Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KONSTRUKTIVISTIK

BAB I

PENDAHULUAN

Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas. Dalam

proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan materi, media, guru,

siswa, dan konteks belajar. Proses belajar mengajar yang baik adalah proses belajar yang dapat

mengena pada sasaran melalui kegiatan yang sistematis dan untuk itu sangatlah diperlukan keaktifan

guru dan siswa untuk menciptakan proses belajar mengajar yang baik tersebut.

Dalam proses belajar mengajar, strategi sangat dibutuhkan oleh guru dalam mencapai tujuan

pembelajaran. Strategi merupakan cara atau keinginan guru dalam membawa siswa menuju target

yang diinginkan secara tepat.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, ada empat strategi dasar dalam

belajar mengajar. Strategi itu adalah: (1) mengidentifikasikan serta menetapkan spesifikasi dan

kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian siswa seperti yang diharapkan, (2) memilih

sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat, (3)

memilih dan menetapkan prosedur, metode dan tehnik belajar mengajar yang dianggap paling tepat

dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran, dan (4)

menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan

sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam mengevaluasi kegiatan belajar mengajar yang

selanjutnya dijadikan umpan balik untuk kepentingan kegiatan pembelajaran.

Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan

pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang

dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas

(sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi makna melalui pengetahuan

itu, kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori konstruktivistik adalah

ide bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan situasi kompleks ke situasi lain dan

apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruk bukan

menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan

mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan,

bukan guru.

Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student center).

Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri. Dalam hal ini guru tidak dapat hanya

semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswalah yang harus membangun

pengetahuan di dalam benaknya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Konstruktivistik

Teori belajar konstruktivistik bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky, Piaget dan Vigotsky

berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami

sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-

informasi baru. Keduanya menekankan adanya hakekat sosial dari belajar. Pembelajaran kooperatif,

berbasis kegiatan dan penemuan merupakan pilihan yang sesuai untuk pembelajaran. Hakekat dari

teori konstruktivistik adalah bahwa siswa harus secara individu menemukan dan menerapkan

informasi-informasi kompleks ke dalam situasi lain apabila mereka harus menjadikan informasi itu
miliknya sendiri. Siswa berperan aktif dalam pembelajaran, sedangkan guru adalah membantu

membuat kondisi yang memungkinkan siswa untuk secara mandiri menemukan fakta, konsep atau

prinsip.

Menurut Wina Sanjaya (2008: 264) bahwa konstruktivistik adalah proses membangun atau

menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Guru bukanlah

pemberi informasi, dan jawaban atas semua masalah yang terjadi di kelas.

Selanjutnya Aunurrahman (2009: 28) bahwa: konstruktivistik memberikan arah yang jelas

bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep,

kesimpulan, bukan sekedar merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau

fakta saja.

Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang

mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena

setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan

merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu

keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar

itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997).

Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran

kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah

seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus

mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Trianto, 2010:

113).

Adapun ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivistik yaitu:

1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.

2. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.


3. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman.

4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoisasi) makna melalui berbagai informasi atau

menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain.

5. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus terintegrasi dengan

tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah. (Yulaelawati, 2004: 54)

Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan

terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal

lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.

Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:

1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.

2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri

pertanyaannya.

3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.

4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

B. Peletak Dasar Paham Konstruktivistik

Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Ahli Psikologi Amerika Jerome

Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme. Mereka merupakan peletak

dasar paham konstruktivisme dengan kajiannya bertahun-tahun dalam bidang psikologi dan

perkembangan intelektual anak.

Jean Piaget (1886-1980) adalah seorang ahli psikologi Swiss, yang mendalami bagaimana

anak berpikir dan berproses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual. Piaget menjelaskan
bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus dan berusaha memahami

dunia sekitarnya.

Lebih lanjut Piaget mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam

proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis

tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman-

pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodivikasi pengetahuan awal mereka.

Lev Vygotsky (1896-1834) adalah ahli psikologi Rusia. Menurutnya perkembangan

intelektual anak terjadi pada saat berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang. Mereka

berusaha untuk memecahkan masalah yang muncul dari pengalaman ini. Dalam upaya mendapatkan

pengalaman baru, Individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah

dimilikinya dan membangun pengertian baru.

Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi Harvard. Jerome Bruner dan koleganya

mengemukakan teori pendukung penting yang kemudian dikenal sebagai pembelajaran penemuan.

Pembelajaran penemuan adalah suatu pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa

memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif terlibat dalam proses

pembelajarannya terjadi melalui penemuan pribadi. Menurut Bruner bahwa menemukan sesuatu oleh

murid memakan waktu yang lebih banyak, apa yang dapat diajarkan dalam waktu 30 menit, mungkin

memerlukan 4-5 jam, yakni merumuskan masalah, merencanakan cara memecahkannya, melakukan

percobaan, membuat kesalahan, berpikir untuk mengatasinya, dan akhirnya menemukan

penyelesaiannya tak ternilai harganya bagi cara belajar selanjutnya atas kemampuan sendiri.

Cara belajar yang terbaik menurut Bruner adalah memahami konsep, arti, dan hubungan dan

sampai pada suatu kesimpulan. Dengan teorinya: Free Discovery Learning, Bruner mengatakan

bahwa: Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh

yang dijumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005: 43)


C. Prinsip-Prinsip Konstruktivistik

Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivistik yang diterapkan dalam belajar mengajar

adalah:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan

murid sendiri untuk menalar

3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep

ilmiah

4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan

lancar.

5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa

6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan

7. Mencari dan menilai pendapat siswa

8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Dari prinsip-prinsip tersebut di atas hanya terdapat satu prinsip yang paling penting adalah

guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus

membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini

dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan

bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan

sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi
mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu

nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

D. Konstruktivistik dalam Pembelajaran

Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri

pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses

menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam

pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu

sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila

guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses

belajar.

Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki

kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar

dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru (Budiningsih, 2005: 59).

Kegiatan belajar dalam kelas konstruktivis adalah seorang guru tidak mengajarkan kepada

anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mengencourage

(mendorong) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan.

Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar

atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang

dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa.

Pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran, merupakan penerapan pembelajaran

kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami

konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.

Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok, untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah

yang kompleks. Sekali lagi, penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok
sejawat untuk memodelkan cara berpikir dan sesuai dan saling mengemukakan dan meluruskan

kekeliruan pengertian atau miskonsepsi-miskonsepsi diantara mereka sendiri. Dalam hal ini siswa

dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya mereka; metode ini tidak hanya membuat hasil belajar

terbuka untuk seluruh siswa tetapi juga membuat proses berpikir siswa lain lebih terbuka untuk

seluruh siswa.

Istilah kooperatif memberikan gambaran bahwa adanya hubungan yang terjadi antara dua

orang atau lebih. Hubungan ini dapat berupa kerjasama dan saling membutuhkan dalam menghadapi

dan memecahkan masalah yang mungkin timbul, sehingga mereka yang terlibat didalamnya

mempunyai keberanian dalam memecahkan suatu permasalahan bahkan akan lebih muda

dipecahkan.

Pembelajaran konstruktivistik meliputi empat tahapan yaitu:

1. Apersepsi.

Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan

pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya:

mengapa baling-baling dapat berputar?

2. Eksplorasi.

Pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang mau

dipelajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai jawaban

dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda

langsung.

3. Diskusi dan Penjelasan Konsep.

Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya, pada tahap ini

pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan kelas,

yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotivasi siswa mengungkapkan

alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.


4. Pengembangan dan Aplikasi.

Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian

siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang

telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas.

E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Psikologi Belajar Konstruktivistik

Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar yang

paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah sesuai atau tidak dengan materi pelajaran

pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru diharapkan menguasai berbagai

macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar sebab setiap pendekatan, strategi,

metode, gaya atau pola mengajar memiliki kelebihan dan kekurangan.

1. Kelebihan

Adapun kelebihan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai berikut:

a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan

menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa

memberikan penjelasan tentang gagasannya.

b. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan

kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka

tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong

untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.

c. Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa

berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-

gagasan pada saat yang tepat.


d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk

memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal

maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.

e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan

mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.

g. Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan,

saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

2. Kekurangan

Adapun kekurangan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai berikut:

a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak

cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.

b. Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti

membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.

c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana

yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.

4. Ketidaksiapan murida untuk merancang strategi, berfikir dan menilai sendiri pengajaran berdasarkan

pengalamannya sendiri. Tidak semua murid mempunyai pengalaman yang sama, masalah ini kadang

menyebabkan aktivitas pengajaran menjadi tidak bermakna bagi siswa.

F. Lingkungan Pembelajaran Konstruktivistik

Dalam konstruktivistik, terdapat lima unsur penting dalam lingkungan pembelajarannya,

yaitu:
1. Memperhatikan dan Memanfaatkan Pengetahuan Awal Siswa

Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstrukti pengetahuan.

Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal

yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa

dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.

2. Pengalaman Belajar yang Bermakna

Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga

bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar

dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat

dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber

daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.

3. Adanya Lingkungan Sosial yang Kondusif

Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa

maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai

konteks sosial.

4. Adanya Dorongan Agar Siswa Bisa Mandiri

Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu

siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.

5. Adanya Usaha Untuk Mengenalkan Siswa Tentang Dunia Ilmiah


Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan

sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa

tentang kehidupan ilmuwan.

BAB III
KESIMPULAN

Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan

pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang

dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas

(sempit). Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student

center).

Prinsip yang paling penting diterapkan dalam pembelajaran konstruktivistik adalah guru tidak

boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun

pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi

agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan lancar.

Terdapat lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1)

memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa, (2) pengalaman belajar yang bermakna,

(3) adanya lingkungan sosial yang kondusif, (4) adanya dorongan agar siswa bisa mandiri, dan (5)

adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.


DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.

Budiningsih, C. A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media
Group.

Trianto, M.Pd. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya.

Anda mungkin juga menyukai