Anda di halaman 1dari 6

BAB 5.

PEMBAHASAN
5.1 Penyangraian
Proses penyangraian biji kakao kering merupakan salah satu proses
penting dalam pengembangan cita rasa, aroma dan warna sehingga kondisi
penyangraian yang optimal dapat menghasilkan produk olahan kakao yang
mempunyai tekstur dan cita rasa yang baik. Panas dalam proses penyangraian
perlu diberikan dalam intensitas dan waktu yang cukup untuk perkembangan cita
rasa (flavor) kakao, namun panas yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya
kehilangan atau kerusakan cita rasa. Suhu penyangraian merupakan faktor utama
penyebab terjadinya pewarnaan cokelat dalam biji kakao yang disangrai.
Pembentukan pigmen warna cokelat yang dinamis pada saat penyangraian
bergantung pada tingkat suhu penyangraian(Agus, 2008).
Pada tahap penyangraian biji kakao yang digunakan sebanyak 400 gram
yang dibagi menjadi empat. Sebelum disangrai dilakukan pengamatan warna,
aroma, dan tekstur dari keempat takaran tadi menghasilkan karakteristik biji kakao
yang sama meliputi cokelat gelap, lemah, dan tekstur biji yang kuat (tidak mudah
dipatahkan). Setelah keempat takaran tadi dilakukan penyangraian pada suhu
1100C selama 10 menit dihasilkan bahwa keempatnya memiliki karakteristik
sensoris yang sama meliputi warna cokelat, aroma khas kakao yang kuat, dan
tekturnya mudah rapuh akibat kadar air menurun setelah dipanaskan/disangrai.
Komponen cita rasa khas cokelat terbentuk selama penyangraian atau roasting
dari caloncalon pembentuk cita rasa (precursor) seperti asam amino, peptide,
gula produksi dan kuinon. Selama penyangraian maka precursor cita rasa tersebut
akan bereaksi satu sama lain melalui reaksi maillard yang menghasilkan
komponenkomponen mudah menguap dan beraroma khas cokelat termasuk
didalamnya golongan alkohol, ester, furan, tiazol, ester, aldehid, pirazin dan pirol
(Winarno, 1997). Biji kakao yang telah disangrai memiliki aroma cokelat yang
khas dengan rasa sepat, pahit dan asam yang rendah. Selama penyangraian hampir
seluruh komponen tanin terurai sehingga rasa sepat dan pahit menjadi hilang
(Minifie, 1999).
Lemak yang sudah meleleh mungkin dapat berperan sebagai medium cair
bagi protein hidrofobik, atau mengalami degradasi menghasilkan senyawa
karbonil yang dapat bereaksi dengan protein, tetapi tidak dapat menghasilkan
warna coklat yang cukup intensif. Sementara itu kenaikan suhu yang cepat selama
penyangraian hingga mencapai 180oC lebih, mendorong terjadinya pirolisis yang
dapat menyebabkan kerusakan struktur jaringan hingga menjadi hangus.
Penyangraian biji kakao dimaksudkan antara lain untuk pengembangan warna
coklat kemerahan, sebagai hasil dari reaksi pencoklatan Maillard. Reaksi
pencoklatan adalah reaksi berantai dan kompetitif (Datta dan Anantheswaran,
2001).
Setelah dilakukan penyangraian didapatkan berat biji kakao setelah
disangrai dari perlakuan 1 dan 2 berturut-turut 92,63 gram dan 85,23 gram dimana
air yang menguap dari perlakuan 1 dan 2 sekitar 7,37 gram dan 14,77 gram.
Sedangkan pada perlakuan 3 dan 4 diperoleh berat biji kakao setelah disangrai
sekitar 86,34 gram dan 98,68 gram dengan berat uap sekitar 13,66 gram dan 1,32
gram. Hal ini disebabkan karena semakin lama penyangraian dilakukan maka
semakin banyak air yang dapat diuapkan akibatnya kadar air pada biji kakao
semakin berkurang.

5.2 Pemisahan kulit dari biji kakao


Tujuan pemecahan biji dan pemisahan kulit adalah memperoleh daging
biji (nib). Nib merupakan bagian dari biji kakao yang paling berharga, sedangkan
kulit adalah limbah yang dapat digunakan sebagai campuran pakan ternak. Pada
proses pemisahan biji dalam beberapa tingkatan dihasilkan pemisahan kulit
terbanyak sekitar 7,53 gram pada kakao 1 dan pada kakao 2 fraksi 4 sebanyak
8,42 gram. Hasil nib yang optimal diperoleh pada fraksi 1pada kakao 1 dan kakao
2 berturut-turut 92,21 g dan 84,79 g. Menurut Minife (1999), pemisahan kulit biji
secara manual pada biji kakao berkadar air 6,5 persen diperoleh komponen nib
sebanyak 87,1 persen sedangkan pemisahan secara mekanis jarang dapat
mencapai lebih dari 83 persen dan nib lazimnya masih mengandung 1,5-2 persen
kulit biji. Hal ini berarti kandungan murni tidak lebih dari 82 persen. Jadi kadar
kulit dan kadar air biji kakao akan mempengaruhi tingkat kesulitan dalam
pemisahan biji kakao dari kulitnya. Tingginya kadar air kakao disebabkan karena
proses penyangraian yang tidak sempurna sehingga kulit biji yang terikut banyak.
Pada Bila dihitung kadar rendemen dari keempat perlakuan berturut-turut
sebesar 93%; 85%; 86%; dan 98,68%. Semakin banyak kulit yang terikut nib
semakin tidak murni biji kakao dan semakin banyak nib terikut kulit semakin
rendah rendemen. Pemecahan dan pembersihan dapat dilakukan dalam satu mesin
dimana pemisahan kulit tidak mungkin dapat dilakukan dengan sempurna. Pada
pemisahan kulit dari biji kakao dari keempat takaran bahan berdasarkan fraksi 1
sampai 6 diperoleh presentase kulit berturut-turut sebesar 2,102%; 8,084%;
14,031%; 2,7%; 7,35%; dan 4,83%. Jika persentase kulit ikut nib diperkecil, maka
persentase nib ikut kulit meningkat atau rendemen menurun akibatnya profit
menurun. Tetapi jika dilakukan sebaliknya, maka kemurnian coklat menurun atau
cita rasa dan warna produk akhir menurun. Batas maksimum persentase kulit pada
bubuk kakao yang dipersyaratkan adalah 1,75 % (Wahyudi dkk., 2008).

5.3 Pemastaan
Proses pemastaan atau penghalusan nib kakao dilakukan dalam dua tahap,
yaitu penghancuran untuk merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan
kehalusan butiran >40 m dengan menggunakan mesin pemasta silinder.
Kemudian disusul proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner
untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel 20 m. Pelumatan
dilakukan di dalam gilingan berputar yang dipasang secara seri sebanyak 5 buah.
Proses pelumatan dilakukan secara berulang sampai diperoleh pasta coklat dengan
tingkat kehalusan di bawah 20 m (Mulato dkk, 2004).
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan didapatkan berat pasta dari
kelompok 5 dan 6 sebesar 86,01 gram dan 94,81 gram dengan rata-rata tebal pasta
kakao yang dihasilkan keduanya sebesar 218 x 10-2 m dan 274 x 10-2 m.
Pengukuran partikel pasta menggunakan alat thickness meter. Prinsip thickness
meter adalah mengukur partikel dengan kecepatan tekanan. Semakin besar ukuran
partikel, maka kemampuan untuk menekannya semakin kecil. Lebih dari
setengah berat nib adalah lemak, efek dari penghalusan (pemastaan), bersama
dengan panas yang terbentuk dari proses penghalusan, menyebabkan nib yang
padat menjadi cair, dan akan memadat jika temperatur turun dibawah titik
lelehnya (Ramlah dan Daud, 2009). Berdasarkan SNI 3749:2009 tentang syarat
mutu kakao massa atau pasta kakao dikatakan ttingkat kehalusan ( lolos ayakan 200
mesh) sekitar minimal 90,0% sehingga dapat dikatakan pada proses pemastaan biji kakao
terbilang cukup baik.

5.4 Mutu Sensoris Coklat yang Dihasilkan


5.4.1 Kenampakan
Penilaian kenampakan coklat yang dihasilkan dilihat dari warna coklat
yang mengkilap akibat pembiasan cahaya dan pantulan emulsi lemak yang
melapisi komponen coklat sehingga bila dilihat secara kasat mata terlihat
mengkilap. Berdasarkan hasil praktikum uji sensoris dari coklat yang dibuat
dengan 3 perlakuan tempering yang berbeda-beda. Pada uji sensoris berupa
kenampakan 3 sampel coklat dengan diberikan kode secara acak. Kode 514 yaitu
coklat dengan pengadukan pada tempering suhu 280C, kode 573 berupa coklat
dengan tempering suhu 280C sampai 330C, dan kode 549 berupa coklat tanpa
pengadukan dan tempering pada suhu 280C dilakukan penilaian kesukaan panelis
yang dijabarkan dalam skala 1 sampai 5.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh skor rata-rata kenampakan dari kode
514, 549, dan 573 secara berturut-turut sebesar 3,13(agak mengkilap); 3,067(agak
mengkilap); dan 1,8(mendekati kurang mengkilap). Hal ini dikarenakan adanya
kandungan lemak dari pasta kakao dan lemak kakao yang digunakan juga
memberikan pengaruh terhadap sifat kekompakan, warna menjadi cokelat, dan
penambahan lesitin dalam adonan coklat didapatkan penampilan coklat yang baik
(mengkilap) (Mulato dkk, 2004). Proses tempering yang berfungsi untuk
memperoleh bentuk kristal terbaik melalui proses transformasi polymorphic.
Proses kristalisasi yang terjadi secara cepat dengan kontraksi optimal akan
menghasilkan produk akhir yang berkilau dan relatif lebih tahan dari fat bloom
serta memiliki tekstur yang tidak mudah meleleh (Mulato dkk, 2004).
5.4.2 Kecepatan leleh
Daya leleh adalah cara cokelat meleleh sepenuhnya di dalam mulut.
Komposisi asam lemak cokelat sangat berpengaruh pada titik leleh dan tingkat
kekerasannya. Titik leleh lemak cokelat yang baik untuk produk cokelat
mendekati suhu tubuh manusia dengan tingkat kekerasan minimum pada suhu
kamar. Keberadaan asam lemak bebas di dalam lemak kakao harus dihindari
karena hal itu merupakan salah satu indikator kerusakan mutu.
Tempering bertujuan untuk membentuk salah satu jenis kristal tertentu yang
terdapat pada lemak cokelat. cara yang paling umum adalah pertama-tama
memanaskan cokelat sampai bersuhu lebih dari 450C untuk melelehkan keenam
jenis kristal. Melalui proses thermal ini, struktur cokelat akan leleh. Pendinginan
cepat menjadi suhu 26-270C akan menyebabkan pembentukan polimorf stabil dan
tidak stabil menjadi kristal. Suhu dipertahankan pada titik ini untuk meratakan
pembentukan kristal secara menyeluruh pada campuran pasta dan untuk
pembentukan kristal secara lengkap (Haryadi dan Supriyanto, 2001).
Berdasarkan hasil uji kecepatan leleh dalam mulut diperoleh skor rata-rata
kecepatan leleh dari kode 514, 549, dan 573 secara berturut-turut sebesar 2,6
(kurang mudah meleleh); 2,8 (agak mudah meleleh); dan 1,8 (tidak mudah
meleleh/kurang meleleh) didalam mulut. Hal ini dikarenakan penambahan
pengemulsi lesitin meningkatkan kualitas pelelehan dalam mulut, menambah lezat
cita rasanya (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Tidak hanya itu, pengaruh
conching yang berfungsi mencampur dan juga untuk menghaluskan sehingga akan
menghasilkan tekstur cokelat yang halus dan padat. Pada conching, terdapat
proses melapisi permukaan adonan dengan lemak sehingga bila dimakan akan
cepat meleleh. Sebab lemak bersifat padat pada suhu ruang dan mencair pada suhu
didalam mulut. Jadi pada kode 549, coklat yang dihasilkan agak mudah meleleh
dikarenakan pengaruhi tanpa pengadukan dan tempering pada suhu 28 0C dimana
efek rasa dihasilkan berupa padat, patah kurang sempurna, dan terlalu mudah
lumer (Susanto, 1994).
5.4.3 Tekstur
Pada tekstur coklat dipengaruhi oleh proses tempering dan suhu yang
digunakan saat proses. Tempering bertujuan untuk membentuk salah satu jenis
kristal tertentu yang terdapat pada lemak cokelat melalui proses ini akan
menghasilkan produk cokelat yang glossy dan brittle. Berdasarkan hasil
praktikum, pengujian tekstur coklat dari ketiga sampel acak tersebut diperoleh
skor rata-rata tekstur dari kode 514, 549, dan 573 secara berturut-turut sebesar
3,33 (agak lembut); 2,93( mendekati agak lembut); dan 2,73 (kurang lembut).
Jadi, dari kode 514 dengan perlakuan coklat dengan pengadukan pada tempering
suhu 280C mampu menghasilkan coklat bertekstur padat dan agak lembut bila
dimakan. Lama tempering bertujuan untuk membentuk salah satu jenis kristal
tertentu yang terdapat pada lemak cokelat. Dalam hal proses pembuatan coklat,
cara mendapatkan jenis kristal lemak yang stabil adalah melalui tahap
tempering. Tempering adalah perlakuan yang berkaitan dengan pengaturan waktu
dan suhu melalui proses tempering akan dihasilkan produk cokelat yang glossy
dan brittle (Dhonsi dan Stapley, 2006). Hal ini juga dipengaruhi penambahan
lesitin, susu bubuk full cream, dan soda kue memberikan pengaruh tekstur coklat
lembut, berpori besar dan tidak beremah (Tobing, 2010). Lesitin mampu menjaga
tingkat stabilitas lemak dalam pendistribusiannya, dan susu full cream
memberikan tekstur yang glossy dan brittle.
5.4.4 Daya patah
Daya patah (tingkat kekerasan di dalam mulut), yaitu tenaga yang
dibutuhkan untuk mematahkan cokelat menggunakan gigi dan lidah.

Anda mungkin juga menyukai