Anda di halaman 1dari 15

Clinical Governance di Rumah Sakit

Perbandingan antara BUMN dengan BLU

Oleh Kelompok 3

Anggota:

Dyfani Riftynira 1306409545

Friska Putri Amalia 1306375626

Lisyana Nursafitri 1306406764

Mia Aulia Indira 1306375941

Mariska Robiyanti 1306375512

Riska Gininda Arginnovianty 1306462922

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2016

1
Daftar Isi

Halaman Judul............................................................................................................................1

Daftar Isi.....................................................................................................................................2

Kata Pengantar...........................................................................................................................3

BAB I Pendahuluan....................................................................................................................4

BAB II Isi...................................................................................................................................6

2.1 Badan Layanan Umum.....5

2.2 Badan Usaha Milik Negara..............................................................................................8

2.3 Kaitan Good Corporate Governance dengan Instansi Pemerintah.................................12

BAB III Penutup......................................................................................................................13

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................13

3.2 Saran...............................................................................................................................13

Daftar Pustaka..........................................................................................................................14

2
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat serta hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Clinical Governance tentang
Perbandingan antara Badan Layanan Umum (BLU) dengan BUMN (Badan Usaha Milik
Negara).
Tugas makalah ini dibuat guna melengkapi tugas dari mata kuliah Clinical Governance.
Dalam makalah ini disajikan mengenai hal-hal yang perlu diketahui tentang Badan Layanan
Umum (BLU) dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), serta bagaimana keterkaitan antar
keduanya.
Penulisan makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan. Oleh
karena itu, segala bentuk kritikan dan saran demi perbaikan di masa mendatang penulis
harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Depok, Maret 2016

Penulis

3
BAB I
Pendahuluan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badn usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan. Tujuan adanya BUMN ini antara lain memberikan sumbangan bagi
perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya,
mengejar keuntungan, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak,
menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sector swasta dan
koperasi, serta turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Berbeda dengan BUMN, Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi dilingkungan
Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pad prinsip efisiensi dan produktivitas. Tujuan BLU pun
berorientasi kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis yang sehat.
Antara BUMN dan BLU memiliki tujuan yang berbeda, namun keduanya dapat
menerapkan prinsip-prinsip GCG sesuai dengan tujuannya masing-masing. Melalui GCG, baik
BLU maupun BUMN akan dapat meningkatkan nilai-nilai perusahaan sehingga terciptalah
kondisi kerja yang efektif dan efisien. Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai perbedaan
BUMN dan BLU serta kaitannya dengan GCG.

4
BAB II
Isi

2.1 Badan Layanan Umum (BLU)

Badan Layanan Umum atau BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang dijual tanpa Mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatarnya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLU memiliki tujuan yaitu meningkatkan
pelayanan dalam rangka untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Dalam hal pengelolaan
keuangan terdapat kepala badan bagian keuangan yang memiliki tanggungjawab dalam
pengelolaan keuangan daerah yang bernama Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah atau PPKD
yang juga bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.
BLU merupakan unit kerja kementerian yang status hukumnya tidak terpisah dari
kementerian (kementerian negara yang bertanggung jawab atas bidang tugas yang diemban oleh
suatu BLU) yang memiliki tanggungjawab memberikan layanan umum dengan kewenangan
yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan
BLU memiliki rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja yang
disusun dan disajikan secara tidak terpisah dengan rencana kerja dan anggaran serta laporan
keuangan dan kinerja kementerian/lembaga/SKPD (Satuan Keja Perangkat Daerah yaitu instansi
pemerintah daerah yang bertanggungjawab atas bidang tugas yang diemban oleh suatu
BLU)/pemerintah daerah.
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-
BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Sebelumnya yang
dimaksud dengan PPK-BLU atau Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah
pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas untuk menerapkan praktek bisnis yang
sehat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Persyaratan substantif yang harus dipenuhi berhubungan dengan penyediaan barang atau
jasa layanan umum, pengelolaan wilayah, DAN pengelolaan dana khusus. Kemudian untuk
persyaratan teknis akan terpenuhi jika kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya
layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU, kemudian kinerja keuangan satuan

5
kerja instansi sehat. Lalu untuk persyaratan administrative dapat terpenuhi apabila dapat
menyajikan dokumen seperti pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,
keuangan, dan manfaat bagi masyarakat, pola tata kelola, rencana strategi bisnis, SPM, laporan
audit terakhir.
Penetapan status BLU dapat dikelompokan menjadi dua jenis yaitu status BLU secara
penuh dan status BLU bertahap. Status BLU secara penuh jika seluruh persyaratan yang
diberikan telah terpenuhi, jika persyaratan yang dipenuhi hanya sebagian maka disebut statys
BLU bertahap yang berlaku maksimal 3 tahun.
Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan penerapan PPK-BLU berakhir
diantaranya dicabut oleh Menteri keuangan/kepala daerah dapat berdasarkan usul dari
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, atau karena berubah status menjadi badan hukum
dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Penerapan PPK-BLU oleh instansi pemerintah harus menggunakan SPM yang ditetapkan
oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala daerah yang dapat diusulkan oleh instansi pemerintah
yang telah menerapkan PPK-BLU, dengan mempertimbangkan beberapa hal yaitu kualitas
layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan
layanan.
Sebagai imbalan atas barang atau jasa ang diberikan BLU dapat memungut biaya kepada
masyarakat dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan. Tarif
yang telah ditetapkan harus mempertimbangkan beberapa hal seperti kontinuitas dan
pengembangan layanan, daya beli masyarakat, asas keadilan dan kepatutan, dan kompetisi yang
sehat. Selain itu dalam menyusun tariff BLU juga harus memperhatikan pedoman umum yang
diatur oleh menteri/kepala daerah dan juga pedoman teknis yang diatur oleh Menteri/pimpinan
lembaga/SekDa/ kepala SKPD. Tarif layanan yang telah ditentukan diajukan oleh kepala BLU
kepada oleh Menteri/pimpinan lembaga/SekDa/ kepala SKPD, kemudian setelah itu akan
disampaikan kepada Menteri Keuangan/kepala daerah untuk ditetapkan dalam peraturan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota.
BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan yang mengacu kepada Renstra-KL
atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RBA BLU disusun
berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari
masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD. BLU mengajukan RBA yang disertai dengan usulan

6
standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran yang akan dihasilkan kepada
mentri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk dibahas sebagai bagian dari RKA-KL , rencana
kerja dan anggaran SKPD, atau rancangan APBD.
RBA BLU digunakan sebagai acuan dalam menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
BLU, dimana dokumennya paling sedikit mencakup seluruh pendapatan dan belanja, proyeksi
arus kas, jumlah dan kualitas jasa dan/atau barang yang dihasilkan oleh BLU dan disahkan oleh
Menteri Keuangan/PPKD paling lambat 31 Desember menjelang tahun anggaran, dokumen ini
menjadi lampiran dari perjanjian kinerja yang ditandatangani oleh mentri/pimpinan
lembara/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, dengan pimpinan BLU yang
bersangkutan. BLU dapat melakukan pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen
pelaksanaan anggaran tahun lalu.
Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai
pendapatan BLU. Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada
masyarakat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan
pendapatan operasional BLU. Hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain
merupakan pendapatan yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukan. Hasil kerjasama
BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan pendapatan bagi BLU dan harus
dilaporkan sebagai pendapatan negara bukan pajak kementerian/lembaga atau pendapatan bukan
pajak pemerintah daerah.
BLU merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas, melakukan pemungutan
pendapatan atau tagihan, menyimpan kas dan mengelola rekening bank, melakukan pembayaran,
mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek, dan memanfaatkan surplus kas
jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau
transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLU. Piutang
BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung
jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak tagih atas utang BLU menjadi
kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh
undang-undang.
BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Keuntungan yang diperoleh
dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU.

7
Barang inventaris milik BLU dapat dialihkan dengan cara dijual, dipertukarkan, atau
dihibahkan kepada pihak lain dan/atau dihapuskan berdasarkan pertimbangan ekonomis.
Penerimaan hasil penjualan barang inventaris sebagai akibat dari pengalihan merupakan
pendapatan BLU.
Setiap kerugian negara/daerah pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar
hukum atau kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai penyelesaian kerugian negara/daerah. BLU menerapkan sistem informasi
manajemen keuangan sesuai dengan kebutuhan dan praktek bisnis yang sehat. Surplus anggaran
BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, disetorkan sebagian atau
seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.
Pejabat dan pengelola BLU terdiri atas pemimpin, pejabat keuangan, dan pejabat teknis.
Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/atau tenaga
profesional non-pegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan BLU. Pembinaan teknis BLU
dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait, Pembinaan keuangan BLU
dilakukan oleh Menteri Keuangan/PPKD sesuai dengan kewenangannya.
Pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLU dapat diberikan remunerasi
berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.

2.2 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


1) Pendirian
BUMN dibagi menjadi Perusahan Perseroan (Persero) dan Perusahaan umum (Perum).
Pendirian Persero dan Perum diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dasar
pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
Ketentuan mengenai pendirian, pembinaan, pengurusan, dan pengawasan Persero dan Perum
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2) Maksud dan Tujuan
Persero bertujuan untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan
berdaya saing kuat serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Sedangkan, Perum menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Untuk mendukung
pencapaian tersebut dapat melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain.

8
3) Organ
Organ Persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris. Organ Perum terdiri dari Menteri,
Direksi, dan Dewan Direksi
4) Modal
Modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan yang bersumber dari
Anggran Pendapatan dan Belanja Negara (ditetapkan oleh peraturan pemerintah),
Kapitalisasi Cadangan, dan sumber lain.
5) Keweangan RUPS (Persero)
Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara
dan bertindak selaku pemegang saham pada Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak
seluruh sahamnya dimiliki oleh negara dab menteri dapat memberikan kuasa dengan hak
substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.
6) Kewenangan Menteri (Perum)
Menteri memberi persetujuan kebijakan pengembangan usaha Perum yang diusulkan oleh
Direksi setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas. Menteri tidak bertanggung
jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab
atas kerugian Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam Perum.
Ketentuan mengenai tata cara pemindahtanganan, pembebanan atas aktiva tetap Perum, serta
penerimaan pinjaman jangka menengah/panjang dan pemberian pinjaman dalam bentuk dan
cara apa pun, serta tidak menagih lagi danmenghapuskan dari pembukuan piutang dan
persediaan barang oleh Perum diaturdengan Keputusan Menteri.
7) Anggaran dasar
Anggaran dasar dan perubahannya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, mulai berlaku
sejak tanggal diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang perubahan anggaran dasar
Perum.
8) Penggunaan Laba
Setiap tahun buku Perum wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk
cadangan sekurang-kurangnya 20% dari modal Perum.
9) Direksi
Direksi Persero diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dalam hal Menteri bertindak
selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri.

9
Pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.
Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan. Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah
seorang anggota Direksi diangkat sebagai direktur utama. Direksi wajib menyiapkan
rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran
dan tujuan Persero yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dan angaran
perusahaan.
Direksi bertanggung jawab penuh atas kepengurusan BUMN untuk kepentingan dan
tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri. Direksi wajib menyiapkan
rancangan rencana jangka panjang yaitu rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan
Perum yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 tahun yang telah ditandatangani bersama
dengan Dewan Pengawas disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan.
Wajib menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada Menteri
untuk memperoleh pengesahan.
Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai anggota Direksi pada
BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat
menimbulkan benturan kepentingan; jabatan struktural dan fungsional lainnya pada
instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah; jabatan lainnya sesuai denganperaturan
pendirian Perum dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10) Pengawas
Pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan pengawas. Komisaris dalam
Persero diangkat oleh RUPS. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas
Perum ditetapkan oleh Menteri. Dewan Pengawas dan Komisaris bertugas mengawasi
Direksi dan memberikan nasihat kepada Direksi. Anggota Dewan Pengawas dan Komisaris
dilarang memangku jabatan rangkap sebagai anggota Direksi pada BUMN, badan usaha
milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan
11) Kewenangan Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas
Anggota Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas tidak berwenang mewakili BUMN,
apabila terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota Direksi atau

10
Komisaris atau Dewan Pengawas yang bersangkutan atau anggota Direksi atau Komisaris
atau Dewan Pengawas yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan
dengan kepentingan BUMN.
12) Penggabungan atau peleburan suatu BUMN
Penggabungan dapat dilakukan dengan BUMN lain yang telah ada. Pembubaran BUMN
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan Sisa hasil likuidasi atau pembubaran BUMN.
13) Kewajiban Pelayanan Umum
Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan
fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN
dimana harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri.
14) Satuan Pengawasan Intern
satuan pengawasan intern yang merupakan aparat pengawas intern perusahaan, dipimpin
oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada direktur utama.
15) Komite Audit dan Komite Lain
Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara
kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan
tugasnya.
16) Laporan Keuangan
Pemeriksaan laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan
oleh RUPS untuk Persero dan oleh Menteri untuk Perum.
17) Maksud dan Tujuan Restrukturisasi
Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi
secara efisien, transparan, dan profesional.Tujuan restrukturisasi adalah untuk:
a. meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan;
b. memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara
18) Ruang Lingkup Restrukturisasi
Restrukturisasi meliputi :
a. restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. restrukturisasi perusahaan/korporasi
19) Maksud dan Tujuan Privatisasi

11
Privatisasi dilakukan dengan maksud untuk :
a. memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero;
b. meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;
c. menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;
20) Prinsip Privatisasi
Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
21) Komite Privatisasi
Komite privatisasi bertugas untuk:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan PrivatisasI
b. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses Privatisas
22) Tata Cara Privatisasi
Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaan dan mendasarkan pada
kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
2.3 Kaitan Good Corporate Governance dengan Instansi Pemerintah
Good Corporate Governance merupakan suatu pola kinerja yang baik dalam suatu
instansi untuk mencapai tujuan instansi secara efektif dan efisien dengan tetap memperhatikan
para stakeholders. Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-
117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) bahwa BUMN wajib menerapkan good corporate governance secara
konsisten dan atau menjadikan good corporate governance sebagai landasan operasionalnya.
Dalam penerapan GCG ada 5 prinsip utama, yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, dan kewajaran.
Transparansi berkaitan dengan keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan informasi.
Kemandirian berkaitan dengan pengelolaan instansi tanpa berbenturan dengan pihak manapun
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Akuntabilitas berkaitan dengan efektivitas
pengelolan perusahaan. Pertanggungjawaban, yakni kesesuaian antara pengelolaan perusahaan
dengan peraturan perundang-undangan. Terakhir, kewajaran berkaitan dengan keadilan dan
kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders.
Dalam mencapai GCG, BLU harus memiliki Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) yang salah satu elemennya mengharuskan adanya audir internal dalam instansi

12
pemerintah. Audit internal dijalankan oleh Satuan Pengawas Internal (SPI). Pengaruh SPI
terhadap pelaksanaan GCG sangatlah besar karena peran audit internal adalah untuk menetapkan
tingkat kesesuaian pelaksanaan instansi dengan peraturan yang ada dan juga prinsip-prinsip
GCG. Fungsi audit internal adalah melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan
pendekatan yang sistematis, teratur, dan menyeluruh. Dari fungsi tersebut, terlihat jelas bahwa
peranan SPI salah satunya adalah untuk menciptakan suasana GCG dalam instansi pemerintah.
Jika ditarik garis lurus antara SPIP, SPI, dan GCG, ketiganya memiliki keterkaitan,
dimana SPIP melakukan pengecekan terhadap tujuan instansi yang telah tercapai secara efektif
dan efisien. Dalam menjalankan tugasnya, SPIP akan diawasi oleh SPI. Oleh karena itu,
diharapkan adnya SPI dlam instansi dapat menciptakan GCG dalam tubuh instansi itu sendiri.

BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan

Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) bahwa BUMN wajib menerapkan good corporate governance secara konsisten agar

13
menjadikan good corporate governance sebagai landasan operasionalnya. Dalam penerapan
GCG ada 5 prinsip utama, yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
dan kewajaran.
Dalam mencapai GCG, BLU harus memiliki Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) yang salah satu elemennya mengharuskan adanya audir internal dalam instansi
pemerintah. Audit internal dijalankan oleh Satuan Pengawas Internal (SPI). Pengaruh SPI
terhadap pelaksanaan GCG sangatlah besar karena peran audit internal adalah untuk menetapkan
tingkat kesesuaian pelaksanaan instansi dengan peraturan yang ada dan juga prinsip-prinsip GCG
3.2 Saran
Satuan Pengawas Internal atau SPI sebagai pelaksana dibidang pengawasan lembaga
pemerintah tentu saja harus memahami dan menerapkan prinsip-prinsip GCG, agar semua
instansi pemerintah dapat bertanggung jawab dengan peran masing-masing lembaga, sehingga
masyarakat dapat merasakan manfaat dari keberadaan institusi-institusi tersebut.

Referensi
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum
Sari, Maylia Pramono. 2014. Peran Audit Internal dalam Upaya Mewujudkan Good
Corporate Governance (GCG) pada Badan Layanan Umum (BLU) di Indonesia. [online].

14
Tersedia di: http://asp.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/110-SIPE-63.pdf, diakses
tanggal 20 Maret 2016
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

15

Anda mungkin juga menyukai