Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pengaruh Motivasi dan Budaya Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil

(PNS) Di Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara


B. Identifikasi Masalah
1.
2.
3.
C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini permasalahan yang akan diuji hanya terbatas pada pengujia dari

pengaruh motivasi dan budaya terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas

Inspektorat Provinsi Sumatera Utara.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang maka yang menjadi permasalahan

penelitian ini adalah

1. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai negeri sipil (PNS) di

Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara?


2. Apakah budaya berpengaruh terhadap kinerja pegawai negeri sipil (PNS) di

Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara?


3. Apakah motivasi dan budaya berpengaruh terhadap kinerja pegawai negeri

sipil (PNS) di Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara?


E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan judul dan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka dapat

dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitin ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis motivasi berpengaruh terhadap

kinerja pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera

Utara
2. Untuk mengetahui dan menganalisis budaya berpengaruh terhadap kinerja

pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara


3. Untuk mengetahui dan menganalisis motivasi dan budaya berpengaruh

terhadap kinerja pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Inspektorat Provinsi

Sumatera Utara
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang didapat dari hasil penelitian ini adalah
1. Bagi pemerintah sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan atau mengambil langkah-langkah dalam

menempatkan pegawai negeri sipil (PNS) harus sesuai dengan pengetahuan

dan keterampilan yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan prestasi kerja

dalam lingkup Dinas Inspektorat Provinsi Sumtera Utara


2. Bagi pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara
3. Bagi Program Studi Magister Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

Harapan Medan diharapkan memberikan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan manajemen khususnya dalam bidang motivasi dan budaya

terhadap kinerja pengawai negeri sipil (PNS)


4. Bagi Peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam ilmu

manajemen sumber daya manusia (SDM), khususnya berkaitan dengan

motivasi dan budaya terhadap kinerja pengawai negeri sipil (PNS)


5. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya dan

menambah referensi untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan

pengaruh motivasi dan budaya terhadap kinerja pegawai negeri sipil (PNS)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi

1. Motivasi

Handoko (1999) mengartikan bahwa motivasi merupakan kegiatan yang

mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini

merupakan subyek yang penting bagi manajer, karena menurut definisi manajer harus

bekerja dengan dan melalui orang lain.

Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke

arah tujuan organisasi-organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya

untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual. Ada 3 unsur kunci dalam definisi

motivasi, yaitu upaya, tujuan organisasi, dan kebutuhan (Robbins, 1996).

Maslow (Dessler, 1997) mengemukakan bahwa motivasi terbentuk karena

manusia memiliki kategori kebutuhan pokok. Kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut

membentuk suatu hirarki. Hirarki kebutuhan tersebut yaitu,

1) Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan paling pokok yaitu makanan, minuman, tempat tinggal, dan

istirahat.

2) Kebutuhan rasa aman

Kebutuhan akan jaminan keamanan, perlindungan dari mara bahaya atau

kehilangan sesuatu, dan keindependenan dari segala ancaman.

3) Kebutuhan sosial

Kebutuhan akan rasa dimiliki, berteman, berinteraksi, dan kasih sayang.

4) Kebutuhan Ego

Kebutuhan ego ditafsirkan Douglas McGregor sebagai:

1. Kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan denagn kehormatan diri

seseorang;

kebutuhan akan rasa yakin atas diri sendiri, kemandirian,

keberhasilan, pengetahuan, dan

2. Kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan reputasi seseorang;

kebutuhan akan status, pengakuan, penghargaan, atau penghormatan

dari orang lain.

5) Kebutuhan Perwujudan diri

Kebutuhan yang dimiliki semua orang untuk menjadi orang yang kita

rasa bahwa kita memiliki kemampuan untuk mewujudkannya; mencakup

pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.


Teori Maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi

kebutuhan yang lebih pokok dahulu sebelum berusaha memenuhi kebutuhan yang

lebih tinggi dan kebutuhan yang telah terpenuhi akan berhenti daya motivasinnya.

Teori motivasi memiliki tiga kategori yaitu

1. content theory, yang menekankan arti pentingnya pemahamnan faktor-

faktor yang ada di dalam individu yang menyebabkan mereka

bertingkah laku tertentu.


2. process theory, atau teori proses yang menekankan pada bagaimana dan

dengan tujuan apa setiap individu dimotivisir. Dalam pandangan ini,

kebutuhan hanyalah salah satu elemen dalam suatu proses tentang

bagaimana para individu beringkah laku.


3. reinforcement yang menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku di

masa yang lalu mempengaruhi tindakan di masa yang akan dating

dalam suatu siklus proses belajar.

Dalam pandangan teori ini individu bertingkah laku tertentu karena di masa

lalu mereka belajar bahwa perilaku tertentu akan berhubungan dengan hasil yang

menyenangkan, dan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat yang tidak

menyenangkan (Heidjrachman, 1999).

Douglas McGregor (Robbins,2008) mengemukakan dua pandangan nyata

mengenai manusia. McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai

sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi, kelompok asumsi tersebut

adalah sebagai berikut:


1. Teori X, empat asumsi negatif yang dimiliki oleh manajer adalah:

Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa

mungkin berusaha untuk menghindarinya.

Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa,

dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.

Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah

formal bila mungkin.

Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain

terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.

2. Teori Y, empat asumsi positif yang dimiliki oleh manajer adalah:

Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan.

Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk

mencapai berbagai tujuan.

Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bahkan mencari

tanggunga jawab.

Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovvatif yang

diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang

menduduki posisi manajemen.

2. Budaya
2.1 Pengertian Budaya

Budaya adalah pokok penyelesaian masalah-maslah eksternal dan

internalyang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang


kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk

memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di

atas ( Peter F. Drucker).

2.2 Pengertian Budaya Kerja

Budaya kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai

nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam

suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat,

pandangan serta tindakan yangterwujud sebagai kerja. (Sumber : Supriyadi dan Guno,

wikimedia.org).

2.3 Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu

dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam

organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat

karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat

bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi

kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk

jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu

dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga

dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya

sesuai bidangnya masing-masing.Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik


membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk merubahnya, maka itu perlu adanya

pembenahan pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya

kemudian diikuti para bawahannya. Terbentuknya budaya kerja diawali tingkat

kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk, dimana besarnya hubungan antara

pemimpin dengan bawahannya akan menentukan cara tersendiri apa yang dijalankan

dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

Maka dalam hal ini budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi

itu berdiri, artinya pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau

organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan yang menyangkut masalah

organisasi. Cakupan makna setiap nilai budaya antara lain:

a. ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas,

waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.


b. Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar

dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.


c. Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap

individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.

d. Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari

dan atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan

(Sumber: Admin, http://arozieleroy.wordpress.com/2010/07/13/budayakerja/).

Kesuksesan organisasi bermula dari adanya disiplin menerapkan nilai-nilai

inti perusahaan. Konsistensi dalam menerapkan kedisiplinan dalam setiap tindakan,

penegakan aturan dan kebijakan akan mendorong munculnya kondisi keterbukaan,


yaitu keadaan yang jadi prasangka negative karena segala sesuatu disampaikan

melalui fakta dan data yang akurat (informasi yang benar). Selanjutnya, situasi yang

penuh dengan keterbukaan akan meningkatkan komunikasi horizontal dan vertikal,

membina hubungan personal baik formal maupun informal diantara jajaran

manajemen, sehingga tumbuh sikap saling menghargai. Pada gilirannya setelah

interaksi lintas sektoral dan antar karyawan semakin baik akan menyuburkan

semangat kerjasama dalam wujud saling koordinasi manajemen atau karyawan lintas

sektoral, menjaga kekompakkan manajemen, mendukung dan mengamankan setiap

keputusan manajemen, serta saling mengisi dan melengkapi.

Hal inilah yang menjadi tujuan bersama dalam rangka membentuk budaya

kerja.

Fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan

sumberdaya manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang melandasi

atau mempengaruhi sikap dan perilaku yang konsisten serta komitmen

membiasakan suatu cara kerja di lingkungan masing-masing. Dengan

adanya suatu keyakinan dan komitmen kuat merefleksikan nilai-nilai

tertentu, misalnya membiasakan kerja berkualitas, sesuai standar, atau

sesuai ekpektasi pelanggan (organisasi), efektif atau produktif dan efisien.

3.3 Tujuan budaya kerja

Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya

manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu
hubungan sifat peran pelanggan, pemasok dalam komunikasi dengan orang lain

secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Budaya kerja berupaya mengubah

komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga tertanam

kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin. Dengan

membiasakan kerja berkualitas, seperti berupaya melakukan cara kerja tertentu,

sehingga hasilnya sesuai dengan standar atau kualifikasi yang ditentukan organiasi.

Jika hal ini dapat terlaksana dengan baik atau membudaya dalam diri pegawai,

sehingga pegawai tersebut menjadi tenaga yang bernilai ekonomis, atau memberikan

nilai tambah bagi orang lain dan organisasi. Selain itu, jika pekerjaan yang dilakukan

pegawai dapat dilakukan dengan benar sesuai prosedur atau ketentuan yang berlaku,

berarti pegawai dapat bekerja efektif dan efisien. Budaya kerja mempunyai arti yang

sangat mendalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia

untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan

masa depan. Disamping itu masih banyak lagi manfaat yang muncul seperti kepuasan

kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan

fungsional berkurang, pemborosan berkurang, tingkat absensi menurun, terus ingin

belajar, ingin memberikan terbaik bagi organisasi,

dan lain-lain.

Berdasarkan pandangan mengenai manfaat budaya kerja, dapat

ditarik suatu deskripsi sebenarnya bahwa manfaat budaya kerja adalah

untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas hasil kerja,


kuantitas hasil kerja sehingga sesuai yang diharapkan.Disiplin; Perilaku yang

senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di dalam maupun di luar

perusahaan. Disiplin meliputi

A.3. Kinerja Karyawan

3. Kinerja
3.1 Pengertian kinerja (Prestasi kerja)
Istilah kinerja berasal dari kata job Performance atau Actual Performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian
kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
dan perilaku karyawan (ketangguhan dan sikap kerja) dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

3.2 faktor faktor yang Mempengruhi Kinerja


faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah factor kemampuan
(ability) dan factor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith
Davis, (1964:484) yang merumuskan bahwa :
Human Performance = ability + Motivation
Motivation = Attitude + Situation
Ability = Knowledge + skill
a. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang
memiliki IQ diatas rata rata (IQ 110 120) dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari hari, maka ia akan
lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Olehkarena itu pegawai perlu
ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the
right place, the right man on the right job).
b. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai
yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pgawai untuk
berusaha menvapai prestasi kerja secara maksinmal.
Sikap mental seorang pegwai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap

secara menal,

fisik,tujuan,dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap mental,


mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai,
mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja.
Sikap mental yang siap secara psikofisik terbentuk karena pegawai
mempunyai MODAL dan KREATIF. Modal merupakan singkatan dari M =
Mengolah, O = Otak, D= dengan, A = Aktif, L = Lincah, sedangkan Kreatif singkatan
dari K = keinginan maju, R = Rasa ingin tahu tinggi, E = Energik, A= Analisis
sistematik, T = Terbuka dari kekurangan, I = Inisiatif tinggi, energik, analisis
sistematik, terbuka untuk menerima pendapat, inisiatif tinggi, dan pikiran luas
terarah.
David C McClelland (1987) berpendapat bahwa ada hubungan yang
positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja.
Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk
melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai
prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji.
Selanjutnya McClelland mengemukakan 6 karakteristik dari pegawai yang
memiliki motif berprstasi tinggi, yaitu pertama, memiliki tanggung jawab pribadi
yang tinggi. Kedua, berani mengambil resiko.ketiga, memiliki tujuan yang realistis.
Keempat, memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisaikan
tujuannya. Kelima, memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkret dalam
seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya. Keenam, mencari kesempatan untuk
merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.
Berdasarkan pendapat McClelland tersebut, pegawai akan mampu mencapai
kinerja maksimal jika ia memiliki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi yang
perlu dimiliki oleh pegawai harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain dari
lingkungan kerja. Hal ini karena motif berprestasi yang ditumbuhkan dalam diri
sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja turut
menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah. Oleh karena itu,
kembangkanlah motif berprestasi dalam diri dan manfaatkan serta ciptakan situasi
yang ada pada lingkungan kerja guna mencapai kinerja maksimal.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh peneliti ada relevansinya dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu

1.

2.

3.

C. Kerangka Berfikir

Motivasi
Kinerja Pengawai Negeri Sipuil
(PNS)
Budaya

D. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai negeri sipil (PNS)

di Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara


2. Budaya berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai negeri sipil (PNS) di

Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara


3. Motivasi dan budaa berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai negeri

sipil (PNS) di Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

A.1 Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Inspektorat Provinsi Sumatera Utara Jalan Jl.

K.H. Wahid Hasyim No. 8 Medan

A.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan bulan Mei 2013 sampai dengan bulan September

2013

B. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian terapan dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif yaitudan sifat penelitian adalah menjelaskan variable

motivasi dan budaya terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil di Dinas Inspektorat

Provinsi Sumatera Utara.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

C.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari variabel yang menyangkut masalah yang

diteliti. Sedangkan sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti

(Nursalam, 2003). Populasi penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di

Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah keseluruhan PNS..

Orang.

C.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi

(Sugiyono, 2012). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai

Negeri Sipil (PNS) di Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara Jalan Wahid
Hasyim No. 4 Medan yang bersedia menjadi responden. Jumlah sampel pada

penelitian ini sesuai dengan tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu

dengan taraf kesalahan 5% menurut Sugiyono (2012). Berdasarkan tabel tersebut,

jika populasi 60 maka jumlah sampel adalah 51 orang. Maka jumlah sampel pada

penelitian ini berjumlah 51 orang.

D. Defenisi Operasioanal Variabel Penelitian

Definisi operasional dari masing-masing variable pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.3 Defenisi Operasioanal Variabel Penelitian

Varibel Defenisi Operasional Indikator Skala

Pengukuran
Motivasi (X1) Dorongan yang ada 1. Harapan

pada diri seseorang berprestasi


2. Kesempatan
pegawai untuk
berkembang
melakukan pekerjaan 3. Gaji
4. Pelatihan
sesuai dengan tujuan 5. Kominikasi

dan tanggung jawaban

yang telah diberikan

pimpinan
Budaya (X2)
Kinerja

Pengawai
Negeri Sipil

(PNS)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti untuk mengumpulkan data

dalam penelitian yang menggunakan alat ukur untuk memperkuat hasil penelitian

( Hidayat, 2010).

E. 1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada

responden mengenai variabel yang akan diteliti. Data primer pada penelitian ini

adalah: data demografi dan data pengaruh motivasi dan budaya terhadap kinerja

Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara.

E.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan maupun dokumen-dokumen dari Dinas

Inspektorat Provinsi Sumatera Utara, Jalan Wahid Hasyim No. 4 Medan

F. Uji Validitas dan Realibilitas

G. Uji Asumsi Klasik

G.1. Uji Normalitas

G.2. Uji Multikolinieritas

G.3. Uji Heteroskedastisitas


H. Teknik Analisa Data

Anda mungkin juga menyukai