Anda di halaman 1dari 15

Ujian Take Home Farmakologi Infeksi dan Inflamasi

Nama : Sebtia Nurul Hidayati


NIM : 16/405888/PFA/01701

1. Jelaskan cara penyusunan antibiogram dan apa manfaatnya bagi RS?


Jawab:
Antibiogram dibentuk dari data uji kerentanan yang diakumulasi secara rutin di laboratorium
mikrobiologi. Untuk setiap organisme patogen yang mengalami kerentanan pengujian, pola
kerentanan dan ketahanan tercatat dalam sistem informasi laboratorium sebagai antibiogram,
Informasi ini dilaporkan ke dokter sebagai pedoman terapi. Dengan menganalisis data tersebut dalam
jumlah besar dari waktu ke waktu, sebuah antibiogram kumulatif dapat dihasilkan untuk setiap
organisme tertentu. Secara umum, antibiogram merangkum kepekaan isolat pertama dari pasien
individu untuk urine, nonurine (semua bagian tubuh lainnya) dan isolate darah dimana terdapat
jumlah yang cukup dari isolat untuk menyediakan statistik data yang dapat diandalkan. Standar untuk
analisis dan penyajian antibiograms disediakan dalam dokumen referensi
Data antibiogram didasarkan pada data kumulatif dari semua metode yang berbeda. Data ini
harus diatur dalam tabel terpisah untuk bakteri gram positif dan gram negatif sehingga pengguna
dapat dengan mudah menemukan data. Total jumlah isolat untuk setiap spesies bakteri harus
terdaftar, dan data kerentanan disajikan sebagai persen dari strain yang rentan terhadap masing-
masing obat. Bakteri yang ''intermediate'' seharusnya tidak dimasukkan sebagai rentan.
Secara umum, antibiogram yang mencakup jumlah isolate yang lebih besar untuk satu spesies bakteri
tertentu memberikan penilaian yang lebih akurat terhadap kerentanan antibiotik karena dampak dari
isolat yang tidak biasa dapat diminimalkan. Untuk alasan ini, antibiogram kumulatif dihasilkan tiap
tahunan.
Dimasukkannya beberapa isolat dari pasien yang sama selama periode analisis dapat secara
signifikan mengarah pada data yang dilaporkan pada antibiogram tersebut. Kegagalan untuk
menghilangkan duplikasi dapat menyebabkan nilai-nilai rentan tidak akurat. Duplikasi isolat duplikat
didefinisikan oleh CLSI sebagai '' dua isolat yang sama berdasarkan penentuan fenotipe atau
karakteristik genotip. '' Berbagai metode dapat digunakan untuk mengeliminasi duplikat dari pasien
individu (misalnya, hanya menyertakan isolat pertama per rawat inap vs isolat pertama per tahun vs
isolat pertama setiap 30 hari, dll), dan metode ini dapat menghasilkan perbedaan yang cukup besar
dalam statistik persen-rentan dihasilkan. Pedoman CLSI M39-A2 merekomendasikan bahwa hanya ''
isolat pertama (per pasien) dari spesies tertentu per periode analisis '' dimasukkan '' terlepas dari situs
tubuh, profil kerentanan antimikroba, atau karakteristik fenotip lainnya. ''
Mekanisme untuk mengeliminasi duplikat isolat bervariasi antara perangkat lunak komersial yang
biasa digunakan untuk menghasilkan data antibiogram kumulatif di laboratorium klinik. sistem
informasi laboratorium (LIS) dan program perangkat lunak lain sering digunakan untuk membantu
lembaga dalam analisis dan penyajian data antibiogram kumulatif. Perangkat lunak ini mungkin dalam
LIS umum atau dapat menjadi bagian dari instrumen uji kepekaan otomatis. Hal ini penting untuk
mengetahui apakah dan bagaimana duplikat dieliminasi ketika data antibiogram kumulatif direview.
Manfaat bagi RS:
a. Dapat digunakan oleh dokter untuk pengobatan AB empirik
b. Dapat digunakan oleh dokter untuk menilai tingkat kerentanan lokal, sebagai bantuan
dalam memilih terapi antibiotik empiris, dan dalam memantau tren resistensi dari waktu
ke waktu dalam suatu institusi.

c. sebagai alternatif untuk laporan kultur dan sensitivitas sampai hasil dari kultur dan
sensitivitas tersedia

d. sebagai alternatif untuk laporan kultur dan sensitivitas walaupun tidak ada organisme
tumbuh dari kultur dan sensitivitas tersebut meskipun kecurigaan klinis tinggi infeksi

e. Langkah pertama sebelum penyusunan kebijakan AB.

2. Pemberian antibiotik definitif sudah dilakukan sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitifitas
antibiotik, tetapi tidak ada perbaikan gejala klinis infeksinya. Apa pendapat anda tentang hal
tersebut?
Jawab:
Hal tersebut terjadi bisa dimungkinkan karena pembentukan biofilm. Bentuk biofilm
merupakan bentuk pertahanan dari mikroorganisme terhadap ancaman fisis, kimiawi, maupun
biologis. Beberapa bakteri patogen juga mampu membentuk biofilm pada makhluk hidup, dan
mampu menyebabkan penyakit dengan menolak kerja sistem imun maupun menciptakan suatu
resistensi bakteri terhadap antibiotic. Biofilm memiliki kemampuan untuk melindungi bakteri dari
senyawa-senyawa asing. Biofilm diasosiasikan pula dengan terjadinya resistensi bakteri terhadap
antibiotik. Beberapa teori mengenai kemampuatn proteksi ini:
a. Extracellular Polymeric Substance (EPS) biofilm bereaksi secara kimiawi dengan
antibiotik/senyawa asing ataupun membentuk penghalang difusi
b. Biofilm mengubah sistem transpor membran ataupun melepaskan molekul yang dapat
menginaktivasi antibiotic
c. Biofilm memiliki sistem stress-response rpoS yang akan menurunkan tingkat pertumbuhan
mikroba, dan menganggu aksi kerja antibiotik
d. Biofilm menghasilkan enzim yang mengubah molekul antibiotik menjadi inaktif
e. Biofilm yang memiliki plasmid resisten-antibiotik, dapat mengkode resistensi terhadap
antimikroba lain
f. Biofilm memproduksi sel persister, yakni fenotip resisten mikroba yang sangat toleran
terhadap antibiotik
g. Beberapa jenis permukaan memiliki kemampuan untuk menahan biofilm lebih baik sehingga
menyulitkan eliminasi biofilm

3. Menurut laporan CDC, infeksi terkait biofilm merupakan penyebab yang paling sering terjadinya
infeksi nosokomial. Bagaimana hal ini bisa terjadi dan jelaskan penanganannya yang paling feasible
dari segi farmasi klinis.
Jawab:
Biofilm memegang peranan penting dalam penyebaran infeksi nosokomial karena terjadi
peningkatan secara agresif terhadap intervensi medical dan surgical (implant, transplantasi organ dan
penggunaan peralatan medis) yang menempatkan pasien menjadi beresiko tinggi terjangkit infeksi
nosokomial.
4. Apa yang dimaksud TB MDR? Jelaskan bagaimana manajemen terapinya dan interaksi serta efek
samping OAT untuk pasien TB MDR!
Jawab:
TB MDR adalah TB resistan obat teradap minimal 2 obat anti TB yang paling poten yaitu INH dan
rifampisin secara bersama-sama atau disertai resisten terhadap obat anti TB lini pertama lainnya
seperti etambutol, streptomisin dan pirazinamid.
Manajemen Terapi TB MDR
Pilihan paduan OAT TB MDR saat ini adalah paduan terstandar, yang pada permulaan pengobatan
akan diberikan sama kepada semua pasien TB MDR (standardized treatment). Adapun paduan
yang akan diberikan adalah :
Km Eto Lfx Cs Z-(E) / Eto Lfx Cs Z-(E)
1) Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB MDR secara laboratoris.
2) Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Tahap
awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama paling sedikit 6 bulan atau 4 bulan
setelah terjadi konversi biakan. Apabila hasil pemeriksaan biakan bulan ke-8 belum terjadi
konversi maka disebut gagal pengobatan. Tahap lanjutan adalah pemberian paduan OAT
tanpa suntikan setelah menyelesaikan tahap awal.
3) Etambutol tidak diberikan jika terbukti sudah resistan atau riwayat penggunaan sebelumnya
menunjukkan kemungkinan besar terjadinya resistansi terhadap etambutol
4) Paduan OAT akan disesuaikan paduan atau dosis pada:
- Pasien TB MDR yang diagnosis awal menggunakan Rapid Test, setelah ada konfirmasi hasil
uji resistansi M.tuberculosis dengan cara konvensional, paduan OAT akan disesuaikan.
- Bila ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut di atas sebelumnya sehingga
dicurigai telah ada resistansi, misalnya : pasien sudah pernah mendapat kuinolon pada
pengobatan TB sebelumnya, maka diberikan levofloksasin dosis tinggi. Apabila sudah
terbukti resistan terhadap levofloksasin maka paduan pengobatan ditambah PAS dan
levofloxacin diganti dengan moksifloksasin, hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan
dan persetujuan dari tim ahli klinis atau tim ad hoc.
- Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang sudah dapat diidentifikasi
sebagai penyebabnya.
- Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi biakan. Hal-hal yang
harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk, produksi dahak, demam, penurunan
berat badan.
5) Penentuan perpindahan ke tahap lanjutan ditentukan oleh TAK
6) Jika terbukti resistan terhadap kanamisin, maka paduan standar disesuaikan sebagai berikut:
Cm Lfx Eto Cs Z (E) / Lfx Eto Cs Z (E)
7) Jika terbukti resistan terhadap kuinolon, maka paduan standar disesuaikan sebagai berikut:
Km Mfx Eto Cs PAS Z (E) / Mfx Eto Cs PAS Z (E)
Jika moxifloksasin tidak tersedia maka dapat digunakan levofloksasin dengan dosis tinggi.
Pada penggunaan levofloksasin dosis tinggi harus dilakukan pemantauan ketat terhadap
kondisi jantung pasien dan kemungkinan terjadi tendinitis/ rupture tendon.
8) Jika terbukti resistan terhadap kanamisin dan kuinolon (TB XDR), atau pasien TB-MDR/ HIV
memerlukan penatalaksanaan khusus
Pemberian obat
1) Pada fase awal : Obat per oral ditelan setiap hari (7 hari dalam 1 minggu), Suntikan diberikan
5 (lima) hari dalam seminggu (senin jumat)
2) Pada fase lanjutan : Obat per oral ditelan selama 6 (enam) hari dalam seminggu (hari minggu
pasien tidak minum obat)
3) Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan.
4) Pemberian obat oral selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan menganut
prinsip DOT = Directly Observed Treatment, dengan PMO diutamakan adalah tenaga
kesehatan atau kader kesehatan terlatih.
5) Piridoxin (vit. B6) ditambahkan pada pasien yang mendapat sikloserin, dengan dosis 50 mg
untuk setiap 250 mg sikloserin.
6) Berdasar sifat farmakokinetiknya pirazinamid, etambutol dan fluoroquinolon diberikan
sebagai dosis tunggal. Sedang etionamid, sikloserin dan PAS dapat diberikan sebagai dosis
terbagi untuk mengurangi efek samping.
Catatan : Untuk mengurangi kejadian efek samping obat maka pada awal pemberian OAT bisa
dilakukan ramping/ incremental dose selama maksimal 1 minggu.
Tahapan Pengobatan TB MDR
a. Tahap awal
Tahap awal adalah tahap pengobatan dengan menggunakan obat suntikan (kanamisin atau
kapreomisin) yang diberikan sekurang-kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi
konversibiakan.
1) Tahap rawat inap di Rumah Sakit
TAK menetapkan pasien perlu rawat inap atau tidak. Bila memang diperlukan, rawat inap
akan dilaksanakan maksimal 2 minggu dengan tujuan untuk mengamati efek samping
obat dan KIE yang intensif. Pada pasien yang menjalani rawat inap, TAK menenentuan
kelayakan rawat jalan berdasarkan:
o Tidak ditemukan efek samping pengobatan atau efek samping yang terjadi dapat
ditangani dengan baik.
o Keadaan umum pasien cukup baik.
o Pasien sudah mengetahui cara minum obat dan jadwal suntikan sesuai dengan
pedoman pengobatan TB MDR.
Penentuan tempat pengobatan
Sebelum pasien memulai rawat jalan, TAK menetapkan fasyankes untuk meneruskan
pengobatan. Bila rawat jalan akan dilaksanakan di fasyankes satelit/sub rujukan TB MDR,
TAK membuat surat pengantar ke fasyankes tujuan.
Catatan: Harus diusahakan desentralisasi pengobatan pasien TB MDR ke fasyankes satelit,
karena bila kegiatan telah berjalan sebagai kegiatan rutin, fasyankes Rujukan TB MDR
tidak akan dapat melayani pasien dengan optimal setiap hari dalam jumlah banyak,
karena keterbatasan tempat, waktu dan sumber daya.
2) Tahap rawat jalan
Selama tahap awal baik obat suntikan dan obat minum diberikan oleh petugas kesehatan
di hadapan PMO kepada pasien. Pada tahap rawat jalan obat oral ditelan dihadapan
petugas kesehatan/ kader kesehatan yang berfungsi sebagai PMO.
a) Pasien mendapat obat oral setiap hari, 7 hari seminggu (Senin s/d Minggu) Suntikan
diberikan 5 hari dalam seminggu (Senin sd Jumat). Pasien menelan obat di hadapan
petugas kesehatan/PMO.
b) Seminggu sekali pasien diupayakan bertemu dokter di fasyankes untuk berkonsultasi
dan pemeriksaan fisik.
c) Pasien yang diobati di fasyankes satelit akan berkonsultasi dengan dokter di fasilitas
rujukan minimal sekali dalam sebulan (jadwal kedatangan disesuaikan dengan jadwal
pemeriksaan dahak atau pemeriksaan laboratorium lain).
d) Dokter fasyankes satelit memastikan:
Pasien dirujuk ke fasyankes rujukan TB MDR untuk pemeriksaan dahak follow up
sekali setiap bulan. TAK fasyankes rujukan TB MDR akan mengirim sampel dahak
ke laboratorium rujukan. Pasien mungkin juga dirujuk ke laboratorium penunjang
untuk pemeriksaan rutin lain yang diperlukan.
Upayakan agar spesimen dahak atau pemeriksaan lain diambil di poli TB MDR
untuk lebih mempermudah pasien dan mengurangi risiko penularan.
Mencatat perjalanan penyakit pasien dan melaporkan kepada TAK di fasyankes
rujukan TB MDR bila ada keadaan/kejadian khusus.
b. Tahap lanjutan
1) Tahap lanjutan adalah tahap pengobatan setelah selesai pengobatan tahap awal dan
pemberian suntikan dihentikan.
2) Konsultasi dengan dokter dilakukan minimal sekali setiap bulan.
3) Pasien yang berobat di fasyankes satelit akan mengunjungi fasyankes Rujukan TB MDR
setiap 2 bulan untuk berkonsultasi dengan dokter (sesuai dengan jadwal pemeriksaan
dahak dan biakan).
4) Obat tetap disimpan fasyankes, pasien minum obat setiap hari di bawah pengawasan
petugas kesehatan yang bertindak sebagai PMO.
5) Indikasi perpanjangan pengobatan sampai dengan 24 bulan berdasar adanya kasus kronik
dengan kerusakan paru yang luas.
Efek samping obat
a. Pemantauan efek samping selama pengobatan.
1) Deteksi dini efek samping selama pengobatan sangat penting, karena semakin cepat
ditemukan dan ditangani maka prognosis akan lebih baik, untuk itu pemantauan efek
samping pengobatan harus dilakukan setiap hari.
2) Efek samping OAT berhubungan dengan dosis yang diberikan.
3) Gejala efek samping pengobatan harus diketahui petugas kesehatan yang menangani
pasien, dan juga oleh pasien dan keluarga.
4) Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien harus tercatat dalam formulir efek
samping pengobatan.
b. Tempat penatalaksanaan efek samping
1) Fasyankes TB MDR menjadi tempat penatalaksanaan efek samping pengobatan,
tergantung pada berat atau ringannya gejala.
2) Dokter fasyankes satelit TB MDR akan menangani efek samping ringan sampai sedang;
serta melaporkannya ke fasyankes rujukan TB MDR.
3) Pasien dengan efek samping berat dan pasien yang tidak menunjukkan perbaikan setelah
penanganan efek samping ringan atau sedang harus segera dirujuk ke fasyankes rujukan
TB MDR.
c. Beberapa efek samping OAT MDR dan penatalaksanaannya
1) Efek samping berat
No Efek Samping Kemungkinan Tindakan
OAT Penyebab
1. Kelainan Z,Eto,PAS,E, - Hentikan semua OAT, rujuk segera
fungsi hati Lfx pasien ke Pusat Rujukan PMDT
- Pasien dirawat inapkan untuk
penilaian lanjutan jika gejala menjadi
lebih berat.
- Periksa serum darah untuk kadar
enzim hati.
- Singkirkan kemungkinan penyebab
lain, selain hepatitis. Lakukan
anamnesis ulang tentang riwayat
hepatitis sebelumnya.
- TAK akan mempertimbangkan untuk
menghentikan obat yang paling
mungkin menjadi penyebab. Mulai
kembali dengan obat lainnya, apabila
dimulai dengan OAT yang bersifat
hepatotoksik, pantau fungsi hati.
Kelainan Km, Cm - Pasien berisiko tinggi yaitu pasien
fungsi ginjal dengan diabetes melitus atau riwayat
gangguan ginjal harus dipantau gejala
dan tanda gangguan ginjal : edema,
penurunan produksi urin, malaise,
sesak nafas dan renjatan.
- Rujuk ke Pusat Rujukan PMDT bila
ditemukan gejala yang mengarah ke
gangguan ginjal.
- TAK bersama ahli nefrologi atau ahli
penyakit dalam akan menetapkan
penatalaksanaannya. Jika terdapat
gangguan ringan (kadar kreatinin 1.5-
2.2 mg/dl), hentikan kanamisin
sampai kadar kreatinin menurun. TAK
dengan rekomendasi ahli nefrologi
akan menetapkan kapan suntikan
akan kembali diberikan.
- Untuk kasus sedang dan berat (kadar
kreatinin > 2.2 mg/dl), hentikan
semua obat dan lakukan perhitungan
GFR.
- Jika GFR atau klirens kreatinin
(creatinin clearance) < 30 ml/menit
atau pasien mendapat hemodialisa
maka lakukan penyesuaian dosis OAT
sesuai tabel penyesuaian dosis.
- Bila setelah penyesuaian dosis kadar
kreatinin tetap tinggi maka hentikan
pemberian Kanamisin, pemberian
Kapreomisin mungkin membantu.
Perdarahan PAS, Eto, Z - Hentikan perdarahan lambung
lambung - Hentikan pemberian OAT sampai 7
hari setelah perdarahan lambung
terkendali
- Dapat dipertimbangkan
untukmengganti OAT penyebab
dengan OAT lain selama standar
pengobatan TB MDR dapat terpenuhi
Gangguan Cm, Km - Merupakan gangguan elektrolit berat
Elektrolit yang ditandai dengan hipokalemia,
berat (Bartter hipokalsemia dan hypomagnesemia
like secara bersamaan dan mendadak.
syndrome) - Disebabkan oleh gangguan fungsi
ginjal akibat pengaruh nefrotoksik
OAT suntikan.
- Lakukan penggantian elektrolit sesuai
pedoman
- Berikan Amilorid atau spironolakton
untuk mengurangi sekresi elektrolit.
Gangguan Km, Cm - Periksa data baseline untuk
pendengaran memastikan bahwa gangguan
pendengaran disebabkan oleh OAT
atau sebagai pemburukan gangguan
pendengaran yang sudah ada
sebelumnya.
- Rujuk pasien segera ke fasyankes
rujukan untuk diperiksa
penyebabnya dan di konsulkan
kepada TAK
- Apabila penanganannya
terlambat,gangguan pendengaran
sampai dengan tuli dapat menetap.
- Evaluasi kehilangan pendengaran dan
singkirkan sebab lain seperti infeksi
telinga, sumbatan dalam telinga,
trauma, dll.
- Periksa kembali pasien setiap minggu
atau jika pendengaran semakin buruk
selama beberapa minggu berikutnya
hentikan kanamisin.
Gangguan E - Gangguan penglihatan berupa
penglihatan kesulitan membedakan warna merah
dan hijau.Meskipun gejala ringan
etambutol harus dihentikan segera.
Obat lain diteruskan sambil dirujuk ke
fasyankes rujukan.
- TAK akan meminta rekomendasi
kepada ahli mata jika gejala tetap
terjadi meskipun etambutol sudah
dihentikan.
- Aminoglikosida juga dapat
menyebabkan gangguan penglihatan
yang reversibel: silau pada cahaya
yang terang dan kesulitan melihat.
Gangguan Cs Fasyankes satelit/sub rujukan TB
psikotik MDR :
(Suicidal - Jangan membiarkan pasien sendirian,
tendency) apabila akan dirujuk ke fasyankes
rujukan harus didampingi.
- Hentikan sementara OAT yang
dicurigai sebagai penyebab gejala
psikotik, sebelum pasien dirujuk ke
fasyankes Pusat Rujukan TB MDR.
- Berikan haloperidol 5 mg p.o
Fasyankes Pusat Rujukan TB MDR:
- Pasien harus ditangani oleh TAK
melibatkan seorang dokter ahli jiwa,
bila ada keinginan untuk bunuh diri
atau membunuh, hentikan sikloserin
selama 1-4 minggu sampai gejala
terkendali dengan obat-obat
antipsikotik.
- Berikan pengobatan anti-psikotik dan
konseling.
- Bila gejala psikotik telah mereda,
mulai kembali sikloserin dalam dosis
uji.
- Berikan Piridoksin sampai 200
mg/hari
- Bila kondisi teratasi lanjutkan
pengobatan TB MDR bersamaan
dengan obat anti-psikotik.
Syok Km, Cm - Segera rujuk pasien ke fasyankes
Anafilaktik Pusat Rujukan TB MDR.
- Berikan pengobatan segera seperti
tersebut di bawah ini, sambil dirujuk
ke fasyankes Pusat Rujukan TB MDR:
1. Adrenalin 0.2-0.5 ml, 1:1000 S/C,
ulangi jika perlu.
2. Pasang Infus cairan IV untuk jika
perlu.
3. Beri kortikosteroid yang tersedia
misalnya hidrokortison 100 mg
i/m atau deksametason 10 mg iv,
ulangi jika perlu.
5. Bagaimana mekanisme terjadinya MDRO (multi drug resisten organisms)? Sebutkan macam MDRO
yang paling sering terjadi dan jelaskan penyebabnya!
Jawab:
Terdapat beberapa mekanisme yang dilakukan mikroorganisme untuk dapat memunculkan resistensi
terhadap obat. Mekanisme tersebut antara lain:
1. Mikroorganisme memproduksi enzim yang dapat menghancurkan obat yang aktif. Misalnya :
Staphylococcus resisten terhadap penicillin G, memproduksi beta lactamase yang
menghancurkan obat. Beta lactamase yang lain diproduksi oleh bakteri gram negatif. Bakteri gram
negatif yang resisten terhadap aminoglikosida memproduksi enzim adenilil, fosforilasi, atau
asetilasi yang menhancurkan obat. Bakteri gram negatif mungkin saja resisten terhadap
chloramphenicol apabila mereka memproduksi chloramphenicol acetyltransferase.
2. Mikroorganisme merubah permeabilitas mereka terhadap obat. Tetrasiklin terakumulasi dalam
bakteri yang peka, namun tidak pada bakteri yang resisten. Resistensi terhadap polimiksin
berhubungan terhadap perubahan permeabilitas terhadap obat. Streptococcus memiliki
pertahanan permeabilitas alami terhadap aminoglikosida. Hal ini dapat diatasi dengan kehadiran
bersama obat dengan dinding sel yang aktif contohnya penicilin. Resistensi terhadap amikasin dan
aminoglikosida tergantung kepada derajat kekurangan permeabilitas terhadap suatu obat, dapat
juga disebabkan terganggunya transport aktif melewati sel membran.
3. Mikroorganisme menghasilkan perubahan target struktural dari obat. Resistensi kromosom
terhadap aminoglikosida berhubungan dengan hilang atau berubahnya protein spesifik pada
subunit 30S pada ribosom bakteri yang bertindak sebagai tempat mengikat pada organisme yang
peka. Organisme yang resisten terhadap eritromicin memiliki perubahan reseptor pada subunit
50S di ribosom akibat metilasi RNA ribosomal 23S.
4. Mikroorganisme menghasilkan perubahan jalur metabolik yang memotong reaksi yang dihambat
oleh obat. Beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamid tidak membutuhkan PABA
ekstraselular.Tetapi seperti sel mamalia, dapat memanfaatkan asam folat yang belum terbentuk.
5. Mikroorganisme menghasilkan perubahan enzim yang masih dapat melakukan fungsi
metaboliknya tapi lebih sedikit terkena pengaruh obat daripada enzim pada organisme yang peka.
Pada beberapa bakteri yang peka terhadap sulfonamid, asam tetrahidropteroic sintetase
mempunyai afinitas yang lebih tinggi daripada PABA, dan pada bakteri yang resisten pada
sulfonamid sebaliknya.
Dari berbagai MDRO yang ada, MDRO yang paling umum tersebut dibawah ini:
1. Methicillin-Resistant S. aureus (MRSA)
MRSA adalah suatu jenis bakteri Staphylococcus yang resisten terhadap semua antibiotik beta
laktam, termasuk penicillin, cephalosporin, dan cephamicin. MRSA juga resisten terhadap
penicillin semisintetik seperti methicillin, oxacillin, atau nafcillin. Orang yang tinggal di hunian
yang padat atau lingkungan tidak bersih, atau orang yang mempunyai status imunitas rendah
lebih rentan terkena infeksi MRSA. Bila MRSA diperoleh melalui fasilitas pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit, pelayanan kesehatan jangka panjang, atau sentra dialisis maka disebut
sebagai Healthcare-Associated MRSA. Bila MRSA didapat dari komunitas seperti misalnya penjara,
lingkungan tempat tinggal, atau sentra pelayanan harian maka disebut Community-Associated
MRSA. Healthcare-Associated MRSA ditransmisikan melalui kontak personal dengan barang yang
terkontaminasi seperti misalnya pembalut. Dapat juga menyebar melalui kontak dengan tangan
penyedia layanan kesehatan atau instrumen medis seperti stetoskop.12 MRSA biasanya
ditemukan di faring dan hidung, dan bisanya tidak menimbulkan penyakit pada host. Namun jika
organisme tersebut masuk melalui luka yang terbuka atau sayatan karena operasi, dapat
menimbulkan infeksi yang berat pada seluruh tubuh. MRSA pada mulanya mengenai kulit dan
jaringan lunak, namun dengan cepat dapat menimbulkan sepsis dan atau pneumonia yang dapat
menimbulkan kematian. Pasien dapat menunjukkan tanda-tanda pada kulit sebagai berikut :
merah, bengkak, sakit, hangat bila dipegang, terdapat pus, disertai demam.
2. Vancomycin-Resistant Enterococcus (VRE)
Enterococcus adalah bakteri yang biasanya terdapat pada traktus gastrointestinal dan saluran
kelamin pada wanita. Enterococcus dapat menyebabkan infeksi pada luka, aliran darah, dan
traktus urinarius. Beberapa orang mempunyai bakteri ini, namun mereka tidak terpengaruh
olehnya, mereka terkolonisasi oleh bakteri. Saat Enterococcus menimbulkan infeksi, maka infeksi
diobati dengan antibiotik vancomicin. Belakangan ini menjadi resisten pada vancomicin, sehingga
menimbulkan peningkatan VRE. Dua organisme yang paling banyak menimbulkan VRE adalah
Enterococcus faecalis dan Enterococcus faecium. VRE paling banyak terjadi di rumah sakit dan
tempat pelayanan kesehatan jangka panjang. Menurut CDC, faktor risiko mendapatkan VRE
seperti yang disebutkan berikut ini : (a) pernah mendapat terapi vancomycin sebelumnya atau
antibiotik lain dalam waktu lama. (b) orang yang dirawat di rumah sakit, terutama yang
mendapatkan antibiotik dalam waktu lama. (c) pasien dengan status imun yang rendah seperti
pasien ICU, pasien kanker, dan pasien tranplantasi. (d) pasien yang mengalami pembedahan
seperti pembedahan abdomen dan thoraks. (e) pasien dengan instrumen medis seperti kateter
urin dan kateter vena sentral. (f) orang yang terkolonisasi oleh VRE. VRE dapat ditemukan di
darah, urin, dan feses, karena itu sering ditransmisikan di tangan petugas yang merawat pasien
dengan VRE dan dengan kurang hati-hati menularkan organisme tersebut ke pasien lain. VRE
dapat juga ditransmisikan dari pasien ke pasien. VRE dapat hidup selama beberapa minggu pada
permukaan pegangan pintu atau pagar tempat tidur, dan dapat ditransmisikan melalui kontak
langsung dengan permukaan tersebut.12 Manifestasi klinik dari VRE tergantung dari tempat
infeksinya. Apabila bakterinya di urin, makan gejala ISK akan terlihat jelas, termasuk nyeri
punggung bawah, frekuensi berkemih yang abnormal, dan nyeri saat berkemih. Jika VRE
menginfeksi luka, maka akan timbul kemerahan, pembengkakan, dan gejala lain dari infeksi luka.
Pasien dengan VRE juga akan mengalami demam, kedinginan, dan diare.
3. Extended Spectrum Beta Lactamase Producers (ESBLs)
Organisme ini memiliki kemampuan memproduksi enzim extended spectrum beta lactamase yang
membuatnya sangat resisten terhadap agen extended spectrum beta lactamase seperti penicillin,
cephalosporin, dan monobactam. Klebsiella spp., E. coli, P. aeruginosa, dan enterobacteriaceae
termasuk dalam kelompok ini.

Anda mungkin juga menyukai