Anda di halaman 1dari 22

KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

MATA KULIAH MANAJEMEN SUMBER DAYA


MANUSIA KESEHATAN

SEMESTER VI

DISUSUN OLEH:

1. Windiana Wahyu Pangestika 25010114120043


2. Megawati Ayu Z.K 25010114120057
3. Kholifatun Islami 25010114120059
4. Aminah Muslamet 25010114120174
5. Hedra Teguh Setiawan 25010116183005

PEMINATAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017

A. Pengertian Kinerja SDM Kesehatan


Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang
berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang.

1
Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Definisi kinerja menurut
para ahli :
1. Dessler (2009) berpendapat : Kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah
prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari
karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang
disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai
dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat
juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya.
2. Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses
(Nurlaila, 2010:71).
3. Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah kuantitas atau
kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang
melakukan pekerjaan (Luthans, 2005:165).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja Sumber Daya
Manusia adalah sebuah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas
maupun kuantitas yang dicapai Sumber Daya Manusia dalam periode waktu
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja SDM Kesehatan


Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja
individu, perlu dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor
fisik dan non fisik sangat mempengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik
sangat mempengaruhi kondisi karyawan dalam bekerja. Selain itu, kondisi
lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya faktor lingkungan non
fisik. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SDM :

a. Efektifitas dan efisiensi


Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan
bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari
kegiatan menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga
mengakibatkan kepuasan walaupun efektif dinamakan tidak efisien.
Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh, maka
kegiatan tersebut efisien (Prawirosentono, 1999:27).

2
b. Otoritas (wewenang)
Otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu
organisasi formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota
yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya
(Prawirosentono, 1999:27).
c. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku
(Prawirosentono, 1999:27). Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan
karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan
organisasi dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk
ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
Menurut Siagian (2000), kinerja dipengaruhi oleh dua faktor :
1. Faktor kemampuan terdiri dari :
a. Pengetahuan, meliputi pendidikan, pengalaman, pelatihan, dan minat
b. Keterampilan, meliputi kecakapan dan kepribadian.
2. Faktor motivasi terdiri dari:
a. Kondisi sosial, meliputi organisasi formal dan informal, kepemimpinan
dan serikat kerja
b. Kebutuhan individu, meliputi fisiologis, sosial, dan egoistik
c. Kondisi fisik, meliputi lingkungan kerja.

C. Karakteristik Kinerja SDM Kesehatan

Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut


(Mangkunegara):

1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.

2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.

3. Memiliki tujuan yang realistis.

4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi


tujuannya.

5. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan
kerja yang dilakukannya.

3
6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

D. Penilaian/Evalusi Kinerja SDM Kesehatan


1. Definisi Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan
terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk
informasi atas : efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang
dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan
kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil
kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan
dalam mencapai tujuan.
Menurut Menurut Hasibuan (2000:87) : Penilaian kinerja adalah kegiatan
manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja pegawai serta menetapkan
kebijaksanaan selanjutnya. Evaluasi atau penilaian perilaku meliputi penilaian
kesetiaan, kejujuran,kepemimpinan, kerjasama, loyalitas, dedikasi, dan
partisipasi pegawai.
Menurut Rivai (2005:66) : Penilaian Kinerja merupakan suatu proses
untuk penetapan pemahaman bersama tentang apa yang akan dicapai, dan suatu
pendekatan untuk mengelola dan mengembangkan orang dengan cara
peningkatan dimana peningkatan tersebut itu akan dicapai di dalam waktu yang
singkat ataupun lama.

2. Tujuan Penilaian Kinerja


Tujuan penilaian kinerja menurtu Rivai (2009) adalah :
a. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini
b. Pemberian imbalan yang serasi (kenaikan gaji berkala, gaji pokok, dan
insentif uang)
c. Mendorong pertanggung jawaban dari karyawan
d. Untuk pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lain
e. Pengembangan SDM
f. Meningkatkan motivasi kerja
g. Untuk mengetahui kebijakan SDM
h. Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk
mencapai hasil yang baik secara menyeluruh
i. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja
menjadi baik
Selain itu, Rivai (2009) juga membedakan tujuan penilaian kinerja SDM
menjadi dua, yaitu:

4
1) Tujuan penilaian yang berorientasi pada masa lalu, yang bertujuan untuk :
a. Mengendalikan perilaku karyawan dengan menggunakannya sebagai
instrument untuk memberikan ganjaran, hukuman dan ancaman.
b. Mengambil keputusan mengenai kenaikan gaji dan promosi.
c. Menempatkan karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan tertentu.
2) Tujuan penilaian yang berorientasi pada masa depan, dirancang secara tepat
agar sistem penilaian ini dapat membantu, yakni :
a. Membantu tiap karyawan untuk semakin banyak mengerti tentang
perannya dan mengetahui secara jelas fungsi-fungsinya.
b. Merupakan instrumen dalam membantu tiap karyawan mengerti
kekuatan dan kelemahan sendiri yang dikaitkan dengan peran dan fungsi
dalam perusahaan.
c. Menambah adanya kebersamaan antara masing-masing karyawan
dengan penyedia yang mendorong motivasi serta konstribusi kerja pada
perusahaan.
d. Merupakan isntrumen bagi karyawan untuk mengevaluasi diri serta
mengembangkan diri dalam perencanaan karir
e. Membantu mempersiapkan karyawan untuk memegang pekerjaan pada
jenjang yang lebih tinggi
f. Membantu dalam berbagai keputusan SDM dengan memberikan data
tiap karyawan secara berkala.

3. Manfaat Penilaian Kinerja


Manfaat penilaian kinerja menurut Handoko (2008), antara lain :
a. Perbaikan prestasi kerja
b. Penyesuaian kompensasi
c. Keputusan penempatan
d. Kebutuhan latihan dan pengembangan
e. Perencanaan dan pengembangan karir
f. Memperbaiki penyimpangan proses staffing
g. Mengurangi ketidak-akuratan informasi
h. Memperbaiki kesalahan desain pekerjaan
i. Kesempatan kerja yang adil
j. Membantu menghadapi tantangan eksternal

4. Metode Penilaian Kinerja


Menurut Mondy & Noe (2005), ada tujuh metode penilaian kinerja yaitu:
1. Rating Scales
Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur faktor-
faktor kinerja (performance factor). Misalnya dalam mengukur tingkat inisiatif
dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1
adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan

5
tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan
begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya.
2. Critical Incidents
Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk
(extremely good or bad behaviour) pegawai. Dalam metode ini, penilai harus
menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-tindakan atau prilaku kerja yang
sangat positif (high favorable) dan perilaku kerja yang sangat negatif (high
unfavorable) selama periode penilaian.
3. Essay Evaluator
Menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan, kinerjanya pada
masa lalu, potensinya dan memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja
tersebut. Metode ini cenderung lebih memusatkan perhatian pada perilaku
ekstrim dalam tugas-tugas karyawan daripada pekerjaan atau kinerja rutin yang
mereka lakukan dari hari ke hari. Penilaian seperti ini sangat tergantung kepada
kemampuan menulis seorang penilai.
4. Work standard
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang diharapkan. Standar
mencerminkan keluaran normal dari seorang pekerja yang berprestasi rata-rata,
yang bekerja pada kecepatan atau kondisi normal. Agar standar ini dianggap
objektif, para pekerja harus memahami secara jelas bagaimana standar yang
ditetapkan.
5. Ranking
Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai dengan
peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Contohnya,
pekerja terbaik dalam satu bagian diberi peringkat paling tinggi dan pekerja yang
paling buruk prestasinya diletakkan di peringkat paling bawah. Kesulitan terjadi
bila pekerja menunjukkan prestasi yang hampir sama atau sebanding.
6. Forced distribution
Penilai harus memasukkan individu dari kelompok kerja ke dalam sejumlah
kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi normal. Contoh para
pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen terbaik ditempatkan ke dalam
kategori tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya ke dalam kategori berikutnya,
40 persen berikutnya ke dalam kategori menengah, 20 persen sesudahnya ke
dalam kategori berikutnya, dan 10 persen sisanya ke dalam kategori terendah.
Bila sebuah departemen memiliki pekerja yang semuanya berprestasi istimewa,

6
atasan dipaksa untuk memutuskan siapa yang harus dimasukan ke dalam
kategori yang lebih rendah.
7. Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)
Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang
mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya penilaian
pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak menerima
tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila pegawai
itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang
berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan
perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan.

Menurut Mondy & Noe (2005), karakteristik sistem penilaian yang efektif,
adalah:
a. Kriteria yang terkait dengan pekerjaan
Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan harus berkaitan
dengan pekerjaan / valid.
b. Ekspektasi
Kinerja Sebelum periode penilaian, para manajer harus menjelaskan secara
gamblang tentang kinerja yang diharapkan kepada pekerja.
c. Standardisasi
Pekerja dalam kategori pekerjaan yang sama dan berada di bawah organisasi
yang sama harus dinilai dengan menggunakan instrumen yang sama.
d. Penilaian yang Cakap
Tanggung jawab untuk menilai kinerja karyawan hendaknya dibebankan
kepada seseorang atau sejumlah orang, yang secara langsung mengamati
paling tidak sampel yang representatif dari kinerja itu. Untuk menjamin
konsistensi penilaian, para penilai harus mendapatkan latihan yang memadai.
e. Komunikasi Terbuka
Pada umumnya, para pekerja memiliki kebutuhan untuk mengetahui tentang
seberapa baik kinerja mereka.
f. Akses Karyawan Terhadap Hasil Penilaian
Setiap pekerja harus memperoleh akses terhadap hasil penilaian. Kerahasiaan
akan menumbuhkan kecurigaan. Menyediakan akses terhadap hasil penilaian
memberikan kesempatan karyawan untuk mendeteksi setiap kesalahannya.
g. Proses Pengajuan Keberatan (due process)
Dalam hubungannya dengan pengajuan keberatan secara formal atas hasil
penilainnya, penetapan due process merupakan langkah penting.

E. Langkah-Langkah Evaluasi Kinerja SDM Kesehatan

7
LANGKAH-1: MENENTUKAN TUJUAN EVALUASI KINERJA
Tujuan dilakukannya penilaian kinerja karyawan menurut Aamodt (2010)
antara lain:
1. Mendapatkan umpan balik bagi karyawan dan menyiapkan pelatihan atau
program perbaikan bagi karyawan. Untuk tujuan tersebut maka metode evaluasi
kinerja harus dapat mengetahui kelemahan dan kekuatan karyawan. Salah satu
metode evaluasi yang bisa dipakai adalah performance appraisal review.

2. Menentukan kenaikan gaji. Evaluasi kinerja memberikan dasar yang adil/fair


dalam menentukan kenaikan gaji. Untuk tujuan ini, maka evaluasi kinerja
sebaiknya menggunakan format kuantitatif (numerik) bukan kualitatif (narasi).

3. Membuat keputusan promosi jabatan. Untuk tujuan tersebut maka dimensi


evaluasi kinerja harus sesuai dengan posisi baru yang akan dipromosikan.

4. Membuat keputusan memberhentikan karyawan. Metode untuk tujuan ini


akan dibicarakan pada langkah ke-9 dalam evaluasi kinerj karyawan.

5. Merencanakan evaluasi karyawan secara personal.

LANGKAH-2: MENGIDENTIFIKASI KETERBATASAN LINGKUNGAN


DAN BUDAYA
Tahap berkutnya dalam eveluasi kinerja karyawan adalah mengetahui
faktor-faktor lingkungan dan budaya yang mempengaruhi penilaian kinerja.

Contohnya:
- Bila karyawan akan dinilai memiliki tugas yang banyak dan sibuk, maka sistem
evaluasi kinerja yang membutuhkan waktu lama tidak akan berhasil
diterapkan.

- Pada lingkungan kerja yang tidak menerapkan reward berupa uang pada
karyawan, maka sebaiknya jangan menerapkan sistem evaluasi kinerja yang
sangat rumit dengan menerapkan penilaian kuantitatif; atau

8
- Pada lingkungan kerja yang daya kohesif (tarik-menarik antara karyawan
dengan karakteristik sejenis) yang kuat, maka sistem penilaian kinerja oleh
rekan sekerja lebih efektif.

LANGKAH-3: MENENTUKAN PERSON YANG MELAKUKAN


EVALUASI KINERJA
Pada dasarnya kinerja seorang karawan tidak bisa hanya dilihat dari satu
sisi saja, misalnya dari sisi atasan atau supervisor saja. Salah satu metode
evaluasi kinerja yang disebut dengan 360-degree feedback dan multiple-source
feedback menggunakan prinsip bahwa informasi yang relevan tentang kinerja
karyawan dapat dihasilkan dari supervisor, rekan kerja (peers), bawahan
(subordinate), pelanggan, dan diri karyawan itu sendiri.
Penilaian kinerja oleh supervisor merupakan metode evaluasi kinerja yang
paling banyak digunakan perusahaan, meskipun pada kenyataannya, seorang
supervisor tidak seluruhnya mengetahui kinerja karyawan. Namun secara formal
organisasi, supervisor atau atasan merupakan karyawan yang tepat untuk
melakukan penilaian.
Penilaian oleh rekan kerja bertujuan mengetahui perilaku aktual karyawan
sehari-hari. Syarat penilai dari rekan sekerja adalah sebaiknya memiliki
kesamaan karakteristik (jabatan, masa kerja, tugas dan tanggung jawab) .
Penilaian oleh bawahan (subordinate) atau disebut upward feedback,
sangat penting dilakukan karena dapat memberikan penilaian dari sudut pandang
yang berbeda. Syarat penilaian kinerja dilakukan oleh bawahan antara lain:
- Bila bawahan tidak merasakan adanya ancaman atau ketakutan dalam menilai
atasannnya;

- Bila atasan/supervisor terbuka dengan komentar bawahannya;

- Bila penilaian dilakukan anonim (tanpa menyebutkan nama penilai/bawahan);

- Bila penilaian dilakukan untuk tujuan pengembangan; dan


- Bila bawahan/pekerja yang menilai memiliki kompetensi dalam mengukur
kinerja.

9
Pada penilaian kinerja oleh pelanggan, dilakukan pengisian keluhan
tentang pelayanan yang diterima oleh pelanggan. Contohnya adalah secret
shoppers. Teknik menilai kinerja secara mandiri jarang sekali dilakukan oleh
perusahaan karena efektifitasnya yang masih dipertanyakan. Disamping itu
teknik ini memerlukan kedewasaan daripada karyawan yang besangkutan.

LANGKAH-4: MENYELEKSI KRITERIA PENILAIAN DAN METODE


PENILAIAN YANG DIGUNAKAN
Kriteria adalah parameter yang dipakai untuk menggambarkan karyawan
yang sukses. Misalnya kriteria yang dipakai adalah absensi, kualitas kerja, dan
keselamatan kerja. Untuk menilai kriteria-kriteria yang ditetapkan tersebut
dibutuhkan metode pengukuran.
Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam menentukan metode
pengukuran kinerja karyawan: Pemilihan dimensi pengukuran, pembobotan
dimensi pengukuran, dan metode pemeringkatan.
Dimensi pengukuran bisa terdiri dari empat jenis yaitu: sifat, kompetensi,
jenis tugas, dan tujuan. Tahap terakhir dalam menentukan metode pengukuran
adalah menentukan prosedur evaluasi hasil pengukuran, apakah menggunakan
sistem perbandingan yaitu membandingkan karyawan dengan karyawan lain
(comparison method) atau sistem peringkat (Ranking system).
Metode yang umum dipakai dalam sistem perbandingan adalah metode
peringkat (ranking method), metode perbandingan-berpasangan (paired-
comparison method), dan metode distribusi tertentu (forced-distribution
method).

LANGKAH-5: MELATIH EVALUATOR


Setelah ditentukan metode penilaian yang akan dipakai, tahap selanjutnya
adalah melatih tenaga evaluator yang akan menilai kinerja karyawan. Hal ini
dilakukan untuk menghasilkan sistem penilaian kinerja yang yang sehat dan
legal. Disamping memberikan pelatihan kepada evaluator, karyawan juga perlu

10
dijelaskan mengenai metode penilaian kinerja yang akan dijalankan. Semakin
karyawan mengetahui metode penilaian kinerja dengan baik, maka tingkat
kepuasan karyawan juga semakin tinggi.

LANGKAH-6: MENGOBSERVASI DAN MENDOKUMENTASIKAN


KINERJA KARYAWAN
Hal yang paling penting dalam melakukan observasi dan dokumentasi
adalah mencatat kejadian kritis (critical incident) pada karyawan. Insiden kritis
adalah titik kinerja karyawan yang paling buruk dan paling baik. Insiden kritis
ini harus dikomunikasikan ke karyawan pada saat itu juga.
Kegunaan dokumentasi terhadap kinerja karyawan adalah:
1. Memaksa atasan untuk fokus kepada perilaku karyawan dibandingkan sifat;

2. menghasilkan contoh perilaku yang akan digunakan saat mengevaluasi hasil


kinerja;

3. Membantu atasan dalam mengingat perilaku saat melakukan evaluasi kinerja;

4. Membantu organisasi bila ada tuntutan dari karyawan yang kecewa atau di
PHK akibat performa yang tidak baik.

LANGKAH-7: MENGEVALUASI KINERJA


Langkah-langkah dalam mengevaluasi kinerja antara lain:
1. Mendapatkan dan mempelajari data-data yang relevan dengan perilaku
karyawan. Misalnya: supervisor produksi bisa mempelajari jumlah hari
absensi, jumlah unit yang diproduksi, dan tonase bahan baku yang terbuang.
Data-data ini dikombinasikan dengan catatan insiden kritis, supaya
menghasilk penilaian yang
kuat. Disamping itu saat mempelajari data-data harus diperhatikan pula hal-hal
lain yang mempengaruhi kinerja (seperti: shift kerja, perlengkapan, pelatihan,
partner kerja, area geografis).

11
2. Membaca kembali seluruh insiden kritis yang dilakukan karyawan. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi bias akibat efek primasi, resensi, dan atensi
terhadap informasi yang tidak wajar.

3. Mengisi dan melengkapi formulir penilaian. Saat melakukan penilaian, atasan


harus memperhatikan faktor-faktor yang bisa menimbulkan bias pengukuran,
yaitu:

- Distribution errors yaitu kesalahan yang dibuat karena penilai


menggunakan satu sisi saja dari skala penilaian. Misalnya: saat penilaian
dengan skala 1,2,3,4,5 evaluator hanya menilai seluruh kinerja karyawan
dengan skala 4 dan 5 saja. Kondisi ini disebut juga dengan leniency error.
Lawannya leniency error adalah strictness error yaitu menilai kinerja
karyawan pada skala rendah. Bentuk distribution error lainnya adalah
central tendency error, yaitu menilai seluruh atau sebagian besar kinerja
karyawan pada skala tengah.

- Halo errors yaitu kesalahan yang terjadi akibat evaluator terpengaruh oleh
salah satu atau keseluruhan karakter karyawan. Misalnya: evaluator
mengetahui bahwa karyawan yang akan dievaluasi terkesan sangat kreatif,
maka ia akan memberi penilaian yang baik pada sisi
intelijensia/kecerdasan. Halo errors bisa terjadi karena evaluator tidak
memahami jenis pekerjaan yang akan dievaluasi serta sangat kenal dengan
karyawan yang akan dinilai.

- Proximity errors yaitu kesalahan yang terjadi ketika penilaian terhadap satu
dimensi mempengaruhi penilaian dimensi selanjutnya yang berdekatan atau
memiliki kesamaan lokasi.

- Contrast errors yaitu kesalahan penilaian karyawan akibat evaluator


terpengaruh oleh penilaian karyawan sebelumnya. Contohnya seorang
manajer bank menilai enam karyawannya dua kali dalam setahun (tiap
februari dan agustus). Manajer mula-mula menilai karyawan bernama
Susana yang merupakan karyawan terbaik dengan penilaian yang bagus
pada seluruh dimensi. Setelah menilai Susana, selanjutnya menilai Fitria.

12
Saat dibandingkan dengan Susana, Fitria tidak memperlihatkan penilaian
yang baik. Sehingga Fitria mendapat penilaian yang sangat rendah, di
bawah nilai yang seharusnya diterima. Hal ini karena manajer bank
membandingkan Fitria secara langsung dengan Susana.

- Recency effect yaitu kesalahan penilaian akibat perubahan perilaku


karyawan antara saat periode awal penilaian dan periode akhir penilaian.
Misalnya: penilaian kinerja dilakukan tiap 6 bulan. Penilaian kinerja bulan
januari-juni dilakukan di bulan Juli. Maka bisa saja perilaku karyawan saat
bulan Juli bisa lebih baik atau buruk saat bulan Januari.

- Infrequent observation yaitu kesalahan penilaian kinerja akibat atasan tidak


memiliki kesempatan untuk mengobservasi contoh perilaku karyawan.

LANGKAH-8: MENGKOMUNIKASIKAN HASIL EVALUASI KINERJA


Langkah selanjutnya setelah dilakukan evaluasi penilaian adalah
mengkomunikasikan hasil penilaian kepada karyawan. Langkah ini bermanfaat
untuk memberikan umpan balik serta menilai kelemahan dan kelebihan
karyawan, sehingga dapat diberikan pelatihan lebih lanjut.
Umumnya pemberitahuan hasil penilaian kinerja karyawan dilakukan 6
bulan sekali. Proses penyampaian hasil penilaian kinerja bagi kebanyak
pimpinan dan manajer adalah sesuatu yang kurang disukai karena sifatnya yang
normatif, sehingga banyak pimpinan yang berusaha menyelesaikan proses ini
secepat mungkin.
Dalam merencanakan pelaksanaan penyampaian hasil penilaian kinerja
ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu: waktu, penjadwalan, dan persiapan.
Waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan penyampaian hasil kinerja
idelanya ada sejam, dan pelaksanaan penyampaiannya itu sendiri sebaiknya
selama sejam juga. Lokasi penyampaian hasil sebaiknya tempat yang netral
yang menjamin privasi, dan sebaiknya tidak dipisahkan oleh meja yang bisa
menghambat komunikasi.
Penjadwalan penyampaian hasil evaluasi sebaiknya ditetapkan sekali
dalam 6 bulan bagi karyawan lama. Bagi karyawan baru dilakukan lebih sering

13
dari karyawan lama. Meski demikian, pemantauan kemajuan karyawan tetap
dilakukan sepanjang tahun (tiap bulan).
Persiapan penyampaian hasil evaluasi meliputi: mempelajari sistem
penilaian yang dipakai dan alasan kenapa menggunakan sistem tersebut.
Penyampaian hasil kinerja yang berkualitas akan memuaskan karyawan dan
karyawn menerima hasil tersebut dengan baik. Di samping itu, sebaiknya
karyawan juga diminta menyiapkan hasil penilaian terhadap dirinya sendiri dan
ditanyakan alasan ia memberikan penilaian seperti itu.
Selama proses penyampaian hasil evaluasi, beberapa hal perlu
diperhatikan:
1. Memulai evaluasi dengan sedikit perbincangan (basa-basi) untuk mengurangi
ketegangan;

2. Ketika kondisi dirasa sudah nyaman, selanjutnya yang harus dilakukan atasan
adalah menyampaikan:
- Maksud dan tujuan penilaian kinerja (menitikberatkan tujuan bukan hanya
untuk menaikkan gaji dan memberhentikan karyawan);

- Bagaimana penilaian kinerja disusun;

- Bagaimana proses evaluasi dilakukan;

- Harapan agar proses penyampaian hasil berlangsung interaktif; dan

- Tujuan penilaian untuk memahami dan memperbaiki kinerja (bukan


mencari kesalahan karyawan)

3. Sebaiknya diawali dengan karyawan menyampaikan hasil penilaiannya


sendiri. Berdasarkan studi, jika proses ini dilakukan di awal akan
meningkatkan kepuasan karyawan;

4. Saat atasan menyampaikan hasil sebaiknya dibatasi pada masalah perilaku dan
kinerja karyawan, bukan kepada sifat karyawan;

5. Umpan balik positif sebaiknya disampaikan terlebih dahulu dibanding umpan


balik negatif, dan diakhiri dengan lebih banyak umpan balik positif (disebut
feedback sandwich, dimana umpan balik positif dianggap menutupi negatif).

14
Teknik ini berguna agar karyawan mau menerima umpan balik negatif, dan
mencegah atasan untuk bersikap subyektif terhadap karyawan;

6. Atasan sebaiknya menjelaskan alasan kenapa penilaian kinerja yang karyawan


baik, dianggap tidak baik oleh perusahaan. Penilaian yang salah oleh
karyawan bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan karyawan akan
penyelesaian pekerjaan, karyawan terlalu sibuk, atau ada masalah lain yang
mempengaruhi kinerjanya;

7. Sebaiknya atasan tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada


karyawan tanpa memandang hasil kinerjanya. Hal ini dapat meningkatkan
kepuasan karyawan;

8. Sebaiknya atasan menawarkan solusi kerjasama untuk memecahkan


masalah umpan balik negatif.

LANGKAH-9: MENGAMBIL KEPUTUSAN


Hasil evaluasi kinerja bukan hanya memutuskan apakah karyawan
dipromosikan atau tidak, namun ada saatnya manajer atau pimpinan
memutuskan untuk memberhentikan karyawan.
Menyampaikan hasil penilaian kinerja karyawan yang tidak populer
seperti menunda promosi, menurunkan jabatan atau demosi, sampai
memberhentikan karyawan bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan
kekuatan mental yang cukup untuk menyampaikan hal ini. Salah satu cara
menghindari kondisi yang tidak nyaman ini adalah dengan mempelajari aspek-
aspek hukum dalam ketenagakerjaan dengan baik. Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) dan kebijakan di bidang ketenagakerjaan bisa dijadikan referensi dalam
menyampaikan hal-hal yang tidak populer akibat penilaian kinerja.

F.Masalah Kinerja SDM dan Pemecahannya


a. Masalah Kinerja SDM
Masalah dapat didefinisikan sebagai kesenjangan (gap) antara situasi
sekarang (kinerja aktual sekarang) dan target kinerja yang diinginkan. Semua
orang harus menjadi problem solvers dengan cara melakukan analisa secara

15
seksama terhadap proses, kemudian berusaha menutupi kesenjangan (gap) yang
ada.
Vincent Gasperz menjelaskan dalam bukunya mengenai Continual
Improvement mengelompokan masalah kinerja ke dalam 3 jenis:
1. Masalah yang diciptakan (problems to be created), yaitu menetapkan
target kinerja yang meningkat secara terus menerus, kemudian berusaha
untuk menyelesaikan masalah kinerja ini melalui upaya giat terus menerus
untuk mencapai target kinerja tersebut, masalah yang diciptakan ini sering
disebut sebagai masalah potensial (potential problems) yang akan menjadi
masalah aktual (actual problems) di masa yang akan datang. Upaya
menyelesaikan masalah ini adalah melalui inovasi kreatif (peningkatan
dramatis) terus menerus.
2. Masalah yang dirasakan (problems to be perceived), berkaitan dengan upaya
peningkatan secara gradual terus menerus yang bertujuan untuk memperkuat
posisi yang sekarang.
3. Masalah yang telah terjadi (problems already occurred), berkaitan dengan
target-target masa lalu yang tidak tercapai atau deviasi dari standar-standar
yang ditetapkan.

Masalah yang sering muncul umumya bersumber dari elemen-elemen


proses yang terdiri dari 7M, yaitu Money, Media, Material, Method, Motivation,
Machine, dan Manpower yang merupakan faktor yang dapat
dikendalikan dan dapat diperkirakan atau diprediksi.

1. Manpower (tenaga kerja) berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan


(tidak terlatih, tidak berpengalaman), kekurangan dalam ketrampilan dasar
yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian,
dll.
2. Machines (mesin-mesin) dan peralatan yang berkaitan dengan tidak ada
sistem perawatan pencegahan terhadap mesin-mesin produksi, termasuk
fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak
dikalibrasi, terlalu rumit, terlalu panas, dll.
3. Methods (metode merja) berkaitan dengan tidak ada prosedur dan metode
kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak
cocok, dll.

16
4. Materials (bahan baku dan bahan penolong) berkaitan dengan ketiadaan
spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang digunakan,
ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas bahan baku dan bahan penolong
yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan
baku dan bahan penolong itu, dll.
5. Media berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan
aspek-aspek kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan lingkungan
kerja yang kondusif, kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi yang
buruk, kebisingan yang berlebihan, dll.
6. Motivation (motivasi) berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang
benar dan professional (tidak kreatif, bersifat reaktif, tidak mampu
bekerjasama dalam tim, dll), yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem
balas jasa dan penghargaan yang tidak adil kepada tenaga kerja.
7. Money (keuangan) berkaitan dengan ketiadaan dukungan financial
(keuangan) yang mantap guna memperlancar proyek peningkatan kualitas
yang akan diterapkan.

b. Pemecahan Masalah Kinerja SDM


Saat muncul suatu masalah, organisasi dituntut untuk mencari solusi yang
tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Solusi terhadap suatu
permasalahan tidak akan efektif jika tidak
diidentifikasikan dan diimplementasilan dengan tepat. Berikut langkah-langkah
solusi masalah yang efektif :
a) Identifikasi Masalah
Mendefinisikan masalah secara tertulis, yang berkaitan dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. What (Apa) :Apa yang menjadi akibat utama dari masalah itu?
2. When (Kapan) :Kapan terjadi masalah itu, sewaktu-waktu atau
sepanjang waktu?
3. Where (Dimana) :Dimana lokasi masalah itu terjadi, lokasi dalam
sistem, fasilitas, atau komponen?
4. Why (Mengapa) :Mengapa anda serius memperhatikan masalah ini,
berkaitan dengan signifikansi dampak dari masalah itu terhadap
sasaran atau tujuan organisasi?
Membangun diagram sebab-akibat yang dimodifikasi untuk mengidentifikasi :
a. akar penyebab dari masalah,

17
b. penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan, namun dapat
diperkirakan
Setiap akar penyebab dari masalah dimasukkan ke dalam diagram sebab-
akibat yang dikategorikan berdasarkan prinsip 7M, sedangkan penyebab-
penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun dapat diperkirakan,
didaftarkan pada diagram sebab-akibat secara tersendiri, Akar penyebab dari
suatu masalah dapat ditemukan melalui bertanya mengapa beberapa kali.
b) Identifikasi Solusi
Mengidentifikasikan tindakan atau solusi yang efektif melalui
memperhatikan danmempertimbangkan:
a. pencegahan terulang atau muncul kembali penyebab-penyebab itu
b. tindakan yang diambil harus berada di bawah pengendalian kita
c. memenuhi tujuan dan target kinerja yang ditetapkan
c) Implementasi Solusi
Menerapkan atau melakukan implementasi terhadap solusi atau tindakan-
tindakan yang diajukan itu. Setiap tindakan perbaikan sewajarnya
didaftarkan ke dalam rencana tindakan (action plans) yang memuat secara
jelas setiap tindakan perbaikan atau peningkatan mengikuti prinsip 5W-2H

What : Apa tindakan peningkatan yang diajukan?

When : Kapan tindakan penigkatan itu akan mulai diterapkan?

Where : Dimana tindakan peningkatan itu akan diterapkan?

Who : Siapa yang akan bertanggung jawab terhadap


implementasi dari tindakan peningkatan itu?
Why : Mengapa tindakan peningkatan itu yang diprioritaskan
untuk diterapkan?
How : Bagaimana langkah-langkah dalam penerapan tindakan
peningkatan itu?
How Much : Berapa besar manfaat yang akan diterima dari
implementasi tindakan peningkatan itu dan berapa pula
biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai
implementasi dari tindakan peringkatan tersebut?)
Implementasi suatu sistem manajemen tidak menjanjikan bahwa tidak akan
muncul permasalahan bagi organisasi. Munculnya permasalahan pun tidak
menandakan bahwa organisasi tidak mampu dalam implementasi sistem.
Implementasi suatu sistem manajemen yang baik mengharuskan suatu organisasi

18
untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut yang muncul.
Permasalahan yang muncul perlu diidentifikasi dan diselesaikan hingga ke akar
permasalahannya, dengan harapan bahwa permasalahan yang serupa tidak akan
muncul kembali. Identifikasi dan penyelesaian masalah yang tepat akan
membawa organisasi menuju ke perbaikan dan peningkatan yang
berkesinambungan.

G. Pengertian Produktivitas Kerja SDM Kesehatan


Salah satu aspek penting di dalam meningkatkan kemampuan serta
pemanfaatan kemampuan serta pemanfaatan sumber-sumber yang relatif terbatas
adalah mempergunakan sumber-sumber tersebut seefisien mungkin.
Penggunaaan sumber seefisien mugkin akan cenderung kearah peningkatan
Produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja adalah perbandingan
antara hasil kerja yang di capai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu
(Kussriyanto, 1986:2).
Menurut Melayu S.P. Hasibuan (1996:126) Produktivitas adalah
perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika Produktivitas
naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu-bahan-
tenaga) dan sisitem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan
dari tenaga kerjanya.

H. Faktor-Faktor Produktivitas Kerja SDM Kesehatan

Menurut Sinungan (2000:23) beberapa faktor yang mempengaruhi


Produktivitas kerja secara umum ada delapan faktor yaitu :

1. Kebutuhan manusia; yang meliputi: kuantitas, tingkat keahlian, latar


belakang kebudayaan dan pendidikan, kemampuan, sikap, minat, struktur
pekerjaan, keahlian dan umur (kadang-kadang jenis kleamin) dari angkatan
kerja.

2. Modal: yang terdiri dari modal tetap (mesin, gedung, alat-alat, volume dan
standar).strukturnya), tehnologi, litbang, dan bahan baku (volume dan
standar).

19
3. Metode atau proses baik tata ruang tugas, penanganan bahan baku penolong
dan mesin, perencanaan dan pengawasan produksi, pemeliharan melalui
pencegahan, teknologi yang memakai cara alternatif.

4. Produksi yang meliputi: kuantitas, kualitas, ruangan produksi, struktur


campuran, dan spesial produksi.

5. Lingkungan Organisasi (internal) berupa: organisasi dan perencanaan,


system manajemen, kondisi kerja (fisik), iklim kerja (sosial), tujuan
perusahaan dan hubungannya dengan tujuan lingkungan, system insentif,
kebijaksanaan personilia, gaya kepemimpinan dan ukuran perusahaan
(ekonomi skala).

6. Lingkungan Negara (eksternal) seperti: kondisi ekonomi dan perdagangan


stuktur sosial dan politik, polotik, struktur industri, tujuan pengembangan
jangka panjang, pengakuan atau pengesahan, kebijakssanaan ekonomi
pemerintah (perpajakan dan lain-lain), kebijakan tenaga kerja, energi,
kebijakan pendidikan dan latihan, kondisi iklim dan geografis serta
kebijakan perlindungan lingkungan.

7. Lingkungan Internasional (regional) yang terdiri dari: kondisi perdagangan


dunia, masalah-masalah perdagangan internasional spesialisasi
internasional, kebijakan migrasi tenaga kerja, dan standar tenaga kerja.

8. Umpan balik yaitu informasi yang ada hubungannya dengan timbal balik
masukan (input) dan hasil (output) dalam perusahaan, antara perusahaan
dengan ruang lingkup negara (internasioanal).

I. Pengukuran Produktivitas Kerja SDM Kesehatan

Secara umum menurut Sinungan (2000: 23) pengukuran Produktivitas


berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat
berbeda, yaitu :

1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan


pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan

20
sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah meningkat
atau berkurang serta tingkatannya.

2. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi,


proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukkan pencapaian
secara relatif.

3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang


terbaik, sebab memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Hasmoko, Emanuel Vensi.2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Kinerja KlinisPerawat Berdasarkan Penerapan Sistem Pengembangan
Manajemen Kinerja Klinis (SPMKK) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Wilasa Citarum Semarang. Semarang : Universitas Diponegoro

Melayu S.P Hasibuan. 2006. Organisasi Dan Motivasi, Dasar Peningakatan


Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara Putra.

Muchdrasah, Sinungan. 2000. Pruduktitas, Apa Dan Bagaimana. Jakarta: Bumi


Aksara.

Rajo, Kursim.2015. Masalah Kinerja dan Penyebabnya

Rojuaniah. 2007. Masalah Kinerja. Jakarta Barat : Universitas Esa Unggul

Tofa, Merista Mazayas., Hikmatunisa, Anis., Motik, Annisa., Novitasari. 2016.


Penilaian Prestasi Kerja dan Manajemen Kerja. Universitas Brawijaya.

22

Anda mungkin juga menyukai