Anda di halaman 1dari 18

4

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Definisi Apotek
Menurut Permenkes RI No. 9 tahun 2017 tentang Apotek, Apotek adalah

sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh

Apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan

telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.


Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan

sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan

kefarmasian.Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

B. Persyaratan Apotek
Persyaratan apotek tercantum dalam Permenkes RI No.9 Tahun 2017,

persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :


1. Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal

dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.


2. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik

modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh

Apoteker yang bersangkutan.


Beberapa persyaratan yang harus di perhatikan dalam pendirian sebuah

apotek adalah sebagai berikut:


1. Lokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran

Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam

mendapatkan pelayanan kefarmasian.

4
5

2. Bangunan
Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan

kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan

keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan

orang lanjut usia.


Bersifat permanen. Bersifat permanen yang dimaksud adalah dapat

merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen,

rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
3. Sarana, prasarana, dan peralatan
Bangunan apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:

penerimaan resep, pelayanan resep dan peracikan, penyerahan sediaan farmasi

dan alat kesehatan, konseling, penyimpanan sediaan farmasi dan alat

kesehatan, dan arsip.


Prasaranan apotek paling sedikit terdiri atas: instalasi air bersih,

instalasi listrik, system tata udara dan system proteksi kebakaran.


Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Peralatan yang dimaksud antara lain: rak

obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi,

komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien

dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan. Formulir catatan pengobatan

pasien merupakan catatan mengenai riwayat penggunaan Sediaan Farmasi

dan/atau Alat Kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan

apoteker yang diberikan kepada pasien.


Sarana, prasarana dan peralatan harus dalam keadaan terpelihara dan

berfungsi dengan baik.


4. Ketenagaan.
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat

dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga


6

administrasi. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat

izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Perizinan Apotek
Bab III dalam Permenkes RI No.9 Tahun 2017 mengenai Perizinan adalah

sebagai berikut:
(Pasal 12)
1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.
2. Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota.
3. Izin yang dimaksud adalah berupa SIA.
4. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi

persyaratan.
(Pasal 14)
Pemerintah daerah menerbitkan SIA maka penerbitannya bersama dengan

penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA.Masa berlaku SIA mengikuti

masa berlaku SIPA.


Jika lokasi atau alamat berubah, Apoteker pemegang SIA atau nama Apotek

harus dilakukan perubahan izin, dan wajib mengajukan permohonan perubahan

izin kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

D. Tugas dan Fungsi Apotek


Menurut PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, tugas dan

fungsi apotek adalah:

1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatan apoteker.

2. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.

3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi

antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
7

4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,

pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi

obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

E. Penyelenggaraan
Apotek menyelenggarakan fungsi: Pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik, termasuk di

komunitas.
Apotek hanya dapat menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

habis pakai kepada apotek lainnya, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit,

instalasi farmasi klinik, dokter, bidan praktik mandiri, pasien dan masyarakat.
Apotek wajib memasang papan nama Apotek, nomor SIA dan alamat. Papan

nama harus dipasang di dinding bagian depan bangunan atau dipancangkan ditepi

jalan, secara jelas dan mudah terbaca.


Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek harus menjamin

ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang

aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.


Apotek dapat bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan dan asuransi lainnya.Kerja sama dilakukan berdasarkan rekomendasi

dinas kesehatan kabupaten/kota.

F. Pengalihan Tanggung Jawab


Pengalihan tanggung jawab meliputi:

Pengolahan,Apabila Apoteker pemegang SIA meninggal dunia, ahli waris

Apoteker wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah


8

Kabupaten/Kota.Pemerintah Daerah kabupaten/kota harus menunjuk Apoteker

lain untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan. Apoteker lain wajib

melaporkan secara tertulis terjadinya pengalihan tanggung jawab kepada

Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua

puluh empat) jam dengan menggunakan Formulir 7.Pengalihan tanggung disertai

penyerahan dokumen Resep Apotek, narkotika, psikotropika, obat keras, dan

kunci penyimpanan narkotika dan psikotropika.

G. Pelayanan Apotek

Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggungjawab

langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien (Menkes RI, 2004). Pelayanan kefarmasian merupakan

proses kolaboratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan

menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.

Menurut Permenkes RI No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek, pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari

pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien

berkaitan dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi:

1. Pengkajian Resep;
2. Dispensing;
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
4. Konseling;
5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
9

H. Pengelolaan Sumber Daya Apotek


Sumber daya apotek dibagi menjadi dua, sumber daya manusia dan

sarana/prasarana.
a. Sumber Daya Manusia
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat

dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang

memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja. Dalam

melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria:


1) Persyaratan administrasi
Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi.
Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku.
Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2) Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
3) Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional

Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang

berkesinambungan.
4) Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan

diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan

atau mandiri.
5) Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan

perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan,

standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.


Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus

menjalankan peran yaitu:


1) Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan

pasien.Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem

pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.


2) Pengambil keputusan
10

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil

keputusandengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara

efektif dan efisien.Komunikator apoteker harus mampu berkomunikasi

dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi

pasien.Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang

baik.
3) Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi

pemimpin.Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil

keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan

dan mengelola hasil keputusan.

4) Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran

dan informasi secara efektif.Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi

informasi dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang

berhubungan dengan Obat.


5) Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan

profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional

Development/CPD).
6) Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam

mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan

memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan

Kefarmasian.

I. Pengelolaan Narkoba
11

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, pada

Bab I disebutkan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman

atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan, sebagai berikut :


1. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.Contohnya

:Papaver somniferum L, opium mentah, opium masak, tanaman koka,

tanaman ganja, heroin, meskalin, amfetamin, metakualon, dan sebagainya.


2. Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan

sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan/atau digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan.Contohnya : fentanil, metadon, petidin,

tebakon, fenazosin, dan sebagainya.


3. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan.Contonya : dekstropropoksifena, kodein, etilmorfin,

campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2015 tentang

Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika,

dan Prekursor Farmasi, pada Pasal 3, 4, 5 dinyatakan bahwa peredaran Narkotika,

Psikotropika dan Prekursor Farmasi terdiri dari penyaluran dan penyerahan.


12

1. Pengelolahan Narkotik
a. Pemesanan Narkotik
Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan pada Pedagang Besar Farmasi

(PBF) Kimia Farma. Pesanan narkotika bagi apotek ditandatangani oleh APA

dengan menggunakan surat pesanan rangkap empat, dimana tiap jenis pemesanan

narkotika menggunakan satu surat pesanan yang dilengkapi dengan nomor SIK

apoteker dan stempel apotek. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3

Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan

Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi pada Bab III mengenai peredaran

pasal 9 ayat 3 dan 5 mengatakan bahwa surat pesanan narkotika hanya dapat

digunakan untuk 1 (satu) jenis dan terpisah dengan surat pesanan lainnya.
b. Penyimpanan Narkotika
Narkotika yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 35

tahun 2009 pasal 14 ayat (1). Adapun tata cara penyimpanan narkotika diatur

dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/per/1978 pasal 5, yaitu

narkotika yang dimiliki oleh Apotek harus disimpan di tempat khusus. Tempat

khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat.

2) Harus mempunyai kunci ganda yang kuat.

3) Dibagi menjadi 2 bagian, masing-masing bagian dengan kunci yang

berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan

garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua

dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.


13

4) Apabila tempat tersebut berukuran 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut

harus dibuat pada tembok dan lantai.

Selain itu pada pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.28/Menkes/Per/I/1978 dinyatakan bahwa:

1) Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus sebagaimana yang

dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/1978

dan harus dikunci dengan baik.

2) Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain

narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.

3) Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain

yang diberi kuasa.

4) Lemari khusus diletakkan di tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh

umum

c. Pelayanan Resep Mengandung Narkotika

Berdasarkan surat edaran BPOM No.336/EE/SE/1977 Narkotika harus

ditebus dengan resep dokter dengan ketentuan antara lain dinyatakan:

1) Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat (2) undang-undang no. 9 tahun 1976 tentang

narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika,

walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.

2) Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama

sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya

boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep aslinya.


14

3) Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama

sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep

yang mengandung narkotika

Pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,

Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan

Prekursor Farmasi Bab III pasal 18, penyerahan narkotika hanya boleh dalam

bentuk obat jadi, dilakukan kepada pasien, harus dilaksanakan oleh apoteker di

fasilitas pelayanan kefarmasian. Penyerahan dilakukan secara langsung sesuai

standar pelayanan kefarmasian.

d. Pelaporan Narkotika

Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Pasal 14 ayat (2)

dinyatakan bahwa Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan

sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat,

balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,

menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau

pengeluaran Narkotika yang beradadalam penguasaannya. Laporan tersebut

meliputi laporan pemakaian narkotika dan laporan pemakaian morfin dan petidin.

Laporan harus di tandatangani oleh apoteker pengelola apotek dengan

mencantumkan SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek, kemudian dikirimkan

kepada Kepala Dinas Kesehatan Republik Indonesia Propinsi setempat dengan

tembusan kepada:

1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

2) BPOM setempat
15

3) Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma Tbk

4) Arsip

Laporan yang ditandatangani oleh APA meliputi:

1) Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika

2) Laporan penggunaan bahan baku narkotika

3) Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin

Laporan narkotika tersebut dibuat setiap bulannya dan harus dikirim selambat-

lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.

e. Pelanggaran Terhadap Ketentuan Pengelolaan Narkotika

Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan

bahwa Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan/atau ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif oleh Menteri atas

rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan berupa

teguran,peringatan.denda administratif, penghentian sementara kegiatan,

pencabutan izin.

f. Pemusnahan Narkotika

Menurut Perturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 Pasal 9

disebutkan bahwa pemegang izin khusus dan atau apoteker penangung jawab

dapat memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat.

Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika

disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal:


16

1) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau

tidak dapat digunakan dalam proses produksi

2) Kadaluarsa.

3) Tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan

dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Pemusnahan narkotika yang telah rusak harus disaksikan oleh :

1) Petugas Derektorat pengawasan obat dan makanan untuk importir pabrik

farmasi dan unit pergudangan pusat

2) Petugas kantor wilayah departeman kesehatan untuk pedagang besar farmasi

penyalur narkotika, lembaga dan unit pergudangan peovinsi

3) Petugas dan dinas kesehatan daerah tingkat II untuk apotik, rumah sakit ,

puskesmas dan dokter

Apoteker pemegang izin khusus yang memusnakan narkotika harus

membuat berita acara pemusnahan peling sedikit tiga rangkap yang diserahkan

kepada:

a. BPOM

b. Kantor wilayah departemen kesehatan provinsi setempat

Laporan berita acara pemusnahan memuat:

a. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan

b. Nama pemegang izin khusus, apoteker pemimpinan apotik atau dokter

pemilik narkotika

c. Nama seorang saksi dan pemerintah dan seorang saksi lain dari perusahan

tersebut
17

d. Nama dan jumlah narkotik yang dimusnahkan

e. Cara pemusnahan

f. Tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang izin khusus. Dokter

pemilik narkotika dan saksi-saksi

J. Pengelolaan Psikotropika dan Prekursor

1. Pengelolaan Psikotropika

a. Pemesanan Psikotropika

Tata cara pemesanan obat-obat Psikotropikasama dengan pemesanan obat

lainnya yakni dengan surat pemesanan yang sudah ditandatangani MAP yang

dikirim ke pedagang besar farmasi (PBF). Pemesanan psikotropikatidak

memerlukan surat pemesanan khusus dan dapat dipesan apotek dari PBF.

Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam undang-undang No.5 tahun 1997

Pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya

dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan

dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan psikotropika dapat terdiri

lebih dari satu jenis obat psikotropika.

b. Penyimpanan Psikotropika

Sampai saat ini penyimpanan untuk obat-obat psikotropikabelum diatur

dengan suatu perundang-undangan. Namun karena obat-obatan psikotropika ini

cenderung untuk disalahgunakan yang tidak boleh diberikan tunggal, maka

disarankan agar menyimpan obat-obatan psikotropika dan prekursor tersebut


18

dalam suatu rak atau lemari khusus yang terpisah dengan obat-obat lain, tidak

harus dikunci dan membuat kartu stok psikotropika.

c. Penyerahan Psikotropika

Dalam undang-undang No. 5 tahun 1997, pabrik obat, PBF, sarana

penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai

pengobatan, dokter dan lembaga penelitian dan atau pendidikan, wajib membuat

dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan

psikotropika dan wajib melaporkannya kepada Menteri Kesehatan secaraberkala.

Pelaporan psikotropika dilakukan sebulan sekali dengan ditandatangani oleh APA.

d. Pemusnahan Psikotropika

Berdasarkan undang-undangNo. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang

psikotropika, pemusnahan psikotropikadilakukan bila berhubungan dengan tindak

pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau

tidak dapat digunakan proses psikotropika, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat

untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untukkepentingan ilmu

pengetahuan.

Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat

yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian. Berita acara

pemusnahan tersebut memuat:

a. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan

b. Nama pemegang izin khusus atau Apoteker Pengelola Apotek

c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek

tersebut
19

d. Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan

e. Cara pemusnahan

f. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi

2. Pengelolaan Prekursor
a. Pengertian Prekursor
Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010 Pasal 1, Prekursor adalah

zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan

Narkotika dan Psikotropika.


b. Penggolongan dan Jenis Prekursor
Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010 Pasal 4, penggolongan

dan jenis prekursor adalah sebagai berikut :


1. Prekursor digolongkan dalam prekursor tabel 1 dan prekursor tabel 2.
2. Jenis prekursor tabel 1 dan jenis prekursor tabel 2 sebagaimana tercantum

dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Peraturan Pemerrintah ini.


3. Penambahan dan perubahan jenis prekursor tabel 1 dan tabel 2 dalam

Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri

setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.

c. Pengadaan Prekursor

Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010, Pasal 6 secara umum

adalah :
1. Pengadaan prekursor dilakukan melalui produksi dalam negeri dan impor
2. Prekursor sebagaiman dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk

tujuan industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.


3. Alat alat potensial yang dapat disalahgunakan dalam pengadaan dan
20

4. penggunaan prekursor sebagaiman yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) diatur oleh Menteri dan / atau menteri terkait sesuai dengan

kewenangannya.
d. Penyimpanan Prekursor
Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010, Pasal 9 penyimpanan

prekursor dilakukan sebagai berikut :


1. Prekursor wajib disimpan pada tempat penyimpanan yang aman dan

terpisah dari penyimpanan lain.


2. Prekursor yang disimpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

dibuktikan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang undangan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan sebagaiman

dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri dan/atau menteri terkait sesuai

dengan kewenangannya.
a. Pencatatan dan Pelaporan Prekursor
Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010, pasal 16 mengenai

pencatatan dan pelaporan sebagaiman yang dimaksud, yakni :


a. Setiap orang atau badan yang mengelola prekursor wajib membuat

pencatatan dan pelaporan.


b. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang kurangnya

memuat
1) Jumlah prekursor yang masih ada dalam persediaan.

2) Jumlah dan banyaknya prekursor yang diserahkan, dan

3) Keperluan atau kegunaan prekursor oleh pemesan.

c. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilaporkan secara

berkala.
21

Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan dan pelaporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur secara terkoordinasi

oleh Menteri dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangan.

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB III Amalia Fix
    BAB III Amalia Fix
    Dokumen20 halaman
    BAB III Amalia Fix
    NyimasFirdhaHafizahHafik
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Amalia
    Bab 1 Amalia
    Dokumen3 halaman
    Bab 1 Amalia
    NyimasFirdhaHafizahHafik
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Amalia Fix
    BAB IV Amalia Fix
    Dokumen8 halaman
    BAB IV Amalia Fix
    NyimasFirdhaHafizahHafik
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Amalia
    Bab 1 Amalia
    Dokumen3 halaman
    Bab 1 Amalia
    NyimasFirdhaHafizahHafik
    Belum ada peringkat
  • Bad Boy
    Bad Boy
    Dokumen3 halaman
    Bad Boy
    NyimasFirdhaHafizahHafik
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Amalia
    Bab 1 Amalia
    Dokumen3 halaman
    Bab 1 Amalia
    NyimasFirdhaHafizahHafik
    Belum ada peringkat
  • Yerin
    Yerin
    Dokumen2 halaman
    Yerin
    NyimasFirdhaHafizahHafik
    Belum ada peringkat
  • Tears
    Tears
    Dokumen3 halaman
    Tears
    NyimasFirdhaHafizahHafik
    Belum ada peringkat