Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan suatu periode transisi antara masa kanak-kanak

dan masa dewasa yang meliputi kematangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional

yang cepat. Batasan yang tegas pada remaja sulit ditetapkan, tetapi periode ini

biasanya di gambarkan pertama kali dengan penampakan karakteristik seks

sekunder pada sekitar usia 11 sampai 12 tahun dan berakhir dengan berhentinya

pertumbuhan tubuh pada usia 18 sampai 20 tahun (Sarwono, 2012).

Proses pertumbuhan dan perkembangan dibagi dalam tiga


tahap, yaitu: prapubertas, yaitu periode sekitar 2 tahun sebelum
pubertas ketika anak pertama kali mengalami perubahan fisik yang
menandakan kematangan seksual; pubertas, merupakan titik
pencapaian kematangan seksual, ditandai dengan keluarnya darah
menstruasi pertama kali pada wanita; pascapubertas, merupakan
periode 1 sampai 2 tahun setalah pubertas (L Wong, 2008).

Perempuan merupakan makhluk yang memiliki sistem reproduksi yang

cukup unik. Salah satunya adalah mereka mengalami menstruasi atau haid setiap

bulannya yang tidak dialami oleh pria. Seringkali mereka mengeluhkan sakit atau

ketidak nyamanan ketika mengalami menstruasi. Menstruasi merupakan suatu

perdarahan periodik normal uterus dan merupakan fungsi fisiologis yang hanya

terjadi pada wanita. Pada dasarnya menstruasi merupakan proses katabolisme dan

terjadi di bawah pengaruh hormon hipofisis dan ovarium (Benson, 2009).

Perempuan yang mengalami menstruasi biasanya mengeluhkan gejala-gejala

dalam dua hari pertama. Gejala tersebut antara lain ketidakstabilan emosi, sakit

1
kepala, tidak bergairah, dan nafsu makan menurun. Gejala fisik yang paling

umum adalah ketidaknyamanan, nyeri dan kembung di daerah perut, rasa tertekan

pada daerah kemaluannya dan dismenore (Benson, 2009).

Gangguan fisik yang sangat menonjol pada wanita haid adalah dismenore.

Dismenore atau haid yang nyeri merupakan gejala yang lazim dijumpai pada

wanita. Sering sulit untuk menentukannya sebagai abnormal, karena banyak

wanita sehat sampai batas tertentu mengalami rasa tidak enak selama haid. Pada

kebanyakan wanita, nyeri ringan seperti kram ini mereda setelah keluarnya darah

haid (Swartz, 1995). Dismenore biasanya terjadi akibat pelepasan berlebihan

prostaglandin tertentu, prostaglandin F2 alfa, dari sel-sel endometrium uterus.

Biasanya terjadi pada hari pertama haid dan sering timbul dalam waktu satu atau

dua jam sejak dimulainya menstruasi. Rasa nyeri tersebut bersifat kolik yang akut

pada abdomen bagian bawah, dan kadang nyeri tersebut menjalar ke belakang

serta ke bagian paha sebelah dalam (Corwin, 2007).

Pada suatu penelitian ditemukan bahwa 51% wanita tidak hadir di sekolah

ataupun pekerjaan paling tidak sekali dan 8% wanita tidak hadir di sekolah atau

kerja setiap kali mengalami menstruasi. Lebih lanjut, wanita dengan dismenore

mendapatkan nilai lebih rendah di sekolah dan lebih susah beradaptasi dengan

lingkungan sekolah dari pada wanita tanpa dismenore ( Novia Diana, 2009).

Dismenore dibedakan menjadi dua yaitu dismenore primer dan dismenore

sekunder. Dismenore primer biasanya terjadi dari mulai pertama haid kurang lebih

usia 10-15 tahun (menarke) sampai usia 25 tahun. Selain itu, mekanisme haid

yang nyeri juga masih belum jelas dan dapat bervariasi pada wanita yang berbeda.

2
Nyeri pada dismenore primer lebih dikarenakan kontraksi uterus. Sedangkan

dismenore sekunder disebabkan oleh kelainan yang didapat di dalam rongga

uterus (Taber, 1994).

Angka kejadian dismenorea tipe primer di Indonesia adalah sekitar

54,89%, sedangkan sisanya adalah penderita dengan tipe sekunder. Di Amerika

Serikat diperkirakan hampir 90% wanita mengalami dismenorea dan 10-15%

diantaranya mengalami dismenore berat, yang menyebabkan mereka tidak mampu

melakukan kegiatan apapun dan ini akan menurunkan kualitas hidup pada

individu masing-masing (Proverawati dan Misaroh, 2009).

Angka kejadian nyeri menstruasi di dunia sangat besar.


Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami
nyeri menstruasi. Di Amerika angka prosentasenya sekitar 60% dan
di Swedia sekitar 72%. Sementara di Indonesia angkanya
diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang tersiksa oleh
nyeri selama menstruasi. Angka kejadian (prevalensi) nyeri
menstruasi berkisar 45-95% di kalangan wanita usia produktif.
Walaupun pada umumnya tidak berbahaya, namun seringkali dirasa
mengganggu bagi wanita yang mengalaminya. Derajat nyeri dan
kadar gangguan tentu tidak sama untuk setiap wanita. Ada yang
masih bisa bekerja (sesekali sambil meringis), adapula yang tidak
kuasa beraktifitas karena nyerinya. (Proverawati dan Misaroh,
2009).

Dismenore mempunyai derajat- derajat nyeri mulai dari derajat tanpa rasa

nyeri dan tidak mempengaruhi aktifitas sehari-hari sampai nyeri yang sangat hebat

dan tak berkurang walaupun telah menggunakan obat dan tidak dapat bekerja,

kasus ini segera ditangani dokter.

Untuk beberapa wanita yang mengalami dismenore memerlukan

pendekatan multidisiplin yang meliputi medis, gaya hidup, dan intervensi gizi

3
seperti mengatur pola makan rendah lemak, vitamin E, magnesium, dan suplemen

lainnya, penurunan alkohol dan asupan kafein.

Status gizi remaja wanita sangat memengaruhi terjadinya menarke atau

menstruasi pertama, memengaruhi adanya keluhan-keluhan sebelum menstruasi

selama menstruasi maupun lamanya hari menstruasi. Akan tetapi, pada beberapa

remaja ada yang tidak merasakan keluhan-keluhan tersebut. Hal ini dipengaruhi

oleh nutrisi yang adekuat yang biasa dikonsumsi. Apabila status gizi baik, maka

pada saat menstruasi, remaja tidak akan mengalami keluhan seperti nyeri

menstruasi atau dismenore.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas saya ingin melakukan penelitian

tentang Hubungan Dismenore dengan Status Gizi Remaja di Fakultas

Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

B. Rumusan Permasalahan
Bagaimana Hubungan Dismenore dengan Status Gizi remaja di Fakultas

Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya tahun 2014 ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

Dismenore dengan Status Gizi remaja di Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya tahun 2014.


2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah

pengaruh status gizi terhadap kejadian dismenore di Fakultas Kedokteran

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya tahun 2014.

4
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat hasil penelitian bagi institusi
Dapat dijadikan salah satu informasi bagi remaja mengenai cara

mengatasi dismenore ketika menstruasi, sehingga mereka mampu mengatasi

keluhan-keluhan dismenore saat menstruasi.


2. Manfaat penelitian bagi institusi lain

Dapat menjadi masukan bagi para pembaca dan meningkatkan

pengetahuan khususnya mahasiswa kedokteran, kebidanan, dan keperawatan

tentang dismenore, dan hubungannya dengan beberapa faktor yang

mempengaruhi beserta penanganannya.

3. Manfaat hasil penelitian bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman dalam penelitian tentang kesehatan reproduksi terutama tentang

dismenore, dan hubungan dismenore dengan beberapa faktor yang

mempengaruhi beserta penangannya.

4. Manfaaat bagi pengembangan ilmu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data awal,

sebagai salah satu sumber bacaan dan pembanding untuk penelitian

selanjutnya khususnya tentang kesehatan reproduksi, dismenore dan faktor-

faktor yang mempengaruhi beserta penanganannya.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dismenore
1. Definisi Dismenore

Dismenore atau rasa nyeri yang timbul ketika menstruasi merupakan

salah satu masalah ginekologi yang paling umum dialami oleh wanita pada

semua umur yang sudah mengalami menstruasi (Bobak, 2004). Dismenore

6
dapat dirasakan beberapa hari sebelum mengalami menstruasi atau ketika

sedang sedang menstruasi dan biasanya menghilang seiring dengan

berhentinya menstruasi (Latthe P, 2006). Dismenore diartikan oleh

Prawirohardjo (2008) sebagai nyeri yang dialami oleh wanita selama haid

yang dapat dirasakan di daerah perut bagian bawah atau di pinggang yang

sifatnya seperti mulas-mulas, ngilu dan seperti ditusuk-tusuk. Dismenore

dapat sangat mengganggu aktivitas wanita, karena wanita yang mengalami

dismenore tidak bisa melakukan aktivitas secara normal dan memerlukan obat.

Keadaan tersebut dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Seperti hasil

penelitian Laszlo, et al (2008), dari 30-90% wanita yang sedang mengalami

dismenore sebanyak 10-20% wanita mengeluh nyeri berat dan tidak dapat

bekerja atau tidak dapat bersekolah.

2. Klasifikasi dismenore

Dismenore dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis nyeri dan ada

tidaknya kelainan yang dapat diamati. Menurut Calis, Popat, Devra, dan

Kalantaridou (2009), berdasarkan jenis nyerinya, dismenore dapat dibagi

menjadi dismenore spasmodik dan dismenore kongestif.

2.1 Berdasarkan Jenis Nyeri


a. Dismenore Spasmodik

Dismenore spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal dari

sebelum mulai menstruasi atau segera setelah menstruasi dimulai. Disminore

7
spasmodik ini sangat mengganggu aktivitas para wanita. Beberapa wanita

terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita nyeri itu sehingga tidak

dapat beraktivitas seperti normal. Bahkan diantara mereka ada yang sampai

pingsan, merasa sangat mual dan ada juga yang sampai muntah.

b. Dismenore kongestif

Nyeri pada dismenore kongestif ini muncul beberapa hari sebelum

mulai menstruasi sehingga penderitanya dapat mengetahui ataupun

memprediksi bahwa dia akan mengalami menstruasi. Tandanya mungkin akan

mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung tidak menentu, sakit

kepala, sakit punggung, pegal pada paha, mudah tersinggung, kehilangan

keseimbangan, tidurnya terganggu atau muncul memar pada paha atau lengan

atas. Simptom pegal yang menyiksa ini berlangsung selama 2 atau 3 hari

sampai kurang dari 2 minggu. Setelah hari pertama menstruasi, orang yang

mengalami dismenore kongestif akan merasa lebih baik.

2.2 Berdasarkan Ada Tidaknya Kelainan

Berdasarkan ada tidaknya kelainan yang dapat diamati, Wikojosastro

(2005) membedakan dismenore menjadi dismenoreprimer dan dismenore

sekunder.

a. Dismenore Primer

Dismenore primer adalah nyeri haid yang tidak disertai kelainan pada

alat-alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah

menarche, biasanya setelah 12 bulan atau lebih, dikarenakan siklus menstruasi

pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anvulator yang

8
tidak disertai dengan adanya rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama

sebelumnya atau bersamaan dengan permulaan menstruasi dan berlangsung

selama beberapa jam atau dapat juga selama beberapa hari. Rasa nyeri dapat

disertai dengan rasa mual, muntah, sakit kepala, diare dan iritabilitas.

Dinamakan dismenore primer karena rasa nyeri muncul tanpa sebab yang

dapat diketahui.

Menurut Hendrik (2006), dismenore primer dialami oleh 60-75%

wanita muda dari intensitas ringan atau sedang sampai intensitas berat dan

terkadang hingga membuat si penderita menjadi tidak berdaya.

Dismenore primer ini disebabkan karena adanya


penonjolan aktivasi kinerja dari prostaglandin F2 (PGF2)
yang muncul akibat adanya gangguan keseimbangan antara
prostaglandin-prostaglandin E2 (PGE2) dan F2 (PGF2)
dengan prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh sel-sel
endometrium uteri. Penonjolan aktivasi ini akan
menyebabkan iskhemia pada sel miometrium uteri dan terjadi
peningkatan kontraksi pada rahim. Penanganan yang dapat
dilakukan ketika timbul dismenore primer adalah dengan
pemberian obat-obatan yang bersifat menekan proses
terjadinya ovulasi atau dengan pemberian obat golongan
inhibitor sintetase prostaglandin (Hendrik, 2006).

b. Dismenore sekunder

Menurut Taber (2003), dismenore sekunder terjadi karena keadaan

patologis pelvis yang spesifik dan dapat terjadi setiap saat pada masa

reproduksi wanita yang sedang menstruasi. Dismenore sekunder dapat terjadi

karena adanya kelainan di dalam rongga uterus (seperti IUD, polip dan

fibroid), obstruksi aliran darah haid (misalnya stenosis serviks), atau gangguan

peritonium pelvis. Tanpa memperhatikan penyebabnya, dismenore

digambarkan sebagai nyeri intermiten seperti kram yang menyertai

9
pengeluaran darah haid. Rasa nyeri biasa muncul di perut bagian bawah dan

punggung serta kadang-kadang dapat menjalar ke tungkai. Pada kasus berat

dismenore sekunder ini dapat terjadi pingsan, mual atau muntah (Swartz,

2005).

Menurut Hendrik (2006), dismenore sekunder ini jarang terjadi dan

biasanya terjadi pada wanita yang berusia kurang dari 25 tahun. Penyebab

dismenore sekunder ini adalah endometriosis atau peradangan rongga dalam

daerah kemaluan. Gejalanya berupa kram perut yang khas mulai dari dua hari

atau lebih sebelum terjadinya perdarahan haid dan nyerinya makin hebat pada

akhir masa perdarahan haid. Pada saat itu rasa nyeri mencapai puncak dan

terjadi selama dua hari atau lebih. Penanganan yang dapat dilakukan ketika

terjadi dismenore sekunder sama dengan penanganan pada dismenore primer.

3. Etiologi dan Faktor Resiko Dismenore

Menurut Morgan, Geri (2009), dismenore primer disebabkan karena

endometrium mengandung prostaglandin dalam jumlah tinggi. Di bawah

pengaruh progesteron selama fase lutheal siklus menstruasi, endometrium

yang mengandung prostaglandin meningkat, mencapai tingkat maksimum

pada awitan menstruasi. Prostaglandin menyebabkan kontraksi miometrium

yang kuat dan mampu menyempitkan pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan iskemia, disintegrasi endometrium, perdarahan dan nyeri.

3.1 Faktor etiologi dismenore primer (Taber, 2003)

10
Hiperaktivitas otot uterus : bila saat haid
endometrium mengalami kerusakan maka prostaglandin akan
diproduksi dari asam arakidonat melalui aksi dari enzim
prostaglandinsintetase. Peningkatan kontraksi pada
miometrium bersamaan dengan aliran darah uterus akan
menyebabkan iskemia. Nyeri yang dirasakan berasal dari
aktivitas uterus yang abnormal, iskemia uterus, dan
sensitisasi ujung-ujung saraf oleh prostaglandin dan lanjutan-
lanjutannya.

Faktor-faktor psikogenik, berupa stres emosional dan ketegangan yang

dihubungkan dengan sekolah atau pekerjaan dapat memperjelas beratnya

nyeri.

3.2 Faktor etiologi dismenore sekunder


a. Anomali uterus kongenital : suatu kantong buntu dari uterus dapat dibatasi

dengan endometrium. Karena tidak ada jalan keluar cairan haid,

menyebabkan kavum uteri membengkak sehinggan menyebabkan

munculnya rasa nyeri yang hebat.


b. Leiomioma submukosa: nyeri haid dapat disebabkan karena kontraksi-

kontrasi uterus sebagai usaha untuk mengeluarkan leiomioma submukosa.


c. Polip intrauterin atau intraservikal : uterus dapat mengadakan respon

terhadap polip karena merupakan benda asing dan berkontraksi dengan

kuat sebagai usaha untuk mengeluarkan polip.


d. Endometriosis merupakan penyebab yang sering pada dismenore sekunder.

Lokasi nyeri bervariasi tergantung pada tempat implantasi endometrium

dan ada tidaknya keterlibatan rektum atau ureter.


e. Adenomiosis merupakan pembesaran uterus
f. Infeksi pelvis akut dan kronis
g. Stenosis servikalis : obstruksi dari aliran darah haid dapat menyebabkan

nyeri kolik yang hebat


h. Alat kontrasepsi dalam rahim dapat menstimulasi kontraksi uterus yang

nyeri
4. Patofisiologis disminore

11
Dismenore biasanya terjadi akibat pelepasan yang
berlebihan dari prostaglandin tertentu, yaitu prostaglandin F2
dari sel-sel endometrium uterus. Protaglandin F2 adalah suatu
perangsang kuat kontraksi otot polos miometrium dan
kontraksi pembuluh darah uterus. Hal ini dapat memperparah
hipoksia uterus yang secara normal terjadi saat haid, sehingga
timbul rasa nyeri yang hebat (Corwin, 2009)

Selama periode menstruasi, kadar PGF2 meningkat, kemudian pada

permulaan periode, kadar PGF2 tetap tinggi, dengan berlanjutnya masa

menstruasi, kadar PGF2 menurun, hal ini menjelaskan mengapa nyeri

cenderung berkurang setelah beberapa hari pertama periode menstruasi

(Elizabeth, 2007).

Siklus terjadinya dismenore digambarkan sebagai berikut :

Konsep sintesis PGs dan mekanisme kerja natrium naproxen (Ida bagus, 2000).

5. Gejala disminore

12
Menurut Taber (2003), gejala dismenore dapat dilihat dari data

subjektif atau gejala saat ini dan data objektif.

5.1 Data subjektif

Rasa nyeri pada abdomen dapat mulai beberapa jam sampai 1 hari

mendahului keluarnya darah haid. Nyeri paling kuat biasanya sekitar 12 jam

setelah mulai keluarnya darah, saat pelepasan endometrium maksimal. Nyeri

yang dirasakan cenderung bersifat tajam dan kolik dan biasanya dirasakan di

daerah suprapubis. Nyeri dapat juga dirasakan di daerah lumbosakral dan

bagian dalam dan anterior paha. Biasanya nyeri hanya menetap pada hari

pertama haid, tetapi dapat juga menetap sepanjang keseluruhan siklus haid.

Nyeri dapat menjadi sedemikian hebat sehingga pasien memerlukan

pengobatan darurat.

5.2 Data objektif

Data objektif meliputi pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan pelvis.

Hasil pemeriksaan abdomen adalah abdomen lunak tanpa adanya rangsangan

peritoneum atau suatu keadaan patologik yang terlokalisir serta bising usus

normal. Sedangkan pemeriksaan pelvis, pada kasus-kasus dismenore primer

pemeriksaan pelvis adalah normal. Pada kasus-kasus dismenore sekunder

pemeriksaan pelvis dapat menyingkap keadaan patologis dasarnya, seperti

nodul-nodul endometriotik dalam kavum Douglasi, atau penyakit tuboovarium

atau leiomiomata.

6. Penatalaksanaan Dismenore

Penatalaksanaan pada pasien dismenore meliputi :

13
a. Trankuilizer (obat penenang) ringan, obat-obat analgesik, segelas anggur

atau minuman beralkohol dapat menolong. Pasien harus dinasihatkan

untuk menghindari situasi penuh ketegangan dan memperhatikan istirahat

dan tidur yang cukup. Sebuah bantalan panas dapat memberikan

pembebasan tambahan.
b. Inhibitor Prostaglandin Sintetase, seperti naproksen (Naprosyn), ibuprofen

(Motrin), atau asam mefenamat (Ponstel), dapat mengurangi kadar

prostaglandin endometrium dan merupakan terapi efektif untuk dismenore

primer.
c. Supresi Ovulasi merupakan obat kontrasepsi oral yang mengandung

kombinasi estrogen dan progestin dosis rendah, biasanya meredakan atau

memodifikasi dismenore primer rekuren yang diantisipasi.

Variasi pada faktor-faktor yang memperberat dismenore menjadi

perhatian pada pasien. Seringkali, nyeri haid di eksaserbasi oleh stres

emosional, ketegangan, atau kelelahan. Pentingnya istirahat merupakan hal

yang perlu ditekankan, karena kontraksi-kontraksi uterus yang berhubungan

dengan haid cenderung menjadi lebih tidak menyenangkan bila seorang wanita

merasa lelah atau tegang (Taber, 1994).

B. Status Gizi
1. Definisi status gizi

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh berkat asupan zat gizi

melalui makanan dan minuman yang dihubungkan dengan kebutuhan. Status

gizi biasanya baik dan cukup, namun karena pola konsumsi yang tidak

seimbang maka timbul status gizi buruk dan status gizi lebih (Sutomo, 2010).

14
Pengkajian status gizi merupakan landasan bagi berbagai upaya untuk

memperbaiki kesehatan perorangan dan masyarakat di seluruh dunia.

Ada empat pendekatan utama untuk mengkaji status gizi (Gibney, 2008):

1. Antropometri yang mengukur besar dan komposisi tubuh manusia


2. Biomarker yang mencerminkan asupan nutrien dan dampak yang

ditimbulkan oleh asupan nutrien tersebut.


3. Pemeriksaan klinis yang memastikan konsekuensi klinis akibat

ketidakseimbangan asupan nutrien.


4. Pengkajian makanan yang meliputi asupan makanan dan/atau nutrien.

Kekurangan gizi akan mempengaruhi pertumbuhan fungsi organ tubuh

sehingga menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini dapat

mengakibatkan gangguan pada siklus haid, tetapi akan kembali normal jika

asupan makanannya diperbaiki (Proverawati dan Asfuah, 2009).

Menurut Sediaoetama (2010), keadaan kesehatan gizi sesuai dengan

tingkat konsumsi dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Gizi lebih (Overnutritional state)

Dikatakan gizi lebih apabila tingkat konsumsi gizi berlebih. Kondisi

ini mempunyai tingkat kesehatan yang lebih rendah, meskipun berat badan

lebih tinggi dibandingkan berat badan ideal. Pada keadaan ini sering timbul

penyakit tertentu seperti yang sering dijumpai pada orang kegemukan yaitu

penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes mellitus dan lainnya.

b. Gizi baik (Eunutritional state)

Tingkat kesehatan gizi yang baik ialah kesehatan gizi optimum

(Eunutritional state). Dalam kondisi ini kebutuhan gizi di jaringan tercukupi

15
dengan baik. Tubuh terbebas dari penyakit serta mempunyai daya tahan yang

tinggi.

c. Gizi kurang (Undernutrition)

Gizi kurang ialah keadaan dimana terjadi defisiensi zat gizi. Keadaan

ini sering menimbulkan gejala penyakit dan berat badan akan lebih rendah dari

berat badan ideal. Selain itu penyediaan zat gizi bagi jaringan tidak

mencukupi, sehingga akan menghambat fungsi jaringan.

2. Pengukuran Status Gizi

Menurut Proverawati dan Asfuah (2009) pengukuran status gizi dibagi

menjadi 2, ada yang langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara

langsung diantaranya adalah:

a. Antropometri, yaitu pengukuran status gizi untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Indeks Massa Tubuh (IMT)

merupakan salah satu metode pengukuran antropometri yang digunakan

berdasarkan rekomendasi dari FAO/WHO pada tahun 1985. Perhitungan

IMT dapat dilakukan dengan rumus:

BB(kg)
IMT =
TB2 (m2)

Keterangan:

IMT = Indeks Massa Tubuh

BB = Berat Badan (kg)

16
TB = Tinggi Badan (m2)

Status gizi Kategori IMT


Kekurangan berat badan tingkat < 17,0

berat
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat 17,0-18,5

kurus
Normal >18,5-25,0
Kelebihan berat badan tingkat > 25,0-27,0

ringan
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat >27,0

berat

Tabel 2.1 Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut

Proverawati dan Asfuah (2009)

b. Klinis, yaitu pemeriksaan untuk mendeteksi secara cepat tanda klinis

umum yang diakibatkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi.
c. Biokimia, yaitu pemeriksaan berupa uji spesimen didalam laboratorium

untuk mengetahui suatu keadaan malnutrisi.


d. Biofisik, yaitu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan

fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan

tersebut.

Sedangkan pemeriksaan secara tidak langsung dilakukan dengan cara:

a. Survei Konsumsi, ialah metode yang dilakukan dengan cara melihat

jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Survei ini dapat

mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.

17
b. Statistik Vital, ialah pengukuran status gizi dengan menganalisis beberapa

data statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka

kesakitan dan kematian aibat penyebab penyait tertentu dan data lain yang

berhubungan dengan zat gizi.


c. Faktor Ekologi merupakan pengukuran status gizi yang dilakukan untuk

mengetahui penyebab malnutrisi disuatu daerah (Proverawati dan Asfuah,

2009).

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

18
Dalam hal ini variabel yang diteliti dapat digambarkan sebagai berikut :

usia Status Gizi

Aktivitas Genetik
fisik

Psikis (stres) Dismenore Usia


Primer Menarche

Pola Makan Siklus


Menstruasi

Indeks Lama
Massa Menstruasi

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Keterangan gambar :

: variabel yang tidak diteliti

: variabel bebas

: variabel terikat

19
Dari beberapa faktor yang telah dijabarkan di atas, penulis hanya meneliti

dari faktor status gizi.

B. Hipotesis Penelitian

Ho : Terdapat hubungan antara status gizi dengan dismenore pada remaja di

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya tahun 2014

H1 : Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan dismenore pada remaja di

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya tahun 2014

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan penelitian

Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan metode cross

sectional study. Disebut penelitian observasional analitik karena peneliti mencoba

20
mencari hubungan antar variabel, dengan dilakukan analisis terhadap data yang

dikumpulkan dan melakukan pengamatan atau pengukuran terhadap berbagai

variable subjek penelitian menurut keadaan alamiah. Data-data yang berkaitan

dikumpulkan secara bersamaan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

status gizi dengan dismenore

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi

Populasi yang diambil memiliki kriteria:

Seluruh mahasiswi putri angkatan 2011 dan 2013 Fakultas Kedokteran

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

2. Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian ini harus memliki kriteria

inklusi (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini sampel yang diambil

memiliki beberapa kriteria inklusi, yaitu:

a. Seluruh mahasiswa putri angkatan 2011 dan 2013 Fakultas Kedokteran

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya serta bersedia dijadikan responden

penelitian.
b. Seluruh mahasiswa putri angkatan 2011 dan 2013 Fakultas Kedokteran

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan hadir pada saat dilakukan

penelitian.
3. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan cara

systematic random sampling. Teknik ini merupakan modifikasi dari simple

random sampling. Teknik ini dilakukan dengan cara membagi jumlah atau

21
anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang di inginkan, dan

interval sebagai hasil. Berikut ini adalah rumus menentukan interval menurut

Notoatmodjo (2010):

N
=I
n

Keterangan :
N = Jumlah sampel
n = Sampel yang di inginkan
I = Interval
Rumus Besar Sampel (Notoatmodjo, 2010):
n = Z1-/2 . P (1-P)
d

Keterangan:
n = Besar sampel
Z1-/2 = Nilai Z pada derajat kemaknaaan (biasanya 95% = 1,96)

P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi. Bila

tidak diketahui proporsinya, ditetapkan 50% (0, 50).

d = Derajat penyimpangan terhadap populasi yang di

inginkan (5% = 0, 05)

Prosedur penentuan sampel yang akan diteliti:


a. Sampel yang diambil dengan membuat daftar anggota populasi secara

acak antara satu sampai banyaknya populasi


b. Daftar anggota populasi kemusian dibagi dengan umlah sampel yang di

inginkan
c. Hasil pembagian disebut interval, yaitu X
d. Maka sampel yang digunkan dalam penelitian adalah setiap kelipatan X
C. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya pada Februari - April 2014

D. Variabel Penelitian

22
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Variabel terikat adalah dismenore

2. Variabel bebas adalah status gizi

E. Definisi Operasional Variabel


1. Dismenorhea primer

Dismenore atau nyeri haid merupakan gejala yang sering dialami pada

saat sebelum atau bersamaan saat menstruasi. Keluhan- keluhan atau rasa sakit

yang mengganggu aktifitas wanita pada saat sebelum atau sewaktu menstruasi

biasa disebut dengan istrilah Sindroma Premenstruasi/ PMS.

1.1 Gejala PMS berupa gangguan fisik (somatik) dan gangguan psikis

(emosional dan mental )


1.1.1 Gangguan fisik (somatik) :

Gejala tingkah laku termasuk perasaan lelah, mudah teriritasi , nyeri

pinggul , nyeri payudara, nyeri kepala, nyeri perut bagian bawah yang menjalar

ke punggung bagian bawah dan tungkai, mual, perut kembung.

1.1.2 Gangguan psikis (emosional dan mental) :

Cemas, depresi, emosi labil, insomnia, nafsu makan meningkat dan

kesulitan bekerja efektif.

Hampir semua wanita mengalami sindoma premenstruasi sehingga

sampai ada sebagaian penderita yang harus memaksakan diri untuk istirahat

dan meninggalkan pekerjaan untuk beberapa jam.

1.2 Derajat dismenorhea.


Dari gejala PMS diatas didapatkan derajat dismenore sebagai berikut :

23
1. Tak nyeri adalah tidak dirasakan rasa nyeri disaat sebelum atau saat

menstruasi berlangsung sehingga tidak didapatkan keluhan yang

menandakan gejala PMS.


2. Nyeri ringan adalah nyeri ringan yang menandakan gejala PMS,

mengalami nyeri dada, nyeri punggung, nyeri paha dirasakan pada saat 48

jam sebelum menstruasi dan tidak mengganggu aktifitas.


3. Nyeri sedang adalah nyeri yang dirasakan pada saat sebelum dan 24 jam

saat menstruasi yang dialami adalah nyeri dada, nyeri punggung, nyeri

paha, nyeri perut, nyeri perut bagian bawah, tetapi tidak mengganggu

aktifitas
4. Nyeri berat adalah nyeri yang dirasakan pada saat 48 jam sebelum dan saat

48 jam menstruasi berlangsung, nyeri yang dialami adalah nyeri dada,

nyeri punggung, nyeri paha, nyeri perut, nyeri perut bagian bawah, pusing

mual-mual sehingga dapat mengganggu aktifitas.


5. Nyeri tak tertahankan adalah nyeri yang intensitasnya tak tertahankan yang

dirasakan pada saat 48 jam sebelum dan saat lebih dari 48 jam menstruasi

berlangsung, nyeri yang dialami adalah nyeri dada, nyeri punggung, nyeri

paha, nyeri perut, nyeri perut bagian bawah, pusing, mual-mual, sehingga

dapat mengganggu aktifitas sampai memaksa penderita harus istirahat

bahkan datang ke dokter untuk periksa.


2. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh berkat asupan zat gizi

melalui makanan dan minuman yang dihubungkan dengan kebutuhan. Status

gizi biasanya baik dan cukup, namun karena pola konsumsi yang tidak

seimbang maka timbul status gizi buruk dan status gizi lebih (sutomo, 2010).

24
Pengkajian status gizi merupakan landasan bagi berbagai upaya untuk

memperbaiki kesehatan perorangan dan masyarakat di seluruh dunia.

Ada empat pendekatan utama untuk mengkaji status gizi (Gibney, 2008):

a. Antropometri yang mengukur besar dan komposisi tubuh manusia


b. Biomarker yang mencerminkan asupan nutrien dan dampak yang

ditimbulkan oleh asupan nutrien tersebut.


c. Pemeriksaan klinis yang memastikan konsekuensi klinis akibat

ketidakseimbangan asupan nutrien.


d. Pengkajian makanan yang meliputi asupan makanan dan/atau nutrien.

Menurut Sediaoetama (2010), keadaan kesehatan gizi sesuai dengan

tingkat konsumsi dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Gizi lebih (Overnutritional state)

Dikatakan gizi lebih apabila tingkat konsumsi gizi berlebih. Kondisi ini

mempunyai tingkat kesehatan yang lebih rendah, meskipun berat badan lebih

tinggi dibandingkan berat badan ideal. Pada keadaan ini sering timbul

penyakit tertentu seperti yang sering dijumpai pada orang kegemukan yaitu

penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes mellitus dan lainnya.

b. Gizi baik (Eunutritional state)

Tingkat kesehatan gizi yang baik ialah kesehatan gizi optimum

(Eunutritional state). Dalam kondisi ini kebutuhan gizi di jaringan tercukupi

dengan baik. Tubuh terbebas dari penyakit serta mempunyai daya tahan yang

tinggi.

c. Gizi kurang (Undernutrition)

25
Gizi kurang ialah keadaan dimana terjadi defisiensi zat gizi. Keadaan

ini sering menimbulkan gejala penyakit dan berat badan akan lebih rendah dari

berat badan ideal. Selain itu penyediaan zat gizi bagi jaringan tidak

mencukupi, sehingga akan menghambat fungsi jaringan.

Berikut ini ialah tabel definisi operasional:

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Parameter Alat ukur Kode, Skor, Skala


Terikat : Nyeri yang Kuisioner 1 = 0-9 = Nyeri Ordinal

Dismenorheap mengganggu ringan

rimer aktifitas fisik, 2 = 10-19 = Nyeri

emosional dan sedang


3 = 20-28 = Nyeri
mental
berat

Bebas : Pengukuran kuisioner 1 = Kurus Ordinal

Status Gizi berat badan dan (IMT < 17,0)

tinggi badan 2 = Normal

lalu dimasukkan (IMT = 18,5-25,0)

dalam rumus 3 = Gemuk

IMT. (IMT > 26,0)

BB(kg)
IMT =
TB 2 (m2)

F. Prosedur Penelitian/ Pengumpulan dan Pengolahan Data


1. Berikut ini adalah beberapa langkah yang digunakan dalam penelitian :
a. Studi pendahuluan di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya

26
b. Memberikan kuesioner pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya


c. Menjelaskan tata cara pengisian kuesioner
d. Menimbang BB mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya
e. Mengukur TB mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya
f. Menghitung IMT mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya
2. Instrumen yang digunakan
a. Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner yang berisikan beberapa pertanyaan tentang data diri dan kolom

yang berhubungan dengan status gizi dan dismenore.


b. Berat badan responden ditimbang menggunakan timbangan, sedangkan

tinggi badan responden di ukur dengan menggunakan meteran/microtoise.


c. Selanjutnya untuk menghitung IMT alat yang digunakan ialah kalkulator.
3. Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan program pengolahan data komputer yaitu

dengan program SPSS 16.0 for Windows.


a. Editing
Proses menyunting (editing) data atau hasil pengamatan yang

diperoleh dilapangan. Secara umum proses menyunting ini ialah pengecekan

dan perbaikan dari hasil yang diperoleh dari instrumen yang digunakan saat

penelitian.
b. Coding
Mengubah data yang berbentuk huruf menjadi data angka atau

bilangan. Proses ini berguna dalam memasukkan data (data entry).


c. (Data Entry) atau Processing
Pada tahap ini, data yang diperoleh dimasukkan kedalam lembar kerja

komputer untuk memudahkan proses pengolahan data. Untuk mengolah data

27
di komputer, peneliti menggunakan software komputer yaitu program SPSS 16

for Windows.
d. Cleaning
Langkah ini diperlukan untuk menghilangkan data yang tidak

digunakan
e. Missing Data
Untuk mengetahui bila ada data yang hilang, dapat dilakukan dengan

membuat frekuensi dari masing-masing variabel. Proses ini dilakukan untuk

mengecek ulang apakah ada data yang belum di masukkan atau memang tidak

ada.

G. Analisis Data

Analisis Bivariate

Analisis Bivariate yaitu hipotesis yang diuji biasanya kelompok yang

berbeda dalam ciri khas tertentu dengan koefisien kontigensi yang diberi simbol

C.Analisis bivariat menggunakan tabel silang untuk menyoroti dan menganalisis

perbedaan atau hubungan antara dua variabel. Menguji ada tidaknya

perbedaan/hubungan antara variabel kondisi pemukian, umur, agama, status

migrasi, pendidikan, penghasilan, umur perkawinan pertama, status kerja dan

kematian bayi/balita dengan persepsi nilai anak digunakan analisis chi square,

dengan tingkat kemaknaan a=0,05. Hasil yang diperoleh pada analisis chi square,

dengan menggunakan program SPSS yaitu nilai p, kemudian dibandingkan

dengan a=0,05. Apabila nilai p< dari a=0,05 maka ada hubungan atau perbedaan

antara dua variabel tersebut (Dani dalam Agung, 1993).

Uji statistik yang digunakan adalah chi square. Menurut Pratama (2013) uji

chi square atau uji kai kuadrat dapat digunakan untuk menguji dua kelompok data

28
baik variabel independen maupun dependennya berbentuk kategorik atau bisa juga

sebagai uji proporsi untuk dua peristiwa atau lebih, sehingga datanya bersifat

diskrit. Dasar uji kai kuadrat adalah membandingkan perbedaan frekuensi hasil

observasi (O) dengan frekuensi yang diharapkan (E). Perbedaan tersebut

meyakinkan jika harga dari kai kuadrat sama atau lebih besar dari suatu harga

yang ditetapkan pada taraf tertentu (dari tabel X2). Uji Kai Kuadrat dapat

digunakan untuk menguji:

a. Uji X2untuk ada tidaknya hubungan antara dua variabel (Indepedency Test)
b. Uji X2untuk homogenitas antar sub kelompok (Homogenity Test)
c. Uji X2untuk bentuk distribusi (Goodness of Fit).
Rumus dasar dari uji kai kuadrat adalah (Pratama, 2013):
(OE)2
X 2=
E

Keterangan:

X2 =Nilai chi kuadrat

O = Frekuensi hasil observasi atau diamati

E = Frekuensi yaang diharapkan

= (Jumlah sebaris x Jumlah Sekolom) / Jumlah data

Penelitian ini menggunakan uji kai kuadrat untuk membuktikan apakah

ada hubungan antara status gizi dengan dismenore sebagai variabel terikat. Syarat

uji kai kuadrat adalah (Gaib, 2011):


1. Sampel dipilih secara acak
2. Semua pengamatan dilakukan dengan independen
3. Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar satu. Sel dengan

frekuensi harapan kurang dari lima tidak melebihi 20% dari total sel
4. Besar sampel sebaiknya >40
Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan dismenore digunakan

taraf signifikan yaitu = 0, 05 :

29
a. Jika p 0,05 maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara status gizi

dengan dismenore
b. Jika p 0,05 maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara status

gizi dengan dismenore

DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C. 2099. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi, Ed. 9. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

30
Bobak, Lowdermilk, Jansen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.

Jakarta : EGC

Calis, K.A., Popat V., Dang, D.K., and Kalantaridou, S.N. 2009. Dysmenorehea.

Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/253812-overview

pada Sabtu, 14 Desember 2013

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Elizabeth J. Corwin. 2007. Buku Saku Patofisiologi edisi ketiga . Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Geri Morgan & Carol Hamilton.2003. Practice Guidlines for Obstetrics &

Gynecology. 2nd Ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta (eBook).

Gibney, J Michael. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Alih Bahasa : Andry

Hartono. Jakarta : EGC

Heffner Linda J, Schust Danny J. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi


kedua.

31
Hendrik, H. 2006. Problema Haid: Tinjauan Syariat Islam dan Medis. Jakarta :

Tiga serangkai

Kanani, Nitin. 2012. http://doctor4patient.wordpress.com/2012/04/14/basic-of-

menstrual-period-girls-must-look-and-understand-physiology/. Diakses

tanggal 5 Desember 2013.

Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi ( Manual of gynecologic and

obstetric emergencies ) / Ben-Zion Taber ; alih bahasa, Teddy Supriyadi,

Johanes Gunawan ; editor, Melfiawati S.- Ed 2. Jakarta : EGC, 1994

Kusmiran, Eny. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta:

Salemba Medika

Laszlo, K.D., Gyorffy, Z., Adam, S., Csoboth, C., & Kopp, M.S. 2008. Work-

related stress factors and menstrual pain: a nation-wide representative

survey. Journal of Psychosomatic Obstetrics & Gynecology, 29(2): 133-

138. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18484442 pada

Sabtu, 14 Desember 2013

Latthe P, Mignini L, Gray R, et al. 2006. Factors predisposing woman to chronic

pelvic pain: systematic review Obstet Gynecol. BMJ.38748.697465.55,

hal: 1-7

32
Manuaba, Gde Ida Bagus. 2000. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obsetri

Ginekologi dan KB. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Morgan, Geri, Hamilton, Carole. 2009. Panduan Praktik Obstetri dan Ginekologi.

Jakarta: EGC

Novia Diana. 2009. Hubungan Dismenore dengan Olahraga

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16724. (diunduh 17 juni

2013).

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan. Ed 2. Yayasan Bina pustaka.

Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Profil Kesehatan 2008

Proverawati, Atikah., Misaroh, Siti., 2009. Menarche : Menstruasi Pertama

Penuh Arti. Yogyakarta: Nuha Medika

Rochmah, S. N., Sri Widayati, M. Miah. 2009. Biologi : SMA dan MA Kelas XI.

Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional

33
Rowlan. 2001. http://repository.usu.ac.id/123456789/21409/4/chapterIII.pdf

(diunduh 13 juni 2013)

Sarwono, W. Sarlito. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Sarwono, S.W. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sediaoetama, AD. 2010. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta : Dian

Rakyat

Soetjiningsih, 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalannya. Jakarta:

Sagung Seto.

Soekirman. 2010. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta. Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Nasional.

Sutomo, Budi. 2010. Menu sehat alami untuk batita & balita. Jakarta : Demedia

Swartz, Mark H. 2005 . Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC

Taber, M.D. Ben-zion. 2003. Kapita Selekta. Kedaruratan Obstetri dan

Ginekologi. Alih Bahasa: dr. Teddy Supriyadi, dr. Johaner Gunawan.

Jakarta : EGC

34
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kesehatan Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Wong / Donna L Wong. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik, Ed.6, Vol. 1.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

35

Anda mungkin juga menyukai