Anda di halaman 1dari 38

OBAT PELUMPUH OTOT (MUSCLE RELAXANT)

Selasa, 16 Oktober 2012

OBAT PELUMPUH OTOT (MUSLE RELAXANT)

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Obat pelumpuh otot adalah obat yang dapat digunakan selama intubasi dan
pembedahan untuk memudahkan pelaksanaan anestesi dan memfasilitas intubasi.
Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot
rangka atau untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk
mempermudah suatu operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh.

B. Farmakologi Obat Pelumpuh Otot


Relaksasi otot jurik dapat dicapai dengan mendalamkan anestesi umum
inhalasi, blokade saraf regional, dan memberikan pelumpuh otot. Dengan
relakasasi otot ini akan memfasilitasi intubasi trakea, mengontrol ventilasi
mekanik dan mengoptimalkan kondisi pembedahan. Pada prinsipnya, obat ini
menginterupsi transmisi impuls saraf padaneuromuscular junction.
1. Fisiologi Transmisi Saraf Otot
Daerah diantara motor neuron dan sel saraf disebut neuromuscular
junction. membran selneuron dan serat otot dipisahkan oleh sebuah celah (20 nm)
yang disebut sebagai celah sinaps. Ketika potensial aksi mendepolarisasi terminal
saraf, ion kalsium akan masuk melalui voltage-gated calcium channels menuju
sitoplasma saraf, yang akhirnya vesikel penyimpanan menyatu dengan membran
terminal dan mengeluarkan asetilkolin. Selanjutnya asetilkolin akan berdifusi
melewati celah sinaps dan berikatan dengan reseptor nikotinik kolinergik pada
daerah khusus di membran otot yaitu motor end plate. Motor end plate merupakan
daerah khusus yang kaya akan reseptor asetilkolin dengan permukaan yang
berlipat-lipat.

Gambar 2.1
Neuromuscular Junction

Sumber: http://wargatarunajaya.blogspot.com/, diakses tanggal 10 Oktober 2012

Struktur reseptor asetilkolin bervariasi pada jaringan yang berbeda.


Padaneuromuscular junction, reseptor ini terdiridari 5 sub unit protein, yaitu 2 sub
unit , dan 1 sub unit , ,dan . Hanya kedua sub unit identik yang mampu
untuk mengikat asetilkolin. Apabila kedua tempat pengikatan berikatan dengan
asetilkolin, maka kanal ion di intireseptor akan terbuka. Kanal tidak akan terbuka
apabila asetilkolin hanya menduduki satu tempat. Ketika kanal terbuka, natrium
dan kalsium akan masuk, sedangkan kalium akan keluar. Ketika cukup reseptor
yang diduduki asetilkolin, potensial motor end plate akan cukup kuat untuk
mendepolarisasi membran perijunctional yang kaya akan kanal natrium.

Gambar 2.2
Struktur reseptor asetilkolin

Sumber: http://wargatarunajaya.blogspot.com/, diakses tanggal 10 Oktober 2012


Ketika potensial aksi berjalan sepanjang membran otot, kanal natrium akan
terbuka dan kalsium akan dikeluarkan dari reticulum sarkoplasma. Kalsium
intraseluler ini akan memfasilitasi aktin dan myosin untuk berinteraksi yang
membentuk kontraksi otot. Kanal natrium memiliki dua pintu fungsional, yaitu
pintu atas dan bawah. Natrium hanya akan bisa lewat apabila kedua pintu ini
terbuka. Terbukanya pintu bawah tergantung waktu, sedangkan pintu atas
tergantung tegangan. Asetilkolim cepat dihidrolisis oleh asetilkolinesterase
menjadi asetil dan kolin sehingga lorong tertutup kembali dan terjadilah
repolarisasi.
2. Farmakokinetik Pelumpuh Otot
Semua pelumpuh otot larut di air, relatif tidak larut di lemak, diabsorbsi
dengan kurang baik di usus dan onset akan melambat bila di administrasikan
intramuskular. Volume distribusi dan klirens dapat dipengaruhi oleh penyakit hati,
ginjal dan gangguan kardiovaskular. Pada penurunan cardiac output, distribusi
obat akan melemah dan menurun, dengan perpanjangan paruh waktu, onset yang
melambat dan efek yang menguat. Pada hipovolemia, volume distribusi menurun
dan konsentrasi puncak meninggi dengan efek klinis yang lebih kuat. Pada pasien
dengan edema, volume distribusi meningkat, konsentrasi di plasma menurun
dengan efek klinis yang juga melemah. Banyak obat pelumpuh otot sangat
tergantung dengan ekskresi ginjal untuk eliminasinya. Hanya suxamethonium,
atracurium dan cisatracurium yang tidak tergantung dengan fungsi ginjal. Umur
juga mempengaruhi farmakokinetik obat pelumpuh otot. Neonatus dan infant
memiliki plasma klirens yang menurun sehingga eliminasi dan paralisis akan
memanjang. Sedangkan pada orang tua, dimana cairan tubuh sudah berkurang,
terjadi perubahan volume distribusi dan plasma klirens. Biasanya ditemui
sensitivitas yang meningkat dan efek yang memanjang. Fungsi ginjal yang
menurun dan aliran darah renal yang menurun menyebabkan klirens yang
menurun dengan efek pelumpuh otot yang memanjang.
3. Farmakodinamik Pelumpuh Otot
Obat pelumpuh otot tidak memiliki sifat anestesi maupun analgesik. Dosis
terapeutik menghasilkan beberapa efek yaitu ptosis, ketidakseimbangan otot
ekstraokular dengan diplopia, relaksasi otot wajah, rahang, leher dan anggota
gerak dan terakhir relaksasi dinding abdomen dan diafragma.
a. Respirasi
Paralisis dari otot pernapasan menyebabkan apnea. Diafragma adalah bagian
tubuh yang kurang sensitif dibanding otot lain sehingga biasanya paling terakhir
lumpuh.
b. Efek kardiovaskular
Hipotensi biasa ditemukan pada penggunaan D-tubocurarine, sedangkan
hipertensi ditemukan pada penggunaan pancuronium, takikardi pada penggunaan
gallamine, rocuronium, dan pancuronium.
c. Pengeluaran histamin
D-tubocurarine adalah obat yang tersering menyebabkan pengeluaran histamin
sedangkan vecuronium adalah yang paling jarang. Reaksi alergi biasanya ditemui
pada wanita dengan riwayat atopi.

C. Obat Pelumpuh Otot


Obat pelumpuh otot dibagi menjadi dua kelas yaitu pelumpuh otot
depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare) dan nondepolarisasi (kompetitif,
takikurare). Obat pelumpuh otot depolarisasi sangat menyerupai asetilkolin,
sehingga ia bisa berikatan dengan reseptor asetilkolin dan membangkitkan
potensial aksi otot. Akan tetapi obat ini tidak dimetabolisme oleh
asetilkolinesterase, sehingga konsentrasinya tidak menurun dengan cepat yang
mengakibatkan perpanjangan depolarisasi di motor-end plate. Perpanjangan
depolarisasi ini menyebabkan relaksasi otot karena pembukaan kanal natrium
bawah tergantung waktu, Setelah eksitasi awal dan pembukaan, pintu bawah kanal
natrium ini akan tertutup dan tidak bisa membuka sampai repolarisasi motor-end
plate. Motor end-plate tidak dapat repolarisasi selama obat pelumpuh otot
depolarisasi berikatan dengan reseptor asetilkolin; Hal ini disebut dengan phase I
block. Setelah beberapa lama depolarisasi end plate yang memanjang akan
menyebabkan perubahan ionik dan konformasi pada reseptor asetilkolin yang
mengakibatkan phase II block, yang secara klinis menyerupai obat pelumpuh otot
nondepolarisasi.
Obat pelumpuh otot nondepolarisasi berikatan dengan reseptor asetilkolin
akan tetapi tidak mampu untuk menginduksi pembukaan kanal ion. Karena
asetilkolin dicegah untuk berikatan dengan reseptornya, maka potensial end-plate
tidak terbentuk. Karena obat pelumpuh otot depolarisasi tidak dimetabolisme oleh
asetilkolinesterase, maka ia akan berdifusi menjauh dari neuromuscular junction
dan dihidrolisis di plasma dan hati oleh enzim pseudokolinesterase. Sedangkan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi tidak dimetabolisme baik oleh
asetilkolinesterase maupun pseudokolinesterase. Pembalikan dari blockade obat
pelumpuh otot nondepolarisasi tergantung pada redistribusinya,
metabolisme,ekskresi oleh tubuh dan administrasi agen pembalik lainnya
(kolinesteraseinhibitor).
1. Pelumpuh Otot Depolarisasi
Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah
sinaps tidak dirusak dengan asetilkolinesterase sehingga bertahan cukup lama
menyebabkan terjadinya depolarisasi yang ditandai dengan fasikulasi yang diikuti
relaksasi otot lurik. Termasuk golongan ini adalah suksinilkolin (diasetil-kolin)
dan dekametonium. Didalam vena, suksinil kolin dimetabolisme oleh
kolinesterase plasma,pseudokolinesterase menjadi suksinil-monokolin. Obat anti
kolinesterase (prostigmin) dikontraindikasikan karena menghambat kerja
pseudokolinesterase.
a. Suksinilkolin (diasetilkolin, suxamethonium)
Suksinilkolin terdiri dari 2 molekul asetilkolin yang bergabung. obat ini memiliki
onset yang cepat (30-60 detik) dan duration of action yang pendek (kurang dari 10
menit). Ketika suksinilkolin memasuki sirkulasi, sebagian besar dimetabolisme
oleh pseudokolinesterase menjadi suksinilmonokolin. Proses ini sangat efisien,
sehingga hanya fraksi kecil dari dosis yang dinjeksikan yang
mencapaineuromuscular junction. Duration of action akan memanjang pada dosis
besar atau dengan metabolisme abnormal, seperti hipotermia atau rendanya level
pseudokolinesterase. Rendahnya level pseudokolinesterase ini ditemukan pada
kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan beberapa terapi obat. Pada beberapa
orang juga ditemukan gen pseudokolinesterase abnormal yang menyebabkan
blokade yang memanjang.
1) Interaksi obat
a) Kolinesterase inhibitor
Kolinesterase inhibitor memperpanjang fase I block pelumpuh otot depolarisasi
dengan 2 mekanisme yaitu dengan menghambat kolinesterase, maka jumlah
asetilkolin akan semakin banyak, maka depolarisasi akan meningkatkan
depolarisasi. Selain itu, ia juga akan menghambat pseudokolinesterase.
b) Pelumpuh otot nondepolarisasi
Secara umum, dosis kecil dari pelumpuh otot nondepolarisasi merupakan
antagonis dari fase I bock pelumpuh otot depolarisasi, karena ia menduduki
reseptor asetilkolin sehingga depolarisasi oleh suksinilkolin sebagian dicegah.
2) Dosis
Karena onsetnya yang cepat dan duration of action yang pendek, banyak dokter
yang percaya bahwa suksinilkolin masih merupakan pilihan yang baik untu
intubasi rutin pada dewasa. Dosis yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg IV.
3) Efek samping dan pertimbangan klinis
Karena risiko hiperkalemia, rabdomiolisis dan cardiac arrest pada anak dengan
miopati tak terdiagnosis, suksinilkolin masih dikontraindikasikan pada
penanganan rutin anak dan remaja. Efek samping dari suksinilkolin adalah :
Nyeri otot pasca pemberian
Peningkatan tekanan intraokular
Peningkatan tekakana intrakranial
Peningkatan tekakanan intragastrik
Peningkatan kadar kalium plasma
Aritmia jantung
Salivasi
Alergi dan anafilaksis
2. Obat pelumpuh otot nondepolarisasi
a. Pavulon
Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja pada
menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada
pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selamg waktu
diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada
dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15 mg/kgBB
intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.
b. Atracurium
1) Struktur fisik
Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman
Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam
darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek
akumulasi pada pemberian berulang.
2) Dosis
0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg
initial, laly 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif
menggantikan bolus.
Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan dewasa.
Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8OC, potensinya
hilang 5-10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14
hari bila terpapar suhu ruangan.
3) Efek samping dan pertimbangan klinis
Histamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kg
c. Vekuronium
1) Struktur fisik
Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih
besar dan lama kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak mempunyai efek akumulasi
pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi
kardiovaskuler yang bermakna.
2) Metabolisme dan eksresi
Tergantung dari eksresi empedu dan ginjal. Pemberian jangka panjang dapat
memperpanjang blokade neuromuskuler. Karena akumulasi metabolit 3-hidroksi,
perubahan klirens obat atau terjadi polineuropati.
Faktor risiko wanita, gagal ginjal, terapi kortikosteroid yang lama dan sepsis. Efek
pelemas otot memanjang pada pasien AIDS. Toleransi dengan pelemas otot
memperpanjang penggunaan.
3) Dosis
Dosis intubasi 0,08 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15
20 menit. Drip 1 2 mcg/kg/menit.
Umur tidak mempengaruhi dosis. Dapat memanjang durasi pada pasien post
partum. Karena gangguan pada hepatic blood flow.
Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.
d. Rekuronium
1) Struktur Fisik
Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat.
Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya
adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama.
2) Metabolisme dan eksresi
Eliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak terpengaruh oleh
kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar berat dan kehamilan, baik
untuk infusan jangka panjang (di ICU). Pasien orang tua menunjukan
prolong durasi.
3) Dosis
Potensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 0,9 mg / kg iv
untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat
pulih 25 menit setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak
kecil) adekuat pita suara dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai
3 6 menit dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip 5 12 mcg/kg/menit. Dapat
memanjang pada pasien orang tua.
4) Efek samping dan manifestasi klinis
Onset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal.
Diberikan 20 detik sebelum propofol dan thiopental.
Rocuronium (0,1 mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk prekurasisasi sebelum
suksinilkolin. Ada tendensi vagalitik.

D. Pemilihan Pelumpuh Otot


Karakteristik pelumpuh otot ideal :
1. Nondepolarisasi
2. Onset cepat
3. Duration of action dapat diprediksi, tidak mengakumulasi dan dapat
diantagoniskan dengan obat tertentu
4. Tidak menginduksi pengeluaran histamin
5. Potensi
6. Sifat tidak berubah oleh gangguan ginjal maupun hati dan metabolit tidak
memiliki aksi farmakologi.
Durasi pembedahan mempengaruhi pemilihan pelumpuh otot :
1. Ultra-short acting, contoh : suxamethonium
2. Short duration. Contoh: mivacurium
3. Intermediate duration. Contoh: atracurium, vecuronium, rocuronium,
cisatracurium
4. Long duration. Contoh: pancuronium, D-tubocurarine, doxacurium,
pipecuronium.
Pelumpuh otot yang disarankan :
1. Untuk induksi yang cepat-suxamethonium, atau apabila dikontraindikasikan
dapat dipakai rocuronium
2. Untuk stabilitas hemodinamika (contoh pada hipovolemia atau penyakit jantung
parah)-vecuronium
3. Pada gagal ginjal dan hati-atracurium, vekuronium, cisatracurium
ataumivacurium
4. Miastenia gravis: jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium
5. Kasus obstetric: semua dapat diberkan kecuali gallamin
Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot :
1. Cegukan (hiccup)
2. Dinding perut kaku
3. Ada tahanan pada inflasi paru.

E. Penawar Pelumpuh Otot


Antikolinesterase bekerja dengan menghambat kolinesterase sehingga
asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase yang paling sering digunakan adalah
neostigmin (dosis 0,04-0,08 mg/kg), piridostigmin (dosis 0,1-0,4 mg/kg) dan
edrophonium (dosis 0,5-1,0 mg/kg), dan fisostigmin yang hanya untuk
penggunaan oral (dosis 0,01-0,03 mg/kg). Penawar pelumpuh otot bersifat
muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang
bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur sehingga pemberiannya harus
disertai vagolitik seperti atropine (dosis 0,01-0,02mg/kg) atau glikopirolat (dosis
0,005-0,01 mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa)

DAFTAR PUSTAKA

Latief, Said A, dkk, (2002), Buku Praktis Anestiologi, Bagian Anestiologi dan Terapi Intensif,
FKUI, Jakarta

Mangku, dr, Sp. An. KIC & Senapathi, dr, Sp. An, (2010), Buku Ajar Ilmu Anestesi dan
Reanimasi, PT. Indeks, Jakarta

http://cheminiezt.blogspot.com/p/chemistry.html, diakses tanggal 10 Oktober 2012

http://wargatarunajaya.blogspot.com/, diakses tanggal 10 Oktober 2012

http://www.scribd.com/agustina_agus, diakses tanggal 10 Oktober 2012


BAB
IPENDAHU
LUAN
Sejak
ditemukan
obat penawar
pelumpuh
otot dan
penawar
opioid,maka
penggunaan
obat
pelumpuh
otot jadi
semakin
rutin.
Anestesia
tidak
perludalam,
hanya
sekedar
supaya tidak
sadar,
anelgesi
dapat
diberikan
opioid
dosistinggi,
dan otot lurik
dapat
relaksasi
akibat
pemberian
pelumpuh
otot.
Ketigakombi
nasi ini
dikenal
sebagai
"the triad of
anesthesia"
. Obat
pelumpuh
ototsendiri
secara garis
besar dibagi
menjadi dua
golongan
besar
berdasarkan
mekanisme
kerjanya, yaitu
golongan
depolarisasi
dan non-
depolarisasi.
Masing-
masing
golongan
mempunyai
kelebihan dan
kekurangan
masing-
masing
karena berbe
danya cara
kerja.
1
Obat-obat
yang
mempengaru
hi otot
skeletal
berfungsi
sebagai
2kelompok
obat yang
sangat
berbeda.
Pertama
'
kelompok
yang
digunakan
selama prose
dur
pembedahan
dan unit
perawatan
intensif untuk
menghasilkan
efek paralisis
pada pasien
yang
membutuhka
n bantuan
ventilator
(pelumpuh
otot)
dankelompok
lain yang
digunakan
untuk
mengurangi
spastisitas
pada
sejumlahkelai
nan
neurologis
(spasmolitik).
Obat-obat
pelumpuh
otot bekerja
pada
transmisineur
omuscular
end-plate dan
menurunkan
aktivitas
sistem saraf
pusat.
Golongan
inisering
digunakan
sebagai obat
tambahan
selama
anestesi
umum
untuk memfa
silitasi
intubasi
trakea dan
mengoptimal
kan proses
pembedahan
denganmeni
mbulkan
imobilitas dan
pemberian
ventilasi yang
adekuat.
1,2
Relaksasi
otot lurik
dapat
dicapai
dengan
mendalamka
n
anestesiaum
um inhalasi,
melakukan
blokade
saraf
regional, dan
memberikan
pelumpuh
otot.
Pendalaman
anesthesia
beresiko
depresi napas
dan
depresi jantu
ng, blokade
saraf terbatas
penggunaann
ya.
1
Sebelum
dikenal obat
penawar
pelumpuh
otot,
penggunaan
pelumpuhoto
t sangat
terbatas.
Tetapi sejak
ditemukan
obat penawar
pelumpuh
otot
dan penawar
opioid, maka
penggunaany
a jadi semakin
rutin.
Anestesia
tidak
perludalam,
hanya sekedar
supaya tidak
sadar,
anelgesi dapat
diberikan
opioid dosis

Anda mungkin juga menyukai