Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita,


namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin
terutama pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester
pertama pada umumnya mengalami mua, muntah, nafsu makan
berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung
memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain
infeksi HIV-AIDS.
Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus
didalam tubuh, setelah penyatuan sel telur dan spermatozoon.
Kehamilan ditandai dengan berhentinya haid; mual yang timbul pada
pagi hari (morning sickness); pembesaran payudara dan pigmentasi
puting; pembesaran abdomen yang progresif. Tanda-tanda absolut
kehamilan adalah gerakan janin, bunyi jantung janin, dan terlihatnya
janin melalui pemerikasaan sinar-X, atau USG.
HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh
manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel
tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. Diperkirakan dewasa
ini terdapat puluhan juta penderita HIV/AIDS. Sekitar 80% penularan terjadi melalui hubungan
seksual, 10% melalui suntikan obat (terutama penyalahgunaan narkotika), 5% melalui transfusi
darah dan 5% dari ibu melalui plasenta kepada janin (transmisi vertikal). Angka terjadinya
transmisi vertikal berkisar antara 13-48%
Pada tahun 2007 diperkirakan 33 juta orang diseluruh dunia hidup dengan HIV, 2 juta
orang meninggal dari komplikasi AIDS, dan 15 juta anak-anak menjadi yatim piatu akibat
kehilangan salah satu atau kedua orang tua mereka karena AIDS

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian HIV/AIDS
2. Bagaimana penularan HIV/AIDS pada ibu hamil
3. Bagaimana pencegahan penularan HIV/AIDS pada janin
4. Bagaimana penanganan HIV/AIDS pada ibu hamil

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS
2. Mengetahui penularan HAIV/AIDS pada ibu hamil
3. Mengetahui pencegahan penularan HIV/AIDS pada janin
4. Mengetahui penanganan HAIV/AIDS pada ibu hamil

1.4 Tujuan khusus


Diharapkan agar para pembaca mengerti dan memahami tentang pengertian, penyebab,
penularan, pencegahan dan penanganan HIV/AIDS.
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengertian HIV


Human Immunodeficiency Virus ( H I V ) adalah virus yang
menumpang hidup dan merusak sistem imun tubuh. Sedangkan
Acquired Immune Deficiency Syndrome ( A I D S ) adalah kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency
Virus ( H I V ), (Brunner&Suddarth; edisi 8). Human Immunodeficiency
Virus atau di sering di singkat dengan ( H I V ) merupakan virus yang
dapat menyebabkan penyakit AIDS. H I V menyerang manusia dan
menyerang sistem imun ( kekebalan ) tubuh, sehingga tubuh menjadi
lemah dalam melawan infeksi yang menyebabkan kekurangan
(defisiensi) sistem imun. Acquired Immune Deficiency
Syndrome adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang
merupakan hasil akhir dari infeksi oleh Human Immunodeficiency Virus
(HIV) (Sylvia, 2005).

2.2 Etiologi

Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya

1. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks


(pelecehan seksual). (WHO, 2003)

2. Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan


3. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian
memakai alat suntik.

4. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu


berhubungan kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.

5. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang


terinfeksi HIV, berarti setiap orang yang terpajan darah yang
tercemar melalui transfusi atau jarum suntik yang
terkontaminasi.

2.4 Manifestasi

1) Manifestasi klinis yang tampak dapat dibagi menjadi 2 bagian,


yaitu nya:
Manifestasi Klinis Mayor

a. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan


b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-
menerun
c. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan

d. TBC

2) Manifestasi Klinis Minor

a. Batuk kronis selama lebih dari satu bulan

b. Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida


Albicans

a) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di


seluruh tubuh
b) Munculnya Herpes berulang dan bercak-bercak gatal di
seluruh tubuh
2.5 Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel
imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan
sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV )
menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4,
dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120.
Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain
dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel
T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam
usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang
akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4
yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini
akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus
dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang
membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai
antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak
dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah
mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit,
memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap
infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu,
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit
akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan
penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun
seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi
sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV )
dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama
bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi
mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah
infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi
( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4
kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang
parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4
jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi
opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

2.6 Pemeriksaan penunjang

Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu :

a. ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay).

Elisa adalah suatu tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV Untuk mengidentifikasi antibodi
terhadap HIV, tes ELISA sangat sensitif, tapi tidak selalu spesifik, maksudnya penyakit lain juga bisa
menunjukkan hasil positif sehingga menyebabkan positif palsu diantaranya penyakit autoimun ataupun karena
infeksi. Sensivitas ELISA antara 98,1%-100% dan dapat mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dalam
darah.

b. Western Blot

Western Blot memiliki spesifisitas (kemampuan test untuk menemukan orang yang tidak mengidap HIV)
antara 99,6% 100%. Namun pemeriksaannya cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Tes
Western Blot mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu, tes
harus diulangi setelah dua minggu dengan sampel yang sama. Jika test Western Blot tetap tidak bisa
disimpulkan, maka test Western Blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan

c. PCR (Polymerase Chain Reaction)

PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan
bila hasil tes yang lain tidak jelas

Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun, yaitu :

a. Hematokrit

b. LED

c. Rasio CD4 / CD Limposit

d. Serum mikroglobulin B2

e. Hemoglobin

2.7 Periode Penularan HIV pada Ibu hamil


1. Periode Prenatal

Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (Minkoff,

1987).Sejarah kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus

merefleksikan pengharapan ini jika wanita dan bayinya menerima

perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam kategori beresiko

tinggi terhadap infeksi HIV mencakup:

a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis

dimana HIV merupakan

sesuatu yang umum.

b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang

disuntikkan melalui
pembuluh darah.

c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan.

d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV.

e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV.

Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal

mereka memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji

prenatal pertama bukan jaminan untuk titer negative yang berlangsung.

Misalnya, seorang wanita berusia 24 tahun yang mendapatkan perawatan

prenatal selama 8 minggu mempunyai hasil tes western blot yang

negative. Namun, setelah terinfeksi HIV, serum antibody membutuhkan

waktu sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes western blot harus

diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes prenatal rutin

dapat membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV (Foster,

1987; Kaplan et al, 1987; Minkoff, 1987; Rhoads et al, 1987).

Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap dan

menjadi lebih lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis,

Candidiasis (oropharingeal atau infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus

(CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh penderita AIDS mengalami

peningkatan titer CMV. Karena masuknya penyakit CMV memiliki bahaya

yang serius terhadap janin, para wanita hamil dianjurkan dengan yang

terinfeksi HIV. Sejarah vaksinasi dan kekebalan telah didokumentasikan.

Titer untuk cacar dan rubella ditentukan dan tes kulit tuberkulosa (Derivasi

protein yang dimurnikan/puriviet protein derivatif (PPD)) telah dilakukan


vaksinasi sebelumnya dengan vaksin rekonbivak Hb dicatat karena vaksin

tersebut berisi produk darah manusia (Vaksin ini sekarang bebas dari

darah manusia dan produk-produk darah). Wanita dapat menjadi calon

yang menerima Rho D Imunoglobulin. Penularan HIV belum ditemukan

adanya vaksin Rh. Proses persiapan melibatkan alcohol ethyl yang

membuat virus tidak aktif. Vaksin ini dibuat dari darah yang diambil dari

kelompok donor regular yang tidak dikenali. Darah yang digunakan untuk

memproduksi vaksin menjalani tes darah yang dapat mendeteksi darah

adanya HIV (Francis, Chin, 1987, MMWR, 1987). Beberapa

ketidaknyamanan yang dihadapi pada masa prenatal (seperti kelelahan,

anoreksia, dan penurunan berat badan) menyiratkan tanda-tanda dan

gejal-gejala infeksi HIV.

Diagnosa yang berbeda-beda terhadap seluruh keluhan dan gejala infeksi

yang disebabkan kehamilan dibenarkan. Tanda-tanda utama infeksi HIV

yang semakin memburuk mencakup turunnya berat badan lebih dari 10%

dari berat badab sebelum kehamilan, diare kronis lebih dari 1bulan dan

demam (kambuhan atau konstan) selama lebih dari 1 bulan. Untuk

mendukung system, wanita hamil harus mendapat nutrisi yang optimal,

tidur, istirahat, latihan, dan reduksi stress. Jika infeksi HIV telah

didiagnosa, wanita tersebut diberitahukan mengenai konsekwensi yang

mungkin terjadi pada bayi.

2. Periode Intrapartum
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara

substansial untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara

kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena virus

melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn

penyebaran HIV nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku

perawatan. Resiko penularan HIV dianggap rendah selama kelahiran

vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM

diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus ke dalam neonatus jika

dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi dilakukan atau jika

elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu, seseorang yang

melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.

3. Periode Postpartum.

Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode

postpartum yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV.

Walaupun periode postpartum pertengahan tercatat signifikan (update,

1987), tindak lanjut yang lebih lama telah mengungkap frekwensi penyakit

kilinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit (Skott,

1985; Minkoff et al, 1987). Tindakan pencegahan universal dilakukan

terhadap ibu dan bayi, seperti yang dilakukan terhadap semua pasien.

Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter yang berpengalamn dalam

pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Pengaruh

infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas. Karena virus yang
melalui plasenta, darah di tali pusat akan menunjukkan antibody HIV baik

apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu antibody yang melalui

palang plasenta mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak terinfeksi

sampai usia 15 bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi lain

yang biasa menyertai pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi

yang menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati,

Microchephalli, Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central nervous

system) Lhympoma, Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan

Lhympaclenophaty.

2.8 Pencegahan penularan HIV dari ibu ke janin

Intervensi pencegahan penularan HIV dari ibu ke janin / bayinya meliputi


empat hal, mulai saat hamil, melahirkan, dan setelah lahir :

1 Penggunaan ARV selama kehamilan

Terapi antiretroviral (ARV) berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat. Karena HIV adalah
retrovirus, obat ini biasa disebut sebagai obat antiretroviral (ARV). ARV tidak membunuh virus itu.
Namun, ARV dapat melambatkan pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus dilambatkan, begitu
juga penyakit HIV.

2 Penggunaan ARV saat persalinan dan bayi yang baru dilahirkan

3 Penanganan obstetrik selama persalinan

4 Penatalaksanaan selama menyusui


5 Tahap-tahap pengobatan, perawatan, dan pemberian dukungan pada
wanita dengan HIV, bayi, serta keluarganya, yaitu :

6 Menyediakan pengobatan yang berhubungan, perawatan, serta dukungan


yang berhubungan dengan HIV bagi para wanita

7 Menediakan diagnosis dini, perawatan, serta dukungan bagi bayi dan


anak dengan infeksi HIV positif

8 Mengusahakan hubungan antar layanan masyarakat untuk layanan


keluarga terpadu

2.9 Penanganan

a. Penanganan Umum

1. Setelah dilakukan diagnosa HIV, pengobatan dilakukan untuk memperlambat tingkat


replikasi virus. Berbagai macam obat diresepkan untuk mencapai tujuan ini dan berbagai
macam kombinasi obat-obatan terus diteliti. Untuk menemukan obat penyembuhannya.

2. Pengobatan-pengobatan ini tentu saja memiliki efek samping, namun demikian ternyata
mereka benar-benar mampu memperlambat laju perkembangan HIV didalam tubuh.

3. Pengobatan infeksi-infeksi appertunistik tergantung pada zat-zat khusus yang dapat


menginfeksi pasien, obat anti biotic dengan dosis tinggi dan obat-obatan anti virus seringkali
diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi agar tidak menjalar dan menjadi semakin parah

b. Penanganan Khusus

1. Penapisan dilakukan sejak asuhan antenatal dan pengujian dilakukan atas permintaan pasien
dimana setelah proses konseling risiko PMS dan hubungannya dengan HIV, yang
bersangkutan memandang perlu pemeriksaan tersebut.

2. Upayakan ketersediaan uji serologic

3. Konseling spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang berkiatan dengan
kehamilan da risiko yang dihadapi
4. Bagi golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan konseling untuk
upaya preventif (penggunaan kondom)

5. Berikan nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi oportunistik

6. Lakukan terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi virus (30.000-50.000)
kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara dratis

7. Tatalaksana persalinan sesuai dengan pertimbangan kondisi yang dihadapi (pervaginanm


atau perabdominam, perhatikan prinsip pencegahan infeksi).

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Hiv/Aids Pada


Ibu Hamil
A. Pengkajian
1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
2. Penampilanumum : pucat, kelaparan.
3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang
kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan
perasaan takut, cemas, meringis.
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest
pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan
konsentrasi, halusinasi dan delusi.
6. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk,
kejang
7. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
8. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
9. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk
produktif atau non produktif.
10. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
11. intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut
kram, hepatosplenomegali,kuning.

Pemeriksaan fisik

a. Breating

Kaji pernafasan ibu hamil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan maka sepanjang

jalr pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR meningkat, kebersihan jalan nafas.

b. Blood

Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan sel T limfosit;

jumlah sel T4 helper; jumlah sel T8 dengan perbandingan 2:1 dengan sel T4; peningkatan

nilai kuantitatif P24 (protein pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A;

reaksi rantai polymerase untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi

sel perifer monoseluler; serta tes PHS (pembungkus hepatitis B dan antibodi,sifilis, CMV

mungkin positif).
c. Brain

Tingkat kesadaran ibu hamil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami penurunan karena

proses penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh gangguan imunitas pada ibu hamil.

d. Bowel

Keadaan sisitem pencernaan pada ibu hamil akan mengalami gangguan. Kebanyakan

gangguan tersebut adalah diare yang lama. Hal itu disebabkan oleh penurunan sistem imun

yang berada di tubuh sehingga bakteri yang ada di saluran pencernaan akan mengalami

gangguan. Hal itu dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan.

e. Bladder

Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan warna urin, jumlah

dan bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada gangguan pada sistem perkemihan.

Biasanya saat imunitas menurun resiko infeksi pada uretra klien.

f. Bone

Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek pergerakan. pada ibu hamil

kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa apabila ada resiko osteoporosis. Hal itu dapat

memburuk dengan bumil HIV/AIDS.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi


dan pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan
adanya kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses
melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output
cairan berlebih sekunder terhadap diare
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran
oksigen, malnutrisi, kelelahan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic,
dan menurunnya absorbsi zat gizi.

C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional


1 Resiko tinggi infeksi Pasien akan bebas infeksi1. Monitor tanda-tanda infeksi
1. Untuk pengobatan dini
berhubungan dengan setelah dilakukan baru.
imunosupresi, tindakan keperawatan
2. gunakan teknik aseptik pada
2. Mencegah pasien terpapar oleh
malnutrisi dan pola selama 324 jam dengan setiap tindakan invasif. Cuci kuman patogen yang diperoleh di
hidup yang beresiko. kriteria hasil: tangan sebelum meberikan rumah sakit.
- Tidak ada luka atau tindakan.
eksudat. 3. Anjurkan pasien metoda
3. Mencegah bertambahnya infeksi
- Tanda vital dalam batas mencegah terpapar terhadap
normal (TD=110/70, lingkungan yang patogen. 4. Meyakinkan diagnosis akurat dan
RR=16-24, N=60-100,
4. Kumpulkan spesimen untuk pengobatan
S=36-37) tes lab sesuai order. 5. Mempertahankan kadar darah yang
- Pemeriksaan leukosit
5. Atur pemberian antiinfeksi terapeutik
normal (6000-10000) sesuai order

2 Resiko tinggi infeksi Infeksi HIV tidak


1. Anjurkan pasien atau orang
1. Pasien dan keluarga mau dan
(kontak pasien) ditransmisikan setelah penting lainnya metode memerlukan informasikan ini
berhubungan dengan dilakukan tindakan mencegah transmisi HIV dan
infeksi HIV, adanya keperawatan selama 324 kuman patogen lainnya. 2. Mencegah transimisi infeksi HIV
infeksi jam dengan kriteria hasil:2. Gunakan darah dan cairan ke orang lain
nonopportunisitik yang - kontak pasien dan tim tubuh precaution bial merawat
dapat ditransmisikan. kesehatan tidak terpapar pasien. Gunakan masker bila
HIV perlu.
- Tidak terinfeksi patogen
lain seperti TBC.
3 Resiko tinggi defisit Defisit volume cairan Kaji konsistensi dan
1. Mendeteksi adanya darah dalam
volume cairan dapat teratasi setelah frekuensi feses dan adanya feses
berhubungan dengan dilakukan tindakan darah.
output cairan berlebih keperawatan selama 124 Auskultasi bunyi usus 2. Hipermotiliti mumnya dengan diare
sekunder terhadap jam dengan criteria hasil: 3. Mengurangi motilitas usus, yang
diare - perut lunak Atur agen antimotilitas dan pelan, emperburuk perforasi pada
- tidak tegang psilium (Metamucil) sesuai intestinal
- feses lunak, warna order 4. Untuk menghilangkan distensi
normal Berikan ointment A dan D,
- kram perut hilang, vaselin atau zinc oside

4 Intolerans aktivitas Pasien berpartisipasi 1.Monitor respon fisiologis 1.Respon bervariasi dari hari ke hari
berhubungan dalam kegiatan, dengan terhadap aktivitas 2.Mengurangi kebutuhan energi
dengan kelemahan, kriteria bebas dyspnea 2.Berikan bantuan perawatan 3.Ekstra istirahat perlu jika karena
pertukaran oksigen, dan takikardi selama yang pasien sendiri tidak meningkatkan kebutuhan metabolik
malnutrisi, kelelahan aktivitas. mampu
3.Jadwalkan perawatan pasien
sehingga tidak mengganggu
isitirahat
5 Perubahan nutrisi Pasien mempunyai intake 1.Monitor kemampuan
1. Intake menurun dihubungkan dengan
kurang dari kebutuhan kalori dan protein yang mengunyah dan menelan. nyeri tenggorokan dan mulut
tubuh berhubungan adekuat untuk memenuhi 2.Monitor BB, intake dan 2.Menentukan data dasar
dengan intake yang kebutuhan metaboliknya ouput 3.Mengurangi muntah
kurang, meningkatnya dengan kriteria mual dan 3.Atur antiemetik sesuai order 4Meyakinkan bahwa makanan sesuai
kebutuhan metabolic, muntah dikontrol, pasien 4.Rencanakan diet dengan dengan keinginan pasien
dan menurunnya makan TKTP, serum pasien dan orang penting
absorbsi zat gizi. albumin dan protein lainnya
dalam batas n ormal, BB
mendekati seperti
sebelum sakit.

D. Implementasi

Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang
sesuai berdasarkan NCP.

E. Evaluasi

Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai


kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan,
dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

HIV adalah kuman yang sangat kecil, yang disebut virus yang tidak bisa terlihat oleh
manusia. AIDS adalah penyakit yang berkembang kemudian, setelah seseorang terkena infeksi
HIV, virus AIDS. Penularan terjadi melalui hubungan seksual 80%, 10% melalui suntikan obat
(terutama penyalahgunaan narkotika), 5% melalui transfusi darah dan 5% dari ibu melalui plasenta
kepada janin (transmisi vertikal). Angka terjadinya transmisi vertikal berkisar antara 13-48%

Sedangkan penularan HIV pada bayi dan anak bisa melalui jalur vertical (ibu ke bayi),
darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak), dan pemakaian alat
kesehatan yang tidak steril. Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi. HIV adalah
gangguan tumbuh kembang, kondisi diasis oral, diare kronis. Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa
dicegah melalui empat cara mulai saat hamil, saat melahirkan dan setelah lahir (Nurs, 2007).

2. Saran

Diharapkan kepada para pembaca supaya lebih memahami apa itu penyebab, penanganan
serta tanda-tanda dan gejala HIV/AIDS agar tidak lebih terkena infeksi
DAPTAR PUSTAKA

2. Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu


hamil. http://www.docstoc.com/docs/. 05 Oktober 2013. 15.10
WIB (access online)
3. NANDA NIC NOC
4. Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ;
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai