Anda di halaman 1dari 3

Di antara deretan penulis perempuan Indonesia,Asma Nadia memang pantas

dicatat sebagai salah satu yang cukup produktif. Tidak kurang dari 49 karya yang
telah lahir dari buah pikiran kreatif pengarang satu ini.Dengan mengangkat
beragam tema dan persoalan hidup kaum wanita, mulai dari cinta remaja,
kekerasan terhadap perempuan, luka hati seorang istri (akibat poligami) sampai
penderitaan umat islam di Palestina, Asma Nadia mampu meneguhkan menjadi
penutur kehidupan. Ibunda dari putri Salsa dan Adam Putrta Firdaus ini juga aktif
memberikan workshop dan dialog kepenulisan ke berbagai pelosok Tanah air
hingga ke Manca negara. Sejak tahun 2009, Asma Nadia menjadi CEO Asma
Nadia Publishing House,yang telah menerbitkan buku-buku best seller seperti
Assalamualaikum Beijing, Sakinah Bersamamu, No Excuse!, Salon Kepribadian,
New Catatan Hati Seorang Istri dan The Hijab Traveler.Beberapa karya Asma
Nadia yang telah di filmkan diantaranya adalah : Emak Ingin Naik Haji, Sakinah
Bersamamu, Rumah Tanpa Jendela dan Catatan Hati Umi. Selain menjadi penulis
dan public speaker,ia juga dikenal sebagai Traveller,sudah lebih dari 51 negara
dan 206 kota ia kunjungi. Asma Nadia menyelesaikan novel Surga Yang Tak
Dirindukan selama enam tahun lebih. Sempat di terbitkan dengan judul Istana
Kedua oleh Gramedia Utama dan menjadi Novel terbaik di Islamic Book Fair
pada tahun 2008. Asma Nadia memilih jalur lembut, ia tidak mengumbar tubuh
dan seksualitas,melainkan lebih memilih jalan menyuarakan luka perempuan
dengan balutan sastra islami. Meskipun tidak dipungkiri tidak sedikit percikan
pemikiran yang diselipkan mengandung gugatan,tetapi sebongkah pemberontakan
itu semata-mata diusung sebagai bentuk solidaritas terhadap kaum perempuan
.Apalagi dia tergolong pengarang yang memiliki kepiawaian bertutur. Pantas jika
tiga penghargaan Adikarya Ikapi pernah ia raih. Selain itu, pernah terpilih sebagai
pewserta terbaik Majelis Sastra Asia Tenggara. Penghargaan tersebut memang
cukup beralasan. Novel ini, digarap dengan kesabaran dan ketelitian selama enam
tahun. Tidak salah, jika novel ini bukanlah kitab suci tanpa bopeng.

Novel ini menghadirkan kisah cinta segi tiga (dua perempuan dan satu
lelaki) dalam rumah tangga tang terangkai dalam kepingan-kepingan kisah yang
berpilin. Bertahun-tahun kehidupan rumah tangga Arini dan Andika Prasetya
tidak pernah ditimpa masalah dan bisa dikatakan bahagia, apalagi dari perkawinan
itu, lahir 3 anak (Nadia,Prasetya,dan putri) yang mampu membuat Pras dan Arini
bahagia. Pras yang bekerja menjadi Dosen, dan tipe seorang suami dan Ayah yang
baik,adalah sesosok lelaki yang tidak neko-neko. Lebih-lebih ia sangat mencintai
Arini,jadi didalam hati Pras tidak terbersit untuk menduakan Arini. Tetapi tidak
sengaja Pras mengalami kecelakaan akibat kecerobohan Bulan (bernama asli Mei
Rose),seorang wanita keturunan china yang tidak lagi punya keinginan untuk
hidup lantaran ia memiliki masa lalu yang kelam. Bulan yang
tumbuh sebagai anak yatim piyatu yang diasuh oleh tantenya yang kejam, ternyata
harus menderita lantaran ditampar kepedihan akibat hamil diluar nikah. Ray
(rekan kerja Bulan) yang telah merenggut keperawanannya dan tidak mau
bertanggung jawab. Lepas dari Ray, Bulan kemudian berkenalan dengan David.
Karena David kerap menyiksanya,ia kecewaa nyaris putus asa,Bulan
menyebaremail mengharap kehadiran seorang lelai yang mau menjadikanya
istri kedua. Email itu menggiurkan Luki Hidayat untuk berbuat busuk. Bulan
terperangkap jebakan Luki Hidayat yang berniat menikahinya. Tetapi, tepat di
hari pernikahan itu, Luki Hidayat tidak datang. Padahal lelaki itu telah menguras
tabungan Bulan, praktis Bulan sakit hati. Dengan kesal, ia pulang membawa
mobil dengan kec epatan tinggi, berharap mati dari pada hidup dirundung duka
tiada akhir.tetapi dalam sebuah kecelakaan dia diselamatkan Pras. Lebih dari itu
Pras juga membayar biaya pengobatan, dan proses persalinan Bulan. Rupanya,
kebaikan Pras juga membuat Bulan terpikat. Tidak salah jika Bulan yang semula
ingin bunuh diri seperti menemukan malaikat. Maka dia meminta Pras
menikahinya meski menjadi isteri kedua. Pras tidak keberatan, apalagi Bulan mau
masuk Islam. Jelas kebaikan Bulan yang
bernama asli Mei Rose di hati Pras (sebagai isteri kedua),ittu membuat Arini harus
berbagi tempat. Ketika suatu hari ia mencium gelagat Pras telah poligami, ia pun
bagai disambar petir. Anehnya meskib mencium gelagat itu, Arini tidak berani
untuk melabrak Pras. Arini yang berasal dari Solo diam meskipun hatinya pedih.
Hingga suatu hari ia melihat Pras dan Bulan jalan bermesraan. Tak ada kata
kompromi, Arini pulang dan mengemasi pakaian. Ia terbang ke Solo. Hati Arini
hancur berkeping- keping, tetapi apa yang terjadi kemudian? Arini sadar bahwa
dia bukanlah Cinderela yang dipinang oleh pangeran baik hati setelah pangeran itu
menemukan salah satu sepatunya di depan Masjid Kampus. Ia tahu hidupnya tidak
seperti kisah dalam dongeng, apalagi Bulan yang semula hanya butuh jadi isteri
kedua yang sah ternyata menuntut Arini lebih dari itu keikhlasan berbagi.

Kelebihan dari novel ini adalah pertama, laku bertutur berpilin-pilin, tidak
lempeng, melompat- lompat dengan ending yang susah ditebak. Memanng,
pengarang seperti tidak setia memegang teguh kronologis. Tetapi, pengarang
mampu mengembangkan keliaran bertutur dengan tetap meninggalkan jejak yang
terlewat, kemudian melangkah maju dan mundur lagi. Jalan ceritapun jadi tidak
membosankan. Apalagi, secara bergantian pengarang berkisah tokoh Arini dan
Bulan. Jadi, novel ini tidak berpusat pada satu tokoh, melainkan dua tokoh utama.
Dari dua tokoh yang tak ada titik temu di awal kisah, kemudian dijalin dalam satu
bangunan di akhir cerita yang mampu mengiris hati pembaca. Kedua, dengan laku
bertutur diatas, pengarang tidak mengungkap tabir dengan gamblang, tetapi
dibuka setahap demi setahap sehingga mengundang penasaran. Tidak salah, jika
pembaca seperti dibawa arus penasaran dan kunci dari penasaran itu dibuka
pengarang di akhir cerita. Ketiga, capaian estetik pengarang buku dalam
menggelindingkan novel ini dibangun dengan cita rasa bahasa yang kadang puitis,
tak sederhana bahkan kadang penuh metafor.

Ditulis dalam rentang waktu enam tahun. Tidak mustahil kalau novel ini
cukup mengagumkan. Asma Nadia cukup piawai merangkai cerita biasa menjadi
rumit bahkan berbelit dan berliku. Tetapi harus diakui novel ini tidak lepas dari
kekurangan. Pertama, Asma Nadia menghadirkan konflik diawal cerita. Maka,
ritme cerita menjadi tegang, dan memuncak sedari awal kemudian memaksa
pengarang mengulur-ulur jalan cerita agar tidak tergelincir pada ending cerita.
Jadi, alur cerita terlihat dipanjang-panjangkan. Padahal, kalau sejak awal Arini
berani menggorek hati Pras, novel ini praktis sudah tamat. Kedua, karakter Pras
nyaris dikesampingkan. Padahal, karakter Arini dan Bulan dielaborasi dengan
detail, nyaris mendapat tempat penciteraan bergantian, maka Pras seakan layak
disalahkan. Selain itu Pras yang tidak memiliki cacat, tipe suami dan ayahyang
baikpun digambarkan lemah seakan tidak memiliki pendirian. Padahal, jika
pengarang menampilkan tokoh Pras sebagai tokoh ketiga yang mendapat
tempat (dari sudut pencerita Pras), tidak mustahil novel ini akan memikat. Ketiga
alur kisah yang berjalan berliku ternyata dilukai faktor kebetulan Pras mengalami
kecelaan lalu menolong Bulan. Unsur kebetulan itu, nyaris tidak beda jauh dengan
logika sinetron. Padahal, jika Bulan dan Pras tidak dipertemukan dalam
kecelakaan kebetulan, novel ini pasti lebih menukik. Keempat, novel ini nyaris
tidak didukung riset (data sejarah) memadai, kecuali hanya riset ringan
pengalaman hidup semata. Padahal, saat pengarang mengisahkan latar belakang
Mei Rose yang memiliki orang tua hidup di zaman kerusuhan 1965 dielaborasi
lebih jauh, pasti akan menghadirkan kisah yang lebih berwarna. Pengarang sangat
pandai merangkai cerita yang membuat pembaca penasaran dan ingin membaca
ke bab-bab selanjutnya. Serta ending yang tidak bisa ditebak pada cerita Surga
yang Tidak Dirindukan.

Saran untuk pembaca pertama, jika para suami percaya pologami adalah ajaran
agama yang mulia, maka didiklah isteri dengan baik agar memahami Al Quran
dan bersedia menerapkannya tanpa pilih pilih. Jika mereka belum menerima
konsep poligami, maka berarti suami belum mampu mendidik , masih harus terus
membangun kesiapan dan mendewasakan mereka. Kedua, jika anda menikah lagi
secara sepihak tanpa mempertimbangkan kesiapan isteri dan anak-anak sesuatu
yang menjadi tugas para suami dan ayah untuk mengkondisikanya.

Anda mungkin juga menyukai