Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN


DENGAN TINEA CORPORIS DI POLI KULIT DAN KELAMIN

A. Pengertian
Tinea corporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur
superfisial golongan dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada
wajah, badan, lengan dan tungkai (Siregar, 2005). Tinea korporis adalah
dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut (glabrous skin) kecuali telapak
tangan, telapak kaki, dan lipat paha (Verma dan Heffernan, 2008). Tinea
korporis adalah adalah infeksi jamur kulit diseluruh wajah, tubuh, dan
ekstremitas (Price, 2005). Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang
disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan
Trycophyton. Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang
menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur golongan
dermatofita adalah tinea korporis (Verma dan Heffernan, 2008).
Dermatofita merupakan kelompok jamur yang memiliki kemampuan
untuk melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi yang
memungkinkan jamur tersebut untuk berkoloni pada jaringan yang
mengandung keratin, seperti stratum korneum epidermis, rambut dan kuku.
Penyakit ini dapat menyerang semua umur tetapi lebih sering menyerang
anak-anak (Havlickova et al, 2008). Tinea corporis merupakan infeksi yang
umum terjadi pada daerah dengan iklim tropis seperti Negara Indonesia dan
dapat menyerang semua usia.

B. Etiologi
Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Variasi penyebabnya dapat
ditemukan berdasarkan spesies yang terdapat di daerah tertentu. Namun
demikian yang lebih umum menyebabkan tinea korporis adalah T.rubrum,
T.mentagrophytes, dan M.canis. Infeksi ini dapat ditularkan dari hewan
melalui M.canis atau Trichophyton mentagrophytes dan dari manusia melalui
Trichophyton rubrum (Price, 2005).

C. Patofisologi

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
Tinea korporis banyak diderita oleh orang-orang yang kurang menjaga
kebersihan, banyak bekerja di tempat panas, yang banyak berkeringat, serta
kelembaban kulit yang lebih tinggi (Siregar, 2002). Jalan masuk yang
mungkin pada infeksi dermatofita adalah kulit yang luka, jaringan parut, dan
adanya luka bakar. Infeksi ini disebabkan oleh masuknya artrospora atau
konidia. Patogen menginvasi lapisan kulit yang paling atas, yaitu pada stratum
korneum, lalu menghasilkan enzim keratinase dan menginduksi reaksi
inflamasi pada tempat yang terinfeksi. Inflamasi ini dapat menghilangkan
patogen dari tempat infeksi sehingga patogen akan mencari tempat yang baru
di bagian tubuh. Perpindahan organisme inilah yang menyebabkan gambaran
klinis yang khas berupa central healing (Laksmipathy & Kannabiran, 2010).
Dermatofita dapat bertahan pada stratum korneum kulit manusia karena
stratum korneum merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan dermatofita
dan untuk pertumbuhan miselia jamur.4 Infeksi dermatofita terjadi melalui tiga
tahap: adhesi pada keratinosit, penetrasi, dan perkembangan respon host
(Verma, 2008 & Hay. 2004).
1. Adhesi pada keratinosit
Adhesi dapat terjadi jika fungi dapat melalui barier agar artrokonidia
sebagai elemen yang infeksius dapat menempel pada keratin. Organisme
ini harus dapat bertahan dari efek sinar ultraviolet, variasi suhu dan
kelembaban, kompetisi dengan flora normal, dan zat yang dihasilkan oleh
keratinosit. Asam lemak yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea bersifat
fungistatik.
2. Penetrasi
Setelah adhesi, spora harus berkembang biak dan melakukan penetrasi
pada stratum korneum. Penetrasi didukung oleh sekresi proteinase, lipase,
dan enzim musinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk fungi ini.
Trauma dan maserasi juga memfasilitasi penetrasi dan merupakan faktor
yang penting juga pada patogenesis tinea. Mannan yang terdapat pada
dinding sel jamur menyebabkan penurunan proliferasi keratinosit.
Pertahanan yang baru timbul pada lapisan kulit yang lebih dalam,
termasuk kompetisi besi oleh transferin yang belum tersaturasi dan dapat
menghambat pertumbuhan jamur yang didukung oleh progesteron.

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
3. Perkembangan respon host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu status imun
penderita dan organisme itu sendiri. Deteksi imun dan kemotaksis pada sel
yang mengalami inflamasi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme.
Beberapa jamur menghasilkan kemotaktik faktor seperti yang dihasilkan
juga oleh bakteri. Jamur juga bisa mengaktivasi komplemen melalui jalur
alternatif, yang kemudian menghasilkan faktor kemotaktik berasal dari
komplemen.
Pembentukan antibodi tidak memberikan perlindungan pada infeksi
dermatofita, seperti yang terlihat pada penderita yang mengalami infeksi
dermatofita yang luas juga menunjukkan titer antibodi yang meningkat
namun tidak berperan untuk mengeliminasi jamur ini. Akan tetapi, reaksi
hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) berperan dalam melawan
dermatofita. Respon dari imunitas seluler diperankan oleh interferon-
yang diatur oleh sel Th1. Pada pasien yang belum pernah mendapatkan
paparan dermatofita sebelumnya, infeksi primer akan menghasilkan
inflamasi yang ringan dan tes trikopitin biasanya menunjukkan hasil yang
negatif. Infeksi akan tampak sebagai eritema dan skuama ringan, sebagai
hasil dari percepatan tumbuhnya keratinosit. Ada yang mengungkapkan
hipothesis bahwa antigen dari dermatofita lalu diproses oleh sel
Langerhans dan dipresentasikan di nodus limfatikus kepada sel limfosit T.
Sel limfosit T berproliferasi klonal dan bermigrasi ke tempat infeksi untuk
melawan jamur. Saat itu lesi kulit menunjukkan reaksi inflamasi dan barier
epidermal menjadi permeable untuk migrasi dan perindahan sel. Sebagai
akibat dari reaksi ini jamur dieliminasi dan lesi menjadi sembuh spontan.
Dalam hal ini tes trikopitin menunjukkan hasil yang positif dan
penyembuhan terhadap infeksi yang kedua kalinya menjadi lebih cepat
(Verma, 2008).
Selain reaksi hipersensitivitas tipe lambat, infeksi jamur juga dapat
menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe 1) (Laksmipathy &
Kannabiran, 2010). Mekanisme imun yang terlibat di dalam patogenesis
infeksi jamur masih perlu diteliti lebih jauh lagi. Penelitian yang baru

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
menunjukkan bahwa munculnya respon imun berupa reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (tipe I) atau tipe lambat (tipe IV) terjadi pada
individu yang berbeda. Antigen dari dermatofita menstimulasi produksi
IgE, yang berperan dalam reaksi hipersensitivitas tipe cepat, terutama pada
penderita dermatofitosis kronik. Dalam prosesnya, antigen dermatofita
melekat pada antibodi IgE pada permukaan sel mast kemudian
menyebabkan cross-linking dari IgE. Hal ini dapat menyebabkan
terpicunya degranulasi sel mast dan melepaskan histamin serta mediator
proinflamasi lainnya (Ismail, 2008).

D. Manifestasi klinis
Lokalisasi lesi tinea korporis adalah wajah, anggota gerak atas dan bawah,
dada, punggung. Gejala subjektif yaitu keluhan gatal, terutama jika
berkeringat. Karena gatal dan digaruk, lesi akan makin meluas, terutama pada
daerah kulit yang lembap. Efloresensi/sifat-sifatnya lesi adalah berbentuk
makula / plak yang merah / hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan
penyembuhan sentral. Pada tepi lesi dijumpai papula-papula eritematosa atau
vesikel. Pada perjalanan penyakit yang kronik dapat dijumpai likenifikasi.
Gambaran lesi dapat polisiklis, anular atau geografis (Siregar, 2005).
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai
sebagai lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar,
selanjutnya bagian tengah dari lesi akan menjadi bentuk yang anular akan
mengalami resolusi, dan bentuk lesi menjadi anular berupa skuama, krusta,
vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya.
Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya
merupakan bercak terpisah satu dengan yang lainnya (Amiruddin, 2010). Pada
tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat lagi.
Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan
kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris
(Budimulja, 2002).
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton
concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk
papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah
beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-
lingkaran skuama yang konsentris. Infeksi dermatofit secara zoofilik atau
geofilik lebih sering menyebabkan respon inflamasi daripada yang disebabkan
oleh mikroba antropofilik. Umumnya, pasien HIV-positif atau
imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam dan meluas
(Rushing, 2006).
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal
ringan. Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau
papul yang menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas,
skuama atau vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis
lebih sering pada permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan
bahu (Budimulja, 2002).

E. Pemeriksaan Penunjang
Gejala klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan
mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis yang berupa
kerokan kulit. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan
kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH lalu diperiksa langsung dengan
mikroskop. Pemeriksaan kerokan kulit dengan ditambahkan KOH akan
dijumpai adanya hifa (Budimulja, 2002).
Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau
pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20%, untuk
melihat elemen jamur dermatofit. Biakan jamur diperlukan untuk identifikasi
spesies jamur penyebab yang lebih akurat. Diagnosis pasti digunakan
melakukan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop untuk
mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui infeksi dermatofit.
Infeksi dapat dikonfirmasi atau beberapa dari keadaan ini diidentifikasi dari
hasil positif kerokan oleh kultur jamur.

F. Penatalaksanaan

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan
daerah lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat.
1. Terapi topikal
Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit
biasanya hidup pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan
alilamin tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semuanya memberikan
keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari
selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan
allilamin menunjukkan angka perbaikan klinik yang tinggi.
Berikut obat yang sering digunakan:
a. Topical azol terdiri atas:
1) Econazol 1 %
2) Ketoconazol 2 %
3) Clotrinazol 1%
4) Miconazol 2% dll.
Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-
alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.
b. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3
epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan
ergosterol membran sel jamur yaitu aftifine 1 %, butenafin 1%
Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi) yang mampu
bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-
turut.
c. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja
menghambat masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi
tinggi merubah permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang
bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta
berspektrum luas.
d. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan
pada regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi
steroid hanya diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi.

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
2. Terapi sistemik
Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of
Dermatology menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat
digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan
kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien imunokompromais, atau pasien
tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ topical.
a. Griseofulvin
Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap
baku emas pada pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton,
Microsporum, Epidermophyton. Berkerja pada inti sel, menghambat
mitosis pada stadium metafase.
b. Ketokonazol
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.
c. Flukonazol
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
d. Itrakonazol
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas,
bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik
maupun jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat
diminum bersama dengan makanan.
e. Amfosterin B
Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh
Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah
akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan
sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang
membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol
(Kuswadji, 2004).

G. Prognosis dan Pencegahan

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
Prediktor-prediktor yang mempengaruhi prognosis diantaraya faktor : usia,
sistem kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita. Tinea korporis
merupakan salah satu penyakit kulit yang menular dan bisa mengenai anggota
keluarga lain yang tinggal satu rumah dengan penderita. Anak-anak dan
remaja muda paling rentan ditularkan tinea korporis. Disarankan untuk lebih
teliti dalam memilih bahan pakaian yang tidak terlalu ketat, tidak berbahan
panas dan bahan pakaian yang tidak menyerap keringat. Penularan juga
dipermudah melalui binatang yang dipelihara dalam rumah penderita tinea
korporis. (Budimulja, 2008).
Perkembangan penyakit tinea korporis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan
penyebab penyakitnya, disamping faktor-faktor yang memperberat atau
memperingan penyakitnya. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit
dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna. Tinea
korporis mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan
kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu dijaga. Faktor-faktor yang perlu
dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi tinea korporis antara lain:
mengurangi kelembaban tubuh penderita dengan menghindari pakainan yang
panas, menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi kucing,
anjing atau kontak dengan penderita lain, menghilangkan fokal infeksi di
tempat lain misalnya di kuku atau di kaki, meningkatkan higienitas dan
mengatasi faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, dll. Juga beberapa
faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea korporis harus dihindari
atau dihilangkan antara lain: temperatur lingkungan yang tinggi, keringat
berlebihan, pakaian dari bahan karet atau nilon, kegiatan yang banyak
berhubungan dengan air, misalnya berenang, kegemukan, selain faktor
kelembaban, gesekan kronis dan keringat yang berlebihan disertai higienitas
yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi jamur (Duarsa, 2010).

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
Clinical Pathways

Menggunakan pakaian yang terlalu Kebersihan diri yang kurang


ketat dan tidak menyerap keringat

Daya tahan tubuh Kondisi kulit kotor,


Kulit menjadi panas, basah, dan lembab menurun berkeringat

Mudah terinfeksi jamur


Baik untuk perkembangan jamur

Infeksi jamur

Tinea corporis

Kurangnya pengetahuan Pengeluaran kreatinase


tentang penyakit

Merusak keratin pada


Kurangnya pengetahuan lapisan statum korneum

Reaksi antigen antibodi Menimbulkan


squam/ruam pada kulit
Reaksi inflamasi
Perubahan
Pengeluaran mediator pola tidur
kimia

Kerusakan jaringan Mengiritasi ujung saraf Sensasi gatal


bebas
Kelembaban kulit Adanya garukan
menurunan Rasa terbakar dan nyeri

Lesi kulit
Kulit mengering Nyeri akut

Rusaknya barier Kerusakan


Perubahan warna kulit pertahanan tubuh integritas kulit
primer
Gangguan citra
diri
Resiko infeksi

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, ruam merah pada tubuh.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada
pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien
untuk menanggulanginya.
b. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini
atau penyakit kulit lainnya.
d. Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah
sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
e. Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai
pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap
sesuatu obat
4. Pola Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Persepsi terhadap penyakit :
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan
penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau
menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
Penggunaan :
Tanyakan tentang penggunaan obat-obat tertentu (misalnya

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
antihistamin, antikolinergik, obat topikal).
Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau untuk
mengetahui gaya hidup klien.
b. Pola Nutrisi/Metabolisme
Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien (pagi,
siang dan malam)
Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi
Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan
sayur-sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
c. Pola Eliminasi
Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan
karakteristiknya
Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
d. Pola Aktivitas/Olahraga
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
pada kulit.
Kekuatan Otot: Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya
Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
e. Pola Istirahat/Tidur
Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah
istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada kulit
Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa
segar atau tidak? Biasanya pasien mengalami gangguan tidur akibat
gatal-gatal.

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
f. Pola Kognitif/Persepsi
Kaji status mental klien
Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara
klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
Kaji apakah klien mengalami vertigo
Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah
pada kulit.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya
sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran
dirinya, apakah merasa malu karena penyakitnya,
Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa
cemas akan penyakitnya, depresi atau takut.
Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
h. Pola Peran Hubungan
Tanyakan apa pekerjaan pasien
Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien
seperti: pasangan, teman, dll.
Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan
perawatan penyakit klien
i. Pola Seksualitas/Reproduksi
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya
Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan
terkait dengan menopause
Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
j. Pola Koping-Toleransi Stres
Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS (financial
atau perawatan diri)
Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi
kecemasannya (mekanisme koping klien). Apakah ada penggunaan
obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya
dengan orang-orang terdekat.
k. Pola Keyakinan-Nilai
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya.
Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit
2) Nyeri dan gatal yang berhubungan dengan iritasi ujung saraf bebas
3) Perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus
4) Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit
yang tidak baik
5) Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, perawatan, dan cara-cara
menangani kelainan kulit
6) Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak-bercak merah pada
kulit

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
c. Intervensi Keperawatan
TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI
NO DIAGNOSA HASIL RASIONAL
(NIC)
(NOC)
1. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Pengawasan Kulit
integritas kulit yang keperawatan selama .......x24 jam a. Inspeksi kondisi luka a. Mengkaji karakteristik luka
berhubungan integritas jaringan: kulit dan b. Inspeksi kulit dan membran untuk memudahkan pemberian
dengan perubahan mukosa normal dengan indikator: mukosa untuk kemerahan, panas tindakan
fungsi barier kulit a. temperatur jaringan dalam c. Monitor adanya infeksi b. Mengkaji perbedaan antara luka
rentang yang diharapkan d. Monitor warna kulit dan kulit disekitarnya
b. elastisitas dalam rentang yang e. Monitor temperatur kulit c. Mengkaji apakah ada infeksi
diharapkan f. Catat perubahan kulit dan membran sekunder
c. hidrasi dalam rentang yang mukosa d. Mengkaji perbedaan antara luka
diharapkan g. Monitor kulit di area kemerahan dan kulit disekitarnya
d. pigmentasi dalam rentang h. Anjurkan untuk makan teratur e. Melihat apakah ada infeksi
yang diharapkan i. Anjurkan untuk sering berganti f. Status nutrisi baik dapat
e. warna dalam rentang yang pakaian jika sering berkeringat membantu mencegah kerusakan
diharapkan j. Anjurkan menggunakan pakaian integritas kulit
f. tektur dalam rentang yang yang longgar g. Meningkatkan kenyamanan dan
diharapkan mengurangi resiko gatal-gatal
g. bebas dari lesi h. Memperlancar sirkulasi
h. kulit utuh
2 Nyeri dan gatal Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
yang berhubungan keperawatan selama ...... x24 jam Definisi : mengurangi nyeri dan
dengan iritasi pasien dapat mengontrol nyeri menurunkan tingkat nyeri yang

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
ujung saraf bebas dengan indikator: dirasakan pasien.
a. Mengenali faktor penyebab Intervensi :
b. Mengenali onset (lamanya sakit) a. lakukan pengkajian nyeri secara a. berguna dalam pengawasan
c. Menggunakan metode komprehensif keefektifan obat, kemajuan
pencegahan termasuk lokasi, karakteristik, penyembuhan
d. Menggunakan metode durasi, frekuensi,
nonanalgetik kualitas dan faktor presipitasi b. mengetahui rasa nyeri yang
untuk mengurangi nyeri b. observasi reaksi non verbal dari dirasakan pasien
e. Menggunakan analgetik sesuai ketidaknyamanan c. pasien merasa percaya dan mau
kebutuhan c. gunakan teknik komunikasi bercerita mengenai nyerinya
f. Mencari bantuan tenaga terapeutik untuk mengetahui pada perawat
kesehatan pengalaman nyeri pasien
g. Melaporkan gejala pada tenaga d. evaluasi pengalaman nyeri masa d. mengetahui riwayat kesehatan
kesehatan lampau, tentang ketidakefektifan pasien
h. Menggunakan sumber-sumber kontrol nyeri masa lampau
yang e. bantu pasien dan keluarga untuk e. mengurangi kecemasan pasien
tersedia mencari dan dan keluarga akan kondisi
i. Mengenali gejala-gejala nyeri menemukan dukungan pasien
j. Mencatat pengalaman nyeri f. kontrol lingkungan yang dapat f. meningkatkan relaksasi pasien
sebelumnya mempengaruhi
k. Melaporkan nyeri sudah nyeri seperti suhu ruangan,
terkontrol pencahayaan dan
kebisingan g. penanganan yang tepat
Setelah dilakukan tindakan g. pilih dan lakukan penanganan mempercepat penyembuhan
keperawatan selama ...... x24 jam nyeri pasien
pasien dapat mengetahui tingkatan (farmakologi, non farmakologi dan
nyeri dengan indikator: inter personal) h. menentukan intervensi yang

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
a. melaporkan adanya nyeri h. kaji tipe dan sumber nyeri untuk tepat bagi pasien
b. luas bagian tubuh yang menentukan intervensi i. pasien dapat mandiri untuk
terpengaruh i. ajarkan tentang teknik non merelaksasi rasa nyerinya
c. frekuensi nyeri farmakologi j. mengevaluasi tindakan yang
d. panjangnya episode nyeri j. evaluasi keefektifan kontrol nyeri telah dilakukan
e. pernyataan nyeri k. mengurangi rasa nyeri pasien
f. ekspresi nyeri pada wajah k. tingkatkan istirahat l. meningkatkan relaksasi pasien
g. posisi tubuh protektif l. kolaborasikan dengan dokter jika
h. kurangnya istirahat keluhan dan tindakan nyeri tidak
i. ketegangan otot berhasil
j. perubahan pada frekuensi Analgetic Administration
pernafasan Definisi : penggunaan agen
k. perubahan nadi farmakologi untuk
l. perubahan tekanan darah menghentikan atau mengurangi nyeri a. berguna dalam pengawasan
m. perubahan ukuran pupil Intervensi : keefektifan obat, kemajuan
n. keringat berlebih a. tentukan lokasi, karakteristik, penyembuhan
o. kehilangan selera makan kualitas, dan derajat nyeri sebelum b. prinsip 6 benar pemberian obat
pemberian obat c. menghindari pemberian obat
b. cek instruksi dokter tentang jenis yang merupakan alergen bagi
obat, dosis dan frekuensi pasien
c. cek riwayat alergi d. indikator efektivitas pemberian
analgetik
e. mengurangi rasa nyeri pasien
d. tentukan pilihan analgetik tergantung dengan cepat
tipe dan beratnya nyeri f. mengetahui efektivitas dan efek
e. tentukan analgetik pilihan, rute samping analgetik
pemberian dan dosis optimal

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
f. pilih rute pemberian secara IV, g. Mengetahui efek dari
IM untuk pengobatan nyeri secara pemberian analgetik
teratur
g. monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
pertama kali
3 Perubahan pola Setelah dilakukan tindakan Sleep Enhancement
tidur yang keperawatan selama . x 24 jam a. Determinasi efek-efek medikasi a. Untuk mengetahui apakah ada
berhubungan gangguan pola tidur pasien teratasi terhadap pola tidur pengaruh obat dalam gangguan
dengan pruritus dengan kriteria hasil: tidur
a. Jumlah jam tidur dalam batas b. Jelaskan pentingnya tidur yang b. pasien mengetahui petingnya
normal adekuat tidur untuk pemulihan
b. Pola tidur, kualitas dalam batas
kesehatannya
normal c. Fasilitasi untuk mempertahankan
c. pasien akan mudah tidur
c. Perasaan fresh sesudah aktivitas sebelum tidur (membaca)
tidur/istirahat
setelah melakukan aktivitas
d. Mampu mengidentifikasi hal-hal d. lingkungan yang nyaman
yang meningkatkan tidur d. Ciptakan lingkungan yang nyaman dapat mengurangi beban
pikiran pasien dan cepat
tidur
e. untuk merangsang pasien
e. Kolaburasi pemberian obat tidur agar cepat merasa ngantuk
4 Perubahan citra Setelah dilakukan asuhan a. Kaji adanya gangguan citra diri a. Episode traumatic
tubuh yang keperawatan selama . x 24 jam , (menghindari kontak mata, ucapan mengakibatkan perubahan tiba-
berhubungan diharapkan Pengembangan merendahkan diri sendiri tiba.
dengan penampakan peningkatan penerimaan diri pada b. Berikan kesempatan pengungkapan b. Mengetahui konsep diri pasien
kulit yang tidak klien tercapai dengan kriteria hasil: perasaan. terhadap dirinya sendiri,

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
baik a. Mengembangkan peningkatan c. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan sehingga dapat menetapkan
kemauan untuk menerima keadaan klien, bantu klien yang cemas intervensi yang akan diberikan.
diri. mengembangkan kemampuan untuk c. Membantu pasien untuk
b. Mengikuti dan turut berpartisipasi menilai diri dan mengenali mengurangi masalah yang
dalam tindakan perawatan diri. masalahnya. dihadapi dengan penjelasan
c. Melaporkan perasaan dalam d. Dukung upaya klien untuk proses penyakit
pengendalian situasi. memperbaiki citra diri, seperti d. Menggali aspek positif yang
d. Menguatkan kembali dukungan merias, merapikan dimiliki pasien
positif dari diri sendiri.
5 Kurang Setelah dilakukan tindakan TEACHING: PENGETAHUAN
pengetahuan keperawatan selama .....x 24 jam PROSES PENYAKIT
tentang proses psien mengetahui tentang proses Definisi : membantu pasien memahami
penyakit, perawatan penyakit dengan indikator pasien informasi yang berhubungan dengan
kulit dan cara-cara dapat : penyakit yang spesifik
menangani kelainan a. Familiar dengan nama penyakit Intervensi
kulit b. Mendeskripsikan proses a. Berikan penilaian tentang tingkat
penyakit pengetahuan pasien tentang proses a. Mempermudah dalam
c. Mendeskripsikan faktor penyakit yang spesifik memberikan penjelasan pada
penyebab b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit pasien
d. Mendeskripsikan faktor resiko dan bagaiman hal ini berhubungan b. Meningkatan pengetahuan dan
e. Mendeskripsikan efek penyakit dengan anatomi dan fisiologi mengurangi cemas
f. Mendeskripsikan tanda dan c. Gambarkan tanda dan gejala yang c. Meningkatan pengetahuan dan
gejala biasa muncul pada penyakit mengurangi cemas
g. Mendeskripsikan perjalanan d. Gambarkan proses penyakit d. Meningkatan pengetahuan dan
penyakit e. Identifikasi kemungkinan penyebab mengurangi cemas
h. Mendeskripsikan tindakan dengan cara yang tepat
untuk menurunkan progresifitas f. Sediakan informasi tentang kondisi e. Mempermudah intervensi

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
penyakit pasien
i. Mendeskripsikan komplikasi g. Diskusikan perubahan gaya hidup f. Menjelaskan kondisi pasien
j. Mendeskripsikan tanda dan yang mungkin diperlukan untuk agar pasien dan keluarga
gejala dari mencegah komplikasi di masa yang mengerti
komplikasi akan datang dan atau proses g. Memberikan gambaran
k. Mendeskripsikan tindakan pengontrolan penyakit pencegahan keparahan
pencegahan untuk komplikasi h. Diskusikan pilihan terapi

h. Memberi gambaran tentang


i. Gambarkan rasional rekomendasi pilihan terapi yang bisa
manajemen terapi digunakan
i. Menjelaskan manfaat terapi
yang digunakan
6 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan KONTROL INFEKSI
berhubungan keperawatan selama ....x 24 jam Definisi: meminimalkan mendapatkan
dengan lesi, bercak- status kekebalan pasien meningkat infeksi dan
bercak merah pada dengan indilaktor: transmisi agen infeksi
kulit a. tidak didapatkan infeksi Intervensi : a. Mematikan bakteri, virus yang
berulang a. Gunakan sabun anti mikroba untuk ada pada tangan
b. tidak didapatkan tumor cuci tangan b. Mencegah terjadinya infeksi
c. status respirasi sesuai yang b. Cuci tangan sebelum dan sesudah nosokomial
diharapkan temperatur badan tindakan keperawatan c. Mencegah terjadinya penularan
sesuai yang diharapkan c. Gunakan universal precaution dan penyakit
d. integritas kulit gunakan sarung tangan selama d. Menjaga daya tahan tubuh agar
e. integritas mukosa kontak dengan kulit yang tidak tidak sampai menurun
f. tidak didapatkan fatigue kronis utuh e. Mempercepat kesembuhan atau
g. reaksi skintes sesuai paparan d. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan mencegah perkembangbiakan

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
h. WBC absolut dalam batas e. Berikan terapi antibiotik bila perlu jamur
normal f. Observasi dan laporkan tanda dan f. Mempercepat penanganan
Setelah dilakukan tindakan gejal infeksi seperti kemerahan, apabila ada infeksi sekunder
keperawatan selama .....x 24 jam panas, nyeri, tumor g. Mengontrol terjadinya infeksi
h. Mengontrol terjadinya infeksi
psien mengetahui cara cara g. Kaji temperatur tiap 4 jam
i. Pemulihan tubuh
mengontrol infeksi dengan h. Catat dan laporkan hasil j. Merawat luka dengan benar
indikator: laboratorium, WBC agar luka tidak menyebar ke
a. Mendeskripsikan proses i. Istirahat yang adekuat daerah lain
penularan penyakit j. Pastikan teknik perawatan luka yang k. Mencegah penularan penyakit
b. Mendeskripsikan faktor yang tepat ke anggota keluarga yang lain.
mempengaruhi terhadap proses k. Ajarkan klien dan anggota keluarga
penularan penyakit bagaimana
c. Mendeskripsikan tindakan mencegah infeksi
yang
Dapat dilakukan untuk
pencegahan proses penularan
penyakit
d. Mendeskripsikan tanda dan
gejala infeksi
e. Mendeskripsikan
penatalaksanaan yang tepat
untuk infeksi

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, M. D. 2003. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar: Percetakan LKiS.
Budimulja U. 2002. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Balai penerbit
FKUI.
Budimulja, U., dkk. 2008. Penyakit Jamur. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Duarsa, Wirya (dkk). 2010. Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Hay, R. J. 2004. Rooks textbook of dermatology. Edisi ke-7. Oxford:
Blackwell Publishing.
Ismail. 2008. Clinical and Basic Immunodermatology. London: Spinger.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Kuswadji. 2004. . Obat Anti Jamur. Balai penerbit FKUI.
Laksmipathy & Kannabiran. 2010. Review on dermatomycosis: pathogenesis
and treatment. Journal of Natural Science. 2010; 7; 726 31.
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rushing ME. 2006. Tinea corporis. Online journal. [4 Oktober 2015] diambil
dari: http://www.emedicine.com/asp/tinea corporis/article/page
type=Article.htm
Siregar, R. S. 2002. Penyakit Jamur Kulit. Jakarta: EGC.
Siregar, R. S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.
Verma S. & Heffernan, M. P. 2008. Fungal Disease. New York: Mc.Graw Hill
Companies.

ZULKIFLI SYAM,S.KEP
70900116079
NERS UIN ALAUDDIN MAKASSAR ANGKATAN XII

Anda mungkin juga menyukai