Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Entomologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk
serangga.Perkembangan entomologi modern telah membuka banyak rahasia
tentang peran serta serangga dan anggota anggota artropoda lainnya dalam
hubungannya dengan manusia dan hewan. Serangga merupakan hewan yang
paling sukses menempati berbagai kehidupan dan menjadi hewan yang
terbesar dalam jumlah dan jenis spesies serta mempunyai peran yang sangat
penting dalam kehidupan.[6]
Vektor adalah arthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan
suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan.
Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor
yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu
secara langsung juga sebagai perantara penyebaran penyakit. Hewan yang
termasuk kedalam vektor penyakit yaitu salah satunya nyamuk. Vektor nyamuk
yang terdapat dipermukiman perkotaan dapat memberikan dampak terhadap
kesehatan masyarakat, antara lain nyamuk Aedes aegypti (menyebabkan
penyakit demam berdarah), Anopheles sp. (menyebabkan penyakit malaria),
Culex sp. (menyebabkan penyakit kaki gajah).[1]
Di daerah permukiman, nyamuk paling banyak ditemui karena manusia
tinggal dan beraktifitas, serta habitat yang sangat nyaman bagi serangga
berkembang biak karena nyamuk termasuk dalam spesies anthrofilik yaitu
serangga yang hidupnya berdekatan dengan manusia, serta ada juga yang
masuk ke dalam zoofilik yaitu serangga yang hidupnya berdekatan dengan
hewan atau ternak. Spesies serangga yang hidupnya bebas di alam umumnya
hidup dari bahan bahan yang tersedia di alam, seperti cairan tumbuhan, atau
sisa sisa dari kotoran hewan.Hidupnya dapat bersifat fitofagus atau
omnivorus, atau sprofilik. Kelompok serangga ini jarang atau hampir tidak
pernah mengganggu manusia atau hewan, kecuali bilamana ada perubahan
lingkungan yang merugikan kehidupannya.[2]
Tingginya populasi nyamuk sangat membahayakan kehidupan manusia.
Keberadaan vektor sebagai suatu yang merugikan tersebut harus ditanggulangi
dengan pengendalian vektor. Untuk itu dilakukan pembedahan ovarium pada

1
nyamuk untuk mengetahui telah berapa kali nyamuk tersebut bertelur dan
mengetahui umur populasi. Ovarium nyamuk dapat dibedakan menjadi dua
yaitu ovarium paraous dan nulliparaous.[3]

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa terampil melakukan pembedahan ovarium nyamuk.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui paritas nyamuk betina dewasa.
b. Mengetahui umur nyamuk dengan melihat dilatasi.

C. Manfaat
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa untuk melihat paritas
dan umur nyamuk dewasa melalui pembedahan ovarium nyamuk.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Vektor Nyamuk
Nyamuk termasuk dalam famili Culicidae yang mempunyai bentuk tubuh,
sayap, dan probosis yang langsing. Keluarga nyamuk merupakan serangga
yang penyebarannya sangat luas, mulai dari daerah kutub yang dingin sampai
daerah tropis yang panas. Nyamuk juga mampu hidup di daerah dengan
ketinggian 5000 meter di atas permukaan air laut, sampai di dalam tambang

2
yang letaknya 1500 meter di bawah permukaan tanah. Tiga subfamili nyamuk
yang penting dalam bidang kesehatan yaitu subfamili Culicinae (Aedes spp.
dan Culex spp.), Anopheline (Anopheles spp.), dan Toxorhynchitinae.[6]
Klasifikasi nyamuk Aedes spp. adalah sebagai berikut[5]:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Subfamili : Culicinae
Genus : Aedes spp.

Klasifikasi nyamuk Culex spp. adalah sebagai berikut[3]:


Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Subfamili : Culicinae
Genus : Culex spp.

Klasifikasi nyamuk Anopheles spp. adalah sebagai berikut[3]:


Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Subfamili : Anopheline
Genus : Anopheles spp.

3
B. Morfologi Nyamuk

Gambar 2.1. Morfologi Nyamuk


Nyamuk dewasa biasanya berukuran panjang 3-6 mm, langsing,
tungkainya panjang, sayapnya sempit dengan vena dan sisik sayapnya
tersebar meliputi seluruh bagian sayapnya sampai ke ujung-ujungnya.
Kepalanya agak membulat, hampir seluruhnya diliputi oleh sepasang mata
majemuk yang hampir bersentuhan. Pada betina bagian mulutnya panjang
disesuaikan untuk menusuk dan menghisap darah. Bagian mulut itu terdiri atas
labium pada bagian bawah yang mempunyai saluran, pada bagian atas
terdapat labrum-epifarings, hipofarings, sepasang mandibula seperti pisau dan
maksila yang bergerigi. Antenanya panjang (filiform) dan langsing terdiri dari 15
segmen. Antena nyamuk jantan memiliki banyak bulu, disebut antena plumose,
sedangkan pada yang betina sedikit berbulu, disebut antena pilose. Maksilari
palpi pada betina langsing dan berbulu, sedangkan yang jantan panjang dan
dihias dengan jumbai-jumbai rambut seperti antena shingga tampaknya seperti
bulu ayam. Nyamuk subfamili Culicinae betina memiliki maksilari palpi yang
pendek, panjangnya separuh dari panjang probosis. Pada Anopheline, panjang
maksilari palpi umumnya sama dengan panjang probosis.[2]
Toraks ditutupi oleh skutum pada bagian dorsal, dilengkapi dengan tiga
pasang kaki yang panjang dan langsing. Dari samping toraks juga muncul
sepasang sayap dan halter yang merupakan alat keseimbangan saat terbang.
Warna, pola sisik, dan rambut pada toraks berguna dalam membedakan genus
spesies. Bagian toraks terdapat skutelum yang bentuknya membulat pada

4
Anopheline, sedangkan pada Culicinae bentuknya tribolus. Bagian posterior
abdomen mempunyai 2 sersi kaudal yang berukuran kecil pada nyamuk betina,
sedangkan yang jantan memiliki organ seksual yang disebut hipopigium.[2]
C. Daur Hidup Nyamuk

Gambar 2.2. Daur Hidup Nyamuk


Nyamuk termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami
[7]
metamorphosis sempurna (holometabola). Siklus hidup nyamuk sejak telur
hingga menjadi nyamuk dewasa sama dengan serangga lain yang mengalami
tingkatan (stadium) berbeda beda.[8] Bentuk siklus hidup berupa telur, larva
(beberapa instar), pupa, dan dewasa.[9]

1. Fase Telur

Gambar 2.3. Telur Nyamuk

5
Nyamuk akan meletakkan telurnya di tempat yang berair. Air dalam hal
ini merupakan faktor utama, oleh karena itu, tanpa air telur akan tumbuh
dan berkembang. Dalam keadaan kering telur akan cepat kering dan mati,
meskipun ada beberapa nyamuk yang telurnya dapat bertahan dalam
waktu cukup lama dalam lingkungan tanpa air. Kebiasaan meletakkan telur
dari nyamuk berbeda beda tergantung jenisnya. Nyamuk Anopheles
spp.akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, telur akan diletakkan
satu per satu atau bergerombolan tetapi lepas. Telur Anopheles spp.
mempunyai alat pengapung nyamuk.Nyamuk Culex spp. meletakkan telur
di atas permukaan air, telur diletakkan sebagai gerombolan yang bersatu
berbentuk seperti rakit sehingga mampu untuk mengapung.Nyamuk Aedes
spp. meletakkan telurnya menempel pada yang terapung di atas air atau
menempel pada permukaan benda yang merupakan tempat air pada batas
permukaan air dengan tempatnya.Nyamuk Mansonia spp. meletakkan
telurnya menempel pada tumbuhan air dan diletakkan secara bergerombol
sebagai karangan bunga. Stadium telur ini memakan waktu beberapa hari
atau sekitar 1 2 hari.[7]
2. Fase Larva

Gambar 2.4. Larva Nyamuk


Perkembangan stadium jentik memerlukan tingkatan tertentu. Antara
tingkatan yang satu dengan tingkatan yang lainnya memiliki ebntuk dasar
yang sama. Dalam hal ini pertumbuhan kecuali untuk memperbesar ukuran
tubuh juga sekaligus melengkapi bulu bulunya.Stadium jentik nyamuk
dikenal empat tingkatan jentik yang masing masing tingkatan dinamakan
dengan instar. Jadi untuk jentik nyamuk dikenal dengan instar pertama,
kedua, ketiga, dan keempat. Khusus pada instar keempat, bulu bulu

6
sudah lengkap, sehingga untuk identifikasi jentik biasanya diambil saat
sudah pada fase instar keempat.[7]
Stadium jentik memerlukan waktu kira kira satu minggu.Pertumbuhan
dan perkembangan jentik dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
yang penting adalah temperatur, cukup tidaknya bahan makanan, ada
tidaknya binatang air lainnya yang merupakan predator. Jentik Anopheles
spp. hanya mampu berenang ke bawah permukaan paling dalam 1 meter,
maka di tempat tempat dengan kedalaman lebih dari 1 meter tidak
ditemukan jentik Anopheles spp.[7]
3. Fase Pupa

Gambar 2.5. Pupa Nyamuk


Pupa merupakan stadium akhir dari nyamuk yang berada di dalam
air.Stadium pupa tidak memerlukan makanan dan merupakan stadium
dalam keadaan inaktif.Pada stadium ini terjadi pembentukan sayap
sehingga setelah cukup waktunya nyamuk yang keluar dari pupa dapat
terbang. Meskipun pupa dalam keadaan inaktif, tidak berarti tidak ada
proses kehidupan. Pupa memerlukan zat asam (O 2), zat asam masuk ke
tubuh pupa melalui corong nafas. Stadium pupa memakan waktu kira kira
1-2 hari.[7]
4. Fase Imago atau dewasa

7
Gambar 2.6. Nyamuk Dewasa
Larva dalam pupa akan keluar menjadi imago, atau nyamuk dewasa.
Berdasarkan jenis kelaminnya, nyamuk dapat dibedakan atas nyamuk
jantan dan nyamuk betina.Nyamuk jantan dan betina memiliki perbedaan
yang bisa dilihat dari struktur morfologinya.Nyamuk jantan biasanya
memiliki rambut yang lebat pada antena dari pada nyamuk betina yang
lebih jarang. Nyamuk nyamuk yang keluar dari pupa sebagian akan
menjadi nyamuk jantan dan sebagian lainnya menjadi betina, dengan
perbandingan yang kira kira sama yaitu 1:1. Nyamuk jantan keluar lebih
dahulu daripada nyamuk betina. Setelah nyamuk jantan keluar dari pupa,
maka jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang (breeding places).
Kemudian setelah jenis yang betina keluar, maka si jantan kemudian akan
mengawini betina sebelum betina tersebut mencari darah. Betina yang
telah kawin akan beristirahat untuk sementara waktu, sekitar 1-2 hari,
kemudian akan mencari darah. Setelah perut penuh darah, betina tersebut
akan beristirahat lagi untuk menunggu proses pemasakan dan
pertumbuhan telurnya. Selama hidupnya, nyamuk betina hanya melakukan
sekali kawin.Untuk pembentukan telur yang berikutnya, nyamuk betina
cukup dengan mencari darah untuk memenuhi kebutuhan zat putih telur
yang diperlukan. Waktu yang dibutuhkan untuk menunggu proses
perkembangan telurnya berbeda beda tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya yang penting adalah temperatur dan kelembaban serta spesies
dari nyamuk.[7]

D. Paritas Nyamuk

8
Paritas nyamuk dapat menginterpretasikan sekaligus mengukur potensi
nyamuk dalam menularkan penyakit di lokasi tertentu. Paritas nyamuk dapat
dilihat dengan cara pembedahan ovarium, dan melihat apakah nyamuk tersebut
termasuk dalam nulliparaous atau paraous.[10]
Untuk mengetahui umur nyamuk dialam dilakukan pembedahan
ovarium nyamuk kaitannya dengan penetapan kapasitas vektor.Nyamuk
dipingsankan dengan kloroform diletakkan diatas kaca benda, bagian yang
abdomen diteteskan garam. Bagian dada ditusuk dengan jarum bedah dan
jarum lain menusuk segmen ke enam dan ketujuh. Secara perlahan jarum pada
ujung abdomen digeser kearah anus sampai segmen abdomen dan isi perut
ditarik keluar, kemudian dipisahkan isi perut dari masing-masing ovari. Melalui
metode ini dapat diketahui dan ditentukan umur nyamuk melalui kondisi
paraous dan nulliparaous.[14]
1. Nulliparaous
Apabila ujung pipa pipa udara pada ovarium masih menggulung,
menunjukkan nyamuk tersebut belum pernah bertelur.[10]
2. Paraous
Apabila ujung pipa pipa udara sudah terurai atau terlepas gulungannya,
maka menunjukkan nyamuk tersebut sudah pernah bertelur lebih dari satu
kali.[10]

Gambar 2.7. Paritas Nyamuk

E. Peranan Nyamuk dalam Bidang Kesehatan


Karena sifat nyamuk betina menghisap darah, maka nyamuk dikenal
sebagai kelompok pengganggu yang serius baik pada manusia maupun hewan.
Kebiasaan nyamuk inilah yang menyebabkan reputasi nyamuk menduduki
posisi terburuk sepanjang sejarah dibandingkan serangga penghisap lainnya.[2]

9
Selain gigitannya yang mengganggu kenyamanan ketka tidur, istirahat
atau ketika sedang melakukan aktifitas keseharian, juga peranannya sebagai
penular berbagai jenis penyakit bisa menimbulkan kematian.[2]
Nyamuk merupakan salah satu serangga yang memiliki peran sebagai
vektor dari agen penyakit. Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk masih
merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat, baik di perkotaan maupun di
pedesaan, seperti: Demam Berdarah Dengue (DBD), Malaria, Filariasis (kaki
gajah), Chikungunya dan Encephalitis.[15]

F. Metode Pengendalian Nyamuk


Dengan mempelajari sifat sifat nyamuk, biologi dan perilakunya di
alam yang demikian kompleks, strategi pengendalian bisa dirancang, dan
tentunya tidak sedikit perhatian yang harus dicurahkan. Setiap individu bisa
melakukan tindakan perlindungan sendiri seperti penggunaan obat nyamuk
bakar atau aerosol untuk membunuh atau mengusir nyamuk, tetapi hal yang
utama sebenarnya adalah upaya upaya yang menyebabkan hilangnya tempat
perindukan atau tempat perkembangbiakkan larva nyamuk.[2]
Secara umum, pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu pengendalian non kimiawi dan dan kimiawi.[2]
1. Pengendalian Non Kimiawi
Pada dasarnya metode ini adalah berbagai upaya untuk membuat
keadaan lingkungan menjadi tidak sesuai lagi bagi perkembangan
serangga khususnya nyamuk tanpa menggunakan bahan kimiawi.
Berbagai upaya untuk menurunkan, menekan, dan mengendalikan nyamuk
dengan cara pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
a. Modifikasi Lingkungan
Metode ini merupakan kegiatan yang mengubah fisik lingkungan
secara permanen agar tempat perindukkan nyamuk hilang.Kegiatan ini
termasuk penimbunan, pengeringan, pembuatan bangunan (pintu air,
tanggul, dan sejenisnya), serta pengaturan sistem pengairan (irigasi).
Kegiatan ini di Indonesia popular dengan nama kegiatan pengendalian
sarang nyamuk 3M, yaitu dari kata Menutup, Menguras, dan
Menimbun, berbagai tempat yang dapat menjadi sarang nyamuk.[2]
b. Manipulasi Lingkungan
Metode ini merupakan suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan
suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi
keberadaan nyamuk, seperti pengangkatan lumut dari laguna,

10
pengubahan kadar garam, dan juga system pengairan secara berkala
di bidang pertanian. Sebagai contoh pembersihan dan pengangkatan
lumut dari laguna yang pernah dilakukan di Desa Cibalong,
Pamengpeuk Jawa Barat untuk mengendalikan vektor malaria,
Anopheles sundaicus.[2]
c. Pengendalian Hayati
Pelaksanaan pengendalian hayati memerlukan pengetahuan dasar
yang memadai baik mengenai bioekologi, dinamika populasi nyamuk
yang akan dikendalikan, dan juga bioekologi musuh alami yang akan
digunakan. Dalam pelaksanaannya metode ini lebih rumit dan
hasilnyapun lebih lambat terlihat dibandingkan dengan penggunaan
insektisida. Pengendalian hayati baru dapat memperlihatkan hasil yang
optimal jika merupakan bagian dari suatu pengendalian secara
terpadu.[2]
Musuh alami yang digunakan dalam pengendalian hayati adalh
sebagai berikut:
1) Predator, merupakan musuh alami yang berperan sebagai
pemangsa dalam suatu populasi nyamuk. Contohnya beberapa
jenis ikan pemakan jentik atau larva nyamuk. Ikan pemakan jentik
nyamuk yang telah lama digunakan sebagai pengendalian
nyamuk, adalah sejenis ikan guppy, Poecilia reticulate yang
bersifat lebih toleran terhadap perairan yang tercemar polutan
organic, dan ikan kepala timah (Panchax panchax). Jenis ikan lain
yang dikembangkan adalah ikan mas, ikan mujahir, ikan nila di
persawahan. Selain ikan, dikenal pula larva nyamuk yang bersifat
predator yaitu jentik nyamuk Toxorrhynchutes, yang ukurannya
lebih besar dari jentik nyamuk lainnya (sekitar 4-5 kali ukuran larva
nyamuk Aedes aegypti). Di beberapa Negara pemanfaatan larva
Toxorrhynchutes telah banyak dilakukan dalam rangkaian usaha
memberantas nyamuk demam berdarah secara terpadu.[2]
2) Patogen, merupakan jasad renik yang bersifat pathogen terhadap
jentik nyamuk. Sebagai contoh adalah berbagai jenis virus (seperti
virus yang bersifat cytoplasmic polyhedrosis yang merupakan virus
hasil isolasi dari larva Thaumetopoea pityocampa)[13], bakteri
(seperti Bacillus thuringiensis, B. sphaericus), protozoa (seperti

11
Nosema vavraia, Thelohania), dan fungi (seperti Coelomomyces,
Lagenidium, Culicinomyces). B. thuringiensis pertama kali dicoba
di lapangan untuk memberantas larva Lepidoptera dan setelah 20
tahun lebih lamanya penggunaan ini tidak menimbulkan
keracunan terhadap manusia maupun hewan. Perkembangan
selanjutnya bakteri ini dimanfaatkan untuk mengendalikan
berbagai jenis larva nyamuk dan memberikan hasil yang sangat
efektif. Mekanisme infeksi bakteri ini adalah setelah dimakan oleh
inang, sporanya akan pecah di dalam usus dan akan menembus
dinding sel menuju hemosel dan berkembang dalam hemolimfa.
Dari sinilah baru disebar ke seluruh tubuh inangnya. Toksin keluar
dari kristal kristal yang lepas akibat keasaman dalam tubuh
inang dan menyebabkan hancurnya sel sel epitel inang dan
menyebabkan hancurnya sel sel epitel inang.[2]
3) Parasit, merupakan makhluk hidup yang secara metabolisme
tergantung kepada serangga vektor dan menjadikannya sebagai
inang. Contohnya adalah cacing Nematoda seperti Steinermatidae
(Neoplectana), Mermithidae (Romanomermis), Neotylenchidae
(Dalandenus) yang dapat digunakan untuk mengendalikan
populasi jentik nyamuk dan serangga pengganggu kesehatan
lainnya. Secara biologis hubungan Nematoda dengan serangga
bertingkat tingkat mulai dari yang hanya kebetulan saja
(komensal) sampai parasit obligat. Parasit obligat adalah yang
dalam siklus hidupnya memerlukan serangga sebagai inangnya,
masuk ke dalam rongga tubuh, merusak dinding dan jaringan
tubuh serangga tersebut. Jenis cacing Romanomermis culiciforax
merupakan contoh yang sudah diproduksi secara komersial untuk
mengendalikan nyamuk. Meskipun demikian pemanfaatan spesies
Nematoda sampai saat ini masih terbatas pada daerah daerah
tertentu karena sebaran spesiesnya terbatas, hanya menyerang
pada fase dan spesies serangga tertentu, efektif hanya dalam
habitat tertentu, dan memerlukan dasar pengetahuan bioekologi
yang kuat. Pemanfaatan parasit untuk mengendalikan populasi
lalat pengganggu di peternakan ayam di Indonesia juga telah

12
ditelaah dan diuji coba dengan memanfaatkan potensi parasitoid
pupa lalat, yaitu Spalangia spp. dan Pachycrepoideus vindamie
(Hymenoptera), yang sudah pula diproduksi secara komersial di
beberapa Negara maju.[2]
2. Pengendalian Kimia
Pengendalian kimiawi adalah upaya yang dilakukan untuk
mengendalikan nyamuk dengan menggunakan insektisida.Insektisida
merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mengendalikan populasi
serangga yang merugikan manusia, ternak, tanaman, dan sebagainya yang
diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya agar kerugian dan
gangguan dapat ditekan sekecil mungkin. Pengendalian kimiawi sangat
efektif diterapkan apabila populasi nyamuk sangat tinggi atau untuk
menangani kasus yang sangat mengkhawatirkan penyebarannya.[2]
Berikut beberapa jenis insektisida yang cukup dikenal dan sering
digunakan yaitu:
1) Larvasida, merupakan insektisida yang digunakan untuk membunuh
jentik nyamuk. Contohnya adalah temephos dan metophrene yang
ditaburkan di tempat tempat penampungan air. Kedua jenis senyawa
tersebut bekerja sangat spesifik dan secara perlahan lahan,
sehingga efektif membunuh larva dalam waktu dua sampai tiga bulan.
[2]

2) Repelan, merupakan insektisida yang dapat mencegah gigitan


nyamuk. Berbagai produk repelan yang ada di pasaran saat ini adalah
beragam termasuk secara perorangan atau pribadi secara temporer.
Repelan dapat bekerja beberapa jam. Repelan nyamuk umumnya
mengandung dietil toluamid dan dimetil ftalat. Insektisida semprot
(misalnya aerosol) dan anti nyamuk bakar mengandung piretrin dan
atau piretroid sintetik dapat mengusir nyamuk di suatu tempat yang
disemprot dalam waktu sementara.[2]
Berbagai jenis aerosol untuk nyamuk cukup efektif dan mudah, hanya
tidak semua lapisan masyarakat menggunakan karena harga yang relatif
mahal. Satu hal yang tidak menyenangkan karena setelah penyemprotan,
akan meninggalkan jejak di permukaan perabotan. Pengendalian kimiawi
secara masal dalam suatu area permukiman/lingkungan biasanya
dilakukan dengan menggunakan alat semprot bertekanan udara, seperti
pengabutan atau fogging.[2]

13
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.Waktu Pelaksanaan
Praktikum pembedahan ovarium nyamuk dilaksanakan pada hari
3.2.Tempat Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium FKM Undip Semarang.
3.3.Alat dan Bahan Praktikum
Tabel 2.1. Alat dan Bahan Praktikum
No Alat dan Bahan Keterangan
1 Mikroskop Untuk mengamati objek pengamatan
2 Nyamuk dewasa Sebagai objek pengamatan
3 Kloroform Untuk membius nyamuk
4 Kapas Untuk wadah kloroform
5 Larutan garam 0,05 % Untuk melembabkan objek yang dibedah
6 Jarum bedah serangga Alat bedah nyamuk
7 Cawan petri Sebagai tempat bedah nyamuk
8 Pipet Untuk meneteskan larutan garam
9 Pinset Untuk mengambil nyamuk serta memotong
kaki dan sayap

3.4.Langkah Kerja
Adapun langkah kerja praktikum ini yaitu:

Nyamuk dibius dengan kloroform, taruh di cawan petri, cabut semua kaki dan sayap

g akan dibedah diletakkan diatas kaca yang telah ditetesi air garam 0,05 %. Bagian atas perut nyamuk bera

Tangan kiri memegang jarum bedah dan ditusukkan kebagian dada nyamuk agar tidak bergerak

Tangan kanan memegang jarum bedah. Kedua sisi ujung ruang perut ke -7 dirobek sedikit

Ujung abdomen ditarik perlahan-lahan sampai indung telur keluar

Amati apakah ovarium termasuk paraous atau nulliparaous

Gambar 3.1. Diagram alur kerja bedah ovarium nyamuk

14
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
4.1. Hasil Pengamatan
Dari pengamatan yang telah dilakukan pada beberapa sampel nyamuk,
maka didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1. Hasil Kegiatan Bedah Ovarium Nyamuk


No Nama Nyamuk Gambar Keterangan
.

15
1. Culex sp. Nulliparous

2. Aedes sp. Parous

3. Aedes sp. Nulliparous

16
4. Culex sp. Nulliparous

BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Nulliparaous dan Paraous


Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, tiap kelompok
mengamati paritas ovarium pada nyamuk. Nyamuk yang diamati ada dua jenis
yaitu Aedes spp. dan Culex spp. Dari kedua jenis nyamuk tersebut beberapa
ovarium yang diamati termasuk dalam nulliparaous.

17
Menurut Kemenkes (2012), umur nyamuk dapat dilihat melalui
pembedahan pada ovarium nyamuk. Apabila ujung pipa pipa udara pada
ovarium masih menggulung, berarti nyamuk tersebut belum pernah bertelur atau
disebut dengan nulliparaous. Dan bila ujung pipa pipa udara sudah terurai atau
terlepas gulungannya, maka nyamuk tersebut sudah pernah bertelur atau disebut
dengan paraous.[4]
Menurut Munif (2007) untuk mengetahui lebih lanjut tentang perkiraan
umur nyamuk secara fisiologis dapat dilihat dari kondisi ovarium nyamuk. Bila
terdapat ovarium yang membesar satu berarti nyamuk pernah bertelur satu kali
atau sudah pernah mengalami satu kali siklus gonotropik atau satu dilatasi. Bila
terdapat dua pembesaran ovarium berarti dua kali siklus gonotropik atau dua
dilatasi, dan seterusnya. Satu siklus gonotropik atau satu dilatasi diperkirakan
empat hari, sehingga untuk memperkirakan umur fisiologis nyamuk yang
tertangkap yaitu dari jumlah dilatasi dikalikan empat hari.[16]
Untuk mengetahui rata-rata nyamuk disuatu wilayah, dapat dilakukan
pembedahan nyamuk-nyamuk yang ditangkap untuk memeriksa eadaan ovarium
dibawah mikroskop. Apabila ujung-ujung pipa udara (tracheolus) pada ovarium
masih menggulung dan ovarium belum membesar, berarti nyamuk itu belum
pernah bertelur (nulli paraous), apabila pipa-pipa udara sudah terurai/terlepas
gulungannya serta ovarium pernah membesar maka nyamuk itu sudah pernah
bertelur (paraous).[5]
Namun, dari hasil praktikum tidak ada kelompok praktikum yang dapat
menemukan bentuk secara langsung ovarium nyamuk. Sehingga penentuan
paritas nyamuk hanya diamati melalui pembuluh malphigi. Apabila pembuluh
malphigi berwarna gelap berarti nyamuk tersebut sudah pernah bertelur paling
tidak lebih dari satu kali (paraous). Namun bila pembuluh malphigi masih bersih
berwarna transparan, maka nyamuk tersebut belum pernah bertelur sama sekali
(nulliparaous).[12]
Dengan melihat ciri ciri dari pembuluh malphigi, maka nyamuk yang
dibedah terdapat nyamuk yang termasuk nulliparous dan tidak ada yang
termasuk dalam paraous. Hal ini menandakan bahwa paritas nyamuk betina
untuk bertelur belum tinggi.

18
BAB VI
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Paritas nyamuk yang dibedah termasuk dalam nulliparaous yang artinya
belum pernah bertelur, kemungkinan tingkat penularan oleh nyamuk tidak
ada.
2. Diperkirakan umur nyamuk Aedes sp. dan Culex xp. yang diamati dibawah
empat hari, karena belum pernah bertelur.

5.2. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu perlu kehati hatian yang lebih
teliti dalam membedah ovarium nyamuk , supaya hasil/ovarium yang ingin
diamati tidak rusak. Apabila ovarium yang diamati rusak maka hasilnya juga tidak
maksimal.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Yuniarsih, Eka. Uji Efektivitas Lotion Repelan Minyak Mimba (Azadirachta indica A.
Juss) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Skripsi, 2010.
2. Sigit, Singgih H., dan Upik Kesumawati H. Hama Permukiman Indonesia. Bogor:
Institut Pertanian Bogor, 2006.
3. Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto, 2011.
4. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya.
Jakarta: Ditjen PP dan P2, 2012.
5. Palgunadi, Bagus Uda dan Asih Rahayu. Aedes aegypti Sebagai Vektor Penyakit
Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma, 2011.
6. Sambuaga, Joy Victor Imanuel. Status Entomologi Vektor Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Perkamil Kecamatan Tikala Kota Manado Tahun 2011. JKL
Vol. 1 No. 1. Manado, 2011.
7. Soedarto. Parasitologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press, 2008.
8. Despommier, DD, etal. Parasitic Diseases. New York: Apple Trees Productions,
2000.
9. Sembel, DT. Entomologi Kedokteran. Yogyakarta: ANDI, 2009.
10. Nicholson, A. J. The Development of the Ovary and Ovarian Egg of a Mosquito,
Anopheles macullipennis. Birmingham: University of Birmingham, 2004.
11. Harbach, R. Family Culicidae Meigen, Mosquito Taxonomic Inventory,
http://mosquito-taxonomic-inventory.info/famili-culicidae-meigen-1818 diakses
pada 10 April 2016.
12. Nurmaini. 2004. Survei Entomologi dalam Penanggulangan Wabah Malaria.
Medan: Universitas Sumatera Utara.

20
13. Ince, Ikbal Agah et al. Acytoplasmic Polyhedrosis Virus Isolated from the Pine
Processionary Caterpillar, Thaumetopoea pityocampa. Microbiol Biotechnol
Journal 17(4), 2007.
14. WHO. Health Research Metodology, a guide for training in research
methods.hal.98, 1992.

15. Islamiyah,Madaniatul.,etal. Distribusi dan Komposisi Nyamuk di Wilayah


Mojokerto. Jurnal Biotropika, 1(2), 2013.

16. Munif. Bionomi Anopheles sp. 2007.


http://isjd.pddi.Lipi.go.id/admin/jurnal/352075780-01259695.pdf. diakses pada
tanggal 14 April 2017.

21

Anda mungkin juga menyukai