Yayat Abdillah PDF
Yayat Abdillah PDF
ABSTRAK
PENDAHULUAN
128
Kota Pariaman berada pada kawasan pesisir/pantai barat Pulau Sumatera
yang dikenal memiliki ombak yang relatif besar, walaupun pantainya dilindungi
oleh 3 pulau kecil. Dinamika pantai Pariaman sangat dipengaruhi oleh gelombang
Samudera Hindia yang kuat mencapai pantai dan proses abrasi (erosi pantai)
dominan terjadi di sepanjang pantai, sementara proses erosi lahan juga intensif
terjadi di daerah hulu ditandai dengan tingginya suplai sedimen yang dibawa oleh
aliran sungai menuju laut (Solihuddin, 2006). Pada kondisi sekarang di pantai
Pariaman telah terjadi degradasi lingkungan, yaitu berupa abrasi pantai, yang
menyebabkan rusaknya berbagai sarana dan prasarana objek wisata pantai serta
mengancam perumahan penduduk dan fasilitas lainnya serta ekosistem pesisir
tersebut (Azman, 2010).
Perairan barat Sumatera memiliki kondisi tektonik aktif, karena
merupakan bagian dari pertemuan antara Lempeng Indo-Australia dengan
Lempeng Eurasia yang dicirikan oleh kegempaan aktif, akibatnya gempa-gempa
besar yang berousat di dasar laut sering terjadi di wilayah ini dengan kedalaman
yang relatif dangkal (Yudhicara, 2008). Dari rentetan catatan sejarah yang begitu
panjang, terpahat dalam terumbu karang yang bertebaran di perairan Kepulauan
Mentawai pesisir ibu kota Sumatera Barat, terbukti bahwa tsunami pernah
menerjang Padang pada 10 Februari 1797 akibat gempa bermagnitude momen 8,4,
hingga menelan sekitar 300 korban jiwa, serbuan kedua menurut rekaman
terumbu karang menunjuk pada 29 Januari 1833 dengan kekuatan 9,0 (Hilman,
2007). Berdasarkan hal ini tidak tertutup kemungkinan bencana ini akan terulang
lagi mengingat Pariaman letaknya bersebelahan dengan Padang. Pada tanggal 30
september 2009 lalu terjadi gempa bumi dengan skala 7,6 SR yang berpusat 57
kilometer di barat daya Pariaman pada kedalaman 71 kilometer yang memakan
banyak korban jiwa dan merusak bangunan-bangunan yang ada.
Penelitian ini dilakukan untuk penentuan zona kawasan pesisir yang rentan
terhadap bencana mengingat wilayah pesisir Pariaman merupakan kawasan padat
penduduk dimana sebagian besar aktivitas penduduknya sebagian besar berpusat
di pesisir tersebut. Pemetaan zonasi kerentanan wilayah pesisir Pariaman ini
diharapkan bisa menjadi acuan dalam rencana tata ruang wilayah Pariaman. Salah
satu teknologi yang saat ini berkembang dengan pesat dan sangat potensial untuk
129
pengamatan dan analisa suatu kawasan pesisir adalah teknologi penginderaan
jauh. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh akan mampu memperoleh data
spasial tentang kondisi saat ini maupun kondisi masa lampau dari kawasan pesisir,
sehingga dari data ini bisa diprediksi tingkat kerentanan pesisir suatu wilayah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tahap pengambilan data lapangan dan data
spasial selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data yang akan dilakukan
pada bulan Januari 2012 sampai Februari 2012. Untuk pengambilan data lapangan
dilakukan di pesisir Kota Pariaman dan selanjutnya dianalisis di Loka Riset
Kerentanan Pesisir dan Laut (LRKPL) yang bertempat di Jl. Raya Padang-Painan
Km. 16 Bungus, Padang provinsi Sumatera Barat.
130
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu :
1. Seperangkat komputer dengan software ER Mapper 7.1, ArcGIS 9.2, dan
Microsoft office 2007.
2. Printer
3. Global Positioning System (GPS)
4. Kamera
140
Data Data
Data
Spasia Lapangan
Oseanogra
l
fi
Pembobotan
dan
Perhitungan
Skor
Klasifikasi Tingkat
Kerentanan
Pada alur penelitian seperti terlihat pada gambar 2. pada umumnya data
yang digunakan untuk penelitian ini adalah data spasial, data gelombang dan
pasang surut diambil dari instansi terkait. Untuk mengetahui keadaan pesisir pada
saat sekarang dilakukan ground check dan pengambilan gambar daerah kajian.
Selain itu dilakukan juga metode purposive sampling yaitu wawancara dengan
penduduk, wisatawan dan pemerintah di Kota Pariaman untuk mengetahui
keadaan lokasi penelitian dan alasan penduduk dan wisatawan masih memilih
tinggal dan berwisata di lokasi penelitian.
Pengolahan data kerentanan fisik pesisir ini menggunakan sistem
informasi geografis (SIG) dengan menggunakan software ArcGIS dan ERMapper.
Urutan Pengolahannya adalah sebagai berikut :
141
1. Data Citra LANDSAT tahun 2002 dan 2011 yang didownload dari situs
glovis.usgs.gov diolah menggunakan softwae ER Mapper untuk di eksport
kedalam bentuk RGB. Untuk mendapatkan garis pantai kedua data citra
dilakukan digitasi menggunakan software Arc GIS 9.2. setelah itu dihitung
perubahan garis pantai pertahunnya dengan melihat perbandingan antara kedua
citra tersebut.
2. Data ASTER-GDEM yang didapat dari situs asterweb.jpl.nasa.gov juga
didigitasi menggunakan software Arc GIS 9.2 untuk mendapatkan kemiringan
pantai lokasi penelitian.
3. Data Pasang Surut disusun menggunakan software Microsoft Excel 2007 untuk
mendapatkan jarak antara pasang tertinggi dan pasang terendah (range).
4. Data Gelombang juga disusun menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk
mendapatkan tinggi gelombang di pantai Pariaman tersebut.
142
Persamaan untuk menghitung kerentanan pesisir adalah sebagai berikut:
Dimana :
CVA = Coastal Vulnerability Assessment
W1 = Nilai Perubahan Garis pantai
W2 = Nilai Kemiringan Pantai
W3 = Nilai Tinggi Gelombang
W4 = Nilai Range Pasang Surut
X1 = Bobot Perubahan Garis
pantai
X2 = Bobot Kemiringan Pantai
X3 = Bobot Tinggi Gelombang
X4 = Bobot Range Pasang Surut
Berdasarkan hasil analisis perubahan garis pantai yang didapat dari overlay data
Citra Landsat 2002 dan 2011 untuk wilayah kota Pariaman. maka didapatkan peta
skor untuk perubahan garis pantai seperti pada Gambar 3a.
143
Data Slope yang digenerate dari DEM, memperlihatkan hasil kemiringan untuk
aerah pesisir kota Pariaman relatif datar dengan derajat kemiringan kurang dari 2 o.
Untuk itu skor yang diberikan masuk kedalam kelas sangat tinggi (Gambar 3b).
Dengan menggunakan parameter angin selama sepuluh tahun (1995 2005)
sebagai data input, diperoleh informasi kondisi gelombang di perairan ini relatif
normal dengan ketinggian berkisar antara 0.1 1 m. Gelombang yang paling
sering terjadi adalah gelombang arah barat dengan jumlah persentase kejadian
sebesar 8.49%. dengan demikian diperoleh skor dengan kelas kerentanan yang
sedang di wilayah kota Pariaman (Gambar 3c).
Menurut Solihuddin (2006) tipe pasang surut daerah Pariaman adalah campuran
condong ke harian ganda (mixed, dominant semidiurnal type), artinya terjadi 2
kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari. Adapun tunggang pasut
maksimum di perairan Pariaman dapat mencapai nilai 1,1 m. Dengan demikian
untuk seluruh wilayah kota Pariaman diasumsikan skor untuk perhitungan range
pasang surutnya masuk kedalam kelas sedang (Gambar 3d).
(a) (b)
144
(c) (d)
Gambar 3. Peta-peta hasil pengolahan data
145
Utara. hal ini diakibatkan karena adanya konsentrasi pemukiman yang jaraknya
dekat dengan garis pantai.
DAFTAR PUSTAKA
Azman, Syaiful. 2010. Abrasi Pantai, Kasus Kota Pariaman. Forum Masyarakat
Pesisir Pariaman. Kota Pariaman.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya Paramita
Jakarta.
Darlan, Yudi, Udaya Kamiludin. 2008. Penelitian Lingkungan Pantai dan Logam
Berat Perairan Pariaman Padang - Bungus Teluk Kabung Sumatera
Barat. Jurnal Geologi Kelautan, Vol. 6, No. 1, April 2008, hal 12-22.
146
Tugas Akhir Strata-1. Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika,
Institut Teknologi Bandung.
Gumelar, D. 2007. Data Spasial. Bandung. http://ilmukomputer.org/wp-
content/uploads/2007/05/dhani-dataspasial.doc, dikutip tanggal 1
November 2011 pukul 21.00 WIB.
Kastowo, Gerhard W. Leo, S. Gafoer & T.C. Amin. 1996. Peta Geologi Lembar
Padang, Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Solihuddin Tb. 2009. Karakteristik Pantai Dan Proses Abrasi Di Pesisir Padang
Pariaman, Sumatera Barat, Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir,
Balitbang-KP, Jakarta.
147
Yusyahnota, Panca. 2006. Identifikasi Daerah Bahaya Tsunami dan Strategi
Mengurangi Resikonya di Kota Padang. Tesis Strata-2. Teknik Geodesi
dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung.
148