hasil
penelitian Masaru Murai, Tohoku Nasional Agricultural Experiment centre, Non Publish).
Setelah ditaburi urea, bungkus dengan plastik. Kondisi fermentasi harus keadaan anaerob,
sehingga penutupan harus sempurna jangan sampai ada bocoran. Jika terjadi kebocoran/ terbuka
plastiknya maka kualitas hasil akan rusak.
Untuk menyempurnakan proses fermentasi. Penyimpanan diberi beban diatasnya agar ada
tekanan ke bawah sehingga gas yang terbentuk dimanfaatkan oleh jerami.
Lama proses penyimpanan selama 30 hari/ 1 bulan.
Setelah 1 bulan, penyimpanan dapat dibuka. Hasil yang baik ditandai dengan amoniak yang
menyengat, oleh karena itu hati-hati pada saat membukanya.
Setelah bau yang menyengat berkurang, pindahkan ke ruang penyimpanan. Simpan jerami
olahan ditempat penyimpanan yang beratap agar tidak terkena air hujan. Perhatikan ventilasi
gudang penyimpanan, udara harus bebas mengalir.
Setelah dibiarkan/ dianginkan selama 2-3 hari bau amoniak akan hilang. Jerami olahan siap
diberikan kepada ternak. Jika penyimpanan baik maka jerami olahan ini dapat bertahan lama
(sampai 6 bulan bahkan bisa sampai 1 tahun).
Saat pemberian jerami olahan sebaiknya diberikan karbohidrat siap pakai misalnya tetes untuk
mendapatkan hasil yang optimum. Sapi yang diberi jerami olahan harus selalu tersedia air dan
jangan lupa diberi tambahan mineral.
4. FERMENTASI
Proses fermentasi merupakan proses anaerob sehingga perlu dihindarkan tindakan yang
mengakibatkan masuknya udara. Proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan probiotik
sebagai stater. Peranan probiotik adalah untuk memecah selulosa menjadi nutrisi yang mudah
diserap oleh tubuh ternak. Bahan yang digunakan sebagai stater antara lain starbio, bioplas atau
koenzym. Fungsi fermentasi adalah perlakuan/ pengawetan oleh senyawa asam yang dihasilkan
oleh mikroba dan dilakukan diluar tubuh ternak. Makin kuat tingkatan asamnya makin tinggi
kenaikan kualitas jerami.
Beberapa keuntungan penggunaan jerami fermentasi sebagai pakan diantaranya adalah:
Meningkatkan produksi ternak karena kualitas nutrisi meningkat.
Mengurangi biaya pakan.
Penggunaan pakan dan tenaga kerja lebih efisien.
Lingkungan kandang lebih sehat dan nyaman. Karena kotoran lebih sedikit, kering, dan tidak
berbau.
Pembuatan fermentasi jerami sebagai berikut:
Siapkan jerami, untuk 100 kg jerami, stater yang dperlukan sebanyak 0,5 kg dan 40 liter air.
Timbang jerami. Sediakan air. Timbang stater.
Tumpuk jerami lapis demi lapis dengan ketebalan 25 cm, dengan ukuran tumpukan 2,5 m x 2,5
m x 25 cm.
Setiap lapis siram dengan air hingga rata dan taburkan stater hingga rata.
Banyaknya lapisan tumpukan sesuai kebutuhan, setelah dianggap cukup, bagian atas ditutupi
daun-daun kering atau daun pisang.
Biarkan selama 3-4 minggu, bongkar dan angin-anginkan sebentar.
Untuk memudahkan dalam penyimpanan dan pengangkutan, sebaiknya hasil fermentasi
dipadatkan dengan alat pres. Jerami yang telah difermentasi dan sudah diangin-anginkan dapat
langsung diberikan kepada ternak. Jumlah pemberiannya sama dengan pemberian hijauan yaitu
10% dari berat badan. Untuk ternak yang belum terbiasa dengan jerami fermentasi perlu dilatih
dengan mempuasakannya beberapa saat, baru diberikan jerami hasil fermentasi.
B. PAKAN KONSENTRAT
Pakan konsentrat merupakan pakan olahan yang dibuat dari berbagai bahan pakan ternak yang
berfungsi sebagai pakan penguat. Syarat dari pembuatan pakan konsentrat, bahan-bahannya
harus tersedia setiap saat dan harganya lebih ekonomis dan menguntungkan bagi peternak. Pakan
konsentrat ini harus berfungsi sebagai:
1. Sumber energi, termasuk semua bahan pakan yang kandungan protein kasarnya kurang dari
20%, dengan konsentrasi serat kasar dibawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber
energi dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
Kelompok serealia/ biji-bijian (jagung, gandum, sorgum).
Kelompok hasil ikutan serealia (hasil ikutan penggilingan), dll.
Kelompok umbi-umbian (ketela rambat, ketela pohon dan hasil ikutannya).
Kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput benggala,
dan rumput setaria).

2. Sumber protein, termasuk semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein
minimal 20% (berasal dari hewan dan tanaman). Bahan pakan ini dikelompokkan menjadi 3
bagian:
Kelompok hijauan sebagai sisa hasil ikutan pertanian yang terdiri atas jenis daun-daun sebagai
hasil ikutannya (daun nangka, daun pisang, daun ketela rambat. Ganggang dan bungkil).
Kelompok hijauan yang sengaja ditanam misalnya, lamtoro, turi, kaliandra, gamal, dan
sebagainya.
Kelompok bahan yang dihasilkan dari hewan (tepung ikan, tepung tulang, dan sebagainya).
3. Sumber vitamin dan mineral, semua bahan pakan ternak yang berasal dari tanaman dan
hewan, dengan konsentrasi sangat bervariasi tergantung pada tingkatan umur, pemanenan,
pengolahan, penyimpanan, jenis dan bagian-bagiannya (batang, biji dan daun). Disamping itu,
beberapa perlakuan seperti pemanasan, oksidasi dan penyimpanan terhadap bahan pakan akan
mempengaruhi konsentrasi kandungan vitamin dan mineralnya.
Bahan pakan ternak secara umum dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu bahan
baku yang berasal dari tumbuhan dan hasil ikutannya (nabati) serta yang berasal dari hewan dan
hasil ikutannya (hewani). Bahan-bahan baku yang dipakai dalam pembuatan pakan ternak
berfungsi sebagai sumber protein, energi, dan mineral dan vitamin.
C. PENYUSUNAN POLA PAKAN
1. Penyusunan formula
Faktor-faktor yang harus diketahui oleh peternak dalam menyusun formula pakan yang ekonomis
dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia setempat adalah:
a. Ketersediaan bahan pakan.
Ketersediaan bahan pakan yang mudah diperoleh serta tersedia dalam jumlah yang cukup dan
kontinu menjadi pertmbangan utama dalam pembuatan pakan. Bahan pakan lokal menjadi
prioritas karena diharapkan dapat bersaing dengan bahan pakan lainnya yang berasal dari luar.
Harga satuan pakan.
Harga per unit bahan pakan sangat berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sehinggan
keseragaman harga per unit nutrisi (bukan harga per unit berat) perlu dihitung terlebih dahulu.
Standar kualitas pakan konsentrat.
Kualitas pakan konsentrat dinyatakan dengan nilai nutrisi yang dikandungnya terutama
kandungan energi dan protein. Sebagai pedoman, setiap kg pakan konsentrat harus mengandung
minimal 2500 Kcal energi, protein 17% dan serat kasar 12%.
Prosedur memformulasikan.
Buat daftar bahan pakan yang akan digunakan, kandungan nutrisinya (energi, protein), harga per
unit berat, harga per unit protein dan harga per unit energi.
Tentukan standar kualitas nutrisi pakan konsentrat yang akan dibuat.
Tentukan sebanyak 30% bahan pakan yang mempunyai kandungan energi lebih tinggi dari
kandungan pakan konsentrat, tetapi harga per unit energinya yang paling murah (dapat
digunakan lebih dari 1 macam bahan pakan).
Tentukan sebanyak 18% bahan pakan yang mempunyai kandungan protein lebih tinggi dari pada
kandungan protein pakan konsentrat , tetapi harga per unit proteinnya paling murah.
Jumlahkan (% bahan, Kcal energi, % protein dan harganya), maka 50% formula sudah diperoleh.
Lakukan pengecekan kualitas dengan membandingkan kualitas nutrisi 50% pakan konsentrat.
Dalam penyusunan ransum ternak ruminansia perlu menggunakan tabel patokan kebutuhan
nutrisi. Sebagai contoh penyusunan ransum sapi perah betina muda dengan berat badan 350 kg
(1,5 bulan sebelum melahirkan, pada umur 36 bulan) dengan membutuhkan pakan setiap hari
dengan kandungan nutrisi sebagai berikut:
Kebutuhan hidup pokok dan reproduksi: bahan kering = 6,4 kg, ME = 13 Mcal, protein = 570 gr
dan mineral = 37 gr.
Laktasi 1: bahan kering = 1,0 kg , ME = 2,02 Mcal, protein = 93,6 gr dan mineral = 5 gr.
Sehingga jumlah bahan kering yang dibutuhkan = 7,4 kg, ME = 15,02 kg, protein = 663,6 gr dan
mineral = 42 gr.
Dari kebutuhan nutrisi tersebut diatas, pakannya dapat disusun dengan suatu metode. Misalnya
dengan metode bahan-bahan pakan yang tersedia:
Rumput gajah: bahan kering = 16%, ME = 0,33 Mcal, protein = 1,8 gr=%= BK (bahan kering)
dan mineral = 2,5gr=% BK.
Bungkil kedelai: bahan kering = 93,5%, ME = 3,44 Mcal, protein= 18,6 gr % Bk dan Mineral =
5,5 % Bk.
Bungkil kelapa: bahan kering = 86%, ME = 2,86 Mcal, Protein = 18,6 gr% BK dan mineral = 5,5
gr % BK.
Rumput gajah yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan kering sebanyak 80%=
80/100 x 7,4kg = 5,92kg BK, maka kandungan protein yang sudah dapat dipenuhi dari rumput
gajah sebanyak = 1,8/ 100x 5,92kg = 106,56gr protein.

Kekurangan:
Bahan kering = 7,4-5,92kg= 1,48kg, protein = (663,6-106,56)gr= 557,04gr atau 557,04/ 1480 x
100%=37,64%.
Bungkil kedelai akan memenuhi kekurangan tersebut sebanyak:19,04/26,3 x 1,48 kg=1,07kg
BK, dan bungkil kelapa akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah: 7,26/26,3 x 1,48 kg=
0,41 kg BK.
Jadi, jumlah bahan pakan segar yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi perah
tersebut adalah:
Rumput gajah = 5,92 x 100/16kg= 37kg, bungkil kedelai = 1,07 x 100/93,5kg = 1,14kg dan
bungkil kelapa = 0,41 x 100/86 kg = 0,48 kg.

2. Pengolahan pakan
Pengolahan pakan dari bahan pakan menjadi pakan konsentrat dapat dilakukan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut:
a. Penggilingan pakan (Grinding).
Bahan pakan yang belum halus seperti bentuk biji atau lempengan harus digiling terlebih dahulu
sampai halus. Bahan pakan yang sudah halus langsung disiapkan untuk dicampur. Sedangkan
bahan baku dengan bentuk yang belum halus harus dilakukan pengecilan ukuran partikel bahan
baku pakan. Pengecilan partikel dilakukan dengan cara penggilingan sampai dengan bahan baku
mencapai kehalusan tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pengecilan ukuran partikel dilakukan
dengan maksud agar memudahkan dalam proses pencampuran (mixing) sehingga diharapkan
bahan baku dengan bentuk halus akan lebih mudah mencapai homogenitas dari produk akhir
pakan. Perlu diperhatikan dalam proses pengecilan ukuran partikel alat yang digunakan harus
lebih bersih untuk menghindari adanya kontaminasi dengan penurunan kandungan nutrisi bahan
baku pakan.
b. Pencampuran Pakan (Mixing).
Pencampuran harus sesuai dengan pakan yang akan diproduksi. Apabila tidak menggunakan
premix secara langsung, harus mencampur sendiri yang terdiri dari pelengkap pakan (feed
suplement) dan pakan tambahan lainnya (feed additive).
Cek penimbangan untuk masing-masing bahan baku yang akan dibuat.
Amati proses pemcampuran sampai selesai.
Pada waktu tertentu, setelah pencampuran selesai, diambil sampel dan dilakukan analisa.
c. Pembuatan Pellet (Pelleting).
Setelah proses pencampuran selesai, pakan yang akan dibuat pellet.
Setelah proses pembuatan selesai, pakan tersebut harus dimasukkan keruang pendinginan sampai
temperaturnya sama dengan suhu kamar.

D. PAKAN JADI (COMPLETE FEED)


Salah satu teknologi penyajian pakan adalah pakan lengkap yang merupakan salah satu upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan hasil ikutan pertanian dan pakan non
konvensional yaitu dengan mencampurkan bahan-bahan tersebut dengan mempertimbangkan
kebutuhan nutrisi ternak baik kebutuhan serat maupun zat pakan lainnya. Teknologi pakan ternak
lengkap dikembangkan dari dasar self feeding yaitu ternak diberi kebebasan memilih pakan
ternak sendiri yang sudah disediakan oleh peternak. Selanjutnya dikembangkan untuk
memproses pakan menjadi bentuk yang sederhana dan dikemas untuk memudahkan
pemberiannya dan dapat menekan biaya operasional khususnya tenaga kerja.
Bahan baku penyusunan ransum secara umum terdiri dari sumber hijauan dan konsentrat. Pakan
hijauan merupakan sumber serat dan sedikir vitamin, sedangkan pakan konsentrat merupakan
protein, energi, dan mineral. Apabila sumber pakan serat dicampur dengan pakan konsentrat,
maka menjadi pakan jadi atau disebut complete feed.
Pakan jadi (complete feed) perlu diperhatikan dan dikembangkan mengingat keunggulan-
keunggulan yang dimiliki antara lain:
Menjamin suplai pakan ternak sepanjang waktu.
Mendukung program industrialisasi peternakan di daerah subur dan marginal.
Mempercepat produksi pupuk organik yang sangat diperlukan dalam reklamasi dan rehabilitasi
lahan marginal.
Mobilitas pakan antar daerah lebih efektif dan efisien.
Meningkatkan nilai tambah ekonomi.
Pakan jadi dapat dibuat dari bahan-bahan hasil ikutan pertanian sebagai sumber seratnya seperti
ampas tahu, kulit kacang tanah, jerami, kedelai, tongkol jagung, pucuk tebu, dll. Ditambah hasil
ikutan agroindustri sebagai sumber energi yaitu pollar (hasil ikutan gandum), dedak padi,
tapioka, molases,onggok (hasil ikutan tapioka) dll. Bahan-bahan sumber protein seperti bungkil
kopra, bungkil sawit, bungkil minyak biji kapok/ randu, kulit kopi, kulit coklat/ kakao dan urea.
Dilengkapi dengan sumber mineral seperti garam dapur, zeolit, tepung tulang, mineral, dll.
Teknologi pengolahan hasil ikutan pertanian dan hasil ikutan agroindustri menjadi pakan jadi
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai hasil ikutan dengan menggunakan metode
prosessing yang terdiri dari:
Perlakuan pencacahan (chopping) untuk merubah ukuran partikel dan melunakkan tekstur bahan
agar konsumsi ternak lebih efisien.
Perlakuan pengeringan (drying) dengan panas matahari atau alat pengering untuk menurunkan
kadar air bahan.
Proses pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampur (mixer) dan perlakuan
penggilingan dengan alat giling yang disebut Hammer Mill dan terakhir proses pengemasan.
Prosedur pembuatan pakan jadi yang menggunakan bahan baku hasil ikutan pertanian dan hasil
ikutan agroindustri adalah sebagai berikut:
Bahan-bahan sumber serat dipotong-potong dengan alat pemotong (chopper) dengan ukuran 0,5-
1cm, kemudian dikeringkan dengan menggunakan pemanasan matahari atau alat-alat pemanas
sampai kadar air 10-12%.
Bahan-bahan sumber energi dicampur dalam alat pemcampur/ Mixer bersama dengan larutan
molases sampai merata.
Seluruh bahan-bahan tersebut selanjutnya digiling dengan alat penggilingan (grinding) atau
Hammer Mill dan ditambahkan urea, garam dapur, dan tepung tulang sampai tercampur merata.

Salah satu bentuk pakan jadi yang telah dikembangkan adalah pembuatan roti sapi (wafer).
Pengolahan pakan yang berasal dari hijauan dan hasil ikutan pertanian menjadi roti sapi
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan palatabilitas, mempermudah pengangkutan serta
menjaga kontinuitas ketersediaan bahan pakan. Cara pembuatan roti sapi secara sederhana dapat
diuraikan sebagai berikut:
Rumput dan hasil ikutan pertanian dicacah dengan ukuran 3-5 cm, yaitu untuk mempercepat
proses pengeringan serta mempermudah dalam pencampuran dengan bahan perekat.
Rumput dan hasil ikutan pertanian yang sudah dicacah dan leguminosa dikeringkan dibawah
sinar matahari (lebih kurang 24jam).
Leguminosa yang sudah dikering kemudian digiling.
Rumput dan hasil ikutan pertanian yan sudah kering dicampur dengan bahan perekat sampai rata.
Kemudian ditambahkan leguminosa yang telah digiling dan konsentrat, serta diaduk sampai rata.
Campuran yang sudah homogen dimasukkan kedalam cetakan (mall) yang telah dipanaskan
untuk dipadatkan.
Kemudian dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan selama kurang lebih 24 jam pada suhu kamar.

Maiyunir Jamal menulis di majalah sinar tani, sumber; pedoman teknis pakan ruminansia.
Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian,
2006. telp/ Fax (021) 781 5782.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN TERNAK

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN

Beberapa Teknologi pengolahan bahan pakan yang termasuk dalam proses pengawetan dapat
diuraikan sebagai berikut :

1. HAY

Hay adalah hijauan yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar bisa diberikan pada ternak
sebagai pakan, terutama pada waktu kekurangan hijauan (musim kemarau).
Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu
pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memilik daya cerna
yang lebih tinggi.

Tujuan khusus pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan)
dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam
mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau.

Syarat tanaman yang dibuat Hay adalah bertekstur halus, dipanen pada awal musim berbunga
serta dipanen dari area yang subur.

1.1. Metode Pembuatan Hay :

Metode Hamparan

Metode Hamparan yang merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan
hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan
di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 -
30% (tanda: warna kecoklat-coklatan).

Metode Pod

Metode Pod dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan
yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air 50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen
saatmenjelang berbunga berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal),
sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna gosong) yang akan menyebabkan
turunnya palatabilitas dan kualitas.

1.2. Pengawet yang digunakan

Garam dapur 1-2 % berfungsi untuk:

- Mencegah timbulnya panas karena kandungan uap air

- Mengontrol aktivitas mikroba

- Menekan pertumbuhan jamur

Amonia cair berfungsi untuk:


- Mencegah timbulnya panas

- Meningkatkan kecernaan hijauan

- Memberikan tambahan Nitrogen

1.3. Proses atau cara pembuatan hay

Hijauan dipotong (copper) kemudian langsung dibawa ke tempat penjemuran.

Hijauan tersebut disebar tipis dan setiap saat dibolak balik selama 1-2 jam.

Usahakan pada penjemuran berlangsung singkat sehingga kadar air menjadi 15-20%.

Setelah kering dikumpulkan dan dipres, diikat tali untuk memudahkan tempat penyimpanan.

1.4. Kriteria Hay yang baik

Berwarna tetap hijau meskipun ada yang kekuning-kuningan

Daun yang rusak tidak banyak

Bentuk hijauan masih tetap utuh & jelas

Tidak terlalu kering sebab akan mudah patah

2. STANDING HAY

Standing hay adalah istilah asing yang diberikan untuk rumput atau hijauan pakan ternak (HPT)
lain yang dibiarkan kering di lapangan. Petani di Indonesia khususnya di pulau Jawa sebenarnya
sudah mengenal standing hay dalam bentuk pohon (batang) dan daun jagung yang dibiarkan
kering di lapangan, setelah jagungnya dipetik. Kelebihan standing hay dibanding hay adalah
biasanya lebih kering dan tidak membusuk, walaupun di lapangan tidak terus-menerus mendapat
cahaya matahari
3. SILASE

Silase adalah pakan yang telah diawetkan dari bahan pakan berupa tanaman hijauan, limbah
industri pertanian, serta bahan pakan alami lainya, dengan jumlah kadar / kandungan air pada
tingkat tertentu. Pakan tersebut dimasukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara,
biasa disebut dengan silo, selama sekitar tiga minggu.

Di dalam silo tersebut tersebut akan terjadi beberapa tahap proses an-aerob (proses tanpa
udara/oksigen), dimana bakteri asam laktat akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada
bahan baku, sehingga terjadilah proses fermentasi.

Silase yang terbentuk karena proses fermentasi ini dapat di simpan untuk jangka waktu yang
lama tanpa banyak mengurangi kandungan nutrisi dari bahan bakunya.

Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi
yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa di disimpan dalam kurun
waktu yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai pakan bagi ternak khususnya untuk
mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau.

Proses fermentasi yang tidak terkontrol akan mengakibatkan kandungan nutrisi pada bahan yang
di awetkan menjadi berkurang jumlahnya. Diperlukan jenis zat tambahan agar kandungan nutrisi
dalam silase tidak berkurang secara drastis, bahkan bisa memenuhi kebutuhan nutrisi ternak yang
memakannya.

Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat silase adalah segala jenis tumbuhan atau hijauan serta
bijian yang di sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidrat nya. seperti :
rumput, sorghum, jagung, biji-bijian kecil, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung,
pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi.

Sementara bahan tambahan dimaksudkan untuk meningkatkan dan mempertahankan kadar


nutrisi yang terkandung pada bahan pakan silase. Penambahan bahan additive ini bisa dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung. Pemberian bahan tambahan secara langsung dengan
menggunakan, Natrium bisulfat, Sulfur oxida, Asam chlorida, Asam sulfat, Asam propionat.

Pemberian bahan tambahan secara tidak langsung ialah dengan memberikan tambahan bahan-
bahan yang mengandung karbohidrat yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain :

- Molase (melas) : 2,5 kg /100 kg hijauan.


- Onggok (tepung) : 2,5 kg/100 kg hijauan.

- Tepung jagung : 3,5 kg/100 kg hijauan.

- Dedak halus : 5,0 kg/100 kg hijauan.

- Ampas sagu : 7,0 kg/100 kg hijauan.

3.1. Metode Pembuatan Silase

Metode Pemotongan:

- Hijauan dipotong-potong dahulu, ukuran 3-5 cm

- Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastic

- Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)

- Tutup dengan plastik dan tanah

Metode Pencampuran

Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat
fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis
selsel hijauan.

Bahan campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat, asam klorida,
asam propionat), molases/tetes, garam, dedak padi, menir /onggok dengan dosis per ton hijauan
sebagai berikut :

- asam organik : 4- 6 kg

- molases/tetes : 40kg

- garam : 30kg

- dedak padi : 40kg

- menir : 35kg

- onggok : 30kg
Pemberian bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara merata ke seluruh hijauan yang akan
diproses. Apabila menggunakan molases/tetes lakukan secara bertahap dengan perbandingan 2
bagian pada tumpukan hijauan di lapisan bawah, 3 bagian pada lapisan tengah dan 5 bagian pada
lapisan atas agar terjadi pencampuran yang merata.

Metode Pelayuan

Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering 40% - 50%. Lakukan seperti
metode pemotongan. Tahap/phase yang terjadi pada proses fermentasi silase adalah sebagai
berikut

1. Phase/Tahap-1:

Saat pertama kali hijauan di panen, pada seluruh permukaan hijauan tersebut terdapat
organisme aerobic, atau sering disebut sebagai bakteri aerobic, yaitu bakteri yang membutuhkan
udara / oksigen. Sehingga pada saat pertamakali hijauan sebagai bahan pembuatan silase di
masukan ke dalam silo, bakteri tersebut akan mengkonsumsi udara/oksigen yang terperangkap di
dalam rang silo tersebut. Kejadian ini merupakan sesuatu yang tidak diinginkan untuk terjadi saat
ensiling, karena pada saat yang sama bakteri aerobik tersebut juga akan mengkonsumsi
karbohidrat yang sebetulnya di perlukan bagi bakteri lactic acid.

Walaupun kejadian ini nampak menguntungkan dalam mengurangi jumlah oksigen di dalam
silo , sehingga menciptakan lingkungan anaerob seperti yang kita kehendaki dalam ensiling,
namun kejadian tersebut juga menghasilkan air dan peningkatan

suhu/panas. Peningkatan panas yang berlebihan akan mengurangi digestibility kandungan nutrisi,
seperti misalnya protein. Proses perubahan kimiawi yang terjadi pada phase awal ini adalah
terurainya protein tumbuhan, yang akan terurai menjadi amino acid, kemudian menjadi amonia
dan amines. Lebih dari 50 % protein yang terkandung di dalam bahan baku akan terurai. Lama
terjadinya proses dalam tahap ini tergantung pada kekedapan udara dalam silo, dalam kekedapan
udara yang baik maka phase ini hanya akan bejalan beberapa jam saja. Dengan teknik
penanganan yang kurang memadai maka phase ini akan berlangsung sampai beberapa hari
bahkan beberapa minggu. Untuk itu maka tujuan utama yang harus di capai pada phase ensiling
ini adalah, semaksimum mungkin di lakukan pencegahan masuknya udara/oksigen, sehingga
keadaan anaerobic dapat secepatnya tercapai. Kunci sukses pada phase ini adalah:

Kematangan bahan

Kelembaban bahan
Panjangnya pemotongan yang akan menentukan kepadatan dalam silo.

Kecepatan memasukan bahan dalam silo.

Kekedapan serta kerapatan silo

2. Phase/Tahap-2:

Setelah oksigen habis di konsumsi bakteri aerobic, maka phase dua ini di mulai, disinilah proses
fermentasi dimulai, dengan dimulainya tumbuh dan berkembangnya bakteri acetic acid.
Bakteri tersebut akan menyerap karbohidrat dan menghasilkan acetic acid sebagai hasil ahirnya.
Pertumbuhan acetic acid ini sangat diharapkan, karena disamping bermanfaat untk ternak
ruminansia juga menurunkan kadar pH yang sangat di perlukan pada phase berikutnya.
Penurunan kadar pH di dalam silo di bawah 5.0, perkembangan bakteri acetic acid akan menurun
dan ahirnya berhenti Dan itu merupakan tanda berahirnya phase-2. Dalam fermentasi hijauan
phase-2 ini berlangsung antara 24 s/d 72 jam.

3. Phase/Tahap-3

Makin menurunnya kadar pH akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan bakteri


anaerob lainnya yang memproduksi latic acid. Maka pada phase ini latic acid akan bertambah
terus.

4. Phase/Tahap-4

Dengan bertambahnya jumlah bakteri pada phase 3, maka karbohidrat yang akan terurai
menjadi latic acid juga makin bertambah. Latic acid ini sangat di butuhkan dan memegang
peranan paling penting dalam proses fermentasi. Untuk pengawetan yang efisien, produksinya
harus mencapai 60% dari total organic acid dalam silase. Saat silase di konsumsi oleh
ternak, latic acid akan di manfaatkan sebagai sumber energy ternak tersebut. Phase 4 ini adalah
phase yang paling lama saat ensiling, proses ini berjalan terus sampai kadar pH dari bahan
hijauan yang dipergunakan turun terus, hingga mencapai kadar yang bisa menghentikan
pertumbuhan segala macam bakteri, dan hijauan atau bahan baku lainnya mulai terawetkan.
Tidak akan ada lagi proses penguraian selama tidak ada udara/oksigen yang masuk atau di
masukan.

5. Phase/Tahap-5
Pencapaian final kadar pH tergantung dari jenis bahan baku yang di awetkan, dan juga kondisi
saat di masukan dalam silo. Hijauanpada umumnya akan mencapai kadar pH 4,5, jagung 4.0.
Kadar pH saja tidaklah merupakan indikasi dari baik buruknya proses fermentasi ini. Hijauan
yang mengandung kadar air di atas 70% akan mengalami proses yang berlainan pada phase 4 ini.
Bukan bakteri yang memproduksi latic acid yang tumbuh dan berkembang, namun
bakteri clostridia yang akan tumbuh dan berkembang. Bakteri anaerobic ini akan
memproduksi butyric acid dan bukan latic acid, yang akan menyebabkan silase berasa asam.
Kejadian ini berlangsung karena pH masih di atas 5.0

6. Phase/Tahap-6

Phase ini merupakan phase pengangkatan silase dari tempatnya /silo. Proses pengangkatan ini
sangatlah penting namun biasanya tidak pernah di perhatikan oleh para peternak yang kurang
berpengalaman. Hasil riset mengatakan bahwa lebih dari 50% silase mengalami kerusakan atau
pembusukan yang disebabkan oleh bakteri aerobic, saat di keluarkan dari silo. Kerusakan terjadi
hampir di seluruh permukaan silase yang terekspos oksigen, saat berada pada tempat
penyimpanan atau pada tempat pakan ternak, setelah di keluarkan dari silo.

Kecermatan kerapihan dan kecepatan penanganan silase setelah dikeluarkan dari silo yang kedap
udara sangatlah perlu untuk dicermati, agar tidak terjadi pembusukan.

Proses tahap pelaksanaan pembuatan silase dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Penyiapan Silo

Siapkan silo yang bisa di tutup dan kedap udara, artinya udara tidak bisa masuk maupun keluar
dari dan ke dalam wadah tersebut. Wadah tersebut juga harus kedap rembesan cairan. Untuk
memenuhi kriteria ini maka bahan plastik merupakan jawaban yang terbaik termurah serta sangat
fleksibelpenggunaannya. Walaupun bahan dari metal, semen dll tetap baik untuk di gunakan.

Ukuran di sesuaikan dengan kebutuhan dan pilihlah ukuran, bahan serta konstruksi yang sesuai
dengan kebutuhan.. Gentong plastik yang mempunyai tutup bisa di kunci dengan rapat,
merupakan salah satu pilihan yang terbaik. Karena di samping ukurannya yang sedang sehingga
mudah untuk di angkat

manusia, kemudian dengan penambahan jumlah bisa memenuhi kebutuhan yang lebih banyak.

Jika ingin membuat dalam jumlah yang banyak sekali gus, maka cara yang termurah adalah
dengan menggali tanah. Ukuran disesuaikan dengan kebutuhan. Kemudian menggunakan
kantung plastik yang di jual meteran, sehingga penutupannya bisa dilakukan dengan sangat rapat.

Prinsip yang harus di perhatikan adalah, saat membuka dan memberikan silase pada ternak,
maka silo tersebut akan kemasukan udara/oksigen yang bisa dan akan merusak silase yang telah
jadi karena terjadinya proses aerobic. Pembuatan dalam jumlah kecil dengan menggunakan silo
yang banyak serta portable (seperti gentong plastik biru, atau kantong plastik), jauh lebih
berdaya guna di banding dengan pembuatan dalam jumlah sangat besar dalam satu wadah/silo.
Untuk itu ketahuilah jumlah kebutuhan ternak anda, lalu sesuaikan pembuatan silo, sehingga
penggunaannya bisa sekali buka silo, isinya langsung habis di konsumsi sehingga tidak adalagi
sisa yang harus di simpan.

Penyimpanan sisa silase ini, di samping sangat merepotkan juga sangat riskan terjadinya proses
pembusukan karena terjadi nya eksposur tehadap oksigen yang akan mengaktivekan bakteri
aerob

2) Penyiapan bahan baku silase serta penempatan pada silo:

Bahan baku sebaiknya berasal dari tumbuhan atau bijian yang segar yang langsung di dapat dari
pemanenan, jangan yang telah tersimpan lama. Penyiapan bahan baku silase sebagai berikut :

3) Pemotongan atau Pencacahan Bahan Baku

a. Ukuran pemotongan sebaiknya sekitar 5 cm.

b. Pemotongan dan pencacahan perlu di lakukan agar mudah di masukan dalam silo dan
mengurangi terperangkapnya ruang udara di dalam silo serta memudahkan pemadatan. Jika
hendak menggunakan bahan tambahan, maka taburkan bahan tambahan tersebut kemudian di
aduk secara merata, sebelum di masukan dalam silo

c. Masukan cacahan tersebut kedalam silo secara bertahap, lapis demi lapis. Saat memasukan bahan
baku kedalam silo secara bertahap, lakukan penekanan atau pengepresan untuk setiap lapisan
agar padat. Kenapa harus di padatkan, karena oksigen harus sebanyak mungkin di kurangi atau
dihilangkan sama sekali dari ruang silo

d. Lakukan penutupan dengan serapat mungkin sehingga tidak ada udara yang bisa masuk kedalam
silo. Biarkan silo tertutup rapat serta di letakan pada ruang yang tidak terkena matahari atau kena
hujan secara langsung, selama tiga minggu

e. Setelah tiga minggu maka silase sudah siap di sajikan sebagai pakan ternak. Sedangkan untuk
menilai kualitas hasil pembuatan silase ini bisa di lihat di Kriteria Silase yang baik, Silo yang
tidak di buka dapat terus di simpan sampai jangka waktu yang sangat lama asalkan tidak
kemasukan udara.

f. Pemberian pada ternak yang belum terbiasa makan silase, harus di berikan sedikit demi sedikit
dicampur dengan hijauan yang biasa dimakan. Jika sudah terbiasa secara bertahap dapat
seluruhnya diberi silase sesuai dengan kebutuhan. silase dapat di simpan dalam waktu yang
sangat lama selama tetapberada dalam keadaan kedap udara.

4. AMONIASE

Pengolahan amoniasi adalah suatu proses pemotongan ikatan rantai tadi dan membebaskan
sellulosa dan hemisellulosa agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Amoniak (NH3) yang
berasal dari urea akan bereaksi dengan jerami padi, sehingga ikatan tadi bisa terlepas dan
berganti ikatan dengan NH3, dan saat yang sama sellulosa serta hemisellulosa akan terlepas dari
ikatan. Dengan demikian maka sifat kecernaan jerami akan meningkat, juga kadar proteinnya
juga meningkat karena NH3 yang terikat akan berubah menjadi senyawa sumber protein.

Tujuan pembuatan Amonisasi adalah meningkatkan kualitas bahan pakan/pakan yang rendah
kandungan nutrisi dan daya cernanya.

Keuntungan amonisasi adalah :

1) Kecernaan meningkat

2) Protein meningkat.

3) Menghambat pertumbuhan jamur.

Bahan Pembuatan Amoniasi

Terdapat beberapa bahan kimia yang dapat dimanfaatkan seperti kaustik soda (NaOH), dan
bahan kimia lainnya, namun disamping kurang aman bagi lingkungan, harga dan cara
penanganannya sangat banyak membutuhkan biaya. Bahan kimia yang paling murah dan mudah
di dapat serta mudah penanganannya adalah dengan menggunakan Urea. Urea merupakan salah
satu sumber amoniak (NH3) berbentuk padat. Urea yang banyak beredar untuk pupuk tanaman
pangan kadar nitrogen yang terkandung didalamnya adalah 46 persen. Dosis amoniak yang biasa
digunakan secara optimal adalah 4 6 % NH3 dari berat kering jerami. Kurang dari 3 % tidak
ada pengaruhnya terhadap daya cerna maupun peningkatan kandungan protein kasar, tetapi
amoniak ini hanya berfungsi sebagai pengawet saja. Bila lebih dari 6 % amoniak akan terbuang
karena tidak sanggup lagi diserap oleh jerami dan akan lepas ke udara bebas, kerugiannya hanya
pemborosan amoniak yang berarti kerugian ekonomis saja.

Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat amoniasi :

Tumbuhan yang berdinding keras, seperti batang padi, atau jerami yang berkualitas, artinya tidak
busuk ataupun basah karena terendam air sawah maupun hujan
Proses pembuatan amoniasi (jerami):

1) Sediakan jerami padi yang sudah kering dan dalam keadaan baik.

2) Sediakan kotak untuk mencetak jerami dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
keadaan lokasi peternakan

3) Sediakan tali pengikat jerami yang telah di cetak.

4) Siapkan lembaran plastik untuk pembungkus jerami

5) Sediakan karung plastik untuk mengantongi bungkusan jerami.

6) Sediakan urea dalam jumlah yang memadai sesuaikan dengan jumlah jerami, 4-6 kg urea untuk
setiap 100 kg jerami padi),

7) Sediakan timbangan yang sesuai dengan berat tiap ikatan jerami

8) Sediakan tempat penyimpanan jerami, yang terlindung dari hujan dan sengatan sinar matahari.

Tahapan pembuatan jerami adalah sebagai berikut:

1) Pencetakan jerami

a) Masukan jerami-jerami tersebut kedalam kotak cetakan yang telah di sediakan. Pemasukan
jerami kedalam cetakan, bisa dan akan dilakukan selapis demi selapis

b) Lakukan pemadatan atau pengepresan terhadap jerami yang berada di dalam kotak cetakan
tersebut. Pemadatan juga dilakukan selapis demi selapis. Guna mengakomodasi penebaran urea
yang lebih merata.

c) Setelah padat, keluarkan jerami tersebut.

2) Pengikatan jerami

Jerami yang telah di keluarkan dari kotak cetakan, di ikat dengan menggunakan tali rafia atau tali
lain yang tersedia dan cukup kuat.

3) Penimbangan

Jerami yang telah terikat dalam bentuk kotak/balok ditimbang. Lakukan penimbangan untuk
beberapa ikat jerami, agar di dapat berat rata-rata untuk setiap ikatnya. Sehingga untuk
selanjutnya tidak usah semua jerami di timbang seluruhnya, cukup dengan mengetahui jumlah
ikatan balok jerami, dapat di ketahui jumlah beratnya

4) Penaburan urea
Cara yang terbaik dalam penaburan urea adalah dengan cara menaburkannya selapis demi
selapis saat melakukan pencetakan dalam kotak cetakan.

a) Setelah mengetahui berat jerami untuk tiap pencetakan maka akan segera di ketahui jumlah
urea yang di butuhkan, yaitu dengan menghitung berat rata-rata tiap ikatan balok jerami
dikalikan dengan 4-6 %, misal berat tiap ikatan balok jerami adalah 100 kg, maka jumlah urea
yang di butuhkan adalah 6 kg.

b) Lakukan penakaran untuk 6 kg urea, dengan menggunakan wadah misalnya ember kecil. Satu
ember penuh menampung 6 kg urea, maka untuk setiap pencetakan membutuhkan satu ember
urea.

c) Setelah satu lapisan jerami di padatkan, taburkan urea secukupnya, misal 1 kg, kemudian
letakan dan padatkan lapisan jerami berikutnya dan taburkan kembali urea di atas lapisan
tersebut.

d) Demikian seterusnya sehingga saat cetakan jerami di keluarkan dari cetakannya dan di ikat,
bisa langsung di lakukan pembungkusan, tanpa perlu menaburinya lagi dengan urea.

Cara yang kedua adalah, jerami yang telah diikat ditaburi urea

a) Penaburan urea ke dalam ikatan jerami harus dilakukan secara merata, agar proses amoniasi
jerami padi berjalan dengan baik.

b) Dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami jumlahnya sekitar 4%-6% dari berat jerami.
Dengan kata lain, setiap 100 kg jerami padi yang akan diamoniasi membutuhkan urea sebanyak
4-6 kg.

c) Jika dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami terlalu banyak, maka urea tersebut tidak akan
memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai nutrisi pada jerami

5) Pembungkusan

Jerami yang telah ditaburi urea harus segera dibungkus dengan rapat. Bahan pembungkus yang
digunakan biasanya berupa lembaran plastik dengan ketebalan yang cukup memadai.

Pembungkusan ini sangat penting dilakukan agar tercipta kondisi hampa udara (an-aerob). Proses
amoniasi harus berlangsung tanpa kehadiran udara, sehingga pembungkusan harus dilakukan
secara hati-hati.

Untuk mencegah kebocoran, jerami yang telah ditaburi urea dapat dibungkus dengan lembaran
plastik sebanyak dua lapis atau lebih.
6) Pengarungan

Jerami yang telah terbungkus di masukan kedalam karung, agar mudah penanganannya, serta
melindungi kerusakan plastic pembungkusnya yang dapat engakibatkan kebocoran.

7) Penempatan

Karung-karung yang berisi jerami tersebut harus disimpan di tempat yang teduh dan terhindar
dari air hujan. Untuk mengoptimalkan penggunaan gas amoniak oleh jerami, maka sebaiknya
karung-karung tersebut disusun bertumpuk ke atas, diatas karung yang teratas sebaiknya diberi
beban agar ada tekanan ke bawah. Proses penyimpanan ini membutuhkan waktu selama 1 bulan
atau 30 hari.

8) Pembukaan

Satu bulan kemudian, jerami yang terbungkus dapat dibuka dari kemasannya. Pembukaan
tersebut harus dilakukan secara hati-hati karena akan membuat mata menjadi perih. Jerami
amoniasi yang baik ditandai dengan bau amoniak yang sangat menyengat. Oleh karena itu,
jerami amoniasi tersebut harus dibiarkan di udara terbuka dan di angin-anginkan terlebih dahulu
agar bau amoniak dapat berkurang. Jerami amoniasi harus disimpan di ruang penyimpanan
beratap dengan ventilasi yang memadai. Jika jerami amoniasi dibiarkan di udara terbuka dan
terkena air hujan, maka akan terjadi proses pelapukan atau dekomposisi pada jerami tersebut.

Penyimpanan dapat dilakukan hingga satu tahun dengan kualitas yang tetap terjaga.

9) Pemberian jerami amoniasi pada ternak

Jerami amoniasi dapat diberikan pada ternak dalam bentuk utuh, atau dicampur makanan
tambahan atau penguat lainnya untuk meningkatkan palatabilitas dan mengimbangi
kandungankandungan nitrogen non-protein pada urea. Pemberian jerami

amoniasi sebagai makanan pokok membutuhkan air minum sebagai faktor yang sangat perlu
diperhatikan ketersediaannya.

Penyimpanan Hasil Amoniasi

Jerami hasil amoniasi atau jerami amoniasi, jika di keluarkan dari pembungkusnya harus
diletakkan pada tempat atau rang yang terbuka tapi terlindung dari air hujan dan sengatan
matahari. Air akan menyebabkan terjadinya pembusukan secara cepat pada jerami amoniasi.
Lama di simpan maka bau amonia nya akan makin hilang, dan semakin baik pula di berikan
sebagai pakan ternak.

Kriteria amoniasi yang baik adalah :

- Berwarna kecoklat-coklatan.

- Kering.

- Jerami amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya.

5. FERMENTASI

Proses fermentasi merupakan proses anaerob sehingga perlu dihindarkan tindakan yang
mengakibatkan proses masuknya udara.

Proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan probiotik sebagai starter. Peranan probiotik
adalah untuk memecah selulose menjadi nutrisi yang mudah diserap oleh tubuh ternak. Bahan
yang digunakan sebagai starter antara lain starbio, bioplas atau koenzym.

Fungsi fermentasi adalah perlakukan/pengawetan oleh senyawa asam yang dihasilkan oleh
mikroba dan dilakukan diluar tubuh ternak. Makin kuat tingkatan asamnya makin tinggi
kenaikan kualitas nutrisinya. Bahan pakan yang dapat dilakukan permentasi yaitu jerami, dedak,
pucuk tebu.

Beberapa keuntungan penggunaan jerami fermentasi sebagai pakan diantaranya adalah

1) Meningkatkan produksi ternak karena kualitas nutrisi meningkat.

2) Mengurangi biaya pakan.

3) Penggunaan pakan dan tenaga kerja lebih efisien.

4) Lingkungan kandang lebih sehat dan nyaman, karena kotoran ternak yang dihasilkan lebih
sedikit kering dan tidak berbau.

Pembuatan fermentasi jerami dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Siapkan jerami; untuk setiap 100 kg jerami, starter yang diperlukan sebanyak 0,5 kg dan 40 liter
air.

2) Timbang jerami

3) Sediakan air
4) Timbang starter

5) Tumpuk jerami lapis demi lapis dengan ketebalan 25 cm. Ukuran tumpukan 2,5 m x 2,5 m x 25
cm.

6) Setiap lapis siram dengan air hingga rata.

7) Setiap lapis ditaburi dengan starter hingga rata.

8) Banyaknya lapisan tumpukan sesuai dengan kebutuhan.

9) Setelah dianggap cukup, bagian atas ditutupi daun-daun kering atau daun pisang.

10) Biarkan selama 3-4 minggu.

11) Bongkar dan angin-anginkan sebentar.

12) Untuk memudahkan dalam penyimpanan dan pengangkutan, sebaiknya hasil fermentasi ini
dipadatkan dengan alat pres.

13) Jerami yang telah difermentasi dan sudah diangin-anginkan dapat langsung diberikan ke ternak.
Jumlah pemberiannya sama dengan pemberian hijauan yaitu sebesar 10 % dari bobot badan.

Untuk ternak yang belum terbiasa dengan jerami fermentasi, perlu dilatih dengan
mempuasakannya beberapa saat kemudian baru diberi jerami hasil fermentasi.

6. PAKAN PEMACU

Pakan pemacu merupakan sejenis pakan bergizi tinggi yang berperan sebagai pemacu
pertumbuhan dan peningkatan populasi mikroba didalam rumen, sehingga dapat merangsang
penambahan jumlah konsumsi serat kasar yang akan meningkatkan produksi.

Molases sebagai bahan dasar pakan pemacu merupakan bahan pakan yang dapat difermentasi
dan mengandung beberapa mineral penting. Dapat memperbaiki formula menjadi lebih kompak,
mengandung energy cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan palatabilitas serta citarasa.

Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Setiap kilogram urea
mempunyai nilai yang setara dengan 2,88 kg protein kasar (6,25X46%). Dalam proporsi tertentu
mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna.

Manfaat pemberian UMMB sebagai suplemen pakan adalah :


1) Mengurangi defisiensi unsur mikro baik mineral, vitamin, asam amino maupun
protein

2) Meningkatkan efisiensi pencernaan pakan dalam lambung ternak ruminansia

3) Meningkatkan produksi dan perbaikan kinerja reproduksi

4) Memperbaiki nilai gizi pakan

Proses Pembuatan Pakan Pemacu:

1) Molases (29% dari total formula) dipanaskan pada suhu 50 derajat C

2) Buat campuran I (tapioka 16%, dedak padi 18%, bungkil kedelai 13%).

3) Buat campuran II (urea: 5%, kapur 4%, garam 9%).

4) Buat campuran III (tepung tulang 5% dan mineral 1%).

5) Buat campuran IV dari campuran I, II, III yang diaduk merata.

6) Masukkan campuran IV sedikit sedikit ke dalam molases, diaduk hingga merata (15 menit).

7) Masukkan dalam cetakan kayu beralas plastik dan padatkan.

8) Simpan di tempat teduh dan kering

9) Hasil analisis proksimat, pakan pamacu yang dibuat dengan formulasi tersebut mempunyai nilai
nutrisi sebagai berikut:

Energi 1856 Kcal, protein 24%, kalsium 2,83% dan fosfor 0,5%.

Pemberian pakan pemacu dapat meningkatkan konsentrasi ammonia dalam rumen dari (60-100)
mgr/liter menjadi 150-250 mgr/liter. Jumlah pemberian pakan pemacu disesuaikan dengan jenis
dan berat badan ternak.

a. Untuk domba/kambing, maks 4 gram untuk setiap berat badan.

b. Untuk sapi, 2 gram untuk setiap berat badan

c. Untuk kerbau, 3,8 gram untuk setiap berat badan

Pemberian pakan pemacu sangat cocok bagi ternak ruminansia yang digembalakan dan diberi
sisa tanaman pangan seperti jerami atau bahan pakan berkadar protein rendah.

7. SOLID
Upaya peningkatan produksi ternak tidakcukup hanya dengan memberikan rumput alam saja,
tetapi perlu adanya pakan tambahan. Pakan tambahan yang potensial untuk dimanfaatkan adalah
limbah kelapa sawit yang berupa solid

Pakan solid dalam bentuk blok bisa diberikan baik untuk ternak ruminansia besar maupun kecil.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa solid berpotensi sebagai sumber nutrisi
baru dengan kandungan bahan kering 81,56%, protein kasar 12,63 %, serat kasar 9,98 %, lemak
kasar 7,12 %, kalsium 0,03 %, fosfor 0,003 %,dan energi 154 kal/100 g. Solid sangat
berpotensi sebagai sumber pakan lokal mengingat kandungan nutrisinya cukup memadai,
jumlahnya melimpah, kontinuitas terjamin, terpusat pada satu tempat dan murah. Pemberian
solid pada sapi dapat dalam bentuk segar atau dicampur dengan air.

Pemberian solid mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ternak secara nyata
dibandingkan yang tidak diberi solid. Rata rata pertambahan bobot badan harian (PBBH) ternak
sapi yang tidak diberi pakan solid jauh di bawah PBBH ternak yang diberi solid, yaitu hanya 250
g/ekor/hari. Pemberian solid segar secara terbatas pada sapi Madura jantan selama 3 bulan
pemeliharaan rata-rata memberikan PBBH ternak 450 g/ekor/hari. Sapi PO jantanyang diberi
solid 1,50 % bahan kering daribobot badan dan yang diberi secukupnya(ad libitum) selama 3
bulan, masing-masing memberikan rata-rata PBBH 440 dan 770 g/ekor/hari . Rata-rata PBBH
sapi yang tidak diberi solid hanya mencapai 200 g/ekor/hari..Umumnya peternak memberikan
solid secara ad libitum, sekitar 1015 kg sekali pemberian karena ternak sangat menyukainya.

Pemberian solid pada domba juga memberikan hasil yang baik. Solid dapat diberikan dalam
bentuk segar atau complete feed block (CFB) baik yang difermentasi dengan efective
microorganism (EM4) maupun tanpa di fermentasi. Pemberian solid meningkatkan PBBH secara
nyata dibandingkan tanpa pemberian solid. Rata-rata PBBH domba yang diberi 1 % solid dalam
bentuk segar, 1 % solid dalam bentuk CFB tanpa fermentasi, dan 1 % CFB fermentasi selama 3
bulan masingmasing adalah 45, 64, dan 83 g/ekor/hari, sedangkan PBBH domba yang tidak
diberi solid hanya mencapai 25g/ekor/hari

Kelemahan solid untuk pakan adalah tidak tahan lama disimpan. Hal ini karena solid masih
mengandung 1,50 % CPO sehingga akan mudah menjadi tengik bila dibiarkan di tempat terbuka
serta mudah ditumbuhi kapang yang berwarna keputihan.

Namun dari hasil pemeriksaan di laboratorium, kapang tersebut tidak bersifat patogen. Solid
dapat tahan lama apabila disimpan dalam tempat tertutup, misalnya dalam kantong plastik hitam
dengan meminimumkan jumlah oksigen yang masuk.

8. SILASE KOMPLIT
Konsep teknologi silase yang dikembangkan selama ini masih bersifat silase tunggal (single
silage) dan proses pembuatannya dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen). Dalam praktek
dilapangan, konsep silase ini cukup terkendala karena selain meminta tempat
simpan(pemeraman) yang cukup vakum juga silase yang dihasilkan jika diberikan ke
ternakhanya memenuhi 30-40 persen kebutuhan nutrisi ternak.

Berbeda dengan silase tunggal, silase komplit memiliki beberapa keunggulan.yaitu :

1. Lebih mudah dalam pembuatannya karena tidak memerlukan tempat pemeraman yang an-aerob,
cukup dengan semi aerob.

2. Bahan bahan yang digunakan dapat berupa limbah

3. Kandungan gizi yang dihasilkan juga lebih tinggi, dapat memenuhi 70-90 persen kebutuhan gizi
ternak sapi.

4. Daya simpan lebih lama

5. Memiliki sifat organoleptis (bau harum, asam) sehingga lebih disukai


ternak (palatable).

6. Dapat diberikan tanpa menambahkan konsentrat/bahan pakan penguat lebih dahulu

7. Dapat diberikan tidak hanya untuk ternak ruminansia tetapi juga ternak monogastrik (terutama
unggas air)

Teknik Pembuatan Silase Komplit

Pembuatan pakan komplit dalam bentuk silase ini seperti proses fermentasi pada umumnya.
Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari 3 kelompok bahan yakni :

1. Kelompok bahan pakan hijauan,

Bahan pakan hijauan disini dapat berupa bahan pakan dari hijauan makanan ternak seperti
rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput kolonjono (Panicum muticum), Tanaman
Jagung (Zea mays) dan rumput lainnya. Selain dari HMT, limbahlimbah

dari sisa panen seperti jermai padi, jerami kedelai juga dapat digunakan. Bahan pakan ini sebagai
sumber serat utama

2. Kelompok bahan pakan konsentrat

Kelompok bahan pakan konsentrat dapat berupa dedak padi/bekatul, onggok (ampas tapioka),
ampas sagu, ampas tahu dan lain-lain. Bahan pakan konsentrat ini selain untuk
memperbaiki kandungan nutrisi dari pakan yang dihasilkan juga berfungsi sebagai substrat
penopang proses fermentasi (ensilase).

3. Kelompok bahan pakan aditif.

Kelompok ketiga adalah bahan-bahan aditif. Bahan aditif disini dapat terdiri dari campuran urea,
mineral, tetes dan lain-lain.

Rasio dari ketiga kelompok bahan tadi dapat mengacu pada formula 7:2:1 atau 6:3:1 berturut-
turut untuk Hijauan: Konsentrat:Aditif yang didasarkan pada persentase berat.

Pencampuran dilakukan dengan urutan komponen bahan aditif dicampur dulu dengan konsentrat
selanjutnya dicampurkan ke hijauan. Jika kondisi hijauan ataulimbah petanian agak kering maka
diperlukan tambahan air sehingga kadar aircampuran mencapai + 40 persen.

Indikator Keberhasilan Proses Pembuatan Silase Ransum Komplit :

a. Tercapainya keasaman dengan PH 3,5 4,0

b. Munculnya berbau harum bercampur asam

c. Warna segar tidak jauh berubah dengan warna sebelumnya

d. Tidak tumbuh jamur

Sering dijumpai kasus kanibalisme sapi yakni sapi makan sapi. Hal ini terjadi karena kondisi
persediaan pakan terutama di daerah yang tidak punya banyak tanaman HMT-nya. Pembuatan
silase komplit dapat dijadikan salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pakan di musim
kemarau sekaligus memperbaiki kualitas gizi pakan ternak.

Pada kondisi hijauan melimpah di musim penghujan, bahan pakanhijauan baik berupa HMT
maupun sisa tanaman pangan diperam dengan penambahanbahan konsentrat akan dapat tahan
sampai 4-8 bulan. Persediaan pakan ini bisadigunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak musim
kemarau. Paling tidak denganmenerapkan teknologi ini dapat memberikan solusi pemenuhan
pakan di musimkemarau sekaligus dapat mempertahankan kualitas asupan gizi untuk ternak.

9. PAKAN LENGKAP (complete feed)

Pakan sapi potong umumnya berupa hijauan atau bahan pakan sumber serat. Hal ini karena
dalam alat pencernaan ternak mengikutkan aktifitas mikroba yang terdapat didalam rumen, oleh
karena itu dengan pengolahan limbah pertanian dalam bentukcomplete feed akan dapat
membantu memenuhi kebutuhan ternak karena complete feed merupakan pakan lengkap yang
memiliki kandungan zat-zat makanan yang diformulasi secara lengkap dan seimbang sesuai
dengan kebutuhan ternak.

Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan complete feed adalah memperhatikan kandungan dari
bahan yang akan digunakan serta memiliki nilai ekonomis.

Pembuatan Pakan lengkap (100 kg)

1. Bahan pakan lokal yang dapat digunakan sesuai dengan ketersediaan bahan yang ada di setiap
wilayah antara lain :

- Sumber serat kasar berupa kulit kacang tanah (15 % ), tongkol jagung (45 %)

- Sumber Energi berupa tetes (6 % ), dedak (25 %).

- Sumber Protein berupa tepung ikan (15 %)

- Sumber Mineral berupa garam dapur (2 % )

2. Pembuatan

1) Semua bahan ditimbang sesuai formula

2) Semua bahan ( kacang tanah, tongkol jagung, dedak padi dan tepung ikan dicampur hingga
homogen

3) Dicampur dengan Urea 0,5%

4) Dicampur dengan garam dapur 2%

5) Dicampur dengan tetes 6 %

6) Dikeringkan

7) Siap diberikan pada ternak bentuk kering

Komposisi kandungan complete feed

- Protein 14,16 %

- Serat Kasar 17,16 %

- Bahan Kering 88,72 %

- Gros energi 3.837


Manfaat complete feed untuk ternak sapi potong adalah :

1. Pakan siap pakai yang memiliki kandungan zat nutrisi lengkap

2. Peternak tidak lagi tergantung terhadap hijauan

3. Memberikan penambahan bobot badan lebih optimal.

4. Peternak tidak perlu lagi menanam HPT

5. Menekan biaya pakan dalam usaha peternakan sehingga akan menambah pendapatan peternak
lebih maksimal.

Contoh Complete Feed untuk Sapi Potong :

1. Dari bahan bahan yang ada dibuat bentuknya secara seragam yaitu dengan cara digiling,
kemudian bahan tersebut dicampur sesuai dengan komposisi formula yang telah ditentukan
untuk menghasilkan pakan lengkap yang memiliki kandungan Protein 14,16%, SK 17,16%, BK
88,72% untuk membuat complete feed.

2. Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

- Bekatul 25 %

-Tongkol jagung 45 %

-Gaplek 15 %

- Tepung ikan 15 %

3. Dari ke empat bahan tersebut ditambahkan tetes 6% dan urea 0,5% dari jumlah bahan.Dari semua
bahan dicampur hingga rata kemudian dijemur hingga kering baru dapat diberikan. Adapun
jumlah pemberiannya adalah sebesar 2,9 sampai 3,2 persen bahan kering dari berat badan ternak.

4. Dari hasil kajian yang telah dilakukan di bahwa dengan mengunakan formula tersebut tingkat
palatabilitas ternak terhadap ransum sangat baik dan dapat memberikan penambahan berat badan
pada ternak sebesar 0,9 hingga 1,25 kg/ hari, jika 100 % diberikan komplite feed untuk ternak
sapi potong jenis Brahman dan PO ( peranakan Onggol)

10. ROTI SAPI (Wafer)


Salah satu bentuk pakan jadi yang telah dikembangkan adalah pembuatan roti sapi (wafer).
Pengolahan pakan yang berasal dari hijauan dan atau limbah pertanian menjadi roti sapi
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan palatabilitas, mempermudah pengangkutan serta
menjaga kontinuitas ketersediaan pakan.

Cara pembuatan roti sapi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Rumput dan limbah pertanian dicacah dengan ukuran 3 5 cm. yaitu untuk mempercepat proses
pengeringan serta mempermudah dalam pencampuran dengan bahan perekat.

2. Rumput dan limbah pertanian yang sudah dicacah dan leguminosa dikeringkan dibawah sinar
matahari ( 24 jam).

3. Leguminosa yang sudah kering kemudian digiling

4. Rumput dan atau limbah pertanian yang sudah kering dicampur dengan bahan perekat sampai
rata, kemudian ditambahkan leguminosa yang telah digiling dan konsentrat, dan diaduk sampai
rata.

5. Campuran yang sudah homogen dimasukkan kedalam cetakan (mall) yang telah dipanaskan
untuk dipadatkan.

6. Kemudian dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan selama + 24 jam pada suhu kamar.

11. LIMBAH MARKISA

Proses pengolahan buah markisa untuk menghasilkan pakan ternak pada dasarnya hanya
membutuhkan prosedur dan teknologi yang relatif sederhana. Ada tiga prosedur yang telah
diterapkan yaitu proses pengeringan, penggilingan dan pencampuran (blending). Selain itu,
untuk meningkatkan mutu nutrisi, terutama kulit buah markisa dapat pula dikombinasikan
dengan proses fermentasi sebelum di blending.

Proses pengeringan merupakan faktor kritis untuk kulit buah dan biji markisa, karena kandungan
air yang relatif tinggi saat di hasilkan dari pabrik yaitu berkisar antara 25-33%. Pengeringan
harus segera dilakukan untuk menghindari kerusakan bahan (pelapukan) yang akan
mengakibatkan rendahnya palatabilitas bahan. Pengeringan menggunakan energi matahari
membutuhkan waktu sekitar 2-4 hari untuk mendapatkan bahan dengan kadar air sekitar 10-12%

Cuaca yang tidak kondusif akan membutuhkan waktu pengeringan lebih lama dengan
konsekuensi meningkatnya jumlah kerusakan bahan serta biaya tenaga kerja. Oleh karena itu,
untuk pengolahan dalam skala industri penggunaan alat pengering yang menggunakan bahan
bakar lain (solar, listrik) menjadi alternatif.

Proses penggilingan membutuhkan mesin penggiling agar efisien.

Ukuran partikel hasil penggilingan dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuan. Untuk bahan
kulit buah markisa ukuran partikel hasil gilingan dapat bervariasi dari bentuk tepung (diameter
saringan 1-1,5 mm atau bentuk remahan (diameter saringan sekitar 5mm).

Apabila penggunaan kulit buah markisa diperuntukan bagi pembuatan konsentrat atau pakan
komplit dalam bentuk pelet sebaiknya proses penggilingan diarahkan untuk menghasilkan bentuk
tepung agar mendapatkan kondisi pelet yang baik. Namun, apabila penggunaannya untuk pakan
komplit dalam bentuk mesh, maka disarankan dalam bentuk remahan, karena proses ini relatif
lebih murah.

Proses penggilingan biji markisa membutuhkan bahan lain sebagai bahan pengisi (filler) yang
tujuannya adalah untuk menyerap minyak (lemak) yang keluar dari endosperm biji saat digiling,
sehingga alat penggiling dapat berfungsi secara normal. Dari pengalaman diperoleh rasio
biji/filler yang optimal berkisara antara 1/5-7.

Proses fermentasi menggunakan Aspergillus niger setelah penggilingan telah dicoba dengan
tujuan untuk meningkatkan mutu kulit buah markisa. Akan tetapi, walaupun proses ini mampu
meningkatkan kandungan protein kasar, namun tidak menghasilkan respon yang lebih baik pada
kambing dibandingkan dengan tanpa fermentasi.

Pemanfaatan limbah pengolahan buah markisa sebagai bahan pakan kambing dapat dilakukan
dalam berbagai cara yaitu sebagai komponen dalam pakan konsentrat, sebagai komponen dalam
pakan komplit, atau sebagai bahan bahan pakan dasar (pengganti rumput) dalam pakan komplit.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan sebagai komponen konsentrat dapat
menghasilkan respon yang baik pada kambing yang sedang tumbuh.

Penggunaan kulit buah markisa dan bijimMarkisa sebagai komponen dalam konsentrat untuk
ternak kambing sekitar 15 - 45 %. Sedangkan penggunaan kulit buah markisa sebagai komponen
dalam pakan komplit sekitar 15 - 45 % dan kulit buah markisa fermentasi sekitar 20 60 % serta
penggunaan kulit buah markisa untuk subsidi rumput 50 - 100 %

12. LIMBAH NENAS

Limbah nenas mengandung air dalam jumlah besar, sehingga membutuhkan pengeringan secara
intensif dan cepat untuk menghindari kerusakan bahan. Namun, limbah nenas dapat pula
diproses menggunakan teknologi fermentasi untuk menghasilkan produk silase limbah nenas.
Hal ini dimungkinkan karena kandungan air sebesar 75 % sesuai bagi proses pembuatan
silase.Teknologi ini dapat mengatasi masalah cepatnya limbah mengalami kerusakan apabila
tidak segera dikeringkan. Dengan demikian pengolahan limbah menjadi silase dapat menghindari
proses penggilingan maupun pengeringan, karena silase limbah dapat langsung digunakan
sebagai pakan dasar. Hal ini dengan sendirinya berpotensi untuk mengurangi biaya pengolahan
secara signifikan, walaupun untuk mengolah limbah kedalam bentuk silase juga membutuhkan
biaya, antara lain untuk pembuatan silo dan bahan aditif.

Diperlukan analisis efisiensi ekonomis untuk mengetahui proses pengolahan yang paling optimal
dalam memanfaatakn limbah nenas tersebut yang hasilnya akan ditentukan oleh skala produksi.

Limbah nenas mengandung serat (NDF) yang relatif tinggi (57,3%), sedangkan protein kasar
termasuk rendah yaitu hanya 3,5%. Oleh karena itu, potensi penggunaannya bukan sebagai
komponen penyusun konsentrat, namun lebih sebagai pakan dasar penyusun ransum. Limbah
nenas yang telah dikeringkan dapat digunakan langsung sebagai pakan dasar, sedangkan bila
digunakan sebagai pakan dasar dalam pakan komplit limbah harus digiling terlebih dahulu.
Sebagai pakan dasar, limbah nenas diharapakan dapat meminimalisir ketergantungan akan
pengadaan hijauan pakan bagi kebutuhan ternak.

Tingkat konsusmi limbah nenas yang diberikan sebagai pakan tunggal mencapai 332 g/h pada
kambing fase tumbuh yaitu setara dengan 2,5% bobot badan. Angka ini relatif lebih rendah dari
tingkat konsumsi yang direkomendasikan untuk kambing sekitar 2,8-3,2% bobot badan.
Penggunaan limbah nenas sebagai pengganti rumput dalam pakan komplit dengan taraf substitusi
berkisar antara 25-100% menghasilkan respon yang baik pada kambing. Konsumsi pakan
berkisar antara 564- 584 g/h setara dengan 3,4% bobot badan.

Pertambahan bobot badan termasuk sedang yaitu berkisar antara 62- 66 g dengan konversi pakan
berkisar antara 8,6-12,2. Pertambahan bobot badan cenderung menurun dan konversi pakan
cenderung semakin tinggi dengan meningkatnya taraf substitusi hijauan dengan limbah nenas.
Oleh karena itu, taraf penggunaan limbah nenas untuk mensubstitusi hijauan perlu ditentukan
berdasarkan pertimbangan optima biologis maupun optima ekonomisnya. Adanya potensi limbah
nenas dalam mensubstitusi sebagian atau seluruh komponen hijauan dalam pakan merupakan
nilai nutrisi yang dibutuhkan dalam mengembangkan sistem integrasi produksi ternak dengan
tanaman nenas.
13. LIMBAH KAKAO

Kulit buah kakao merupakan limbah agroindustri yang berasalah dari tanaman kakao yang
umumnya dikenal dengan tanaman coklat. Komposisi buah kakao terdiri dari 74% kulit, 24% biji
kakao dan 2% plasenta. Setelah dilakukan analisis proksimat, kakao mengandung 22% protein
dan 3 9% lemak, . Kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai substitusi suplemen 5 15%
dari ransum pada ternak domba dan pada ternak sapi dapat meningkatkan pbbh 0,9 kg/hari
dengan diolah terlebih dahulu. Kulit buah kakao perlu difermentasi terlebih dahulu untuk
menurunkan kadar lignin .

Kulit kakao dapat diolah dengan cara dilakukan fermentasi terlebuh dahulu maupun tanpa
perlakukan fermentasi. Fermentor yang dapat digunakan untuk proses fermentasi dapat
menggunakan Aspergillus Niger. Caranya yaitu kulit kakao dipotong dan dicincang terlebih
dahulu, kemudian dibasahi dengan Aspergillus Niger dan selanjutnya ditutup dengan karung goni
maupun menggunakan plastik. Setelah kulit kakao terfermentasi kemudian dikeringkan selama 2
3 hari untuk kemudian digiling menjadi tepung sebagai bahan pakan penguat ternak kambing,
sapi dan bahkan dapat dimanfaatkan untuk ternak non ruminansia seperti ayam dan babi.

Pengolahan kulit kakao tanpa fermentasi dilakukan dengan cara memotong dan mencincang kulit
kakao terlebih dahulu, kemudian dijemur dibawah sinar matahari sampai kering. Setelah benar-
benar kering kulit buah kakao ini ditumbuk, kemudian diayak. Pemberiannya dapat dicampur
dengan bahan pakan lain seperti bekatul maupun jagung giling.

TEKNOLOGI PENYIMPANAN PAKAN

Pakan yang dihasilkan merupakan pakan berkualitas yang tidak sekaligus digunakan oleh
peternak. Untuk itu perlu disediakan tempat penyimpanan agar pakan tersebut tidak
terkontaminasi yang dapat menurunkan tingkat kandungan gizinya.

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu terkait dengan waktu
yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga komoditi yang disimpan dengan cara
menghindari dan menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas
komoditi tersebut. Penyimpanan pakan sebaiknya tidak dicampur dengan barang lainnya untuk
menghindari pencemaran pakan.
Pengeluaran pakan dari tempat penyimpanan pakan agar diatur sedemikian rupa sehingga pakan
tidak terlalu lama di penyimpanan. Penyimpanan pakan yang terlalu lama akan menurunkan
kualitas dari pakan tersebut. Sistem penyimpanan pakan menggunakan sistem FIFO (First in first
out) artinya pakan yang pertama masuk adalah yang pertama keluar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan pakan adalah tipe atau jenis pakan, periode atau
lama penyimpanan, metode penyimpanan, temperatur, kandungan air, kelembaban udara dan
komposisi zat-zat makanan.

Ada empat tipe kerusakan bahan pakan/pakan yang disimpan pada kondisi yang buruk, yaitu :

1. Kerusakan fisik dan mekanik, yaitu kerusakan yang terjadi jika bahan tidak ditangani secara hati-
hati waktu kegiatan panen, transportasi, pengolahan dan penyimpanan.

2. Kerusakan kimiawi, yaitu meliputi kerusakan bahan akibat reaksi kimia atau reaksi pencoklatan
non enzimatik yang merusak partikel karbohidrat, penurunan kandungan vitamin dan asam
nukleat.

3. Kerusakan enzimatik, yaitu terjadi akibat kerja beberapa enzim seperti protease, amilase dan
lipase, misalnya : pemecahan molekul lemak menjadi asam lemak bebas dan glyserol oleh enzim
lipolitik dan aktivitas enzim proteolitik memecah protein menjadi polipeptida dan asam amino.

4. Kerusakan biologis, terjadi akibat serangan serangga, binatang pengerat, burung,


mikroorganisme selama penyimpanan. Kerusakan bahan pakan/pakan dalam penyimpanan
ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara kondisi bahan pakan/pakan, kondisi lingkungan
dan organisme (mikroorganisme, serangga dan rodentia) perusak kualitas bahan pakan/pakan.
Kerugian yang ditimbulkan selama penyimpanan adalah kehilangan berat, penurunan kualitas,
meningkatnya resiko terhadap kesehatan dan kerugian ekonomis.

Penyimpanan bahan pakan berkadar lemak tinggi (tepung ikan, bekatul dan bungkil kelapa)
sering mengalami oksidasi yang menyebabkan ketengikan. Proses oksidasi lebih aktif dengan
peningkatan suhu dan kelembaban dalam gudang. Tingkat kontaminasi oleh jamur sebagian
besar ditentukan oleh suhu penyimpanan dan ketersediaan air dan oksigen. Jamur dapat tumbuh
pada kisaran suhu yang luas, tetapi pertumbuhan jamur akan mengalami penurunan seiring
dengan penurunan suhu dan ketersediaan air. Kandungan air dan pertumbuhan jamur akan
meningkat dengan meningkatnya suhu penyimpanan.
Penyimpanan bahan pakan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1) Penyimpanan Pakan Secara Kimiawi Proses kimiawi yang dapat terjadi dalam penyimpanan
pakan adalah terjadi perubahan atau kerusakan kandungan lemak dari pakan tersebut.

Faktor faktor yang mempengaruhi dalam mempercepat kerusakan lemak dari pakan adalah
kandungan minyak, kontak dengan udara, cahaya, temperatur ruangan, kadar air bahan dan
adanya katalis.

Kerusakan bijian dan bahan makanan pada penyimpanan dengan kondisi temperatur dan kadar
air tinggi, terutama disebabkan oleh meningkatnya aktivitas enzim lipase dalam hidrolisis lemak
dimanalemak dipecah menjadi asam lemak bebas dan glycerol. Ketengikan yang terjadi pada
bahan yang mengandung minyak dan lemak yaitu ketengikan hidrolisis dan ketengikan oksidasi
yang berbeda dalam mekanismenya. Ketengikan hidrolisis merupakan

akibat reaksi antara bahan pakan dengan air. Pada penyimapananterlalu lama dimana terjadi
kenaikan kandungan air biasanya ketengikan hidrolisis, akan tetapi ketengikan ini tidak
selamanya terjadi bersamaan dengan ketengikan yang lain. Pada reaksi hidrolisis akan dihasilkan
gliserida dan asam lemak bebas. Akibat yang ditimbulkan dari reaksi ini adalah terjadinya
perubahan bau dan rasa dari minyak atau lemak, yaitu timbulnya rasa tengik. Sebagai ilustrasi,
dedak padi yang mempunyai kandungan minyak yang tinggi mudah terhidrolisis oleh enzim
lipase bebas. Hidrolisis diakibatkan oleh reaksi anatara lipase dan minyak di dalam dedak padi
yang menghasilkan asam lemak bebas. Kadar asam lemak bebas semakin seiring dengan
bertambahnya waktu penyimpanan yaitu sebelum penyimpanan 16.5% dan setelah dua bulan
penyimpanan 80.7%. hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim lipase sangat tinggi sehingga
hampir seluruh minyak dapat terhidrolisa dalam dua bulan penyimpanan. Ketengikan oksidasi
yang umum dijumpai yaitu reaksi oksidasi pada ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh.
Asam lemak tidak jenuh mempunyai ikatan rangkap yang mempengaruhi reaksi ini
menyebabkan lemak menjadi keras dan kental. Peroksida merupakan hasil antara yang biasanya
dipakai sebagai ukuran tingkat ketengikan. Ketengikan oksidatif meupakan reaksi autocatalytic
dimana laju reaksi meningkat sejalan dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Hal ini
disebabkan karena adanya hasil oksidasi awal yang dapat mempercepat reaksi oksidasi
selanjutnya, dan reaksi ini dikenal sebagai reaksi berantai. Pemecahan unsur lemak oleh ion-ion
hidrogen menyebabkan terjadinya reaksi awal terbentuknya lemak radikal bebas dan hydrogen
radikal bebas yang merupakan awal kerusakan lemak. Kondisi oksigen atmosfir bereaksi dengan
lemak radikal bebas membentuk molekul lemak radikal bebas peroksida, yang berlanjut
membentuk molekul hidroperoksida yang stabil dan lemak radikal bebas lain. Tahap akhir
oksidasi lemak terjadi reaksi antar lemak radikal bebas, antara lemak radikal bebas peroksida dan
antar lemak bebas peroksida sehingga membentuk senyawa peroksida. Lama penyimpanan akan
meningkatkan oksidasi lemak dedak padi yang ditunjukkan dengan bertambahnya bilangan
peroksida.

2) Penyimpanan Pakan Secara Mikrobiologi

Selama penyimpanan, pakan dapat mengalami kerusakan akibat adanya aktifitas mikroba seperti
tumbuhnya jamur. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur pada pakan
adalah :

a. aktivitas air, yang dinyatakan dengan aw yaitu jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh
mikroorganisme,

b. konsentrasi ion hidrogen,

c. temperatur,

d. konsistensi ; cair dan padat,

e. status nutrien, dan

f. adanya bahan pengawet.

Kadar air dalam bahan pakan serta kelembaban relatif sangat berpengaruh pada pertumbuhan
A.flavus penghasil aflatoksin. Kenaikan kadar air selama penyimpanan akibat pakan menyerap
uap air dari udara menyebabkan pertumbuhan jamur semakin meningkat karena bertambah
banyak spora jamur dari udara terbawa masuk. Kadar aflatoksin dalam dedak padi meningkat
seiring dengan meningkatnya kadar air dedak padi selama penyimpanan. Species Aspergillus dan
Penicillium sangat cepat tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan dan produk lainnya selama
proses penyimpanan terutama jika kandungan air bahan cukup tinggi. Didaerah tropis dengan
kelembaban relatif tinggi, praktis tidak ada bahan yang tidak terkontaminasi oleh aflatoksin.
Kontaminansi aflatoksin pada pakan ternak dapat dikurangi dengan mengendalikan fungsi
penghasil aflatoksin dan detoksifikasi. Beberapa bahan kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan A.flavus adalah etilen oksida, sulfur oksida, theobromine, etil alkohol, metil
alkohol, sam asetat, asam propionat, sodium bisulfat dan amonium polipropionat. Kerugian di
bidang peternakan yang disebabkan oleh aflatoksin meliputi beberapa hal, yaitu dapat
menurunkan kuantitas dan kualitas produksi (telur dan daging), terganggunya fungsi
metabolisme dan absorbsi lemak, tembaga, besi, kalsium, fosfor, betakaroten serta memperlemah
sistem kekebalan. Selain itu dengan adanya aflatoksin dalam pakan perlu diimbangi dengan
kebutuhan energi, protein, vitamin yang lebih tinggi yang menyebabkan biaya produksi menjadi
lebih mahal. Penyimpanan bahan pakan/pakan yang baik untuk menjaga kualitas dapat dilakukan
dengan cara :
1) Bahan pakan/pakan disimpan pada tempat yang kering dan pada area yang cukup ventilasinya.
Jika ruangan basah, bahan pakan/pakan cepat membusuk. Tempat penyimapanan sebaiknya
dingin dan perlu ventilasi yang cukup untuk menjaga suhu dalam zat pakan.

2) Bahan pakan/pakan disusun ke atas dan dibatasi kayu pemisah dengan jumlah tidak lebih dari 5
zak, agar terjadi sirkulasi udara yang cukup diantara zak zak pakan sehingga kelembaban dan
suhu dalam keadaan normal.

3) Bahan pakan/pakan tidak boleh diletakkan langsung di lantai atau menempel di dinding
ruangan, karena bisa menyebabkan kelembaban pada permukaan yang terkena langsung yang
dapat mengundang jamur tumbuh subur

4) Bahan pakan/pakan tidak boleh disimpan pada tempat yang terkena langsung sinar matahari
karena akan terjadi perubahan suhu dalam bahan pakan/pakan, juga bisa mempengaruhi
kandungan vitamin dan lemak dalam bahan pakan/pakan

5) Bahan pakan/pakan tidak boleh disimpan lebih dari 3 bulan sejak proses pembuatannya.
Kualitas vitamin dan lemak akan rusak jika disimpan terlalu lama. \

6) Bahan pakan/pakan yang busuk atau terlalu lama tidak boleh digunakan kembali.

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberlangsungan suatu proses kehidupan termasuk ternak, banyak hal atau faktor yang
harus diperhatikan. Salah satu faktor tersebut yang sangat penting adalah faktor pakan. Pakan
merupakan faktor penting di dalam usaha peternakan, lebih-lebih terhadap tinggi rendahnya
produksi. Jumlah serta kualitas pakan yang baik dan sesuai, pemberian pakan akan
mengakibatkan keberhasilan suatu usaha peternakan.
Kesalahan dalam pemberian pakan akan mengakibatkan penurunan produksi dan bahkan
mengganggu kesehatan. Pada dasarnya pakan terdiri dari beberapa komponen yang akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok seperti metabolisme tubuh, detak jantung,
beraktivitas dan lain-lain. Apabila kebutuhan pokok sudah terpenuhi, maka kelebihan komponen
pakan akan digunakan untuk berproduksi seperti telur dan susu.
Pakan disusun dari beberapa macam bahan pakan, semakin banyak bahan yang digunakan
maka pakan yang disusun akan semakin baik. Namun realita yang terjadi di dunia peternakan
saat ini adalah pakan yang diberikan kuantitasnya baik namun kualitasnya rendah.
B. Permasalahan
1. Apa pengertian, jenis dan syarat pakan?
2. Bagaimana kebutuhan nutrisi ternak potong?
3. Bagaimana teknologi penyusunan ransum ternak?
4. Bagaimana teknik pemberian pakan?
C. Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal berikut:
1. Pengertian, jenis dan syarat pakan.
2. Kebutuhan nutrisi ternak potong.
3. Teknologi penyusunan ransum ternak.
4. Teknik pemberian pakan.
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian, Jenis dan Syarat Pakan
1. Pengertian Pakan
Pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan sebagai sumber energi dan zat-zat gizi,
istilah pakan sering diganti dengan bahan baku pakan, pada kenyataanya sering terjadi
penyimpangan yang menunjukkan penggunaan kata pakan diganti sebagai bahan baku pakan
yang telah diolah menjadi pellet, crumble atau mash.
Pakan adalah semua yang bisa dimakan oleh ternak dan tidak mengganggu
kesehatannya. Pada umumnya pengertian pakan (feed) digunakan untuk hewan yang meliputi
kuantitatif, kualitatif, kontinuitas serta keseimbangan zat pakan yang terkandung di dalamnya.
Pakan adalah makanan/asupan yang diberikan kepada hewan ternak (peliharaan). Istilah ini
diadopsi dari bahasa Jawa. Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan
kehidupan makhlukh hidup. Zat yang terpenting dalam pakan adalah protein. Pakan berkualitas
adalah pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang.
Bahan pakan (bahan makanan ternak) adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada
ternak, baik yang berupa bahan organik maupun anorganik yang sebagian atau semuanya dapat
dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan terdiri dari bahan organik dan
anorganik.
Bahan organik yang terkandung dalam bahan pakan, protein, lemak, serat kasar, bahan
ekstrak tanpa nitrogen, sedang bahan anorganik seperti calsium, phospor, magnesium, kalium,
natrium. Kandungan bahan organik ini dapat diketahui dengan melakukan analisis proximat dan
analisis terhadap vitamin dan mineral untuk masing masing komponen vitamin dan mineral yang
terkandung didalam bahan yang dilakukan di laboratorium dengan teknik dan alat yang spesifik.
Bahan dibagi menjadi dua bagian yaitu bahan pakan konvensional dan bahan pakan
subtitusi. Bahan pakan konvensional adalah bahan baku yang sering digunakan dalam pakan
yang biasanya mempunyai kandungan nutrisi yang cukup (misalnya Protein) dan disukai ternak.
Bahan pakan konvensional merupakan bahan makro, serta jagung, bungkil kedelai, gandum,
tepung ikan dan bahan lainnya.
Ransum adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai jenis
bahan pakan yang sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya berdasarkan kebutuhan industri dan
energi yang diperlukan.
2. Jenis Pakan
a. Hijauan
Hijauan adalah bahan pakan berasal dari tanaman yang terdiri atas daun, ranting dan
batang baik dalam bentuk segar maupun sudah diawetkan (silage dan hay) dijadikan pakan bagi
hewan ternak. Hijauan merupakan sumber bahan pakan ternak yang utama dan perananya sangat
penting bagi ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) baik untuk hidup pokok,
pertumbuhan, produksi maupun untuk reproduksi. Hijauan dapat ditanam di ladang dan hewan
dibiarkan merumput, atau dipangkas kemudian diberikan sebagai sumber pakan.
Di Indonesia pada umumnya hijauan makanan ternak diperoleh dari berbagai sumber
antara lain dari hasil panen sendiri, tepi jalan, pematang sawah, tepi hutan, lapangan tanah
kuburan, perkebunan, sisa hasil pertanian dan lain sebagainya sehingga kontinuitas produksi,
kuantitas dan kualitasnya tidak terjamin sebagi makanan ternak.
Pada umumnya para peternak terutama di daerah tropis khususnya di Indonesia
menggantungkan tersedianya hijauan makanan ternak dari alam dan sisa-sisa hasil pertanian.
Hijauan makanan yang berasal dari alam (rumput liar) tanpa pemeliharaan yang khusus akan
mempunyai produksi rendah yaitu 30 ton per hektar pertahun (tanpa pemupukan) dan 100 hektar
perhektar pertahun (dipupuk) juga nilai gizi yang rendah, sehingga perlu dilakukan tindakan
untuk meningkatkan produksi dan kualitasnya yaitu dengan cara pemeliharaan dan budidaya
rumput unggul.
Ketersediaan bahan pakan hijauan sangat dipengaruhi oleh musim, dimana pada musim
penghujan tersedia dalam jumlah banyak dan berlimpah ruah, sedangkan pada musim kemarau
ketersediaannya sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya peternak memberi sisa-
sisa hasil pertanian seperti jerami.
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan
belum sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12-15
ton per hektar satu kali panen atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas
padi yang digunakan. Kendala utama dari pemanfaatan jerami padi sebagai salah satu bahan
pakan ternak adalah kandungan serat kasar tinggi dan protein serta daya cerna yang rendah.
Untuk itu, jerami padi perlu ditingkatkan nilai gizinya dengan melakukan pengolahan, baik fisik,
kimia maupun biologis.
Berdasarkan sumbernya hijauan dapat digolongkan dalam 3 golongan yaitu :
1) Graminae (rumput)
2) Leguminosae (kacang-kacangan)
3) Sisa hasil pertanian.
Bahan pakan hijauan dikelompokkan dalam beberapa kelas, yakni :
1) Hijauan segar
Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternak dalam bentuk
segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun yang tidak (disengut langsung
oleh ternak). Hijauan segar umumnya terdiri atas daun-daunan yang berasal dari rumput-
rumputan, tanaman biji-bijian/jenis kacang-kacangan. Hijauan segar memiliki kandungan air
yang tinggi yakni > 65%. Hijauan banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk gula
sederhana, pati dan fruktosa yang sangat berperan dalam menghasilkan energi.
Bahan pakan utama ternak sapi penggemukan adalah dalam bentuk hijauan yaitu berasal
dari rumput unggul, rumput lokal dan leguminosa. Beberapa contoh hijauan pakan unggul yang
dapat dibudidayakan adalah rumput gajah, rumput benggala, rumput setaria dan lain-lain.
Sedangkan hijauan pakan unggul berupa daun-daunan adalah leguminosa, seperti kacang sentro,
kalopo, lamtoro, gamal dan lain-lain.
2) Hijauan kering dan jerami
Termasuk dalam kelompok ini adalah semua jenis jerami dan hijauan pakan ternak yang
sudah dipotong dan dikeringkan. Kandungan serat kasarnya lebih dari 18%. Hasil samping
tanaman pertanian yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi adalah limbah kacang
tanah, kacang kedelai, jagung, pucuk tebu dan lain-lain
3) Silase
Silase adalah pakan berkadar air tinggi hasil fermentas yang diberikan kepada hewan
ternak ruminansia. Silase umumnya dibuat dari tanaman rerumputan (dari suku Graminae),
termasuk juga jagung, sorghum dan serealia lainnya dengan memanfaatkan seluruh bagian
tanaman, tidak hanya biji-bijiannya. Silase juga bisa dibuat dari hijauan kelapa sawit, singkong,
padi dan limbah pasar. Silase dapat dibuat dengan menempatkan potongan hijauan di dalam silo,
menumpuknya dengan ditutup plastik, atau dengan membung-kusnya membentuk gulungan
besar.
b. Konsentrat
Konsentrat adalah campuran dari beberapa bahan pakan untuk melengkapi kekurangan
nutrisi dari hijauan pakan ternak. Bahan pakan konsentrat yang dapat diberikan pada ternak sapi
antara lain dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, jagung, ampas tahu dan lain-lain.
Campuran bahan pakan konsentrat yang diberikan tergantung dari harga dan ketersediaan bahan
pakan yang ada di lokasi penggemukan.
Konsentrat adalah bahan makanan yang konsentrasi gizinya tinggi tetapi kandungan serat
kasarnya relatif rendah dan mudah dicerna. Parakassi (1999) menyatakan bahwa konsentrat
atau makanan penguat adalah bahan pakan yang tinggi kadar zat-zat makanan seperti protein
atau karbohidrat dan rendahnya kadar serat kasar (dibawah 18%). Konsentrat mudah dicerna,
karena terbuat dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein
jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan mineral).
Penggunaan konsentrat agar dapat mencapai sasaran harus memperhatikan 3 hal berikut
ini: (1) Pemberian konsentrat jangan terlalu berlebihan, namun harus memperhatikan kebutuhan
nutrisi ternak; (2) Pemberian konsentrat jangan terlalu berlebihan, namun harus memperhatikan
kebutuhan nutrisi ternak; dan (3) Pemberian konsentrat harus sesuai dengan imbangan jumlah
produksi (susu atau daging).
Sumber-sumber bahan konsentrat berasal dari:
1) Konsentrat yang berasal dari tanaman
Konsentrat dengan energi tinggi yang berasal dari tanaman
Konsentrat ini meliputi makanan yang mengandung tenaga yang tinggi dan protein tinggi.
Kelompok terbanyak adalah biji-bijian beras, jagung, sorghum dan millet. SE dan TDN nya
tinggi, kandungan potein kasar menengah dan serat kasar yang rendah, kandungan mineral
bervariasi.
Konsentrat dengan protein yang tinggi yang berasal dari tanaman
Konsentrat ini meliputi kacang giling, kedelai, wijen, biji palm, biji kapas, biji karet dan
kelapa dan mempunyai kandungan SE dan TDN yang tinggi dan kandungan protein kasarnya
(CP) antara 15-45 persen (Lubis, 1992).
Konsentrat yang berasal dari hewan
Konsentrat ini terdiri dari tepung daging, tepung tulang dan daging, tepung darah, hasil
samping pengolahan ikan seperti tepung ikan dan ikan kecil, hasil sampingan pengolahan susu
seperti bubuk susu skim, whey dan lemak susu. Bahan-bahan ini ditandai dengan protein
kualitas tinggi yang relatif banyak jumlah yang dikandungnya dan kandungan mineral yang
tinggi.
3. Syarat Pakan
Bahan baku pakan yang akan digunakan harus memenuhi syarat, sebagai berikut:
a. Memiliki kandungan nutrisi yang baik
Kandungan nutrisi yang perlu diketahui antara lain energi metabolisme (EM), protein
kasar, lemak, serat kasar, air, kalsium, fosfor maupun asam amino. Bahan baku utama penyusun
ransum biasanya dikatakan memiliki kandungan nutrisi yang baik jika memiliki kandungan EM
dan protein kasar yang tinggi serta serat kasarnya rendah. Kandungan nutrisi yang baik tersebut
terdapat dalam bahan baku yang kualitas fisik, kimia dan biologinya juga baik.
b. Ketersediaannya kontinyu
Bahan baku yang akan digunakan harus terjamin ketersediaannya (mudah didapat), karena
pergantian bahan baku yang terlalu sering dapat menyebabkan stres dan gangguan produksi pada
ayam. Di Indonesia, kontinyuitas atau ketersediaan bahan baku ransum secara rutin dengan
kualitas yang stabil menjadi permasalahan yang cukup sulit diatasi. Terlebih lagi, jika
penggunaan bahan baku tersebut masih harus bersaing dengan pemenuhan kebutuhan manusia,
contohnya pada kasus ketersediaan jagung dan kedelai.
Untuk menekan biaya ransum, hendaknya dalam self mixing kita dapat meminimalkan
penggunaan bahan baku konvensional, contohnya seperti jagung dan kedelai tersebut. Ada
baiknya jika kita bisa memanfaatkan bahan baku non konvensional yang ada di daerah sekitar
peternakan seperti limbah perikanan, sorgum, bungkil kelapa sawit, bungkil biji matahari
maupun tepung gaplek sebagai campuran ransum dalam self mixing.
c. Harganya kompetitif
Biaya ransum mencakup 70-80% dari seluruh biaya pengelolaan peternakan. Dengan harga
bahan baku yang kompetitif diharapkan biaya ransum dapat ditekan.
d. Tidak mengandung racun/antinutrisi
Syarat mutlak bahan baku ransum yaitu tidak mengandung racun (toksik) yang dapat
mengganggu kesehatan dan produktivitas ayam. Selain itu, perhatikan juga zat anti nutrisi dalam
ransum yang dapat menurunkan kecernaan ransum. Adanya zat antinutrisi seringkali menjadi
faktor penghambat dalam pemakaian bahan baku ransum alternatif.
B. Kebutuhan Nutrisi Ternak Potong
Wahyono dan Hardianto (2004) menyatakan kebutuhan nutrisi pakan sapi untuk tujuan
produksi (pembibitan dan penggemukan), adalah:
Tujuan Produksi
Uraian Bahan (%) Pembibitan Penggemukan
Kadar air 12 12
Bahan kering 88 88
Protein kasar 10,4 12,7
Lemak kasar 2,6 3,0
Serat kasar 19,6 18,4
Kadar abu 6,8 8,7
TDN 64,2 64,4

Kebutuhan ternak akan zat gizi terdiri atas kebutuhan hidup pokok dan produksinya. Zat-
zat pakan dalam ransum hendaknya tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang sebab
keseimbangan zat-zat pakan dalam ransum sangat berpengaruh terhadap daya cerna (Tillman
dkk., 1991). Kemampuan ternak ruminansia dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu: 1) faktor ternak itu sendiri yang meliputi besar tubuh atau bobot badan,
potensi genetik, status fisiologi, tingkat produksi dan kesehatan ternak; 2) faktor ransum yang
diberikan, meliputi bentuk dan sifat, komposisi zat-zat gizi, frekuensi pemberian, keseimbangan
zat-zat gizi serta kandungan bahan toksik dan anti nutrisi dan 3) faktor lain yang meliputi suhu
dan kelembaban udara, curah hujan, lama siang atau malam hari serta keadaan ruangan kandang
dan tempat ransum.
1. Kebutuhan Air
Sering kali kita membicarakan kebutuhan zat gizi namun kebutuhan air sering terabaikan.
Padahal air merupakan komponen terbesar tubuh ternak yang senantiasa menjaga keseimbangan
suhu tubuh. Air juga ikut berperan dalam proses pencernaan (hidrolisis protein, karbohidrat
maupun lemak), proses penyerapan zat gizi, proses transport metabolit di dalam tubuh serta
proses eksresi sisa metabolit ke luar tubuh.
Kebutuhan air sangat tergantung pada bentuk pakan, kandungan bahan kering pakan, cara
makan serta suhu lingkungan. Pada ternak sapi setiap kg bahan kering yang dikonsumsi
memerlukan air minum 3-5 L. Adanya garam dapur (NaCl) atau protein dalam konsentrasi tinggi
di dalam pakan akan memicu ekskresi urine, sehingga akan menyebabkan peningkatan konsumsi
air.
2. Kebutuhan Protein
Penentuan kebutuhan protein ternak juga mengalami perkembangan, yaitu jika semula
hanya ditentukan berdasarkan protein kasar, kemudian berkembang ke protein tercerna, sekarang
ini telah berkembang ke arah kebutuhan UDN (undegradable dietary nitrogen) atau UDP
(undegradable dietary protein). UDP merupakan bagian dari protein pakan yang
tidakterdegradasi di dalam rumen dan sampai di usus halus untuk diserap. Besarnya nilai UDP
sangat tergantung jenis sumber protein, komponen pakan lainnya dalam ransum, level pemberian
serta stadia fisiologis ternak.
Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi.
Ruminansia mendapatkan protein dari 3 sumber, yaitu protein mikrobia rumen, protein pakan
yang lolos dari perombakan mikrobia rumen dan sebagian kecil dari endogenus (Tillman
dkk.., 1991). Tubuh memerlukan protein untuk memperbaiki dan menggantikan sel tubuh yang
rusak serta untuk produksi. Protein dalam tubuh diubah menjadi energi jika diperlukan. Protein
dapat diperoleh dari bahan-bahan pakan yang berasal dari tumbuh - tumbuhan dan yang berasal
dari biji-bijian (Lubis, 1992). Protein didalam tubuh ternak ruminansia, dapat dibedakan menjadi
protein yang dapat disintesis dan protein tidak dapat disintesis.
Protein yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia yaitu dalam bentuk PK dan Prdd. Protein
kasar adalah jumlah nitrogen (N) yang terdapat didalam pakan dikalikan dengan 6,25 (N x 6,25),
sedangkan Prdd adalah protein pakan yang dicerna dan diserap dalam saluran pencernaan
(Parakkasi, 1995).
3. Kebutuhan Energi
Energi dalam pakan umumnya berasal dari karbohidrat dan lemak. Pentingnya energi
dalam pakan tercermin dari adanya 2 macam metode pengukuran yaitu metode pengukuran TDN
merupakan sistem ukuran yang paling tua yang berdasar pada fraksi - fraksi yang tercerna dari
sistem Wende serta sumbangan energinya. Sistem yang kedua adalah sistem kalori berdasar pada
kandungan energi (kalori) pada bahan pakan (Blakely and Bade, 1998).
Kekurangan energi dapat mengakibatkan terhambatnya pertambahan bobot badan,
penurunan bobot badan dan berkurangnya semua fungsi produksi dan terjadi kematian bila
berlangsung lama (Tillman dkk.., 1991). Menurut Parakkasi (1999) ternak memanfaatkan energi
untuk pertumbuhan dan produksi setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi.
Kebutuhan energi akan meningkat seiring dengan pertambahan bobot badan. Tinggi
rendahnya TDN dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot badan dan konsumsi pakan
itu sendiri. Kebutuhan energi akan meningkat seiring dengan pertambahan bobot badan. TDN
atau energi merupakan total dari zat pakan yang paling dibutuhkan. Kelebihan energi akan
disimpan dalam bentuk lemak badan, tetapi sebaliknya jika pakan yang dikonsumsi tidak
mencukupi kebutuhan energinya maka lemak tubuh akan dirombak untuk mencukupi kebutuhan
energi untuk hidup pokok ternak yang tidak tercukupi dari pakan.
4. Kebutuhan Mineral
Tubuh hewan memerlukan mineral untuk membentuk jaringan tulang dan urat, untuk
memproduksi dan mengganti mineral dalam tubuh yang hilang, serta untuk memelihara
kesehatan (Parakkasi, 1995). Mineral berfungsi untuk bahan pembentuk tulang dan gigi yang
menyebabkan adanya jaringan yang keras dan kuat, memelihara keseimbangan asam basa dalam
tubuh, sebagai aktivator sistem enzim tertentu, sebagai komponen dari suatu sistem enzim
(Tillman dkk., 1991).
5. Konsumsi Bahan Kering
Bahan kering adalah bahan yang terkandung di dalam pakan setelah dihilangkan airnya.
Sapi potong mampu mengkonsumsi ransum berupa bahan kering sebanyak 3 - 4% dari bobot
badannya (Tillman dkk., 1991). Fungsi bahan kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung,
perangsang dinding saluran pencernaan dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak
kekurangan BK menyebabkan ternak merasa tidak kenyang.
C. Teknologi Penyusunan Ransum Ternak
Rekomendasi teknologi perlu mempertimbangkan efisiensi ekonomisehingga layak untuk
diterapkan. Oleh karena itu diperlukan beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebagai berikut:
1. Kesiapan pengguna teknologi yaitu kelompok tani yang memiliki ortientasi agribisnis.
2. Ternak sapi yang akan digemukkan dalam 1 kawasan akan efisien (apabila jumlah minimal
mencapai 10 ekor), jika pemilikan ternak sapi 2-3 ekor/peternak, maka pembuatan pakan
dilakukan secara berkelompok.
3. Kandang ternak bisa individu atau kandang kelompok.
4. Transportasi ke lokasi mudah.
5. Kelompok tani memiliki lumbung/tempat persediaan dan pengolahan pakan.
6. Tahapan pembuatan pakan.
Berikut kebutuhan pakan untuk penggemukan sapi selama 1 (satu) bulan,
Kebutuhan per 10 ekor Kebutuhan per 1 ekor
Uraian
Sapi lokal Sapi eks- Sapi lokal Sapi eks-impor
impor
Jerami 1800 450 180 45
fermentasi
Rumput segar 1500 1500 150 150
Konsentrat 600 1860 60 186
Singkong 0 900 0 90

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa cara penyusunan ransum ternak sapi, antara lain
sebagai berikut :
1. Metoda rancang coba
Metode rancang coba adalah metode dengan cara mencoba-coba merancang penyusunan
ransum, yakni berdasarkan perkiraan zat-zat makanan ransum yang mendekati kebutuhan zat-zat
makanan ternak yang bersangkutan. Apabila setelah dihitung ternyata masih belum tepat,
komposisi ransum bahan pakan tersebut diubah kembali dengan logika kira-kira, yakni mana
yang harus ditambah dan mana yang harus dikurangi. Begitu seterusnya hingga kandungan zat-at
makanan mendekati kebutuhan (kuswandy dkk, 2002).
Metode ini sebaiknya dilakukan dengan dasar kebutuhan satu atau dua macam kriteria saja,
misalnya hanya berdasarkan protein dan energi. Apabila dasar kebutuhan yang akan disamakan
lebih penyusunan, sebaiknya peternak lebih memiliki suatu susunan berbeda kandungan zat-zat
makanannya dengan yang diinginkan.
Sebagai contoh, akan dicoba untuk menyusun ransum penggemukan sapi betina muda
yang bobot badannya 100 kg dan pertambahan bobot badan yang diharapkannya sebesar 0,7
kg/hari dengan kandungan protein 14,4% dan energi metabolis (ME) 2.500 kkal/kg.
Bahan Pakan Protein Energi Metabolisme
Jagung Kuning 6,1 % 2.150 kkal/kg
Bekatul Padi 14,0 % 3.320 kkal/kg
Bungkit Kelapa 21,6 % 2.850 kkal/kg
Kacang Kedelai 48,0 % 2.990 kkal/kg
Ikan Kering 66,5 % 2.990 kkal/kg

Dengan mengetahui kandungan bahan pakan di atas maka susun ransum sebanyak 100 kg
dengan metode rancang coba sebagai berikut :
Bahan Pakan Protein Energi Metabolisme
65 kg Jagung kuning 5,27 % 1.397,5 kkal/kg
21 kg Bekatul padi 2,94 % 697,2 kkal/kg
5 kg Bungkit kelapa 1,08 % 142,5 kkal/kg
5 kg Kacang kedelai 2,49 % 149,5 kkal/kg
4 kg Ikan kering 2,66 % 116,0 kkal/kg
100 kg ransum 14,35 % 2.502,7 kkal/kg
Kebutuhan 14,40 % 2.500,0 kkal/kg

Dari hasil di atas, kini tampak bahwa protein (14,35 vs 14,40) dan energi (2.502,7 vs
2.500,0) relatif telah sesuai dengan kebutuhan ternak yang dimaksudkan. Dengan demikian,
selesailah susunan ransum menggunakan metode rancang coba.
2. Metode Segi Empat Pearson
Penyusunan ransum dengan metode segi empat pearson atau pearsons square lebih mudah
dan sederhana. Namun penyusunannya hanya berdasarkan satu kriteria, misalnya berdasarkan
kandungan protein, energi, atau TDN saja (Siregar,1994). Hal yang harus diingat dalam memilih
bahan pakan pada metode ini adalah pakan yang satu harus mempunyai kandungan lebih tinggi
dari yang diharapkan dan yang satunya lagi harus mempunyai kandungan yang lebih rendah dari
yang diharapkan. Berikut simulasi cara menyusun ransum berdasarkan metode segi empat
pearson.
Contoh menyusun ransum dengan kandungan protein 15% dari dua macam bahan, yaitu
jagung kuning (protein 6,1 %) dan ikan kering (protein 66,5 %). Langkah-langkah yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Buatlah segi empat beserta diagonalnya.
b) Tuliskan kandungan protein yang diinginkan dari ransum yang akan disusun pada pusat bidang
empat tepat pada diagonalnya, dalam hal ini adalah angka 15 %.
c) Tuliskan kandungan protein bahan I (jagung kuning) pada sudut atas sebelah kiri segi empat
tersebut, yaitu angka 6,1 %.
d) Tuliskan kandungan protein bahan II (ikan kering) pada sudut bawah sebelah kiri segi empat
tersebut, yaitu angka 66,5 %.
e) Kurangkanlah angka dari masing-masingsudut kiri tersebut terhadap angka yang terdapat pada
pusat segi empat.
Tuliskan hasil selisih pada masing-masing sudut kanan segi empat tersebut searah dengan garis
diagonalnya. Dalam hal ini angka pada sudut kanan atas (66,5 15 = 51,5) merupakan bagian
dari jagung kuning, kemudian pada sudut kanan bawah (15-6,1=8,9) merupakan bagian dari ikan
kering.
f) Dari 100 kg ransum tersebut dapat dihitung kandungan jagung kuning dan ikan keringnya
sebagai berikut.

g) Dengan demikian, kandungan protein dari 100 kg susunan ransum tersebut adalah sebagai
berikut:

3. Metode Aljabar
Metode ini hampir sama dengan metode segi empat pearson. Hanya saja, metode ini
membutuhkan sedikit perhitungan matematika dalam bentuk persamaan (Zainal Abidin, 2002).
Untuk mencapai susunan ransum dari dua jenis bahan pakan berupa jagung kuning dan
ikan kering dengan protein 15 %, langkah pengerjaan metode aljabarnya adalah sebagai berikut:
a) Misalkan x = jumlah bagian jagung kuning, Sedangkan y = jumlah bagian ikan kering.
b) X + y = 100 % (dengan kandungan protein ransum 15 %).
c) Masukkan kandungan protein masing-masing bahan pakan ke dalam persamaan. Dalam hal ini,
kandungan protein jagung kuning adalah 6,1 % dan kandungan ikan kering adalah 66,5 %.
Dengan demikian, persamaannya menjadi 0,061 x +o,665 y = 15.
d) Gantilah x dengan bilangan 100-y sehingga persamaan berubah menjadi :
e) Artinya, kandungan ikan kering pada ransum tersebut adalah 14,725 %.
f) Penghitungan kandungan jagung kuningnya adalah sebagai berikut
X = 100 14,725 = 85,275 %. Dengan demikian, kandungan jagung kuning pada ransum
tersebut adalah 85,275.
g) Dari 100 kg ransum tersebut dapat dihitung jumlah jagung kuning dan ikan keringnya.
- Jagung kuning sebanyak 85,275 kg dengan protein 5,2 %.
- Ikan kering sebanyak 14,725 kg dengan protein 9,8 %.
- Jumlah ransum 100,00 kg dengan protein 15 %
4. Metode Komputer
Metode ini sangat mudah dan cepat dilakukan dan hasil yang diberikan pun sangat akurat.
Akan tetapi, untuk melakukannya diperlukan keterampilan dalam menggunakan komputer.
Program yang lazim dipergunakan dalam penyusunan ransum dengan metode komputer adalah
LP (linier programming). Namun dalam penyusunan model serta operasionalnya, kadang kala
berbeda bagi setiap pengguna program. Hal ini karena dalam penyusunannya diperlukan
ketersediaan perangkat komputer beserta programnya. Dibawah ini hanya akan dikemukakan
langkah-langkah utamanya saja, yakni sebagai berikut:
a) Masukkan data tentang semua bahan pakan yang dapat dipergunakan sebagai bahan ransum
berikut harga dan kandungan zat-zat makanannya dalam limit terbawah dan teratas.
b) Program data tersebut sesuai dengan prosedur program komputer yang digunakan berikut
dengan data perintahnya.
c) Bila akan menyusun ransum yang terdiri dari dua macam bahan, masukkanlah perintah dalam
bentuk kode tertentu yang sesuai dengan program. Umpamanya, bahan pakan yang akan
digunakan adalah rumput gajah dan dedak, masukkan kode X1 untuk rumput gajah dan kode X2
untuk dedak.
d) Masukkan perintah ke komputer untuk menyusun ransum yang terdiri dari dua macam bahan
pakan tersebut dan sistem apa yang mendasarinya, misalnya protein dan energi diprogram sesuai
dengan yang diharapkan.
e) Bila data telah selesai diproses, komputer akan memberikan hasil berupa susunan ransum yang
tepat berikut dengan harganya.

D. Teknik Pemberian Pakan


Pakan yang diberikan pada ternak sapi penggemukan diarahkan untuk mencapai
pertambahan bobot badan yang setinggi-tingginya dalam waktu yang relatif singkat. Untuk itu
pemberian pakan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan ternak baik dari segi kuantitas
maupun niai gizinya.
Cara penyajian pakan hijauan sebaiknya dicincang pendek-pendek agar ebih mudah
dikonsumsi. Kemudian hasi cincangan rumput dibagi menjadi 6 bagian (untuk pagi 1 bagian,
siang 2 bagian dan sore sebanyak 3 bagian).
Pakan hijauan yang diberikan pada sapi sebanyak 10-12 % dari bobot badan ternak dan
pakan konsentrat 1-2 % dari bobot badan ternak. Ketersediaan air minum juga merupakan hal
yang harus diperhatikan. Kebutuhan air minum sapi sebanyak 20-40 liter/ekor/hari, namun
sebaiknya diberikan secara ad libitum (tidak terbatas).
Pola pemberian pakan yang umum pada ternak sapi adalah:
1. Pagi hari sekitar pukul 07.00, ternak sapi diberi pakan berupa hijauan.
2. Siang hari sekitar pukul 09.00, ternak sapi diberi pakan konsentrat.
3. Menjelang sore sekitar pukul 14.00, ditambahkan pakan hijauan.
4. Sore sekitar pukul 16.00, ternak sapi diberi pakan konsentrat dan setelah habis diberikan pakan
hijauan.
Pola di atas sudah cukup baik, namun berdasarkan penelitian ada beberapa teknik yang
terbukti dapat meningkatkan efisiensi pemberian pakan, yaitu:
1. Menambah frekuensi pemberian pakan dari satu kali menjadi empat kali dapat meningkatkan
kecernaan bahan kering dari 63,9% menjadi 67,1%. Selain itu penyediaan protein rumen
meningkat dari 2,2 gr menjadi 3,19 gr/hr.
2. Memperpanjang jarak pemberian pakan antara hijauan dengan konsentrat. Jika terlalu pendek
dapat menurunkan tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan. Cara memberi
pakan hijauan pada ternak sapi yang paling tepat adalah 2 jam sebelum pemberian konsentrat.
Fungsi hijauan yang diberikan terlebih dahulu adalah untuk menggertak mikroba rumen,
sehingga ketika pakan konsentrat masuk rumen mikroba telah siap dan aktif mencerna.
BAB III. KESIMPULAN
Kebutuhan ternak akan zat gizi terdiri atas kebutuhan hidup pokok dan produksinya, yaitu
Tujuan Produksi
Uraian Bahan (%) Pembibitan Penggemukan
Kadar air 12 12
Bahan kering 88 88
Protein kasar 10,4 12,7
Lemak kasar 2,6 3,0
Serat kasar 19,6 18,4
Kadar abu 6,8 8,7
TDN 64,2 64,4

Berikut kebutuhan pakan untuk penggemukan sapi selama 1 (satu) bulan,


Kebutuhan per 10 ekor Kebutuhan per 1 ekor
Uraian
Sapi lokal Sapi eks- Sapi lokal Sapi eks-impor
impor
Jerami 1800 450 180 45
fermentasi
Rumput segar 1500 1500 150 150
Konsentrat 600 1860 60 186
Singkong 0 900 0 90

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa cara penyusunan ransum ternak sapi, antara lain
metode rancang coba, metode segi empat pearson, metode aljabar dan metode komputer.
Pakan hijauan yang diberikan pada sapi sebanyak 10-12 % dari bobot badan ternak dan
pakan konsentrat 1-2 % dari bobot badan ternak. Ketersediaan air minum juga merupakan hal
yang harus diperhatikan. Kebutuhan air minum sapi sebanyak 20-40 liter/ekor/hari, namun
sebaiknya diberikan secara ad libitum (tidak terbatas).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Pengertian Pakan, Bahan Pakan, Ransum, Konsentrat dan Zat Additif. http://info-
peternakan.blogspot.com. Akses 10 Maret 2014.
Assambo, S.I. 2013. Makalah Bahan Pakan Hijauan dan Konsentrat. http://
sittiassambo.blogspot.com. Akses 11 Maret 2014.
Fageria, N.K. 1997. Growth and Mineral Nutrition of Field Crops. NY, Marcel Dekker.
Myluckyta. 2011. Pengertian Pakan, Ransum, Konsentrat dan Hijauan. http://
myluckyta.wordpress.com. Akses 10 Maret 2014.

Anda mungkin juga menyukai