Klebsiella pneumonia
Kingdom : Bakteria
Phylum : Proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Familly : Enterobakteriaceae
Genus : Klebsiella
Genus Klebsiella di bagi atas beberapa strain penting yang sering berupa infeksi
Oportunistik bagi manusia,diantaranya :
1. K. pneumonia
2. K. ozaena
3. K. rhinoscleromatis
4. K. oxytoca
5. K. planticola
6. K. terrigena
7. K. ornitinolitika
8. K. singaporensis
9. K. variicola
10. K. senegalensis
11. K. miletis
12. K. aerogenes
C. Morfologi
Berbentuk batang pendek,Gram negatif,bersifat Aerob fakultatif, bakteri ini berukuran 0,5
1,5 x 1 2 , tidak mampu berbentuk spora, tidak dapat bergerak dengan bebas dan
mempunyai kapsul yang tersusun dari Polisakarida sehingga dengan mudah dapat mengikat
lipoprotein untuk membetuk Lipopolisakarida yang berfungsi sebagai Patogenitas bakteri ini.
Kadang-kadang bakteri ini mempunyai susunan berpasangan seperti pneumococcus.
D. Sifat Pertumbuhan
Coliform ini dapat tumbuh subur dan cepat pada media sederhana, aerobic dan anaerobic
fakultatif, dapat memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan asam (6 7,8) dan gas
pada pengeraman 37oC selama 24-48 jam. Spesies yang termasuk golongan Coliform antara
lain Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, dan Klebsiella pneumonia.
E. Gambaran Koloni
Koloni bekteri ini berbentuk bulat, tepi koloni rata, cembung, koloni ini terlihat tampak
berlendir, dan berwarna abu-abu.
F. Test Biokimia berdasarkan uji
H. Sifat oportunistik
Pada dasarnya pertahanan terhadap invasi bakteri tergantung pada fagositosis oleh granulosit
polymorphonuclear dan efek bakterisidal serum. Bakteri mengatasi imunitas host bawaan
melalui beberapa cara. Mereka memiliki kapsul polisakarida, yang merupakan penentu utama
patogenisitas mereka. Kapsul ini terdiri dari polisakarida asam kompleks. lapisan besar Its
melindungi bakteri dari fagositosis oleh granulosit polymorphonuclear. Selain itu, kapsul
bakteri mencegah kematian disebabkan oleh faktor serum bakterisidal. Lipopolysacarida
(LPS) merupakan faktor lain patogenisitas bakteri. Mereka mampu mengaktifkan pelengkap,
yang menyebabkan deposisi selektif C3b ke molekul LPS di lokasi yang jauh dari membran
sel bakteri. Hal ini menghambat pembentukan kompleks serangan membran (C5b-C9), yang
mencegah kerusakan membran dan kematian sel bakteri.
Orang-orang berisiko tinggi dalam hal nosokomial infeksi adalah laki-laki yang lebih tua
dengan alkoholisme, diabetes, atau penyakit bronkopulmonalis kronis.
Faktor risiko pada pneumonia sangat sering,dan dapat di bedakan menjadi dua :
1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, diabetes, alkoholisme, azotemia), perawatan di
rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi endotrakeal,
malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama,
sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury)
serta bronkiektasis
2. Faktor eksogen antara lain :
a. Pembedahan
Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan, yaitu
torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah (5%).
b. Penggunaan antibiotik
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif terhadap
Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan. Sebagai contoh,
pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran
pencernaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di orofaring
melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian
penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan
kolonisasi bakteri gram negatif di orofaring.
c. Peralatan terapi pernapasan kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri
Pseudomonas aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.
d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral
Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena asam lambung
dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasid /
penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri
gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0.
e. Lingkungan rumah sakit
Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur, dan penatalaksanaan
dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat bantu napas, selang
makanan, selang infus, kateter dll.
J. Pengobatan
Pengobatan tergantung pada sistem organ yang terlibat. Secara umum, terapi awal pasien
dengan bakteremia mungkin adalah empiris.. Pemilihan agen antimikroba spesifik tergantung
pada pola-pola kerentanan setempat.. Setelah bakteremia dikonfirmasi pengobatan dapat
dimodifikasi.
Pengobatan dengan aktivitas intrinsik yang tinggi terhadap K pneumoniae harus dipilih untuk
pasien sakit parah. Contoh obat tersebut termasuk sefalosporin generasi ketiga (misalnya,
cefotaxime, ceftriaxone), carbapene dengan nama genaeriknya( imipenem / cilastatin),
aminoglikosida (misalnya, gentamisin, amikasin), dan kuinolon.Obat-obat ini dapat
digunakan sebagai monoterapi atau terapi kombinasi. Beberapa ahli menyarankan
menggunakan kombinasi dari aminoglikosida dan sefalosporin generasi ketiga sebagai
pengobatan. Lainnya tidak setuju dan merekomendasikan monoterapi. Aztreonam dapat
digunakan pada pasien yang alergi terhadap antibiotik beta-laktam. Kuinolon juga pilihan
pengobatan yang efektif untuk rentan isolat pada pasien, baik alergi carbapenem atau alergi
beta-laktam.
Antibiotik lain yang digunakan untuk mengobati rentan isolat termasuk ampisilin /
sulbaktam, piperasilin / tazobactam, tetrakarsilin / klavulanat, seftazidim, sefepim,
levofloxacin, norfloksasin, gaitfloxacin, moksifloksasin, meropenem, dan ertapenem.
K. Pencegahan
Peningkatan derajat kesehatan dan daya tahan tubuh merupakan upaya pencegahan paling
penting, karena bakteri ini sebenernya sudah ada sebagai flora normal pada orang sehat.
Pencegahan nosocomial infection dilakukan dengan cara kerja yang aseptic pada perawatan
pasien di rumah sakit. Enterobacteria peka terhadap panas dan dapat dibunuh dengan
pemanasan yang merata (di atas 700C). Sumber utama infeksi bakter ini adalah makanan
mentah, makanan yang kurang matang dan kontaminasi silang, yaitu apabila makanan sudah
dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan yang terkontaminasi misalnya alas
pemotong. Karena itu, pemanasan dengan benar dan penanganan makanan secara higienis
dapat mencegah enterobacteria.
Gejala-gejala seseorang yang terinfeksi Klebsiella
Pada umumnya, gejala-gejala penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri golongan
Klebsiellae adalah sama. Akan tetapi, setiap penyakit berdasarkan jenis spesies Klebsiella-
nya masing-masing punya ciri khas.
Klebsiella pneumoniae yang menyebabkan penyakit paru-paru memberikan
penampakan berupa pembengkakan paru-paru sehingga lobus kiri dan kanan paru-paru
menjadi tidak sama; demam (panas-dingin); batuk-batuk (bronkhitis); penebalan dinding
mukosa; dan dahak berdarah. Sedangkan, Klebsiella rhinoscleromatis dan Klebsiella ozaenae
yang menyebabkan rinoschleroma dan ozaena memberikan gejala pembentukan granul
(bintik-bintik), gangguan hidung, benjolan-benjolan di rongga pernapasan (terutama hidung),
sakit kepala, serta ingus hijau dan berbau.
Gejala-gejala seseorang yang terinfeksi Klebsiella pneumonia adalah napas cepat dan
napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi
pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari
1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.
Pneumonia Berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas,
napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing)
pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga
Pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis
sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pnemonia berat
ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau (juga
disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam, batuk-batuk, perubahan
karakteristik dahak, suhu tubuh lebih dari 38 C. Gejala yang lain, yaitu apabila pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara napas bronkhial, bronkhi dan leukosit lebih dari 10.000
atau kurang dari 4500/uL.
Pada pasien usia lanjut atau pasien dengan respon imun rendah, gejala pneumonia
tidak khas, yaitu berupa gejala non pernafasan seperti pusing, perburukan dari penyakit yang
sudah ada sebelumnya dan pingsan. Biasanya frekuensi napas bertambah cepat dan jarang
ditemukan demam. Beberapa jenis Klebsiella pneumonia dapat diobati dengan antibiotik,
khususnya antibiotik yang mengandung cincin beta-laktam.
Contoh antibiotik tersebut adalah ampicillin, carbenicillin, amoxicilline, dll. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa Klebsiella pneumonia memiliki sensitivitas 98,4% terhadap
meropenem, 98,2% terhadap imipenem, 92,5% terhadap kloramfenikol, 80 % terhadap
siprofloksasin, dan 2% terhadap ampisilin. Strain baru dari Klebsiella pneumoniakebal
terhadap berbagai jenis antibiotik dan sampai sekarang masih dilakukan penelitian untuk
menemukan obat yang tepat untuk menghambat aktivitas atau bahkan membunuh bakteri
tersebut.
8. Patologi rhinoskleroma
Rinoskleroma terbagi menjadi tiga stadium, yaitu stadium I, II, dan III. Pada stadium
I, gejala-gelaja yang dirasakan penderita tidak khas, seperti rinitis biasa. Dimulai dengan
keluarnya cairan hidung encer, sakit kepala, sumbatan hidung yang berkepanjangan,
kemudian diikuti dengan pengeluaran cairan mukopurulen berbau busuk yang dapat
mengakibatkan gangguan penciuman.
Stadium II ditandai dengan hilangnya gejala rinitis. Pada stadium ini terjadi
pertumbuhan yang disebut nodular submucous infiltration di mukosa hidung yang tampak
sebagai bintil di permukaan hidung. Lama-lama, bintil ini bergabung menjadi satu massa
bintil yang sangat besar, mudah berdarah, kemerahan, tertutup mukosa dengan konsistensi
padat seperti tulang rawan. Kemudian membesar ke arah posterior (belakang) maupun ke
depan (anterior). Sedangkan pada stadium III, massa secara perlahan-lahan membentuk
struktur jaringan lunak. Jaringan ini bisa menyempitkan jalan napas. Proses yang sama seperti
di hidung dapat juga terjadi pada mulut, tenggorokan, dan paru-paru.