Anda di halaman 1dari 28

Persedian

IAS 2 (A)

NAMA : Anindyojati Sunawardani

KELAS : 6604 (kelas karyawan)

NIM : 1511060091
1. PENILAIAN
Didalam IAS2 kan memberiatahukan bahwa elemen utama akuntasi adalah kas.
Dikatakan bahwa kas atas pembelian persediaan mencangkup harga beli, biaya angkut,
asuransi, dan biaya penanganan persediaan (handling costs). Potongan tunai , rabat, jenis-
jenis potongan pembelian lain jika ada harus dikurangkan ke kos persediaan. Dapat
disimpulkan bahwa sampai dengan titik ini, tidak ada perbedaan ketentuan pengukuran
kas persediaan antara IFRS dengan US GAAP, keduanya membuat aturan yang boleh
dikatakan sama persis, karena memang untuk kasus kas perolehan persediaan tidak ada
ruang untuk penerapan konsep principle-based, sehingga mau tidak mau harus
menggunakan konsep rule-based.

2. PENDAHULUAN

Definisi persediaan adalah merupakan salah satu asset yang sangat penting bagi
suatu entitas baik bagi perusahaan ritel, manufaktur, jasa maupun entitas lainnya.
Berdasakan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa suatu asset dikasifikasikan sebagai
persediaan tergantung pada nature business suatu entitas. Pada perusahaan properti.

Misalkan property yang dimiliki seperti apartemen, perumahan, dan gedung yang
dijual dapat diklasifikasikan sebagai persediaan karena property tersebut merupakan asset
yang dijual untuk kegiatan usahanya bukan penjualan property, kepemilikan atas properti
tersebut tidak diklasifikasikan sebagai persediaan, melainkan sebagai asset tetap atau
property investasiatau asset tidak lacncar yang dipegang untuk dijual, tergantung pada
tujuan kepemilikannya.

Menurut IAS 2 menyatakan dasar penentuan dan akuntansi untuk persediaan


sebagai suatu asset, hingga pendapatan yang terkait diakui. Standard juga memberikan
pedoman mengenai penilian persediaan dan konsekuensi penghapusannya sebagai suatu
beban (expense) dan perlakuan yang harus diadopsi atas pendapatan terkait yang diakui.

Terdapat point penting terkait dengan definisi tersebut diatas:


Persediaan merupakan asset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha
normal. Ini berarti asset yang dikelompokan sebagai persediaan adalah asset yang
memang selalu dimaksudkan sebagai persediaan adalah asset yang memang selalu
dimaksudkan untuk dijual atau digunakan dalam proses proses produksi atau pemberian
jasa.

3. RUANG LINGKUP

Setiap perusahaan perlu mengadakan persediaan untuk menjamin kelangsungan


hidup usahanya.Untuk mengadakan persediaan, dibutuhkan sejumlah uang yang
diinvestasikan dalam persediaan tersebut.Oleh karena itu, setiap perusahaan haruslah
dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan optimum yang dapat menjamin
kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat
dengan biaya yang serendah-rendahnya.Untuk mengatur tersedianya suatu tingkat
persediaan yang optimum, maka diperlukan suatu sistem pengawasan persediaan.
Pada IAS 2 berlaku terhadap semua persediaan kecuali hal berikut yang dikeola
dengan provisi strandar spesifikasi tertentu:

Barang dalam proses yang timbul menurut kontrak konstruksi (IAS 11 mengenai
kontrak konstruksi)
Instrument keuangan (missal saham, surat hutang, obligasi) yang dimiliki sebagai
persediaan (IAS 32 mengenai instrument keuangan penyajian; IAS 39 mengenai
instrumen keuangan : pengakuan dan pengukuran ; dan IFRS 7 mengenai instrument
keuangan pengungkapan; IFRS 9 mengenai Instrument Keuangan);
Asset biologis dan memproduksi yang terkait dengan aktivitas pertanian (IAS 41
mengenai Pertanian).
Strandar juga tidak berlaku terhadap,
Persediaan produsen seperti binatang ternak, produk pertanian dan produk hutan,
minyak mineral, bijih besi dan gas, bilamana persediaan tersebut dinilai atas dasar
nilai realisasi neto (NRV) sesuai dengan praktek yang telah ditetapkan dengan baik
didalam industry tersebut.
Persediaan yang dimiliki oleh broker-pedagang komuditas yang mengukur
persediaannya atas dasar nilai wajar dikurangkan dengan biaya untuk menjual.
Pada perusahaan perdadangan (retail), seperti carefour biasanya membeli barang
dagangnya dalam bentuk barang yang siap untuk dijual.Berikut dibawah ini adalah
laporan posisi keuangan untuk perusahaan retail.Dibawah ini hanya ada satu akun
persediaan yang muncul pada laporan keuangan.

Sedangkan pada perusahaan manufaktur, disisi lain memproduksi barang untu


dijual kepada perusahaan dagang (retail). Kebanyakan bisnis besar manufaktur seperti
China Petroleum & Chemical Corp (CHN), Toyota Motor Corp (JPN), Royal Dutch Shell
(NLD), Procter & Gamble (USA), George Weston Ltd (CAN), dan Nokia (FIN).
Meskipun produk yang diproduksi berbeda, tetapi produsen memiliki 3 akun yang sama
yaitu : Raw Materials, Work in Process, and Finished Goods. Berikut adalah laporan
posisi keuangan dari perusahaan manufaktur
Sebuah perusahaan melaporkan biaya ditugaskan untuk barang dan bahan di
tangan tetapi belum ditempatkan ke dalam produksi persediaan bahan baku. bahan baku
termasuk kayu untuk membuat tongkat baseball atau baja untuk membuat mobil.
Bahan-bahan ini dapat ditelusuri langsung ke produk akhir.

4. DASAR PENILAIAN

Masalah utama terkait dengan persediaan adalah mengukur nilai persediaan


tersebut. Dalam IAS 2 persediaan harus dinilai pada yang lebih rendah antara biaya
perolehan atau nilai realisasi neto. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai biaya yang
termasuk dalam persediaan, rumus biaya yang dapat digunakan oleh suatu entitas yang
mencerminkan asumsi biaya yang mencerminkan pengeluaran biaya persediaan metode
nilai realisasi neto dan metode lainnya.
Berikut hal-hal yang harus dipertimbangkan bilamana menentukan biaya perolehan dan
nilai realisasi neto:
Biaya perolehan (cost) meliputi biaya perolehan atas pembelian persediaan dan semua
biaya perolehan lainnya yang langsung diatribusikan kepada akusisi persediaan dan
mewujudkan persediaan tersebut kepada lokasi dan kondisi sekarang seperti bea masuk
dan pajak impor yang tidak dapat dipulihkan yang dibayar kepada otoritas pajak, beban
transport dan penanganan.
Biaya konversi meliputi biaya perolehan yang langsung terkait dengan
produksi seperti tenaga kerja langsung dan alokasi sistematis overhead pabrik
tetap dan variable yang terjadi untuk mengkonversikan bahan baku menjadi
barang jadi. Tidak seperti overhead pabrik tetap yang tetap konstan tanpa
dipengaruhi oleh volume produksi, overhead pabrik variabel berbeda secara
langsung dengan volume produksi. Dalam hal produk gabungan, bilamana
biaya perolehan konversi setiap produk tidak secara terpisah diidentifikasi,
maka nilai realisasi net produk sampinngan digunakan untuk mengalokasi
biaya atas suatu dasar yang rasional dan konsisten. Dalam hal produk
sampingan, nilai realisasi neto produk dikurangkan dari biaya produk utama
untuk menghasilkan biaya konversi.
Biaya perolehan(cost) tidak termasuk biaya umum dan administrasi,biaya
penjualan dan distribusi, pemborosan abnormal dan biaya penyimpanan atau
gudang (jika tidak terkait dengan proses produksi)
Biaya perolehan (cost) tidak termasuk biaya bunga dan biaya pinjaman
lainnya, kecuali bila persediaan merupakan sebuah asset kualifikasi
Fluktuasi kurs mata uang asing atas persdiaan yang dibeli dalam mata uang
asing tidak termasuk didalam biaya perolehan atas pembelian persediaan.

Sistem Perpetual
Sistem pencatatan metode perpetual disebut juga metode buku adalah sistem dimana
setiap persediaan yang masuk dan keluar dicatat di pembukuan.
Setiap jenis barang dibuatkan kartu persediaan dan di dalam pembukuan dibuatkan
rekening pembantu persediaan. Rincian dalam buku pembantu bisa diawasi dqari
rekening kontrol persediaan barang dalam buku besar. Rekening yang digunakan untuk
mencatat persediaan ini terdiri dari beberapa kolom yang dapat dipakai untuk mencatat
pembelian, penjualan dan saldo persediaan. Setiap perubahan dalam persediaan diikuti
dengan pencatatan dalam rekening persediaan sehingga jumlah persediaan sewaktu-
waktu dapat diketahui dengan melihat kolom saldo dalam rekening persediaan. Masing-
masing kolom dirinci lagi untuk kuantitas dan harga perolehannya.Penggunaan metode
buku akan memudahkan penyusunan neraca dan laporan laba rugi jangka pendek, karena
tidak perlu lagi mengadakan perhitungan fisik untuk mengetahui jumlah persediaan akhir.
Ciri-ciri terpenting dalam sistem perpetual pada perjurnalan adalah :
a) Pembelian barang dagangan dicatat dengan mendebet rekening persediaan
b) Harga pokok penjualan dihitung untuk tiap transaksi penjualan dan dicatat dengan
mendebet rekening HPP pada persediaan.
c) Persediaan merupakan rekening kontrol dan dilengkapi dengan buku pembantu
persediaan yang berisi catatan untuk setiap jenis persediaan. Buku pembantu
persediaan menunjukkan keuantitas dan harga perolehan untuk setiap jenis barang
yang ada dalam persediaan.

Sistem Periodik

Pada metode ini, apabila terjadi pembelian maka jurnalnya adalah mendebet
rekening pembelian dan mengkredit kas atau utang dagang. Jika terjadi penjualan maka
jurnalnya adalah mendebet rekening kas/ piutang dagang dan mengkredit rekening
penjualan. Untuk mengetahui persediaan akhir dilakukan inventarisasi atau stock opname
pada akhir periode.

Perbedaan Sistem Perpetual dan Sistem Periodik

Dalam melakukan pencatatan persediaan, teknis pencatatan persediaan terkait


juga dengan sistem pencatatan perdediaan yang digunakan oleh estimasi.Estimasi dapat
menggunakan Sistem periodik atau Sistem perpetual.
Sistem Perpetual
Sistem perpetual merupakan pencatatan persediaan dimana pencatatan yang up-
to-date terhadap barang persediaan selalu dilakukan setiap terjadi perubahan nilai
persediaan.

SistemPeriodik
Sistem ini merupakan sistem pencatatan persediaan dimana kuantitas persediaan
ditentukan secara periodik yaitu, hanya pada saat perhitungan fisik yang biasanya
dilakukan secara stock opname.
Persediaan pada peusahaan memakai metode perpetual
Metode periodik ini sudah mulai ditinggalkan karena secara jelas tidak
mendukung integrasi system dimana, sepanjang periode akuntansi berjalan tidak tersedia
data mengenai posisi persediaan. Hal ini menyebabkan data bagian akuntansi kurang
mendukung operasional. Laporan neraca dan laba rugi tidak akan dapat dibuat sebelum
nilai persediaan diketahui

Sistem Persediaan Sistem Persediaan


Perpetual Periodik
Persediaan awal, 100 unit pada harga Rp 6.000
Akun persediaan
Akun persediaan menunjukan
menunjukan saldo
saldo persediaan sebesar Rp
persediaan sebesar Rp
600.000
600.000
Pembelian 900 unit pada harga Rp 6.000
Persediaan Rp5.400.000 Pembelian Rp5.400.000
Utang Dagang Rp5.400.000 Utang Dagang Rp5.400.000

Penjualan 600 unit pada harga Rp 12.000


Piutang Dagang Rp7.200.000 Piutang Dagang Rp7.200.000
Penjualan Rp7.200.000 Penjualan Rp7.200.000

Beban pokok penjualan Rp3.600.000 (tidak ada jurnal)


Persediaan Rp3.600.000

Penjurnalan pada akhir periode, saldo akhir persediaan 400 unit pada harga Rp6.000
(Tidak ada jurnal) Persediaan (akhir) Rp 2.400.000
Beban Pokok Penjualan Rp3.600.000
Pembelian Rp 5.400.000
Akun persediaan menunjukan saldo akhir Persediaan (awal) Rp 600.000
sebesar Rp2.400.000 (Rp 600.000 + Rp5.400.000 Rp3.600.000

Ketika suatu entitas menggunakan sistem perpetual, dan terdapat perbedaan antara
pencatatan persediaan dan perhitungan fisiknya (entitas akan tetap melakukan
perhitungan fisik) maka perusahaan harus melakukan pencatatan untuk menyesuaikan
nilai pencatatan dengan nilai perhitungan fisik. Misalkan berdasarkan pencatatan
diketahui nilai persediaan adalah sebesar Rp 2.400.000, namun berdasarkan perhitungan
fisik ternyata didapat bahwa nilai persediaan adalah sebesar Rp 2.000.000, maka
dilakukan pencatatan untuk menurunkan nilai persediaan sebagai berikut:

Kelebihan dan kekurangan persediaan Rp 400.000

Persediaan Rp 400.000

Untuk menentukan biaya persediaan, suatu entitas akan melakukan banyak


transaksi yang terkait dengan pembelian persediaan atau bahan baku dan proses
produksinya. Secara teoritis memang seharusnya suatu entitas menggunakan harga yang
spesifik yang terkait dengan barang yang akan ditentukan biaya persediaannya. Namun
sering kali hal ini sangat sulit dilakukan karena suatu entitas melakukan pembelian dalam
frekuensi dan jumlah yang tinggi dan barang tersebut merupakan barang mass product
yang sulit diidentifiksikan secara khusus dan dapat saling menggantikan satu sama lain.
Oleh karena itu, suatu entitas menggunakan asumsi arus biaya dalam mengkur
persediaan.

Asusmsi arus biaya yang digunakan oleh suatu entitas dapat saja berbeda dengan
asumsi arus fisik dari barang persediaannya. Standar akuntansi tidak mengatur bahwa
suatu entitas harus memilih asumsi arus biaya yang sesuai dengan arus fisik persediaan.
Pada dasarnya suatu entitas akan mempertimbangkan dampak pemilihan asumsi arus
biaya tersebut dalam laporan laba rugi. Didalam asumsi arus biaya terdapat tiga
alternative yaitu: metode identifikasi khusus, masuk pertama keluar pertama, rata-
rata tertimbang.Sebagai contoh : PT Bangun Jaya yang merupakan perusahaan ritel
memiliki transaksi pembelian dan penjualan produknya pada bulan mei sebagai berikut :

Tanggal Pembelian Penjualan Saldo unit persediaan


1 Mei 2015 6.000 unit @ Rp 2.800
5 Mei 2015 12.000 unit @ Rp 3.000 18.000 unit
12 Mei 2015 14.000 unit @ Rp 3.200 32.000 unit
20 Mei 2015 15.000 unit 17.000 unit
30 Mei 2015 8.000 unit @ Rp 3.300 25.000 unit
Berdasarkan data diatas, maka dapat dihitung jumlah persediaan akhir pada bulan Mei
adalah 25.000 unit. Sedangkan nilai biaya barang yang tersedia untuk dijual adalah
sebesar Rp 124.000.000 yang berasal dari penjumlahan persediaan awal dan nilai
pembelian [(6.000*2.800)+ (12.000*3.000)+ (14.000*3.200)+ (8.000*3.300)]. Dalam
penentuan nilai dari persediaan akhir sejumlah 25.000 unit tersebut perusahaan
menentukan harga mana yang akan dipakai. Penentuan harga yang dipakai bergantung
pada asumsi arus biaya yang digunakan dan sistem pencatatan persediaannya. Pada
bagian berikut akan dijelaskan penentuan nilai persediaan akhir dan beban pokok
penjualan berdasarkan metode identifikasi khusus, masuk pertama keluar pertama, rata
rata tertimbangbaik berdasarkan system periodik maupu.

5. PENGUKURAN BIAYA PEROLEHAN

Biaya perolehan persediaan diukur dengan menggunakan salah satu dari formula
biaya perolehan berikut:

Metode Penentuan Harga Pokok Penjualan


1. Penilaian dengan pendekatan arus harga pokok (cost basic flow approach) ini
terdapat dua sistem pencatatan persediaan yaitu system periodik dan sistem
perpetual yang masing-masing ada tiga cara penilaian persediaan, yaitu:

Metode identifikasi khusus


Metode terakhir masuk pertama keluar (LIFO)
Metode masuk pertama keluar pertama (FIFO)
Metode rata-rata tertimbang

Metode Identifikasi Khusus

Identifikasi khusus biaya artinya biaya-biaya tertentu yang diatribusikan ke unit


persediaan tertentu. Berdasarka metode ini maka suatu entitas harus mengidentifikasikan
barang yang dijual dengan tiap jenis dalam persediaan secara spesifik. metode identifikasi
khusus dari pengukuran persediaan digunakan bila mana barang yang dibeli tidak
biasanya dipertukarkan dan secara khusus seluruhnya atas suatu proyek tertentu. Dalam
hal barang dan jasa keduanya diproduksi dan dipisahkan untuk proyek tertentu.

Metode ini pada dasarnya merupakan metode yang paling ideal karena terdapat
kecocokan antara biaya dan pendapatan (matching cost against revenue), tetapi karena
dibutuhkan pengidentifikasian barang persediaan secara satu persatu, maka biasanya
metode ini hanya diterapkan pasa suatu entitas yang memiliki persediaan sedikit, nilainya
tinggi, dan dapat dibedakan satu sama lain, seperti galeri lukisan. Dengan menggunakan
metode identifikasi khusus maka perhitungan persediaan mengunakan sistem perpetual
akan sama dengan perhitungan dengan menggunakan sistem periodik. Hal ini
karenasistem identifikasi khusus nilai persediaan dikaitkan secara spesifikasi terhadap
unit barang tertentu contoh dari entitas yang menggunakan metode ini adalah perusahaan
yang menjual permata/perhiasan, barang antic atau barang seni, mobil mewah dan lain
sebagainya. Berdasarkan contoh PT Bangun Jaya diatas, maka pada saat penjualan harus
ditentukan harga yang digunakan untuk masing-masing unit dalam penjualan sebesar
15.000 unit tersebut. Dengan demikian dapat diketahui harga untuk masing-masing unit
dalam persediaan akhir. Apabila diasumsikan bahwa dari persediaan akhir sejumlah
25.000 unit terdiri atas 9.000 unit @Rp 6.000, 8.000 unit @Rp 6.400, dan 8.000 unit
@Rp 6.600, maka perhitungan nilai persediaan akhir dan beban pokok penjualan PT
Bangun Jaya dengan menggunakan metode identifikasi khusus dengan sistem periodik
maupun perpetual adalah sebagai berikut.

Tanggal Jumlah Unit dan Unit Biaya Total Biaya


5 Mei 2015 9.000 unit @ Rp6.000 Rp 54.0000.000
12 Mei 2015 8.000 unit @ Rp6.400 Rp 51.2000.000
30 Mei 2015 8.000 unit @ Rp6.600 Rp 52.8000.000
Persediaan akhir 25.000 unit Rp 158.0000.000
Biaya barang yang tersedia untuk dijual Rp 248.0000.000
Dikurangi: persediaan akhir (Rp 158.0000.000)

Beban pokok penjualan Rp 90.0000.000


Metode Biaya Masuk Pertama Keluar Pertama

Metode masuk pertama keluar pertama (MPKP) atau First In First Out (FIFO)

mengasumsikan unit persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih

dahulu sehinga unit yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibelu atau

diproduksi kemudian. Metode ini merupakan metode relative konsisten dengan arus fisik

dari persediaan terutama untuk industry yang memiliki perputaran persediaan tinggi.

Salah satu kelebihan dari metode ini adalah dari sisi relevansi nilai persediaan
yang disajikan dalam laporan posisi keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan nilai
persediaan yang disajikan merupakan nilai yang didasarkan pada harga yang paling kini.
Penggunaan metode ini menghasilkan laporan posisi keuangan yang sesuai dengan nilai
kini perusahaan. Sedangkan kelemahan dari pengunaan metode ini adalah tidak
merefleksikan nilai laba yang paling akurat kaena metode ini kurang cocok antara biaya
dengan pendapatan.

Dalam metode ini, biaya persediaan mengacu pada harga pembelian yang lebih
dulu, sehinga biaya tersebut tidak cocok dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan.
Signifikanso dari ketidak cocokan ini akan bergantung pada tingginya perputaran
persediaan perusahaan dan cepatnya perubahan harga barang semakin tinggu tingkat
perputaran persediaan dan harga barang mengalami inflasi tinggi waktu yang cepat, maka
laba yang dicatat perusahaan dapat menjadi lebih besar dari pada yang sesungguhnya
(overstated).
Contoh:

Tanggal Keterangan Kuantitas Harga

2 Jan Persediaan awal 200 unit Rp9.000


10 Maret Pembelian 300 unit Rp10.00
5 April Penjualan 200 unit Rp15.000
7 Mei Penjualan 100 unit Rp15.000
21 Sept Pembelian 400 unit Rp11.000
18 Nov Pembelian 100 unit Rp12.000
20 Nov Penjualan 200 unit Rp17.000
10 Des Penjualan 200 unit Rp18.000,00

Hitunglah nilai persediaan akhir (per 31 Desember 2001) sistem periodik dengan metode
FIFO
Contoh (perpetual): The Fine Electronics company memakai system persediaan untuk mencatat
akuisisi dan penjualan persediaannya. Dan metode fifo untuk menghitung harga penjualan
pokoknya dan untuk penilaian persediaan akhirnya. Perusahan membuat perhitungan pembelian
dan penjualan berikut selama bulan januari 2012:

Jan. 1 Persediaan pada awal bulan : 24 units @ $1,000 per unit.


Jan. 4 Penjualan : 16 units.
Jan. 7 Pembelian : 12 units @ $1,020 per unit.
Jan. 10 Pembelian : 10 units @ $1,050 per unit.
Jan. 14 Penjualan : 16 units.
Jan. 23 Penjualan: 12 units.
Jan. 24 Pembelian : 12 units @ $1,060 per unit.
Jan. 27 Pembelian : 4 units @ $1,080 per unit.
Jan. 29 Penjualan : 6 units.

Semua penjualan telah menjadi @$1600 per unit.

Pertanyaan :

1. Membuat jurnal untuk transaksi diatas dengan menggunakan system persediaan perpetual
2. Membuat kartu persediaan metode fifo
3. Menghitung harga pokok persediaan ditangan pada akhir januari 2012

(1). Journal entries:

January4:
The Fine electronics company telah menjual pada tanggal 4 januari 16 units for $25,600 (16 units
$1,600). Pada tanggal ini, 24 unit pada persediaan awal hanya unit ini saja yang tersedia untuk
dijual. Harga pokok penjulan untuk itu adalah , $16,000 (16 $1,000), dalam system persediaan
perpetual ada dua jurnal yang dibuat untuk penjualan. Jurnal pertama untuk memperbarui akun
persediaan dan satu jurnal lagi unyuk merekam transaksi penjualan. Seperti dibawah ini:
Tanggal Deskripi Debit Credit
Jan. 04 Piutang dagang 25,600
Penjualan 25,600
(16 units penjualam x @ $1,600 /pcs)
-
Harga pokok penjualan 16,000
Persediaan 16,000
(harga untuk 16 units penjualan)

January7:

jurnal berikut akan dibuat untuk mencatat pembelian 12 unit @ $ 1.020 per unit pada 7 Januari:

Tanggal Deskripsi Debit Credit


Jan. 07 Persediaan 12,240
Hutang dagang 12,240
(12 units pembelian x @ $1,020 /pcs)

January10:
Jurnal berikut akan dibuat untuk mencatat pembelian 10 units @ $1,060 per unit pada 10 Januari:

Tanggal Deskripsi Debit Credit


Jan. 10 Persediaan 10,600
Hutang dagang 10,600
(10 units pembelian x @ $1,030/ pcs)
January14:
Menurut asumsi FIFO, biaya pertama yang dikeluarkan adalah biaya pertama yang dibebankan,
untuk biaya 16 unit yang terjual pada 14 Januari, oleh karena itu, dihitung sebagai berikut:
Biaya untuk 8 units: 8 units $1,000 = $8,000 (dari persediaan awal)
(dari unit pembelian pada 7
Biaya untuk 8 units: 8 units $1,020 = $8,160
January)


Total biaya penjualan untuk 16 units pada
= $16160
14 January


Ayat jurnal berikut untuk mencatat penjualan di atas sebagai berikut:

Tanggal Deskripsi Debit Credit


Jan. 14 Piutang dagang 25,600
Penjualan 25,600
(16 units penjualan x @ $1,600/pcs)
-
Harga pokok penjualan 16,160
Persediaan 16,160
(biaya untuk penjualan 16 units )

January23:
Menurut, pertama-out metode pertama-in (FIFO), biaya 12 unit yang terjual pada 23 Januari
dihitung di bawah ini:

(dari pembelian pada 7


Biaya untuk 8 units: 4 units $1,020 = $4,080
January)
(dari peembelian pada 10
Biaya untuk 8 units: 8 units $1,050 = $8,400
January)


Total total biaya 12 unit penjualan pada 23
= $12,480
January

Jurnal untuk transaksi diatas adalah sebagai berikut :


Tanggal Deskripsi Debit Credit
Jan. 23 Piutang dagang 19,200
Penjualan 19,200
(12 units penjualan x @ $1,600/ pcs)
-
Harga pokok penjualan 12,480
Persediaan 12,480
(harga untuk 12 units penjualan)

January 24:
pada 24 January, jurnal berikut akan mencatat pembelian untuk 12 units @ $1,060 per
unit.

Tanggal Deskripsi Debit Credit


Jan. 24 Persediaan 12,720
Hutang dagang 12,720
(12 units pembelian x @ $1,060/pcs)

January 27:
Pada tanggal 27 January, jurnal berikut akan mencatat pembelian untuk 4 units @ $1,080
per unit.

Tanggal Deskripsi Debit Credit


Jan. 27 Persediaan 4,320
Hutang dagang 4,320
(4 units pembelian x @ $1,080/ pcs)

January 29:
Menurut, pertama-out metode pertama-in (FIFO), biaya 6 unit yang terjual pada 29
Januari dihitung di bawah ini:
(dari unit pembelian pada10
Biaya untuk 2 units: 2 units $1,050 = $2,100
January)
(dari unit pembelian pada 29
Biaya untuk 4 units: 4 units $1,060 = $4,240
January)


Total biaya untuk 6 units penjualan pada
= $6,340
29 January

Ayat jurnal dibawah ini untuk mencatat transaksi penjualan diatas:

Tanggal Deskripsi Debit Credit


Jan. 29 Piutang dagang 9,600
Penjualan 9,600
(6 units penjualan x @$1,600/ pcs)
-
Harga pokok penjualan 6,340
Persediaan 6,340
(biaya untuk penjualan 6 units )

Metode Terakhir Masuk Pertama Keluar (LIFO). Pada metode terakhir masuk pertama
keluar ( LIFO) ini adalah mencocokan dengan biaya pembelian barang terakhir dengan
pendapatan. Ilustrasi, contoh Call-Mart Inc., memiliki transaksi sebagai berikut pada awal bukan
operasionalnya.

Tanggal Pembelian Penjualan Saldo


2 Maret 2.000 @ $4.00 2.000 units
5 Maret 6.000 @ $4.40 8.000 units
19 Maret 4.000 units 4.000 units
30 Maret 2.000 @ $4.75 6.000 units

Jika all-Mart Inc., menggunakan system periodic. Untuk mengasumsikan bahwa total
jumlah penjualan dan dikeluarkan selama bulan ini berasal dari pembelian terbaru. Harga pada
persediaan akhir dengan menggunakan total unit sebagai dasar perhitungan dengan mengabaikan
tanggal yang tepat dari penjualan atau emisi. Misalnya, Call-Mart akan berasumsi bahwa biaya
4.000 unit ditarik menyerap 2.000 unit yang dibeli pada tanggal 30 Maret dan 2.000 dari 6.000
unit yang dibeli pada 15 Maret menunjukkan bagaimana Call-Mart menghitung persediaan dan
biaya terkait barang yang dijual, dengan menggunakan metode persediaan periodik.

Tanggal pada Jumlah unit Harga perunit Total harga


invoice
2 maret 2.000 $ 4.00 $ 8.000
15 maret 4.000 $ 4.40 $17.600
Persediaan akhir 6.000 $ 25.600
Barang tersedia untuk dijual $ 43.900
Pengurangan: persediaan akhir ($ 25.600)
Barang yang terjual $ 18.300

Jika Call-Mart menyimpan catatan persediaan perpetual dalam jumlah dan dollar, penggunaan
hasil metode LIFO dalam persediaan akhir yang berbeda dan harga pokok penjualan dalam
jumlah dari jumlah yang dihitung dengan metode periodik. Ilustrasi dibawah ini menunjukkan
perbedaan ini dengan menggunakan metode perpetual.
LIFO MethodPerpetual Inventory
Tanggal Pembelian penjualan Saldo
2 Maret (2.000 @ $ 4.00) $ 8.000 2.000 @ $ 4.00 $8.000
15 Maret (6.000 @ $ 4.40) $ 26.400 2.000 @ $ 4.00
6.000 @ $ 4.40 $34.400
19 Maret (4.000 @ $4.40) 2.000 @ $ 4.00
$17.600 2.000 @ $ 4.40 $16.800
30 Maret (2.000 @ $ 4.75) $9.500 2.000 @ $ 4.00
2.000 @ $ 4.40
2.000 @ $ 4.75 $26.300

Pada akhir bulan persediaan periodik perhitungan disajikan dalam ilustrasi diatas
(persediaan $ 25.600 dan harga pokok penjualan $18.300) menunjukkan jumlah yang berbeda
dari perhitungan persediaan perpetual (persediaan $ 26.300 dan harga pokok penjualan $17.600).
Sistem periodik sesuai dengan total penarikan selama satu bulan dengan total pembelian untuk
bulan dalam menerapkan, metode pertama masuk dan keluar terakhir terakhir di. Sebaliknya,
sistem perpetual cocok setiap penarikan dengan pembelian segera sebelumnya. Akibatnya,
perhitungan periodik diasumsikan bahwa panggilan-Mart termasuk biaya barang yang dibeli
pada tanggal 30 Maret di penjualan atau masalah pada 19 Maret.
Pada PSAK metode LIFO ini sudah tidak diperbolehkan kembali, karena barang yang
pertama masuk akan terlalu lama keluar dari gudang.
Metode Rata-Rata Tertimbang

Metode rata-rata tertimbang digunakan dengan menghitung biaya setiap unit


berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari unit yang serupa pada awal periode dan biaya
unit serupa yang dibeli atau diproduksi selama suatu periode. Perusahaab dapat
menghitung rata-rata biaya secara berkala atau pada saat penerimaan kiriman.

Untuk menghitung biaya persediaan dengan menggunakan metode rata-rata


tertimbang ini terlebih dahulu harus dihitung biaya rata-rata per unit dengan membagi
biaya barang yang tersedia untuk dijual dengan unit yang tersedia untuk dijual.
Persediaan akhir dan beban pokok penjualan dihitung dengan dasar harga rata-rata
tersebut.

Berdasarkan contoh PT Bangun Jaya sebelumnya, maka perhitungan nilai


persediaan akhir dan beban pokok pejualan PT Bangun Jaya dengan menggunakan
metode rata-rata berdasarkan system periodik adalah sebagai berikut.

Tanggal Unit Harga Total Biaya


1 Mei 2015 6.000 Rp 5.600 Rp 33.600.000
5 Mei 2015 12.000 Rp6.000 Rp 72.000.000
12 Mei 2015 14.000 Rp6.400 Rp 89.600.000
8.000 Rp6.600 Rp 52.800.000
30 Mei 2015
Barang tersedia untuk dijual 40.000 Rp 248.000.000
Biaya rata-rata per unit Rp 248.000.000 Rp 6.200
40.000
Jumlah persediaan akhir 25.0000 unit
Nilai persediaan akhir 25.000 x Rp 6.200= Rp 155.000.000
Barang tersedia untuk dijual Rp 248.000.000
Nilai persediaan akhir (Rp 155.000.00)
Beban pokok penjualan Rp 93.000.000

Ketika suatu entitas menggunakan metode rata-rata tertimbang dengan system perpetual,
maka nilai rata-rata dihitung setiap ada pembelian. Apabila terjadi penjualan, maka beban pokok
penjualan atau biaya persediaan yang digunakan merupakan nilai rata-rata yang paling kini.
Berikut merupakan contoh dari perhitungan nilai persediaan akhir dan beban pokok penjualan PT
bangun Jaya dengan menggunakan metode rata-rata berdasarkan system perpetual.

Tanggal Pembelian Penjualan Saldo


1 Mei 2015 6.000@ Rp 5.600 Rp33.600.000
18.000@ Rp 5.866 Rp105.600.000
5 Mei 2015 12.000 @ Rp 6.000 Rp 72.000.000
32.000@ Rp 6.100 Rp 195.200.000
12 Mei 2015 14.000 @ Rp 6.400 Rp 89.600.000

20 Mei 2015 1.500@Rp6.100Rp91.500.000 17.000@ Rp 6.100 Rp 103.700.000

30 Mei 2015 8.000 @ Rp 6.600 Rp 52.800.000 25.000@ Rp 6.260 Rp 156.500.000

2. Penilaian Persediaan Selain Arus Harga Pokok (Market)


Lower Cost of Market Yaitu metode harga terendah antara harga pokok dan harga pasar.
Metode ini dapat diterapkan dalam kondisi persediaan tidak normal,misalnya cacat, rusak
dan kadaluarsa. Pokok dari metode ini adalahmembandingkan nilai yang lebih rendah
antara nilai pasar (replacement value) dan nilai perolehan (cost). Nilai pasar yang akan
dipilih harus dibatasi, yaitutidak boleh lebih rendah dari batas bawah (floor limit) dan
tidak boleh lebih tinggi dari batas atas (ceiling limit). Dalam metode ini persediaan tidak
selalu sama dengan harga perolehannya, tetapi sesuai dengan prinsip akuntansi
(konvertisme) jika ternyata harga pasar lebih rendah dari harga perolehannya, maka
persediaan harus dicatat ssebesar harga penggantinya (harga pasar). Karena persediaan
dicatat dibawah harga perolehannya , maka untuk penurunan nilai tersebut haus dibuat
jurnal penyesuaiannya.Penerapan metode niali terendah antara harga perolehan dan harga
pasar dapat dilakukan berdasarkan;
a) Setiap jenis barang
b) Masing-masing bagian/kelompok
c) Total seluruh persediaan
Contoh;
PD Ceria memiliki data tentang persediaan yang dikelompokkan menjadi 3 bagian:
I Tekstil unit harga perolehan harga pasar/unit
A 10 RP.400.000 Rp.425.000
B 8 Rp350.000 Rp.325.000
C 5 Rp.250.000 Rp.225.000
II Elektronok unit Harga perolehan harga pasar
A 6 Rp.400.000 Rp.425.000
B 12 Rp.500.000 Rp.475.000
C 15 Rp. 600.000 Rp.550.000
III Mainan anak
A 30 Rp.10.000 Rp.12.500
B 40 Rp.15,000 Rp.17.500
C 15 Rp.25.000 Rp.22.000
Berdasarkan data diatas, anda diminta:
a. Menentukan nilai persediaan dengan metode LOCOM, berdasarkan:
Setiap jenis
Masing-masing kelompok
Total keseluruhan
b. Membuat jurnal penyesuaian atas penurunan nilai persediaan
Jawab:
Harga Total Nilai terendah
Jenis Harga
No Banyak pasar/ Total
barang perolehan/unit HP HPsr HP HPsr
unit persediaan
1 Tekstil
A 10 400.000 425.000 4.000.000 4.250.000 4.000.000 - -
B 8 350.000 325.000 2.800.000 2.600.000 2.600.000 - -
C 5 250.000 225.000 1.250.000 1.125.000 1.125.000 - -
8.150.000 7.975.000 -
7.975.000
2. Elektronik
A
B 6 400.000 425.000 2.400.000 2.550.000 2.400.000 - -
C 6 500.000 475.000 6.000.000 5.700.000 5.700.000 - -
12 600.000 550.000 9.000.000 8.250.000 8.250.000 - -
17.400.000 16.500.000 16.500.000 -

3. Mainan
anak
A 30 10.000 12.500 300.000 375.000 300.000 - -
B 40 15.000 17.500 600.000 700.000 600.000 - -
C 20 25.000 22.000 500.000 440.000 440.000 - -
1.400.000 1.515.000 1.400.000 -
26.950.000 25.990.000 25.990.000
25.415.000 25.875.000 25.990.000

Nilai persediaan berdsarkan ;


Nilai terandah setiap jenis: Rp. 25.415.000
Nilai terendah secara kelompok; Rp. 25.875.000
Nilai terendah secara total; Rp. 25.990.000

Kerugiaan penurunan nilai persediaan = harga perolehan nilai terendah


Untuk setiap jenis = 26.950.000-25.415.000 = 1.535.000
Secara kelompok = 26.950.000 25.875.000 = 1.075.000
Secara total = 26.950.000 25.990.000 = 960.000
Jurnal penyesuaian;
Des,31 kerugian penurunan nilai persediaan 1.535.000
Penyisihan penurunan nilai persediaan 1.535.000
Des,31 kerugian penurunan nilai persediaan 1.075.000
Penyisihan penurunan nilai persediaan 1.075.000
Des,31 kerugian penurunan nilai persediaan 960.000
Penyisihan penurunan nilai persediaan 960.000

3. Penilaian Persediaan menggunakan estimasi


Gross Profit Method
Metode laba kotor ini bersifat estimasi dalam penilaian persediaannya. Biasanya
diterapkan karena keterbatasan dokumen yang terkait dengan persediaan, misalnya
karena terjadi bencana kebakaran dan banjir.Dasar penilaian persediaannya adalah pada
persentase laba kotor perusahaan tahun berjalan atau rata-rata selama beberapa tahun.
Langkah langkah yang dilakukan adalah:
1) mengestimasi nilai penjualan tahun berjalan,
2) menghitung nilai harga pokok penjualan berdasarkan pada
persentase laba kotor yang telah diketahui,dan
3) menghitung estimasi nilai persediaan akhir dengan mengurangkan
harga pokok penjualan terhadap penjualan.
Metode laba kotor menggunakan estimasi laba kotor untuk mengestimasi besarnya
persediaan pada akhir periode. Metode laba kotor ini berdasarkan observasi bahwa
hubungan antara penjualan bersih dengan harga pokok penjualan biasanya relative cukup
stabil dasi satu periode ke periode berikutnya. Jadi, besarnya persentase laba kotor untuk
periode berjalan di asumsikan sama dengan besarnya persentase laba kotor yang
dihasilkan dalam periode-periode sebelumnya. Persentase laba kotor periode lalu sebesar
40 % akan digunakan untuk menentukan besarnya estimasi laba kotor bulan januari, yang
kemudian selanjutnya memungkinkan untuk melakukan penghitungan atas besarnya
estimasi harga pokok penjualan dan persediaan akhir.
Penjualan bersih (aktual) Rp. 500.000.000 100 %

Harga pokok penjualan (estimasi) (Rp. 300.000.000) ( 60 %)

Laba kotor (estimasi) Rp. 200.000.000 40%

Setelah besarnya estimasi harga pokok penjualan diperoleh, estimasi persediaan akhir
dapat dihitung dengan cara :

Persediaan awal (aktual) Rp.250.000.000

Harga pokok barang yang dibeli (aktual) Rp.400.000.000

Harga pokok barang yang tersedia untuk dijual (aktual) Rp. 650.000.000

Harga pokok penjualan (estimasi) (Rp300.000.000)

Persediaan akhir (estimasi) Rp.350.000.000


Besarnya estimasi persediaan akhir ini sekarang dapat digunakan dalam laporan keuangan
31 Januari atau dapat dibandingkan dengan catatan persediaan perpetual (jika ada), atau
juga dapat digunakan sebagai dasar dalam perhitungan klaim asuransi jika seandainya
saja musibah terjadi atas persediaan.

Sebagai catatan, besarnya harga pokok dari barang yang dibeli ini merupakan
penjumlahan antara besarnya pembelian bersih (pembelian dikurangi dengan potongan
pembelian dan retur pembelian serta penyesuaian harga beli) dengan besarnya ongkos
angkut masuk.

Retail Method

Metode eceran ini menilai persediaan akhir dengan cara menghitung terlebih dahulu nilai
persediaan akhir berdasarkan eceran. Nilai persediaan akhir dengan harga pokok akan
diketahui dengan cara menghitung rasio antara nilai persediaan yang tersedia untuk dijual
dengan pendekatan harga pokok dibandingkan dengan pendekatan ritel. Kemudian rasio
yang diperoleh dikalikan dengan persediaan akhir yang dinilai dengan pendekatan eceran
dapat dirumuskan sebagai berikut:

Metode Harga Ecer (Harga Jual)

Metode harga jual banyak dipakai oleh perusahaan pengecer untuk menghitung
nilai persedian akhir menurut estimasi harga pokoknya (harga perolehan). Sama seperti
metode laba kotor, metode harga ecer ini dapat digunakan untuk menentukan besarnya
estimasi. persediaan kapanpun diinginkan, dan memungkinkan untuk mengestimasi nilai
persediaan tanpa memerlukan waktu dan biaya untuk melakukan penghitungan fisik atas
persediaan atau untuk menyelenggarakan catatan persediaan perpetual.
Metode harga ecer akan tetapi lebih fleksibel dibanding dengan metode laba
kotor, karena dengan metode harga ecer memungkinkan perusahaan untuk mengestimasi
nilai persediaan berdasarkan metode penilaian FIFO, LIFO, rata-rata, dan bahkan metode
harga yang terendah antara harga perolehan dengan harga pasar. Dalam bahasan kali ini,
hanya akan diilustrasikan tehnik estimasi metode harga ecer berdasarkan metode
penilaian rata-rata, sedangkan selebihnya (secara terinci) akan dibahas nanti dalam buku
akuntansi lanjutannya. Demikian juga, dalam bagian (buku) ini tidak akan dibahas secara
khusus mengenai perlakuan yang tepat atas potongan penjualan, retur penjualan,
penyesuaian harga jual, potongan pembelian retur pembelian, penyesuaian harga beli, dan
ongkos angkut masuk. Jadi, untuk menyederhanakan ilustrasi yang akan diberikan dalam

bahasan kali ini, diasumsikan bahwa besarnya penjualan bersih adalah sama dengan
besarnya penjualan bruto, dan besarnya harga pokok dari barang yang dibeli adalah sama
dengan besamya pembelian bruto.

Ketika tehnik estimasi dengan metode harga ecer digunakan, catatan atas barang
yang dibeli haruslah diselenggarakan dalam dua jumlah, yaitu sebesar harga perolehan
dan harga ecer (harga jual). Untuk tehnik estimasi metode harga ecer berdasarkan metode
penilaian rata-rata, besarnya persentase harga pokok (harga perolehan) dihitung dengan
cara membagi harga pokok dari barang yang tersedia untuk dijual menurut harga
perolehan dengan harga pokok dari barang yang tersedia untuk dijual menurut harga ecer.
Untuk menghitung besarnya nilai persediaan akhir menurut estimasi harga pokok (harga
perolehan), persentase harga pokok (harga perolehan) tersebut akan dikalikan dengan
nilai persediaan akhir menurut harga ecer. Nilai persediaan akhir menurut harga ecer ini
dihitung dengan cara mengurangkan besarnya harga pokok dari barang yang tersedia
untuk dijual menurut harga ecer dengan jumlah penjualan bersih sepanjang periode.
Dalam metode harga ecer yang berdasarkan metode penilaian rata-rata, besarnya
persediaan awal dan harga pokok dari barang yang dibeli dijumlahkan bersama untuk.
menghitung satu persentase harga pokok (harga perolehan)

Untuk mengilustrasikan aplikasi dari metode harga ecer, perhatikanlah contoh


berikut ini:
Harga Pokok Harga Ecer

Saldo persediaan awal, 1 Januari Rp.30.000.000 Rp.50.000.000

Harga pokok barang yang

dibeli selama Januari Rp.30.000.000 Rp.40.000.000

Harga pokok barang yang

tersedia untuk dijual Rp.60.000.000 Rp.90.000.000

Persentase harga pokok (60 jt : 90 jt) = 66,7%

Penjualan bersih selama bulan Januari (Rp.65.000.000)

Persediaarr akhir menurut harga ecer Rp.25.000.000

Persediaan akhir menurut estimasi harga pokok Rp. 16.675.000

(Rp. 16.675.000 = Rp. 25.000.000 x 66,7%)

Anda mungkin juga menyukai