Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan kepribadian sudah menjadi suatu masalah sosial, masalah


medis, dan ilmiah. Tidak ada kelompok secara demografis kebal terhadap
gangguan kepribadian. Diperkirakan di populasi umum terdapat 11-20% individu
dengan gangguan kepribadian. Sekitar 50% dari seluruh pasien psikiatri memiliki
gangguan kepribadian,yang seringkali komorbid dengan sindom klinis lainnya.
Gangguan kepribadian juga sering merupakan factor predisposisi untuk gangguan
jiwa lainnya (misalnya penyalahgunaan obat, bunuh diri, gangguan afektif,
gangguan pengendalian impuls, gangguan makan, dan gangguan cemas) yang
seringkali mempengaruhi hasil pengobatan dan meningkatkan inkapasitas
personal, morbiditas, dan mortalitas pada pasien-pasien ini.1
Gangguan kepribadian antisosial adalah ketidakmampuan untuk
memenuhi norma sosial yang asalnya mengatur banyak aspek perilaku remaja dan
dewasa seseorang. Menurut American Psychiatric Association, Gangguan
kepribadian antisosial adalah pola mengabaikan, dan pelanggaran, hak orang lain.
DSM-V mendefinisikan gangguan kepribadian antisosial (ASPD) sebagai pola
meresap mengabaikan dan melanggar hak orang lain.1, 2
Individu dengan gangguan kepribadian antisosial pada dasarnya adalah
orang yang tidak tersosialisasi. Perilakunya berulang kali mengakibatkan konflik
dengan masyarakat dan ia tidak dapat belajar dari pengalaman. Janjinya berbeda
dari apa yang dilakukannya. Ia tidak mempunyai loyalitas terhadap kelompoknya
ataupun terhadap norma-norma social. Ia pada umumnya egosentrik, tidak
bertanggung jawab, impulsive, tiidak mampu mengubah diri, baik karena
pengalaman maupun karena hukuman. Toleransi terhadap kekecewaannya rendah
dan ia cenderung menyalahkan orang lain atau memberi alas an yang seakan-akan
masuk akal mengenai perilakunya.3

1
Orang dengan gangguan kepribadian antisosial berisiko mengalami cedera
traumatik, kecelakaan, usaha bunuh diri, infeksi hepatitis C, dan infeksi HIV.
Orang dengan gangguan kepribadian antisosial menggunakan bagian yang tidak
proporsional dari pelayanan kesehatan medis dan mental. Orang dengan gangguan
kepribadian antisosial telah diidentifikasi sebagai prediktor respon perlakuan
buruk pada populasi tertentu. Orang dengan gangguan kepribadian antisosial
memiliki tingkat kematian yang tinggi karena kecelakaan, bunuh diri, dan
pembunuhan. Satu studi menunjukkan tingkat kematian yang tinggi dari diabetes
mellitus, menunjukkan bahwa beberapa orang dengan gangguan kepribadian
antisosial mungkin mengabaikan masalah medis atau gagal mematuhi rejimen
medis.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1.1 Kepribadian
Kepribadian adalah ekspresi keluar dari pengetahuan dan perasaan yang
dialami secara subjektid oleh seseorang. Definisi lain mengemukakan bahwa
kepribadian adalah perilaku yang khas seseorang yang menyebabkan orang itu
dapat dikenal dan dibedakan dari orang lain karena pola perilakunya.3
Kepribadian meliputi segala corak perilaku manusia yang terhimpun di
dalam dirinya dan yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan dirinya
terhadap segala rangsang, baik yang datang dari lingkungannya (dunia luar),
maupun yang berasal dari dirinya sendiri (dunia dalam) sehingga corak
perilakunya itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu.3

2.1.2 Gangguan Kepribadian


Gangguan kepribadian didefinisikan dalam DSM-IV-TR sebagai "pola
abadi pengalaman batin dan perilaku yang menyimpang nyata dari harapan
budaya individu, meresap dan tidak fleksibel, memiliki onset pada masa remaja
atau awal masa dewasa, stabil dari waktu ke waktu , dan mengarah ke distress
atau penurunan nilai ".5
Gangguan kepribadian khas adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi
karakteriologis dan kecenderungan perilaku dari seseorang, biasanya meliputi
beberapa bidang dari kepribadian dan hamper selalu berhubungan dengan
kesulitan pribadi dan sosial.6

2.2 Epidemiologi
Prevalensi gangguan kepribadian antisosial 2-3% populasi di Amerika.
Mereka ditemukan di daerah tengah kota yang miskin, banyak yang drop out dari

3
sekolah. Populasi gangguan kepribadian antisosial di penjara kira-kira 75%.
Perbandingan laki dan perempuan bervariasi dari 4:1 hingga 7,8:1. Onset
terjadinya sebelum usia 15 tahun. Pada laki-laki dapat lebih awal. Antisosial dapat
timbul pada perempuan. Perempuan yang menarik, menggairahkan dengan pesona
interpersonal, manipulatif sering dianggap histeria, histrionik dan borderline.
Setiap orang akan memberinya keuntungan tanpa ragu-ragu. Pola familial, 5 kali
lebih sering pada sanak saudara first degree dari laki-laki.7

2.3 Etiologi
2.3.1 Biologi
Antisosial merupakan gangguan moral brain. Area yang mengalami
disfungsi adalah amigdala, bagian sistem limbik yang berperan dalam emotional
learning, aversive conditioning, respon terhadap rasa takut dan emosi lain.
Amigdala mengolah emosi signifikan dari rangsangan eksternal, berinteraksi
dengan hipokampus (tempat menyimpan memori emosi) dan berinteraksi dengan
fungsi kognitif korteks orbitofrontal dalam merespon suatu rangsangan. Amigdala
memungkinkan individu untuk belajar sesuatu (object) atau perilaku yang baik
dan buruk, sehingga sangat berperan dalam pengambilan keputusan secara moral.
Hal ini karena amigdala mempunyai hubungan timbal balik (reciprocal) dengan
korteks temporal. Oleh sebab itu individu antisosial dengan gangguan pada
amigdala akan sulit untuk bersosialisasi.7
Selain amigdala, ventromedial prefrontal cortex (vmPFC) juga berperan
dalam perkembangan dan pengambilan keputusan secara moral serta
mempertahankan perilaku sosial yang dapat diterima. Informasi yang dihasilkan
amigdala tidak hanya dikirim ke temporal dan korteks visual namun dikirim juga
ke vmPFC dan korteks orbitofrontal. Korteks orbitofrontal berperan dalam
mengontrol emosi dan menilai positive/negative reinforcement. Hipoaktifitas dari
amigdala dan korteks orbitofrontal, seperti juga disfungsi vmPFC menunjukkan
kepribadian yang keras kepala dan tidak berperasaan.7
Peranan serotonin, kortisol dan testosteron dalam perilaku agresi dan
antisosial telah dibuktikan. Fungsi kortisol secara fisiologis mempersiapkan

4
individu untuk kondisi yang sulit, membuat individu sensitif terhadap rasa takut
dan melakukan penarikan diri yang tepat.7

2.3.2 Genetik dan Pola Asuh


Penelitian pada anak kembar membuktikan bahwa faktor genetik
mempengaruhi perkembangan antisosial. Angka kriminalitas 2-3 kali lebih tinggi
pada kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot.7
Corley menganalisa single nucleotide polymophism pada sampel remaja
yang berperilaku antisosial dan pecandu obat, didapatkan 2 gen yang berpengaruh
yaitu CHRNA2 dan OPRM1. CHRNA2 akan mengkode pada reseptor 2
nikotinik (mirip pada skizofrenia) dan reseptor opiod (berperan pada
penyalahgunaan zat).7
Salah satu faktor risiko terburuk bagi perilaku antisosial adalah callous-
unemotional (CU) traits, digambarkan sebagai kurangnya empati, kurangnya
perasaan bersalah, miskinnya ekspresi emosi, relatif stabil dalam masa kanak-
kanak sampai remaja. Kepribadian ini menunjukkan sub-kelompok yang penting
dari antisosial dan kenakalan remaja. Peneliti behavioral genetics yakin faktor
keturunan CU traits sangat kuat. Mereka menemukan gen kekerasan dan perilaku
antisosial menempati lokasi spesifik di otak. Begitu pula gen yang mempengaruhi
fungsi amigdala, meliputi gen tryptophan hydroxylase-2, gen neuropeptide Y,
dopamine catabolic enzyme catechol-O-methyltransferase dan MAO-A.7

2.4 Gambaran Klinis


Gejala-gejala gangguan kepribadian antisosial sudah mulai kelihatan pada
masa anak (sebelum umur 12-15 tahun). Seorang dewasa dengan gangguan ini
biasanya pada masa anak sudah menunjukkan perilaku mencuri, tidak dapat
dikoreksi (sangat tidak mematuhi, biasanya terhadap orang tuanya), bolos sekolah,
lari dari rumah sampai bermalam, teman-temannya terkenal tidak baik, pulang ke
rumah sampai jauh malam, agresi fisik, impulsive, sembrono, dan tidak
bertanggung jawab, enuresis malam hari, tidak ada rasa salah, berdusta patologis
(bukan dusta untuk menutupi atau mengecilkan kesalahan), hubungan seks yang

5
dini dan aktivitas homoseksual. Dari semua orang dewasa dengan gangguan ini
yang diteliti, tidak satupun yang tidak menunjukkan gejala antisosial pada masa
anak.3
Pada masa dewasa seorang dengan gangguan ini menunjukkan
pelanggaran hokum yang berulang-ulang, suka mengembara, riwayat pekerjaan
atau tugas militer yang jelek, riwayat pernikahan juga tidak baik. Ia suka
berkelahi, gejala-gejala kecemasan, konversi, ketergantungan obat, disfungsi
seksual dan percobaan bunuh diri.3
Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial sering dapat tampak normal
dan bahkan mempesona serta menyenangkan. Meskipun demikian, riwayat mereka
mengungkapkan banyak area fungsi kehidupan yang terganggu. Berbohong,
membolos, kabur dari rumah, mencuri, berkelahi, penyalahgunaan zat, dan aktivitas
illegal merupakan pengalaman khas yang dilaporkan pasien diawal masa kanak-
kanak. Pasien ini sering menarik simpati klinisi yang berbeda jenis kelamin dengan
aspek penuh warna dan merayu dari kepribadian mereka, tetapi klinisi dengan jenis
kelamin yang sama dapat menganggap mereka manipulative dan menuntut. Pasien
dengan gangguan kpribadian antisosial tidak menunjukkan ansietas atau depresi,
kekuranganlah yang dapat tampak sangat tidak sesusai dengan situasi mereka,
meskipun ancaman bunuh diri dan preokupasi somatik dapat lazim ditemukan.
Penjelasan mereka sendiri mengenai perilaku antisosial mereka membuat hal itu
tampak tidak masuk akal, tetapi isi jiwa mereka mengungkapkan tidak adanya
waham dan tanda lain pikiran yang tidak rasional. Bahkan, mereka sering memiliki
rasa uji realitas yang meningkat dan sering mengesankan pengamat karena memiliki
intelegensi herbal yang baik.1
Orang dengan gangguan ini tidak mengatakan hal yang sebenarnya dan tidak
dapat dipercaya untuk melakukan setiap tugas atau patuh pada standar moral
konvensional. Berganti-ganti pasangan, penganiayaan pasangan, penganiayaan anak,
dan menyetir sambil mabuk adalah peristiwa yang lazim terjadi didalam kehidupan
mereka. Temuan yang jelas adalah tidak adanya penyesalan untuk tindakan-tindakan
ini; yaitu, tampaknya mereka tidak memiliki hati nurani.1

6
2.5 Psikodinamika
Freud membayangkan 3 struktur dalam pikiran id, ego dan superego. Id,
paling primitif dari personality dan satu-satunya yang ada sejak lahir, bekerja
berdasarkan prinsip kesenangan. Dorongan seksual dan yang agresif harus segera
direspon langsung: jika seseorang membuatmu marah, bunuhlah. 7
Pertama, reward dapat diperoleh dengan mengikuti urutan tingkah laku
tertentu, misalnya, sebuah mobil baru membutuhkan uang, berarti membutuhkan
perkerjaan layak, dimana membutuhkan pendidikan/latihan tertentu. Inilah yang
dikerjakan oleh ego. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas. 7
Kedua, batasan pemenuhan keinginan dipaksakan oleh superego. Melalui
peran model penuh kasih tetapi tegas, anak-anak normal belajar bahwa orang lain
merupakan individu berbeda, memiliki perasaan dan kemampuan yang berbeda,
tetapi sama berharganya seperti dirinya sendiri. Dalam diri orang normal,
superego yang dewasa berkembang menjadi parental values dan larangan-
larangan diinternalisasi sebagai conscience/kesadaran/hati nurani dan ego ideal.
Ego ideal terdiri dari nilai-nilai yang mengarah kepada aktualisasi diri, apa yang
seharusnya dilakukan seseorang untuk memperoleh self-esteem dan memenuhi
potensi khusus seseorang sebagai manusia. 7
Kepribadian antisosial mudah dimengerti dalam kerangka klasik
psikoanalitis, ego berkembang, tetapi superego tidak berkembang. Akibatnya
seluruh kepribadian didominasi oleh id kanak-kanak beserta prinsip
mengutamakan kesenangan. Sama seperti id tidak memiliki toleransi atas rasa
frustasi, pula antisosial. Mereka hanya dapat dihalangi oleh ancaman hukuman
yang konkret.7

7
2.6 Diagnosis
Tabel 1 Kriteria Diagnostik DSM-5-TM untuk Gangguan Kepribadian
Antisosial2
A.Terdapat pola pervasif tidak menghargai dan melanggar hak orang lain yang
terjadi sejak usia 15 tahun, seperti yang ditunjukkan oleh 3 (atau lebih) hal
berikut :
(1).Gagal mengikuti norma sosial yang ditunjukkan dengan perilaku patuh
hukum, seperti yang ditunjukkan dengan melakukan tindakan berulang yang
dapat menjadi dasar penangkapan.
(2).Penipuan seperti yang ditunjukkan dengan berbohong berulang
menggunakan nama palsu atau melawan orang lain untuk keuntungan atau
kesenangan pribadi.
(3).Impulsivitas atau kegagalan untuk memiliki rencana ke depan.
(4).Iritabilitas dan agresivitas, seperti yang ditunjukkan dengan perkelahian
atau penyerangan fisik berulang.
(5).Mengabaikan keselamatan diri atau orang lain dengan ceroboh.
(6).Terus menerus tidak bertanggung jawab, seperti yang ditunjukkan dengan
kegagalan berulang utnuk mempertahankan perilaku kerja atau menghargai
kewajiban keuangan.
(7).Tidak ada rasa menyesal, seperti yang ditunjukkan dengan bersikap acuh
terhadap atau merasionalisasi perilaku menyakiti, salah memperlakukan atau
mencuri dari orang lain.
B. Orang tersebut setidaknya berusia 18 tahun.
C. Terdapat bukti gangguan tingkah laku sebelum onset usia 15 tahun.
D.Adanya perilaku antisocial tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan
skizofrenia atau episode manic.
Dikutip dari Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder 5th Ed. Text rev:
Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2013.

8
Tabel 2 Pedoman Diagnostik PPDGJ-III untuk Gangguan Kepribadian
Antisosial 6
Gangguan kepribadian ini biasanya menjadi perhatian disebabkan adanya
perbedaan yang besar antara perilaku dan norma sosial yang berlaku, dan ditandai
oleh :
(a).Bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain
(b).Sikap yang amat tidak bertangguang jawab dan berlangsung terus menerus
(persistent), serta tidak peduli terhadap norma, peraturan dan kewajiban sosial.
(c).Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun
tidak ada kesulitan untuk mengembangkannya.
(d).Toleransi terhadap frustasi sngat rendah dan ambang yang rendah untuk
melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan.
(e).Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman,
khususnya dari hukuman.
(f).Sangat cenderung menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi
yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan
masyarakat.
*Untuk diagnosis paling sedikit 3 dari di atas.
Dikutip dari Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;
copyright 2003.

2.7 Diagnosis Banding


Gangguan kepribadian antisosial melibatkan banyak area di dalam
kehidupan seseorang, sehingga dapat dibedakan dengan tingkah laku ilegal. Jika
perilaku antisosial merupakan satu-satunya manifestasi, pasien digolongkan
kedalam kategori keadaan tambahan DSM-IV-TR yang dapat menjadi fokus
perhatian klinis-khususnya perilaku antisosial dewasa. Dorothy Lewis
menemukan bahwa banyak dari orang-orang ini memiliki gangguan neurologis
atau gangguan jiwa yang tidak terdiagnosis atau terabaikan. Yang lebih sulit
adalah membedakan antara gangguan kepribadian antisosial dan penyalahgunaan
zat. Jika penyalahgunaan zat dan perilaku antisosial dimulai pada masa kanak-

9
kanak dan berlanjut hingga dewasa, kedua gangguan harus didiagnosis. Meskipun
demikian, jika perilaku antisosial secara jelas adalah akibat dari penyalahgunaan
alkohol pramorbid atau penyalahgunaan zat lainnya, diagnosis gangguan
kepribadian antisosial tidak dibenarkan.1
Di dalam mendiagnosis gangguan kepribadian antisosial, klinisi harus
memperhatikan pengaruh yang mengganggu akibat status ekonomi, latar belakang
budaya, dan jenis kelamin. Lebih jauh lagi, diagnosis gangguan kepribadian
antisosial tidak dibenarkan jika retradasi mental, skizofrenia, atau mania dapat
menjelaskan gejala-gejala tersebut.1

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Psikoterapi
Jika pasien dengan gangguan kepribadian antisosial dibuat tidak dapat
pergi kemana-mana (contohnya, di rumah sakit), mereka sering menjadi setuju
terhadap psikoterapi. Jika pasien merasa bahwa mereka berada di antara teman
senasib, tidak adanya motivasi untuk perubahan menghilang. Mungkin untuk
alasan ini kelompok menolong diri sediri lebih berguna daripada penjara di dalam
menghilangkan gangguan ini.1
Sebelum terapi dimulai, batasan yang tegas penting diberikan. Terapis
harus mencari cara untuk menghadapi perilaku merusak diri pada pasien. Dan
untuk mengatasi rasa takut pasien akan keintiman, terapis harus mencegah
keinginan pasien untuk lari dari kejujuran seseorang. Dalam melakukannya,
terapis menghadapi tantangan memisahkan kendali dari hukuman dan
memisahkan pertolongan dan konfrontasi dari retribusi dan isolasi sosial.1

2.8.2 Farmakoterapi
Farmakoterapi digunakan untuk mengatasi gejala yang memberatkan
seperti ansietas, kemarahan, dan depresi, tetapi karena pasien sering merupakan
penyalahgunaan obat, obat harus digunakan dengan bijaksana. Jika pasien
menunjukkan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, psikostimulan seperti

10
methylphenidate (Ritalin) dapat berguna. Upaya telah dilakukan untuk mengganti
metabolisme katekolamin dengan obat-obatan dan untuk mengendalikan perilaku
impulsive dengan obat-obat antiepileptic, contohnya, carbamazepine (Tegretol),
Valproate (Depakote), terutama jika bentuk gelombang abnormal ditemukan pada
EEG, -adrenergik telah digunakan untuk mengurangi agresi.1

2.9 Prognosis
Identifikasi prekursor masa kecil untuk gangguan kejiwaan dewasa
menawarkan kemungkinan intervensi dini dan pencegahan. Dalam kasus
gangguan kepribadian antisosial indikator awal yang sangat jelas.8
Begitu timbul, gangguan kepribadian antisosial memiliki perjalanan tanpa
remisi, dengan puncak perilaku antisosial biasanya terjadi pada masa remaja akhir.
Prognosisnya beragam. Beberapa laporan menunjukkan bahwa gejala berkurang
seiring bertambah tuanya usia pasien. Banyak pasien memiliki gangguan
somatisasi dan keluhan fisik multipel. Gangguan depresif, gangguan penggunaan
alkohol, dan penyalahgunaan zat lainnya lazim ditemukan.1

11
BAB III
KESIMPULAN

Kepribadian ialah ekspresi keluar mengenai pengetahuan serta perasaan


yang dialami secara subjektif oleh seseorang dan ekspresi keluar yang dapat
diamati ini, menunjuk pada keseluruhan pola pikiran, perasaan dan perilaku yang
sering digunakan oleh orang itu dalam usaha penyesuaian diri yang terus menerus
dalam hidupnya sehingga ia dapat dikenal dari polanya itu. Pematangan
kepribadian dipengaruhi oleh faktor keturunan, faktor badaniah, psikologik dan
sosial, terutama pada masa kanak-kanak.
Gangguan kepribadian anti sosial adalah perilaku maladaptive yang
ditandai oleh tindakan antisosial atau kriminal yang terus menerus, tetapi tidak
sinonim dengan kriminalitas. Gangguan ini adalah ketidakmampuan untuk
mematuhi norma sosial yang melibatkan banyak aspek perkembangan remaja dan
dewasa pasien. Ciri pokok kelainan anti sosial adalah riwayat tingkah laku anti
sosial terus menerus yang merupakan pelanggaran hak-hak orang lain. Penderita
tidak bertanggung jawab, tabiat misantropik atau kurang manusiawi, sering
kehilangan pekerjaan dan mempunyai kebiasaan menipu.
Gangguan kepribadian antisosial harus dibedakan dari perilaku ilegal
dimana gangguan kepribadian antisosial melibatkan banyak bidang dalam
kehidupan seseorang. Untuk mendiagnosis gangguan kepribadian antisosial harus
mempertimbangkan efek yang mengganggu dari status sosioekonomi, latar
belakang kultural, dan jenis kelamin pada manifestasinya, selain itu diagnosis
gangguan kepribadian antisosial tidak diperlukan jika retardasi mental,
skizofrenia, atau mania dapat menjelaskan gejala.

Prognosis gangguan kepribadian anti sosial adalah bervariasi.Gejala dapat


menurun saat pasien menjadi semakin bertambah umur. Banyak pasien memiliki

12
gangguan somatisasi dan keluhan fisik multiple. Gangguan depresif, gangguan
penyalahgunaan zat dan alcohol adalah sering pada kepribadian anti sosial.

Penatalaksanaan dapat berupa psikoterapi dan farmakoterapi untuk


menghadapi gejala seperti kecemasan, penyerangan dan depresi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1 Sadock, Benjamin J dkk. 2015. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry


Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry 11th Edition. USA: Wolters Kluwer.
2 American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders 5th Edition DSM-5TM. Washington DC: American Psychiatric
Association.
3 Maramis, Willy F. dan Albert A. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.
4 Black, Donald W. Maret 2015. The Natural History of Antisocial Personlaity
Disorder. The Canadian Journal of Psychiatry, Vol 60, No 7, July 2015
60(7):309314. 18 Oktober 2016. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4500180/pdf/cjp-2015-vol60-
july309-314.pdf
5 Kay, Jerald dan Allan Tasman. 2006. Essentials of Psychiatry. England: John
Willey & Sons.
6 Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
7 Sajogo, Ivana dan Didi Aryono Budiyono. Kepribadian Antisosial: Fokus pada
White-Collar Crime. Bagian Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. 18 Oktober 2016. Diakses dari
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Antisocial%20Personality%20on
%20WCC_ivana.pdf
8 Hill, Jonathan. 2003. Early Identification of Individuals at Risk for Antisocial
Personality Disorder. BRITISH JOURNAL OF P SYCHIATRY ( 2 0 0 3 ) , 1 8 2
( s u p pl . 4 4 ) , s11s14. 18 Oktober 2016. Diakses dari
bjp.rcpsych.org/content/182/44/s11

14

Anda mungkin juga menyukai