PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Program nuklir di iran mulai dikembangkan pada tahun 1950-an dengan
dukungan dari amerika serikat dan sekutunya sebagai program untuk perdamaian.
Setelah terjadi revolusi iran pada tahun 1979, penelitian nuklir iran dihentikan oleh
Ayatollah Khomeini karena dinilai bertentangan dengan hukum islam. Pada saat
terjadi perang iran-irak terutama setelah kematian Ayatollah Khomeini di tahun 1989,
penelitian nuklir di iran berkembang secara pesat.
Pada tahun 1987 hingga 2002, rezim pemerintahan di iran memberikan alasan
bahwa nuklir digunakan untuk keperluan energi dan tidak menyatakan apakah nuklir
di gunakan sebagai senjata. Program nuklir iran menjadi lambat pada tahun tersebut,
karena akibat adanya bencana kebocoran di salah satu instalasi nuklir bagian Utara
Iran. Presiden Khatami juga pernah mengembangkan teknologi nuklir pada 2003
Namun, pengembangan nuklir yang dilakukan Presiden Khatami kembali mengalami
kevakuman akibat adanya tekanan AS dan Israel.
Akan tetapi, Amerika Serikat sangat bersikeras bahwa nuklir yang dikembangkan
oleh Iran tidak hanya sebagai pembangkit tenaga listrik saja, tapi juga untuk
kepentingan militer. Meskipun aktivitas nuklir Iran telah diawasi oleh IAEA
(International Atomic Energy Agency) dan tidak melanggar NPT (Non Poliferation
Treaty), negara-negara Barat tetap saja melakukan intervensi terhadap pengembangan
nuklir Iran. Sebelumnya, pada tahun 2003 IAEA telah melaporkan tidak ada indikasi
bahwa Iran akan mengembangkan senjata nuklir, IAEA hanya menemukan bahwa
Iran melakukan proses pengayaan uranium dan plutonium (Albright and Hinderstein,
2011). Sementara AS sangat yakin bahwa selain untuk pembangkit listrik, kegiatan
ini bisa pula digunakan untuk membuat bom nuklir.1
2 Ibid.
3 Ibid.
5 Ibid
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang Kasus Pengembangan Nuklir Iran