Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

PATOGENESIS DAN TERAPI MEDIKAMENTOSA


ESOFAGITIS KOROSIF

Diajukan untuk memenuhi Persyarat Pendidikan Profesi Pendidikan Dokter


Stase Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
KRH dr. H. Djoko Shindusakti Widyodiningrat, Sp. T.H.T.K.L. (K), MBA., MARS.,
M.Si., Audiologist
Dr. dr. H. Iwan Setiawan Adjie, Sp. T.H.T.K.L
dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. T.H.T.K.L

Diajukan Oleh :
Irkhamyudhi Primasakti, S.Ked (J510165074)
Warraihan, S. Ked (J510165066)

KEPANITRAAN KLINIK ILMU T.H.T.K.L


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
REFERAT
PATOGENESIS DAN TERAPI MEDIKAMENTOSA
ESOFAGITIS KOROSIF
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter
Stase Ilmu T.H.T.K.L Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Oleh :

Irkhamyudhi Primasakti, S.Ked J510165074


Warraihan, S. Ked J510165066

Telah diajukan dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada
hari Sabtu tanggal 13 Mei 2017

Pembimbing :

KRH dr. H. Djoko Shindusakti Widyodiningrat, Sp. T.H.T.K.L. (K), MBA., MARS.,
M.Si., Audiologist

(..)

Dr. dr. H. Iwan Setiawan Adjie, Sp. T.H.T.K.L (..)

dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. T.H.T.K.L (..)

Disahkan Ketua Program Profesi

dr. D. Dewi Nirlawati (.)

Esofagitis korosif
Esofagitis korosif adalah peradangan di daerah esofagus yang disebabkan oleh
luka bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat, basa
kuat, dan zat organik. Zat kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif. Zat
kimia yang bersifat korosif ini akan menimbulkan gejala keracunan bila telah diserap
oleh darah (Soepardi et al, 2012).
Angka kejadian esofagitis korosif tertelan asam kuat, basa kuat, cairan pemutih
masih jarang ditemukan maupun dilaporkan di Indonesia. Berbeda halnya di Afrika,
tepatnya di Nigeria dilaporkan antara tahun 1986 s/d 1991 (5 tahun) 73 kasus striktur
esofagus karena bahan korosif, yang pada umumnya terjadi pada orang dewasa yang
ingin bunuh diri. Sebanyak 70% dari kasus esofagitis korosif disebabkan oleh basa
kuat, 20 % oleh asam kuat karena sifat dari basa kuat yang tidak berasa di lidah,
sedangkan asam mempunyai rasa yang pahit dan menyebabkan lidah rasa terbakar.
Hasil statistik di Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat 5.000 sampai 10.000
kasus tertelan zat-zat kaustik pertahun, baik disebabkan asam kuat, basa kuat maupun
zat korosif lainnya. Sekitar 80% kasus ini terjadi pada anak-anak, dan 50% di
antaranya terjadi pada anak usia kurang dari 4 tahun. Kasus ini juga terjadi pada orang
dewasa yang mencoba bunuh diri dengan cara meminum zat zat korosif dan biasanya
tingkat kerusakan yang ditimbulkan lebih serius karena adanya unsur kesengajaan,
jumlah zat yang masuk lebih banyak dan jenisnya lebih berbahaya (Lionte C, et all.
2007, Wen, Jessica. 2008, Alijenad, A. 2000). Pada kasus seperti ini untuk penanganan
atau pencegahan komplikasi dari penyakit masih belum ada titik terang. Hal ini
diakibatkan karena patogenesis dari zat korosif pada organ yang belum begitu jelas.

Tujuan
Mengetahui patogenesis dan penatalaksanaan dari esofagitis korosif.

Manfaat
Menurunkan ataupun mencegah angka prevalensi kejadian esofagitis erosif
pada masyarakat.

Patogenesis Esofagitis Korosif


Zat-zat kaustik seperti asam kuat dan basa kuat merusak jaringan tubuh dengan
merubah struktur ion dan struktur molekul serta mengganggu ikatan kovalen pada sel
(Kardon, EM. 2008).
1. Basa kuat
Tertelan basa kuat menyebabkan jaringan nekrosis mencair (liquefactum
necrosis), sebuah proses yang melibatkan saponifikasi lemak dan melarutkan protein.
Kematian sel disebabkan oleh emulsifikasi dan perusakan struktur membran sel. Ion
hidroksi (OH-) yang berasal dari zat basa bereaksi dengan jaringan kolagen sehingga
menyebabkan terjadinya bengkak dan pemendekan jaringan (kontraktur), trombosis
pada pembuluh darah kapiler, dan produksi panas oleh jaringan (Kardon, EM. 2008).
Jaringan yang paling sering terkena pada kontak pertama oleh basa kuat adalah
lapisan epitel squamosa orofaring, hipofaring, dan esofagus. Esofagus merupakan
organ yang paling sering terkena dan paling parah tingkat kerusakannya saat tertelan
basa kuat dibandingkan dengan lambung, Dalam 48 jam terjadi udem jaringan yang
bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas, selanjutnya dalam 2-4 minggu dapat terbentuk
striktur (Kardon, EM. 2008).
2. Asam kuat
Kerusakan jaringan akibat tertelan asam kuat bersifat nekrosis menggumpal
(coagulation necrosis), terjadi proses denaturasi protein superfisial yang akan
menimbulkan bekuan, krusta atau keropeng yang dapat melindungi jaringan di
bawahnya dari kerusakan. Lambung merupakan organ yang paling sering terkena pada
kasus tertelan asam kuat, pada 20% kasus usus kecil juga dapat terkena. Keropeng dan
bekuan protein yang terbentuk mengelupas dalam 3-4 hari digantikan oleh jaringan
granulasi, perforasi jaringan dapat terjadi pada proses ini. Komplikasi akut yang terjadi
adalah, muntah akibat dari spasme pylorik, perforasi dan perdarahan saluran cerna.
Jika zat asam terserap oleh darah menyebabkan asidosis metabolik, hemolisis, gagal
ginjal akut, dan kematian (Kardon, EM. 2008).

Gambaran Klinis Esofagitis Korosif

Esofagitis korosif menurut derajat luka bakar yang ditimbulkan dapat dibagi
menjadi bentuk klinis yaitu (Soepardi et al, 2012) :
1. Esofagitis korosif tanpa ulserasi
Pasien mengalami gangguan menelan ringan. Pada esofagoskopi tampak mukosa
hiperemis tanpa ulserasi.
2. Esofagitis korosif dengan ulserasi ringan
Pasien mengeluh disfagia ringan, pada esofagoskopi tampak ulkus yang tidak dalam,
terbatas pada lapisan mukosa saja.
3. Esofagitis korosif ulseratif sedang
Ulkus sudah mengenai lapisan otot, biasanya ditemukan satu ulkus atau multipel.
4. Esofagitis korosif ulserasi berat tanpa komplikasi
Terdapat pengelupasan mukosa serta nekrosis yang letaknya dalam, dan telah
mengenai seluruh lapisan esofagus. Keadaan ini jika dibiarkan akan menimbulkan
striktur esofagus.
5. Esofagitis korosif ulseratif berat dengan komplikasi
Terdapat perforasi esofagus yang dapat menimbulkan mediastinitis dan peritonitis.
Kadang-kadang ditemui tanda-tanda obstruksi saluran pernafasan atas dan gangguan
keseimbangan asam basa.

Ada juga yang membaginya menjadi 3 derajat yaitu (Alijenad, A. 2000) :


1. Derajat pertama mengenai lapisan mukosa saja sehingga terbentuk udem dan eritem.
Lapisan mukosa ini selanjutnya akan mengelupas dan sembuh tanpa striktur dan
jaringan parut.
2. Derajat kedua kerusakan menembus lapisan mukosa, submukosa dan muskularis
yang dalam 1-2 minggu akan membentuk jaringan granulasi dan ulserasi. Reaksi
fibroblas dimulai pada minggu ke-3 dan dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan akan terjadi penciutan kolagen dan pembentukan striktur.
3. Derajat tiga terjadi perforasi seluruh dinding esofagus.

Berdasarkan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif dibagi dalam 3 fase (Soepardi


et al.2012, Alijenad, A. 2000, Lionte C, et all. 2007) :
1. Fase akut
Keadaan ini berlangsung selama 1-3 hari, pada anamnesa ditemukan dispnea, disfagia,
rasa nyeri dan terbakar pada rongga mulut, odinofagia, nyeri dada dan perut, mual dan
muntah, dan hematemesis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
1. Luka bakar pada daerah mulut, bibir, dan faring yang kadang-kadang disertai
perdarahan.
2. Tanda-tanda akan terjadinya obstruksi jalan nafas seperti : stidor, suara serak, disfoni
atau afonia, takipnu, hiperpnu, batuk.
3. Tanda-tanda lain seperti demam, drooling, adanya membran putih pada palatum,
udem laring, spasme laring, tanda-tanda peritonitis.

2. Fase laten
Berlangsung selama 2-6 minggu, pada fase ini keluhan pasien berkurang, suhu badan
menurun, pasien merasa telah sembuh, sudah dapat menelan dengan baik, akan tetapi
sebenarnya proses masih berjalan dengan membentuk jaringan parut (sikatriks).

3. Fase kronis
Setelah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah terbentuk jaringan parut,
sehingga terjadi striktur esofagus. Gejala lain yang bisa timbul adalah fistula,
hipomotilitas saluran cerna, dan peningkatan resiko kanker saluran cerna.

Hal-hal lain yang menjadi masalah penting dan perlu diperhatikan pada kasus
esofagitis korosif antara lain (Kardon, EM. 2008) :
1. Akibat dari udem, perdarahan, dan pembentukan jaringan nekrosis dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas atas, oleh karena itu perlu dijaga agar
jalan nafas tetap baik.
2. Perforasi tidak hanya mengenai esofagus, tetapi dapat juga mengenai lambung, usus,
saluran pernafasan, dan pembuluh darah.
3. Kehilangan cairan dari muntah, adanya rongga ketiga (third space), dan perdarahan
saluran cerna dapat menyebabkan terjadinya syok dan hipovolemia.
4. Pada kasus tertelan asam kuat yang cukup banyak dapat menyebabkan terjandinya
asidosis metabolik, hemolisis, gagal ginjal akut dan kegagalan fungsi multiorgan.
5. Walaupun pasien dapat selamat dari fase akut, namun pada fase kronis dapat terjadi
fistula, hipomotilitas saluran cerna, dan kanker saluran cerna.

Tatalaksana Esofagitis Korosif


Tujuan terapi dari penatalaksanaan esofagitis korosif adalah mencegah
perforasi dan mencegah timbulnya striktur pada esofagus dan lambung (Soepardi et al.
2012).
Penatalaksanaan esofogitis korosif dilakukan dalam 24 jam pertama setelah
tertelan zat kaustik, pasien harus diberi cairan parenteral dan diobservasi akan
kemungkinan mediastinitis, fistel trakea-esofagus, perforasi lambung, peritonitis,
pneumonia, dan udem laring. Kurang lebih 24 jam setelah kejadian dilakukan
esofagoskopi dengan anastesia umum endotrakea untuk menentukan apakah ada luka
bakar di esofagus. Jika terdapat luka bakar esofagoskopi dihentikan, esofagoskop tidak
boleh dilanjutkan melalui daerah luka bakar untuk menghindari terjadinya perforasi
esofagus. Jika pada esofagoskopi tidak ditemukan luka bakar, pasien dapat
dipulangkan dari rumah sakit dalam 2-3 hari setelah luka bakar pada daerah mulut dan
orofaring cukup membaik dan dapat minum peroral secukupnya. Bila pada
esofagoskopi terdapat luka bakar harus dipasang pipa nasogaster polietilen yang kecil
untuk pemberian makanan dan mempertahankan lumen esofagus. Terapi kortikosteroid
harus dimulai dan diteruskan sampai 6 minggu, biasanya hari pertama 200-300 mg
sampai hari ke-3, setelah itu diturunkan bertahap setiap 2 hari dengan dosis
maintenance 2x50 mg perhari. Antibiotik spektrum luas golongan sefalosporin seperti
ceftriakson diberikan sampai pemeriksaan radiologi esofagus dengan kontras
menunjukkan penyembuhan mukosa, biasanya selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas
demam. Preparat penghambat pompa proton seperti omeprazol dan pantoprazol dapat
mengurangi paparan zat asam lambung ke esofagus yang dapat mengurangi resiko
terjadinya striktur. Analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Segera setelah
pasien dapat menelan cairan, biasanya 3-4 hari setelah kejadian, diberikan antibiotik
peroral untuk mendapatkan efek topikal pada jaringan granulasi. Pemberian makanan
yang mengandung partikel yang dapat berkumpul di jaringan granulasi jangan
diberikan dulu sampai ada bukti penyembuhan mukosa secara radiografi dengan
kontras.1
Esofagogram dibuat pada minggu ke 3 dan pada minggu ke 6, jika terbukti ada
pembentukan striktur setelah terapi kortikosteroid dihentikan, businasi dimulai. Pada
luka bakar berat, pipa untuk pemberian makanan tidak dikeluarkan sampai resiko
pembentukan striktur terlampaui. Pipa makanan atau tali harus tetap terpasang pada
pasien dengan pembentukan striktur untuk mencegah hilangnya lumen secara total.1
Pasien dengan striktur korosif esofagus dapat ditanggulangi dengan dilatasi
atau rekontruksi esofagus. Dilatasi dapat dilakukan dengan metode mekanis prograd,
metode mekanis retograd dari Tucker, dan metode hidrostatik, menggunakan busi
berisi air raksa. Dilatasi dilakukan dengan bantuan esofagoskopi, selama sekali sampai
2 kali seminggu, bila keadaan pasien lebih baik dilakukan sekali 2 minggu, sekali
sebulan, sekali 3 bulan dan seterusnya sampai pasien dapat menelan makanan biasa.
Jika selama 3 kali dilatasi hasilnya kurang memuaskan sebaiknya dilakukan reseksi
esofagus dan dibuat anastomose ujung ke ujung (end to end).

Indikasi pembedahan antara lain (Alijenad, A. 2000, M. Bayran et al,2016) :


1. Stenosis komplit lumen esofagus yang gagal dilakukan usaha dilatasi.
2. Terdapat gambaran ireguler dan seperti membentuk kantong pada dinding esofagus
dengan pemeriksaan kontras barium.
3. Pembentukan fistula
4. Tidak bisa mempertahankan lumen setelan dilakukan businasi sebanyak 40 French.
5. Pasien yang menolak atau tidak bisa dilakukan businasi dalam jangka waktu lama.
6. Timbulnya komplikasi seperti perforasi, mediastinitis atau peritonitis.
Gambar. Algoritma Tatalaksana Esofagitis Korosif
KESIMPULAN

Esofagitis korosif ialah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka


bakar karena zat kimia bersifat korosif. Penyebab esofagitis korosif adalah asam kuat,
basa kuat dan zat organik. Pada kasus basa kuat akan menyebabkan jaringan nekrosis
mencair (liquefactum necrosis), sebuah proses yang melibatkan saponifikasi lemak dan
melarutkan protein. Pada kasus asam kuat kerusakan jaringan bersifat nekrosis
menggumpal (coagulation necrosis), terjadi proses denaturasi protein superfisial yang
akan menimbulkan bekuan, krusta atau keropeng yang dapat melindungi jaringan di
bawahnya dari kerusakan. Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif
tergantung pada jenis zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lamanya
kontak dengan dinding esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau
tidak.
Penatalaksanaan esofagitis korosif bertujuan untuk mencegah pembentukan
striktur. Terapi esofagitis korosif dibagi dalam fase akut dan fase kronik. Pada fase
akut, dilakukan perawatan umum dan terapi khusus berupa terapi medik dan
esofagoskopi. Fase kronik telah terjadi striktur, sehingga dilakukan dilatasi dengan
bantuan esofagoskop. Terapi kortikosteroid harus dimulai dan diteruskan sampai 6
minggu, biasanya hari pertama 200-300 mg sampai hari ke-3, setelah itu diturunkan
bertahap setiap 2 hari dengan dosis maintenance 2x50 mg perhari. Antibiotik spektrum
luas golongan sefalosporin seperti ceftriakson diberikan sampai pemeriksaan radiologi
esofagus dengan kontras menunjukkan penyembuhan mukosa, biasanya selama 2-3
minggu atau 5 hari bebas demam. Preparat penghambat pompa proton seperti
omeprazol dan pantoprazol dapat mengurangi paparan zat asam lambung ke esofagus
yang dapat mengurangi resiko terjadinya striktur. Analgetik diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri. Segera setelah pasien dapat menelan cairan, biasanya 3-4 hari
setelah kejadian, diberikan antibiotik peroral untuk mendapatkan efek topikal pada
jaringan granulasi.
Komplikasi esofagitis korosif dapat berupa syok, koma, edema laring,
pneumonia aspirasi, perforasi esofagus, mediastinitis, dan kematian. Prognosis
tergantung dari derajat luka bakar yang dialami pasien, serta jenis zat yang tertelan.
Daftar Pustaka

1. Soepardi, Eflaty A, Iskandar, N. Editor. 2012. Telinga Hidung Tenggorok Kepala


Leher Edisi Kelima. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2. Lionte C, et all. 2007. Unusual Presentation and Complication of Caustic Ingestion;
Case Report. http://www.jgld.ro/12007/12007_17.pdf [Diakses 8 Mei 2017].
3. Wen, Jessica. 2008. Esophagitis. http://www.emedicine.com/ped/ TOPIC714.HTM
[Diakses 8 Mei 2017].
4. Alijenad, A. 2000. Caustic Injury to the Upper Gastrointestinal Tract.
http://pearl.sums.ac.ir/semj/vol4/jan2003/causticinj.htm [Diakses 8 Mei 2017].
5. Kardon, EM. 2008. Toxicity, Caustic Ingestion.
http://www.emedicine.com/EMERG/topic86.htm [Diakses 8 Mei 2017].
6. Corrosive Esophagitis and Stricture. (http://www.medicalclinic.org/diseases/
corrosive-esophagitis-and-stricture.html, diakses [Diakses 8 Mei 2017].
7. M. Bayram Metin1., K. A. Olgun.,2016. Clinical features and treatment of corrosive
esophagitis. Cukurova Medical Journal. DOI: 10.17826/cutf.204047 [Diakses 8 Mei
2017].

Anda mungkin juga menyukai