PENDAHULUAN
1
akan mencapai 255 juta pada tahun 2015 dengan jumlah kehamilan berisiko
sebesar 15 -20 % dari seluruh kehamilan.5
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
2. Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes
melitus, hidrops fetalis, dan bayi besar.
3. Umur yang ekstrim, < 20 tahun atau > 35 tahun.
4. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia/eklampsia.
5. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
6. Obesitas.8
2.2. Preeklamsia
4
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).9
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV) 9
5
Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi dua tahap, yaitu perubahan
perfusi plasenta dan sindrom maternal. Tahap pertama terjadi selama 20 minggu
pertama kehamilan. Pada fase ini terjadi perkembangan abnormal remodelling
dinding arteri spiralis. Abnormalitas dimulai pada saat perkembangan plasenta,
diikuti produksi substansi yang jika mencapai sirkulasi maternal menyebabkan
terjadinya sindrom maternal. Tahap ini merupakan tahap kedua atau disebut juga
fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis preeklampsia, dengan elemen pokok
respons inflamasi sistemik maternal dan disfungsi endotel.10
Banyak teori yang yang telah dikemukan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak
benar. Teori-teori sekarang banyak dianut adalah :
Teori kelaianan Vaskuler plasenta
Teori iskemia, plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Teori intoleransi imunologik antara ibu dan anak
Teori defisiensi besi
Teori Inflamasi 11
6
Kriteria Minimal Preeklampsia
Hipertensi Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
Protein urin Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes
urin dipstik > positif 1
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu
dibawah ini:
Trombositopeni Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya
pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
Gangguan Liver Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio
kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
Sirkulasi
Uteroplasenta adanya absent or reversed end diastolic velocity
(ARDV)
Kriteria Preeklampsia berat (diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika
didapatkan salah satu kondisi klinis dibawah ini :
Hipertensi Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg
sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
Trombositopeni Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya
pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
Gangguan Liver Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio
kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis Stroke, nyeri kepala, gangguan visus 7
8
saturasi oksigen penting dilakukan saat memberikan magnesium sulfat.
Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang
berulang. Pemberian antikonvulsan lainnya seperti diazepam, fenitoin,
atau lytic cocktail sebagai alternatif magnesium sulfat pada wanita
dengan preeklampsia tidak direkomendasikan.
Terapi Antihipertensi
Cut off tekanan darah yang dipakai untuk pengobatan hipertensi pada
kehamilan adalah 150/100 mmHg, dengan mempertahankan tekanan
darah paling rendah 140/90 mmHg.
Jenis obat antihipertensi yang dipakai di Indonesia:
Pemberian antihipertensi:
o Antihipertensi lini pertama
Nifedipin:dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
o Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 g i.v./kg/menit; ditingkatkan 0,25 g
i.v./kg/5 menit.
Diazokside: 30-60 mg i.v./5 menit; atau i.v. 10 mg/menit/titrasi.
Jenis obat hipertensi yang dipakai di Amerika adalah hidralazine
(apresoline) injeksi, suatu vasodilator langsung pada arteriol yang
menimbulkan refleks takikardi, peningkatan cardiac output, sehingga
memperbaiki perfusi utero-plasenta. Obat hipertensi lain yang dapat
9
dipakai adalah labetalol. Terapi labetalol tidak boleh digunakan pada
wanita dengan asma atau gagal jantung kongestif. Penggunaan ACE-
Inhibitor dikontraindikasikan pada wanita hamil.
Ibu yang mendapat antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk
melanjutkan terapi antihipertensi hingga postpartum.
Kortikosteroid
Betamethasone dan dexamethasone adalah kortikosteroid yang paling banyak
dipelajari, dan umumnya lebih dipilih untuk mengobatan antenatal untuk
mempercepat pematangan organ janin. Institut konsensus Nasional Anak dan
Perkembangan Manusia 2000 telah meninjau semua laporan tentang keamanan
dan keberkesanan betamethasone dan dexamethasone. Tidak ditemukan bukti
ilmiah yang signifikan untuk mendukung rekomendasi bahwa betamethasone
lebih baik berbanding dexamethasone.13,15
Pengobatan kortikosteroid harus terdiri dari 2 dosis 12mg bethametasone
yang diberikan secara IM dalam 24 jam atau 4 dosis 6mg dexamethasone
diberikan secara IM setiap 12 jam. Namun, tidak ada manfaat tambahan yang
telah ditunjukkan untuk dosis awal kortikosteroid dengan interval dosis lebih
pendek dari yang dijelaskan sebelumnya, sering disebut sebagai dosis yang
dipercepat, bahkan saat persalinan akan segera dilakukan.13,15,16
10
yang bertujuan untuk pematangan paru janin. Sebanyak 104 orang ibu hamil yang
diberikan terapi kostikosteroid, 29 orang melahirkan < 2 hari setelah pemberian,
41 melahirkan setelah 2-7 hari pemberian, dan 34 orang yang melahirkan setelah
>7 hari pemberian terapi. Neonatus yang lahir antara 2-7 hari setelah pemberian
kortikosteroid didapatkan kadar yang rendah untuk diresusitasi. Neonatus yang
lahir <2 hari setelah pemberian lebih banyak yang harus diresusitasi setelah lahir.
Dan neonatus yang lahir >7 hari pemberian didapatkan paling sedikit yang harus
diresusitasi.14
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.
Dosis yang diberikan :
Terminasi dalam 7 hari : betamethasone 12 mg atau dexamethasone 6
mg diberikan secara i.m. setiap 24 jam pada usia kehamilan 24 hingga
34 minggu.
Pertimbangkan pemberian double dosebethamethasone atau
dexamethasone pada usia kehamilan 35 hingga 36 minggu.
11
dilakukan adalah evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh
pasien, evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis, evaluasi
jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu, evaluasi USG dan kesejahteraan
janin secara berkala (dianjurkan 2 kali dalam seminggu). Jika didapatkan tanda
pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan doppler velocimetry
terhadap arteri umbilikal direkomendasikan.9
Pada Preeklampsia berat, manajemen ekspektatif direkomendasikan pada
kasus dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu
dan janin stabil. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat
dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal. Bagi wanita yang
melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia berat, pemberian kortikosteroid
direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin. Pasien dengan
preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat inap selama
melakukan perawatan ekspektatif.9
12
Bagan 1. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia
13
Bagan 2. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat
2.2.5. Indikasi Rujuk
14
Preeklampsia termasuk ke dalam tingkat kemampuan 3B, dimana lulusan
dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien, mampu menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya, dan juga mampu menindak
lanjut sesudah kembali dari rujukan.
Indikasi rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika:
1. Semua penderita preeklampsia-eklampsia. Kriteria preeklampsia adalah
apabila pada kehamilan > 20 minggu didapatkan satu atau lebih
gejala/tanda di bawah ini:
a. Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi
(pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam
keadaan his.
b. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan
kreatinin plasma.
c. Gangguan visus dan serebral.
d. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.
e. Edema paru dan sianosis.
2. Penderita hipertensi dalam kehamilan dengan penyakit dasar
kardiovaskular, renovaskular, atau metabolic.
3. Penderita hipertensi dalam kehamilan dengan penyulit obstetrik.
4. Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang.11
15
Pencegahan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada
perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia. Preeklampsia
adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan
dapat dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedikal dan medikal.8
Pencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat.
Cara yang paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia, tirah
baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya
preeklampsia. Sebaiknya diet ditambah suplemen yang mengandung minyak ikan
yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh (misalnya omega-3 PUFA), antioksidan
(vitamin C, vitamin E, -karoten, CoQ10, N-asetilsistein, dan asam lipoik), serta
elemen logam berat (zinc, magnesium, dan kalsium).8
Pencegahan medikal dengan pemberian diuretik tidak terbukti mencegah
terjadinya preeklampsia bahkan memperberat hipovolemia. Antihipertensi tidak
terbukti mencegah terjadinya preeklampsia. Pemberian kalsium 1.500-2.000
mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi terjadinya
preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365
mg/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsia adalah
aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga
diberikan obat-obatan antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin E, -karoten,
CoQ10, N-asetilsistein, dan asam lipoik.8
BAB 3
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS PRIBADI
16
Umur 32 tahun
Perkerjaan Ibu Rumah Tangga
Agama Islam
Suku Jawa
Alamat Jl Mangaan VII LK Desa Mabar, Medan Deli, Medan
Tanggal Masuk 17/04/2017
Jam masuk 12:02
No. RM 01.02.81.05
Paritas G1P0A0
ANAMNESIS PENYAKIT
Ny.R, 35 tahun, G1P0A0, Islam Jawa, SMA, IRT,i/d Tn S, 34tahun, Islam, Jawa,
SD, Wiraswasta
Telaah :Hal ini dialami pasien sejak 3 hari ini dan semakin
memberat hari ini. Nyeri kepala memberat terutama saat beraktivitas. Nyeri
kepala dirasakan hampir di seluruh kepala. Nyeri kepala bersifat hilang timbul dan
hilang dengan obat anti nyeri. Riwayat nyeri kepala (+). Pasien mengalami
tekanan darah tinggi sejak kehamilan 6 bulan, dengan tekanan darah tertinggi
220/120 mmHg. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (+). Riwayat kepala
pusing (+). Riwayat pandangan kabur (-). Riwayat kejang (-). Mual (-). Muntah
(-). Riwayat keluar lendir berdarah (-). Riwayat keluar air - air dari kemaluan (-).
Riwayat mules-mules (-). BAK (+)Normal. BAB(+)Normal.
17
RIWAYAT HAID
TTP : ?/ 05/2017
RIWAYAT PERSALINAN
1.Hamil Ini
PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS PRESENT
B. STATUS OBSTETRIKUS
18
-His (-)
C. STATUS GINEKOLOGIS
D. Pemeriksaan Labotarium
(17/04/2017 , 12.13 WIB)
TES RESULT UNIT REFERENCE
Hemoglobin 13,20 g% 12 - 14
Erythrocyte 4,94 103/mm3 4,50 - 5,50
Leucocyte 9,98 /ul 4 - 10
Platelet 305 103/mm3 150 - 400
Hematocrite 39,4 % 36 - 42
Eosinophil 1,2 % 0 - 0,5
Basophil 0,7 % 0 - 0,1
Neutrophil 69,5 % 50 - 70
Lymphocyte 21,5 % 20 - 40
Monocyte 7,1 % 2-8
Neutrophil 6,93 103/L 5-7
Absolute
Lymphocyte 2,15 103/L 1-4
Absolute
Eosinophil 0,12 103/L 0 - 0,5
Absolute
Basophil 0,07 103/L 0 - 0,1
Absolute
MCV 79,8 F1 80 - 97
19
MCH 26,7 Pg 27 - 33,7
MCHC 33,5 g% 31,5 - 35
SGOT 29 U/L 0 - 40
SGPT 15 U/L 0 - 40
PT 13,7 Detik 14,4
APTT 36,4 Detik 30,2
INR 1,12 1 - 1,3
Fibrinogen 597 mg/dl 240 - 340
Ureum 24 mg/dl 10,00 - 50,00
Kreatinin 8,0 mg/dl 0,60 - 1,20
Natrium 137 mmol/dL 136 - 155
Kalium 3,9 mmol/dL 3,5 - 5,5
Klorida 117 mmol/dL 95 - 103
DIAGNOSA SEMENTARA
TERAPI
-MgSo4 Loading dose MgSo4 40% 10cc + 10cc aquadest Bolus lambat
RENCANA PERSALINAN
20
LAPORAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA
Pada tanggal 17 April 2017, jam 14.45 dengan SC a/i preeclampsia dengan
gejala berat, lahir bayi Laki-laki dengan BB: 3000 gram; PB: 50 cm; Apgar
score: 7/8; anus (+)
Ibu dibaringkan di atas meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik.
Dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic pada lapangan operasi dan ditutup
dengan doek steril kecuali pada lapangan operasi
Di bawah anestesi spinal dilakukan insisi pfannestiel mulai kutis dan subkutis
( 10 cm). Dengan bantuan pinset dan gunting, fascia digunting ke kanan dan
ke kiri otot secara manual tumpul.
Dengan meluksir kepala, lahir bayi Laki-laki dengan BB: 3000 gram; PB:
50cm; Apgar score: 7/8; anus (+).
Kavum uterus dibersihkan. Kedua ujung luka diklem dan uterus dijahit secara
continuous interlocking.
21
Keadaan umum ibu post operasi stabil.
TERAPI :
Rencana :
NEONATUS
22
PEMANTAUAN POST SC (KALA IV)
23
MCV 78,7 F1 80 - 97
MCH 26,9 Pg 27 - 33,7
MCHC 34,2 g% 31,5 35
FOLLOW UP
24
Sens: Compos Mentis Anemis :-
O
TD : 160/100mmHg Sianosis: -
HR :106x/menit Ikterik : -
RR : 26x/menit Dypsnoe: -
-Amlodipin 1x 10mg
-Captopril 2 x 25mg
Rencana - Acc pindah ruangan
25
19 April 2017 (06.00 WIB)
S Nyeri Luka Operasi
Sens: Compos Mentis Anemis :-
O TD : 170/100mmHg Sianosis: -
HR :104x/menit Ikterik : -
RR : 24x/menit Dypsnoe: -
-Amlodipin 1x 10mg
-Captopril 2 x 25mg
-Cefadroxil 2 x 50mg
Rencana - Aff kateter,
26
- aff infus
- Terapi Oral
O TD : 150/90mmHg Sianosis: -
HR :94x/menit Ikterik : -
RR : 22x/menit Dypsnoe: -
-Captopril 2 x 25mg
-Cefadroxil 2 x 500mg
27
PASIEN PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI
(11.00 WIB)
--Amlodipin 1x 10mg
-Captopril 2 x 25mg
-Cefadroxil 2 x 500mg
BAB 4
ANALISIS KASUS
28
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
a. dirujuk ke RS
29
Antihipertensi. Nifedipin:dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.
30
lahir <2 hari setelah pemberian lebih banyak yang harus diresusitasi setelah lahir.
Dan neonatus yang lahir >7 hari pemberian didapatkan paling sedikit yang harus
diresusitasi.14
Persalinan setelah terapi kortikosteroid untuk pematangan
paru penting jika ada kriteria berikut ini: nyeri epigastrik
persisten, tanda-tanda eklampsia yang progresif (sakit kepala
atau gangguan visual persistent), de novo creatinine, 120 mol/L
(1,35 mg/dL), oliguria dibawah 20 mL/jam, sindrom HELLP
progresif, deselerasi variabel yang berkepanjangan atau yang
parah dengan variabilitas jangka pendek kurang dari 3
milisecond. Apabila persalinan emergensi tidak diperlukan,
persalinan bisa diinduksi oleh pematangan serviks. 18 Pada kasus
ini, kriteria untuk diterminasi kehamilan adalah de novo
creatinine, 120 mol/L (1,35 mg/dL), dimana pada kasus
didapatkan hasil creatinine 8,0 mg/dL.
PERMASALAHAN
CLINICAL SUMMARY
Ny.R, 35 tahun, G1P0A0, Islam Jawa, SMA, IRT,i/d Tn S, 34tahun, Islam, Jawa,
SD, Wiraswasta dating ke RSUPM tanggal 17 April 2017 pukul 16.29 WIB
dengan keluhan utama nyeri kepala hebat. Hal ini dialami pasien sejak 3 hari ini
dan semakin memberat hari ini. Nyeri kepala memberat terutama saat beraktivitas.
Nyeri kepala dirasakan hampir di seluruh kepala. Nyeri kepala bersifat hilang
timbul dan hilang dengan obat anti nyeri. Riwayat nyeri kepala (+). Pasien
mengalami tekanan darah tinggi sejak kehamilan 7 bulan, dengan tekanan darah
tertinggi 230/140 mmHg. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (+).
31
Riwayat kepala pusing (+). Riwayat pandangan kabur (-). Riwayat kejang (-).
Mual (-). Muntah (-). Riwayat keluar lendir berdarah (-). Riwayat keluar air - air
dari kemaluan (-). Riwayat mules-mules (-). BAK (+)Normal. BAB(+)Normal.
Riwayat haid HPHT : ? / 08/ 2016, TTP: ?/ 05/2017,ANC: Bidan 4x, Sp.OG 4x.
Status present , kesadaran kompos mentis, tekanan darah: 200/110mmHg, nadi :
98xmenit, pernapasan 20x/menit, temperature 36,7.Status obstetric Abdomen
Membesar, Simetris, TFU 4jari dibawah pusat, DJJ: 154x/menit. USG-TAS kesan:
IUP (35-36)mgg + PK +AH. Diagnosa Preeklamsia with severe feature + P6 +
KDR (35-36)mgg + PK +AH + B. Inpartu dan telah dilakukan Sectio Cesarean
tanggal 17/04/2017, lahir bayi lakii-laki, BB : 3000gr, PB:50cm, AS: 7/8, anus
(+). KU ibu post SC stabil dengan diagnosa Post CS a/I Preeklamsia with severe
feature +NH2.
KESIMPULAN
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ.
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan
setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan. Preeklampsia dengan
gejala pemberat bila terdapat tekanan darah minimal 160/110 mmHg dan terdapat
gangguan organ lain seperti ginjal, hati, tromsitopenia, paru, gangguan neurologis,
dan gangguan pertumbuhan janin. Penanganan preeklampsia adalah penanganan
32
ekspektatif dan penanganan aktif. Pengobatan yang diberikan pencegahan dan
tatalaksana kejang (MGSO4), antihipertensi, kortikosteroid. Preeklampsia dan
eklampsia memberikan pengaruh buruk terhadap janin yaitu IUGR dan
oligohidramnion, dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas janin secara tidak
langsung akibat IUGR, prematuritas, dan oligohidramnion.
DAFTAR PUSTAKA
33
3. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy. 2000. Am J Obstet
Gynecol183(1):S1-S22.
4. Cunningham et al. 2014. Williams Obstetrics 24th ed.McGraw Hill, Medical
Pubishing Division.pg:1000-1010.
5. Wibowo N, Irwinda R, dkk; Diagnosis dan Tata Laksana Pre-Eklamsia.
Dalam: Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal. 2016: 1-46
6. Mochtar R, Sofian A; Toksemia Gravidarum. Dalam: Sinopsis Obstetri Bab
33, Edisi 3; Jilid 1. EGC. Jakarta; 2011: 143-9
7. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan ed 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2010: 732-735.
8. Angsar, Muh. Dikman., 2014. Hipertensi dalam Kehamilan. In: Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2014: 531-50
9. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tatalaksana
Preeklamsi.2016. POGI. Jakarta. POGI
10. Cunningham F Gary, Gant Norman F, dkk; Hipertensive Disorder. In :
Williams Obstetri Section 11, Chapter 40, Edition 24.Mc Graw Hill
Education. USA. 2014: 728-79
11. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan 1st ed. 2013. WHO. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
12. Cunningham, F.G., dkk. Diseases and Injuries of The Fetus and Newborn.
Dalam: Williams Obstetrics. USA: The Mc Graw-Hill Companies. 2010.
13. The American College of Obstetricians and Gynecologists, 2016. Antenatal
Corticosteroid Therapy for Fetal Maturation.[diakses pada 29 April 2017]
Tersedia di http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-
Opinions/Committee-on-Obstetric-Practice/Antenatal-Corticosteroid-Therapy-
for-Fetal-Maturation
14. Vis JY, dkk. 2017. Time to delivery after the fi rst course of antenatal
corticosteroids: a cohort study. [diakses pada 29 April 2017]. Tersedia di
https://pure.uva.nl/ws/files/2023982/140101_10.pdf
15. Sekhavat, L., dkk. 2011. Comparison of interval duration between single
course antenatal corticosteroid administration and delivery on neonatal
34
outcomes.Department of Obstetrics and Gynecology, Shahid Sadughi
University of Medicl Science, Iran.
16. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2004. Antenatal
Corticosteroids To Prevent Respiratory Distress Syndrome. [diakses pada 29
April 2017]. Tersedia di http://www.bapm.org/publications/documents
/guidelines/RDS_Antenatal.pdf
17. American Family Physician, 2017. Preterm Labor: Diagnosis and Treatment.
[diakses pada 29 April 2017]. Tersedia di http://www.aafp.
org/afp/1998/0515/p2457.html
18. Uzan J, Carbonnel M. [Internet]. 2017 [diakses 30 April 2017];. Tersedia di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3148420/#__ffn_sectitle
35