Ulumul Hadith
Ulumul Hadith
wilayahalquranhadist
blog ini akan memaparkan hal-hal seputar al qur'an dan hadist
Beranda
About
Mukhtalif Hadist
2
Jan by wilayahalquranhadist
Mukhtalif Hadist
Dalam beberapa mukhtalif ini, pembanding dalam menilai pertentangan ini tidak
hanya terdapat antar hadist saja, namun terkadang hadist dengan al Quran, dan
hadist dengan logika. Untuk memperjelas dapat di lihat pada beberapa contoh di
bawah ini:
(dan ingtlah) ktika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak- anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman) bukankah aku ini Tuhanmu? mereka menjawab, betul (engkau
Tuhan kami). (Q.S. Al Araf [7]: 172)
Karena hadist nabi mengabarkan bahwa keturunan nabi Adam diambil dari
punggung nabi Adam sementara Al Quran memberitahukan bahwa keturunan
nabi Muhammad diambil dari punggung Bani Adam.
Menurut Abu Muhammad, hal tersebut sebenarnya memiliki makna yang sama,
di mana keduanya benar, karena Al Quran datang membawa firman Allah SWT
yang bersifat global kemudian hadist yang memerincinya.
Maksud dari hadis dan ayat di atas adalah bahwa Allah SWT saat mengusap
punggung Nabi Adam As, lalu Adam mengeluarkan keturunannya darinya seperti
buah jagung sampai hari kiamat. Dan dari keturunan Nabi Adam itulah terdapat
anak- anak, cucu dan cicit sampai hari kiamat.
janganlah kalian menghadap kiblat saat membuang air besar dan membuang
air kecil.[2]
Kalian juga meriwayatkan hadist dari Isa bin Yunus, dari Abu Amanah dari
Khalid Al Hadza dari Arak bin Malik dari Aisyah RA, sesungguhnya ia berkata,
Dikemukakan kepada Rasulullah bahwa ada suatu kaum yang tidak suka
menghadap kiblat saat membuang air besar dan air kecil, lalu Nabi
Muhammad SAW memerintahkannya di tempat buang hajatnya (WC), dengan
tetap menghadap kiblat.[3]
Menurut Abu Muhammad, hadis ini boleh saja termasuk dalam nasikh mansukh
karena keduanya memiliki hukum yang berlawanan, yang pertama di larang dan
yang kedua justru diperintahkan. Namun, Abu Muhammad tidak
menggunakannya karena menurutnya hadist ini berbeda karena dipahami sesuai
konteksnya.
Tempat yang tidak boleh menghadap kiblat bagi orang yang membuang air besar
dan air kecil adalah padang pasir dan Al Bararah[4]
Dengan demikian, niat pada hadits yang pertama bukan merupakan perbuatan
dan pada hadits kedua lebih baik dari perbuatan. Dua hadits ini berbeda dan
bertentangan.
Menurut Abu Muhammad, sesungguhnya tidak ada yang bertentangan dalam hal
ini.
Kenapa Allah mengekalkan seseorang dengan niatnya? Karena niat untuk taat
kepada Allah selamanya jika ia diizinkan oleh Allah, ketika Allah mematikannya
tanpa mematikan niatnya, maka Allah memberikan ganjaran atas niatnya
tersebut.
Begitu juga dengan orang kafir, niatnya lebih buruk dari perbuatannya, karena
sesungguhnya orang kafir berniat untuk tetap dalam kekafirannya jika dia diberi
kesempatan untuk itu, ketika Allah mematikannya tanpa mematikan niatnya,
maka Allah memberikan ganjaran atas niatnya tersebut.[5]
Kesimpulan kajian para Imam dan tokoh kritikus hadits secara umum adalah
bahwa mereka membagi hadits yang mengandung problem ini menjadi dua
kelompok:
Hadist kelompok ini terbagi menjadi dua bagian: pertama, satu dari hadits yang
bertentangan itu merupakan nasikh sedangkan yang lain adalah mansukh, maka
nasikh diamalkan dan mansukh ditinggalkan.Kedua, tidak ada tanda dan
petunjuk bahwa salah satu riwayat itu merupakan nasikh dan yang lain mansukh.
Maka jalan penyelesaiannya adalah dengan ditarjih. Lalau di amalkan hadits
yang lebih kuat karena lebih banyak rawi (sanad
)-nya, atau rawinya lebih tinggi daya hafalannya atau lebih banyak menyertai
gurunya. Yang penting memiliki kelebihan dalam banyak hal yang
dipertimbangkan dalam tarjih.[8]
d. Memakai teori Al-Tawaqquf. Teori ini digunakan apabila ketiga cara diatas
sudah tidak memungkinkan, teori ini berlaku sampai ditemukan dalil lain yang
mendukung.
Dalam konteks ini Imam Al-Syatibi berpendapat bahwa ma-mauquf-kan
keputusan ketika tidak dimungkinkan tarjih adalah menjadi hukum wajib.
Senada dengan Imam Al Syatibi adalah Imam Al-Sakhowi, ia mengatakan bahwa
melakukan tawaqquf lebih utama daripada melakukan pengguguran (tasaqquth)
dalil, karena kesamaran pemahaman terhadap dalil itu terjadi pada seseorang
pada waktu saat itu, padahal ada kemungkinan hal tersebut tidak samar lagi bagi
seseorang lain, karena diatas orang alim ada orang yang lebih alim.[9]
Ini adalah pendapat Al Hasan yang merupakan jawaban atasnya atau atas Abu
Hurairah.
Menurut Abu Muhammad matahari dan rembulan tidak disiksa di neraka saat
keduanya dimasukan ke dalamnya, lalu dikatakan apa dosa keduanya? Akan
tetapi keduanya diciptakan dari neraka kemudian dikembalikan kepadanya.
[1] Dr. Nuruddin Itr , Ulumul Hadits, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012,
hlm. 350
[4] Al Bararah adalah tempat- tempat yang tidak ada pohon dan tanamannya.
[7] Ibid.
[8] Al Hazimi menyebutkan segi- segi dalam tarjih sebanyak 50 segi dalam
kitab al- itibar hlm 11-17, al Irqani 100 segi lebih, al Suyuthi mengelompokkan
kepada 7 macam dalam al Tadrib hlm 288- 291.
[9] file:///C:/Users/userfriendly/Downloads/mukhtalif-al-hadits.html
Iklanthis:
Share
Terkait
Navigasi pos
penciptaan burung dari tanah liat
Penafsiran Terhadap Ayat-Ayat Tentang Fahsya
Tinggalkan Balasan
Tulisan Terakhir
HERMENEUTIKA AL QURAN
Komentar Terbaru
Arsip
Januari 2014
Oktober 2013
Kategori
Uncategorized
Meta
Daftar
Masuk
RSS Entri
RSS Komentar
WordPress.com
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.
Ikuti