Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN IUFD

1. Definisi
Ketiadaan janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin.
Berdasarkan revisi tahun 2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari Kematian
Janin Berdasarkan ICD-10, Pusat Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan
kematian janin sebagai kematian yang terutama berkaitan dengan ekspulsi
komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat
diperkirakan di dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang
tidak diinduksi. Kematian janin diindikasikan oleh adanya fakta setelah terjadi
ekspulsi atau ekstraksi, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda lain
dari kehidupan seperti detak jantung, pulsasi umbilical cord, atau gerakan yang
berarti dari otot-otot volunter. Detak jantung tidak termasuk kontraksi transien
dari jantung, respirasi tidak termasuk pernafasan yang sangat cepat atau
gasping. Pengertian ini kemudian diklasifikasikan sebagai kematian awal (<20
minggu kehamilan), pertengahan (20-27 minggu kehamilan) dan lambat (>28
minggu kehamilan) (Kliman, 2000).
IUFD (Intra Uterine Fetal Demise) merupakan kematian janin yang terjadi
tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna
(Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan
dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20
minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut
abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin
adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir
diatas 1000 gram.
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan
American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan
bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra
uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu
atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing
negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Kliman, 2000)

1
2. Penyebab Kematian
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui
sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan.
Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat
dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari
plasenta (Kliman, 2000).
a. Faktor Ibu
1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh
positif, sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh
positif, yang berakibat antara ibu dan janin akan mengalami
ketidakcocokan Rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi
janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi Hidrops fetalis, yaitu suatu
reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara
lain berupa pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan yang
berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin
penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain.
Akibat dari penimbunan cairan-cairan yang berlebihan tersebut, tubuh
janin akan membengkak yang dapat berakibat pula darahnya bercampur
dengan air. Jika kondisi demikian terjadi, biasanya janin tidak akan
tertolong lagi.
2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin
Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah
antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O atau
sebaliknya. Hal ini disebabkan karena pada saat masih dalam kandungan,
darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, sehingga ibu akan
membentuk zat antibodi.
3) Berbagai penyakit pada ibu hamil
Salah satu contohnya adalah diabetes dan preeklampsia. Hipertensi juga
sangat berbahaya pada ibu hamil, baik yang memang memiliki riwayat
hipertensi meupun yang tidak (hipertensi gravidarum). Hipertensi dapat
menyebabkan kekurangan O2 pada janin yang disebabkan oleh

2
berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh
spasme dan kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu.
4) Trauma saat hamil
Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta atau plasenta
terlepas. Trauma terjadi misalnya karena benturan pada perut, baik karena
kecelakaan atau pemukulan. Trauma bisa saja mengenai pembuluh darah
di plasenta, sehingga menimbulkan perdarahan pada plasenta atau plasenta
terlepas sebagian, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat.
5) Infeksi pada ibu hamil
Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri maupun
virus. Bahkan demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari 103 F) dapat
menyebabkan janin tidak tahan dengan tubuh ibunya.
6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)
Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu,
plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang.
Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa
berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap
masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG
dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung
ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan
cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan
dan akhir kehamilan melalui
7) Hamil pada usia lanjut
Hamil pada usia lanjut adalah kehamilan pada usia >35 tahun. Kehamilan
ini rentan dikarenakan beberapa hal, yaitu:
Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan
mengalami penurunan dalam kualitas telur yang dihasilkan oleh
ovarium.
Umur berkaitan pula dengan perubahan hormon. Jadi kemungkinan
pengeluaran telur lebih dari satu. Seterusnya boleh menyebabkan
berlaku kehamilan kembar dua atau lebih.

3
Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah
diabetes. Ini dapat dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak
sehat, terlalu banyak konsumsi gula, dan jarang olah raga.
Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin secara
normal.
Memiliki resiko tinggi janin mengalami syndrome Down karena
kelainan kromosom.
Resiko tinggi keguguran.
8) Ruptur uteri
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi
pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio
plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada
kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu
sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan
adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.
9) Kematian Ibu
Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami
kematian, dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang
pertumbuhan janin, tidak lagi ada.

b. Faktor Janin
1) Gerakan Sangat Berlebihan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika
terjadi gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini
dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar
terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang
mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbat. Gerakan janin yang
sangat liar menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.
2) Kelainan kromosom
Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik
berat (trisomi). Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru
terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin.

4
Hal ini disebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam
kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.
3) Kelainan bawaan bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis,
yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi
dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung
menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga
tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-
parunya.
4) Malformasi janin
Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ
janin tidak berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan
inilah suplai yang dibutuhkan janin tidak terpenuhi, sehingga
kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan menyebabkan
kematian pada janin.
5) Kehamilan multiple
Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun
perinatal meningkat. Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada
kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya
bisa sampai 1000-1500 g). Hal ini bisa disebabkan regangan uterus yang
berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika
ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin
tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin.
6) Intra Uterine Growth Restriction
Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa
kehamilan. Pertumbuhan janin terhambat dan bahkan menyebabkan
kematian, yang tersering disebabkan oleh asfiksia saat lahir, aspirasi
mekonium, perdarahan paru, hipotermia dan hipoglikemi.
7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)
Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah
menyerang maka akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti,
pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan

5
lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan janin memburuk
dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati.
8) Insufisiensi plasenta yang idiopatik
Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang
sudah disebutkan diatas. Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini
terjadi pada kehamilan yang berturut-turut. Janin tidak mengalami
pertumbuhan secara normal.
c. Faktor Palsenta
1) Perlukaan cord
2) Pecah secara mendadak (abruption)
3) Premature Rupture of Membrane
4) Vasa Previa

d. Faktor Resiko
Berikut ini beberapa faktor resiko terjadinya kematian janin intra uteri
(Kliman, 2000) :
Ibu usia lanjut
Riwayat kematian janin intra uterine
Infertilitas Ibu
Hemokonsentrasi pada ibu
Usia Ayah
Obesitas

3. Patologi Anatomi
Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi.
Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena
absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur.
Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu
dengn yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga
mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam

6
waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada
IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut:
a) Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2 jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.
b) Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan
jernih kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin
mati.
c) Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.
Terjadi setelah 48 jam janin mati.
d) Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas
dan hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

4. Tanda dan Gejala


Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine
(IUFD), pada beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara.
Tanda-tanda lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin
pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu
(pada primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.
2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng
semakin pelan atau melemah.
3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada
saat kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan
yang tidak kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak
sesuai bulan.
4) Bunyi jantung anak tidak terdengar
5) Palpasi janin menjadi tidak jelas
6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa
7) Pada foto roentgen dapat terlihat:

7
Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)
Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)
Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin
Gejala dan Tanda Selalu Gejala dan Tanda
Diagnosa Kemungkinan
Ada Kadang-Kadang Ada
Gerakan janin Syok Solusio plasenta
berkurang atau hilang
Nyeri perut hilang Uterus tegang/kaku
timbul atau menetap
Perdarahan pervaginam Gawat janin atau DJJ
sesudah hamil 22 tidak terdengar
minggu
Gerakan janin dan DJJ Syok Ruptura uteri
tidak ada Perut kembung/ cairan
Perdarahan bebas intra abdominal
Nyeri perut hebat Kontur uterus abnormal
Abdomen nyeri
Bagian-bagian janin
teraba
Denyut nadi ibu cepat
Gerakan janin Cairan ketuban Gawat janin
berkurang atau hilang bercampur mekonium
DJJ abnormal
(<100/menit atau
>180/menit)
Gerakan janin/ DJJ Tanda-tanda kehamilan Kematian janin
hilang berhenti
Tinggi fundus uteri
berkurang
Pembesaran uteri
berkurang

8
5. Penatalaksanaan Kematian Janin Intrauterin
Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat
ditegakkan. Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah
terdiagnosis dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas
dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam
(Kliman, 2000).
Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen
bisa turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi
pada kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan
lebih awal. Pada beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe
plasentasi, induksi setelah kematian kedua janin mungkin dapat menghambat
perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak
merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum, resiko
berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang (Kliman,
2000).
Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti
oleh dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia
kehamilan kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan
prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol
pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi
wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita dengan kematian janin pada usia
kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih rendah. The
American College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa untuk
induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak digunakan
pada wanita denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya ruptur uteri
(Kliman, 2000).
Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus
kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin
yang masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk
pasien, dan pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa
nyeri (Kliman, 2000).

9
Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami
IUFD:
1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus
diberitahukan secara berhati-hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda
prosedur evakuasi janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara
psikologis terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga mempunyai
keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada serviks untuk lebih
siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama pada
kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi, walaupun keadaan ini jarang
terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian janin. Setelah 3 minggu, lakukan
pemeriksaan koagulasi yang termasuk hitung trombosit, kadar fibrinogen, waktu
protrombin, partial tromboplastin time (PTT), dan analisis produk degradasi
fibrinogenserta lakukan secara serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua
gravida rhesus negatif kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif.
Berikan dosis kecil (30g) pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.
2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian
janin terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi bercak
pada vagina. Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan terjadinya resorpsi
pada janin yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah komplikasi yang
jarang dan harus diamati pada kasus tersebut. Koagulopati konsumtif juga dapat
timbul pada janin yang hidup. Keadaan ini mengarahkan pada perlunya persalinan
segera jika kematian salah satu janin terjadi pada kehamilan yang lanjut dan
maturitas janin yang lainnya telah diyakini dengan pemeriksaan unsur-unsur
pulmonal dalam cairan amnion.
3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai
lima jam) adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada midtrimester.
Walaupun insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya retensi plasenta
memerlukan kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis 15-methylprostaglandin
F2 intramuskuler (250 g pada interval satu dan satu sampai satu setengah dan
seengah jam) jika selaput amnion telah pecah. Sesuaikan jadwal dosis untuk
menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya kegagalan mengarahkan pada

10
anomali rahim. Persiapkan aminophylline dan terbualine untuk menghindari
bronkospasme jika prostaglandin diberikan pada pasien asmatik. Penggunaan
Tentukan usia kehamilan dan cari adanya kehamilan ganda
oksitosin secara bersamaan harus dihindari karena resiko rupture uterin.
4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun
cukup banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat dilakukan
dengan aman. Pemeriksaan keadaan
Ditemukan koagulasi, seperti yang telah disebutkan,Ditemukan kehamilan
janin tunggal
harus dilakukan. Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah koagulopati dan
lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki persalinan dalam dua
Pertimbangkan untuk menunda intervensi dengan alasan psikologis untuk memberikan waktu pada gravida melakukan penyesuaian diri dan membi
Amati dipakai
absorpsi janin yang telah mati. Amati k
atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat untuk
memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi penggunaan heparin
pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya bebas dari bahaya. Histerotomi hampir
tidak pernah diindikasikan kecuali terdapat persalinan dengan seksio secaria
sebelumnya atau operasi miomektomi. Evakuasi instrumental transervikal dan
Harapkan terjadi persalinan spontan dalam 2-3 minggu pada sebagian
Jikabesar
terjadipasien. Amati koagulopati
pada kehamilan maternal dengan
akhir, pertimbangkan pemerksaan
intervensi dengankoag
ind
kehamilan trimester ketiga yang telah lanjut memerlukan keahlian dan
pengalaman khusus untuk menghindari perforasi dan perdarahan. Laminaria
mungkin berguna dalam kasus tersebut.
5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin
rhesus. Jika diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin
Jika terjadi koagulopati, pertimbangkan pengobatan dengan heparin untuk memperbaiki gangguan koagulasi dan melakuka
dan persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera.
Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total
pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin,
karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan
Kematian janin dini atau pertengahan kehamilan
Kematian janin pada kehamilan lanjut

Lakukan dilatasi dan evakuasi vakum atau berikan regimen prostaglandin intramuskular
Amati persalinan /atau
intravaginal
berikan regimen prostaglandin

EVAKUASI RAHIM SPONTAN ATAU OPERATI

Tentukan apakah Rhesus negatif dan lakukan desensitisasi.


Berikan immunoglobulin rhesus daam dosis yang tepat sesuai dengan u
Lakukan otopsi dengan izin, jika mungkin.
Lakukan penelitian untuk mempeajari penyebab termasuk karyotiping
Jelaskan setelahnya mengenai temuan-temuan.
11
Penanganan Umum
Berikan dukungan emosional pada ibu.

12
Nilai denyut jantung janin (DJJ) :
- bila ibu mendapat sedatif, tunggu hilangnya pengaruh obat,
kemudian nilai ulang;
- bila DJJ tak terdengar minta beberapa orang mendengarkan
menggunakan stetoskop Doppler.
Penanganan Khusus
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,
atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati.
Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.
Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna
vertebralis, gelembung udara di dalam jantung dan edema scalp.
USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan
kematian janin di mana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda
kehidupan: tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin, dan cairan
ketuban berkurang.
Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien
selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar
kemungkinan dapat lahir per vaginam.
Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif:
- tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu;
- yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa
komplikasi.
Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif.
Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:
- jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
atau prosaglandin.

13
- jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley.
Catatan: Jangan lakukan amniotomi karena beriiko infeksi.
- persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.
Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun,
dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
- tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina; dapat diulangi
sesudah 6 jam.
- jika tidak ada respon sesudah 2 x 25 mcg misoprostol, naikkan
dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam.
Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melebih 4 dosis.
Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah
pecah, waspada koagulopati.
Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya
patologi plasenta dan infeksi.

14
DUGAAN KEMATIAN JANIN

Hitung trombosit
Hilangnya pergerakan janin Kadar fibrinogen
Tidak terdapat pertumbuhan janin Waktu protrombin (PT)
Tidak terdapat denyut jantung janin Partial Thromboplastin Time (PTT)
Produk Degrdasi Fibrin (FDP)
Ultrasonografi

Tegaskan kematian janin dengan ultrasongrafi

Berikan penjelasan dan dukungan dalam keadaan duka cita

6. Komplikasi yang mungkin Terjadi


Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat
terjadi bila janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2
minggu. Akan tetapi, kasus janin yang meninggal dan tetap berada di rahim ibu
lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi. Hal ini dikarenakan biasanya tubuh ibu
sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati, sehingga timbullah proses
persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
1) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan
pada proses pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau
internal bleeding.
2) Infeksi
3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 4-
6 minggu setelah kematian janin.
Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah
meninggal harus segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilkukan secara
normal, karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya
dilakukan jika ada halangan untuk melahirkan normal. Misalnya janin meninggal
dalam posisi melintang atau karena ibu mengalami preeklampsia.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Sirkulasi
Riwayat penyakit: hipertensi essensial, penyakit vaskular.
Integritas Ego
Secara labil, ansietas, takut, syok, tidak percaya, depresi.
Eliminasi
Nefritis kronis.
Intake makanan dan cairan
Status nutrisi ibu buruk.
Keamanan
Pemajanan pada agen-agen toksis atau teratogenik.
Riwayat kejadian traumatik.
Adanya penyakit inflamasi, penyakit hubungan seksual, atau pemajanan
pada penyakit menular seperti rubella, sitomegalovirus, herpes aktif.
Ketuban pecah dini.
Abnormalitas plasenta/tali pusat yang terlihat pada kelahiran.
Inkompatibilitas ABO.
Seksualitas
Tumor fibrosa uterus (leiomioma), atau abnormalitas lainnya dari organ
reproduktif ibu.
Kejadian kelahiran traumatic, komplikasi intrapartum.
Penyuluhan/Pembelajaran
Melaporkan penyalahgunaan pengobatan.
Obat atau alkohol.
Riwayat keluarga tentang kondisi genetik.

Diagnosa Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi.

16
2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak).
3. Harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan yang dirasakan pada
kejadian hidup.
4. Kurang pengetahuan, mengenai kehilangan perinatal berhubungan dengan
kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi.

Rencana Asuhan Keperawatan


Prioritas Keperawatan
1. Memfasilitasi proses berduka.
2. Memberikan informasi mengenai kejadian-kejadian sekitar kehilangan dan
implikasi masa datang.
Tujuan
1. Dukungan teridentifikasi dan pada tempatnya.
2. Rencana dibuat untuk pemakaman bayi.

3.4 Intervensi Keperawatan


1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi
Hasil yang diharapkan :
- Mengungkapkan tahap proses berduka yang dialami.
- Mengekspresikan perasaan dengan tepat.
- Mengidentifikasi masalah proses berduka (misalnya: masalah fisik,
makan, tidur) dan mencari bantuan yang tepat.
Tindakan/Intervensi Keperawatan :
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Berikan ruang pribadi bila klien Tempat dimana keluarga dan teman
menginginkannya, dengan kontak yang dapat bicara dan berbagi perasaan
sering oleh perawat. Anjurkan dengan leluasa, sehingga meningkatkan
kunjungan yang tidak terbatas oleh perasaan kekeluargaan dan membantu
keluarga dan teman. menghadapi proses berduka.
Libatkan pasangan dalam perencanaan Partisipasi dalam perencanaan dan
dan perawatan. Beri kesempatan pembuatan keputusan membantu sekali
pasangan untuk bersama. dalam memilih tindakan atau keputusan

17
yang tepat sesuai kondisi klien.
Kaji pengetahuan klien/pasangan dan Menghindari pemahaman yang salah
interpretasi terhadap kejadian sekitar terhadap kejadian sekitar kematian
kematian janin/bayi. Berikan informasi janin/bayi.
dan perbaiki kesalahan konsep Sering, setelah kematian anak, orang
berdasarkan kesiapan pasangan dan tua berespon syok, menyangkal, atau
kemampuan untuk mendengarkan tidak percaya. Reaksi ini dapat
secara efektif mengganggu pemberian informasi.
Tentukan makna kehilangan terhadap Luas dan durasi respon berduka dapat
kedua anggota pasangan. Perhatikan tergantung pada makna kehilangan.
bagaimana kuatnya pasangan
menginginkan kehamilan ini.
Identifikasi ekspresi sesuai tahap-tahap Perawat membantu dalam menghadapi
berduka (misal: menyangkal, marah, tahap berduka dengan waktu yang
menawar, depresi, menerima). Gunakan secepat mungkin. Bila berduka tidak
ketrampilan komunikasi terapeutik segera selesai, akan mengganggu
(misal: mendengar secara aktif, kehidupan selanjutnya.
pengakuan), menghargai permintaan
klien untuk tidak bicara.
Akui apa yang telah terjadi, kuatkan Meningkatkan kemampuan dalam
realita situasi dan anjurkan diskusi dan menghadapi kenyataan/kehilangan.
ekspresi perasaan klien
Diskusikan respon antisipasi secara Membantu pasangan untuk mengenali
fisik dan emosi kehilangan. bahwa respon mereka sebelum dan
Evaluasi ketrampilan koping. berikutnya adalah normal. Berduka
Perhatikan keyakinan religius dan latar merupakan hal yang individual, dan
belakang budaya. luas serta sifat dari respon dipengaruhi
oleh sifat kepribadian, ketrampilan
koping masa lalu, keyakinan religius,
dan latar belakang budaya.
Diskusikan cara-cara yang tepat bagi Untuk menghindari kesalahan persepsi
orang tua menyampaikan peristiwa dari sibling dan meminimalkan tingkat
kehilangan pada sibling. berduka.

18
Kaji beratnya depresi. Adanya resiko terjadi gangguan pada
kejiwaan jika kemampuan dalam
menghadapi kehilangan tidak efektif.
Perhatikan tingkat aktivitas klien, pola Hal ini mungkin terabaikan karena
tidur, nafsu makan, dan hygiene proses berduka dan derajat depresi.
personal. Pola tidur mungkin terganggu,
menimbulkan kelelahan dan
ketidakmampuan lanjut untuk
mengatasi distress.
Beri bantuan dalam melakukan Menunjukkan perhatian dan
perawatan fisik sesuai kebutuhan. pemeliharaan serta membantu klien
menghemat energi yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan proses
berduka.
Kolaborasi
Hubungi tokoh agama, sesuai keinginan Untuk pemberian nasehat dari segi
keluarga. agama dalam membantu menghadapi
proses berduka.
Rujuk pada psikiatri jika perlu. Konseling atau terapi mungkin perlu
pada kasus berduka patologis untuk
membantu individu mengidentifikasi
kemungkinan penyebab reaksi
abnormal dan mencapai resolusi proses
berduka.
2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak).
Hasil yang diharapkan :
- Mengekspresikan perasaan yang tepat dan sesuai.
- Menunjukkan keterlibatan individu dalam proses pemecahan
masalah yang diarahkan pada resolusi krisis.
- Mengungkapkan pemahaman tentang harapan peran/kewajiban.
- Mengidentifikasi kebutuhan dan sumber utuk memelihara
peran/ikatan keluarga.
Tindakan / Intervensi Keperawatan :

19
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Evaluasi situasi keluarga saat ini dan Anggota keluarga memberikan
status psikososial (misalnya anak lain, dukungan satu sama lain.
keluarga besar, sistem pendukung)
Tinjau ulang ketakutan keluarga, Anggota keluarga depresi, merasa
sumber koping, dan keterampilan sangat tidak adekuat, dan mungkin
koping. perlu meninjau apa yang telah terjadi
dan apa tujuan mereka dalam hidup.
Ajarkan diskusi perasaan dan Pengungkapan perasaan dapat memicu
dengarkan isyarat verbal yang pengenalan terhadap penyebabnya dan
menunjukkan perasaan kegagalan, rasa dapat digunakan untuk memastikan
bersalah atau marah. Diskusikan dapat diterimanya perasaan ini. Orang
kenormalan perasaan. tua mungkin takut untuk
menggambarkan perasaan negatif yang
mereka yakini abnormal. Realisasi
bahwa perasaan berduka, rasa bersalah,
dan marah adalah normal dapat
membantu menghilangkan rasa gagal
orang tua.
Identifikasi harapan perubahan peran Perubahan yang diantisipasi meliputi
yang diperlukan karena adanya periode disorientasi atau terpecahnya
kehilangan. pola kerja normal, diikuti periode
reorganisasi, dimana energi dengan
tepat disimpan dalam individu dan
aktivitas baru.
Berikan informasi dan bantu orang tua Kematian anak memerlukan perubahan
menghadapi situasi, keseimbangan orang tua yang tidak diantisipasi. Pada
perawatan diri dan kebutuhan berduka kematian anak pertama, fungsi orang
serta tanggung jawab menjadi orang tua yang terjadi hanya berduka. Bila
tua. ada anak lain, orang tua dapat
mengekspresikan kekhawatiran tentang
kemampuan mereka menjadi orang tua.
Perasaan tentang kegagalan atau rasa

20
bersalah akhirnya dapat mengarah pada
perasaan yang tidak adekuat.
3. Harga diri, rendah berhubungan dengan kegagalan yang
dirasakan pada kejadian hidup.
Hasil yang diharapkan:
Mengidentifikasi kekuatan dan sumber-sumber yang tersedia.
Mengekspresikan harga diri positif.
Mendemonstrasikan adaptasi terhadap kematian bayi dan integrasi
kehilangan dalam hidup sehari-hari dengan merencanakan masa depan.
Tindakan/intervensi keperawatan:
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Tentukan persepsi diri dan pasangan Kehilangan kehamilan sering
sebagai individu dan orang tua. dihubungkan dengan perasaan tidak
Evaluasi respon keluarga terhadap adekuat, tidak berdaya, dan tidak
kehilangan, perhatikan kesalahan yang berharga, yang secara langsung
dibuat oleh keluarga. mempengaruhi perasaan diri dan
kemungkinan menghancurkan harga
diri seseorang sebagai orang tua.
Berikan kesempatan untuk Pengungkapan kehilangan memberikan
mengungkapkan, menyalurkan emosi kesempatan untuk penerimaan yang
dan menangis. diperlukan, emmbantu orang tua untuk
menyaring dengan seksama, dan
memvalidasi perasaan normal orang tua
tentang ketidakberdayaan dan
ketidakadekuatan.
Berikan penguatan positif untuk Membantu dalam koping kesedihan
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan terhadap situasi. Membantu orang tua
dan masalah-masalah. menerima diri mereka sendiri sebagai
manusia yang berharga.
4. Kurang pengetahuan, mengenai kehilangan perinatal
berhubungan dengan kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi.
Hasil yang diharapkan:

21
Membedakan penyebab kematian yang dapat diantisipasi dan yang
tidak dapat diantisipasi.
Mengungkapkan pemahaman alasan dari kehilangan bila diketahui.
Mendiskusikan kemungkinan efek jangka pendek dan jangka
panjang dari kehilangan.
Intervensi/tindakan keperawatan:
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji kesiapan dan kemampuan keluarga Respon emosional dapat mempengaruhi
untuk menyerap dan memahami kemampuan untuk mendengar dan
informasi. memproses informasi
Identifikasi prioritas keluarga dalam Keluarga mempunyai perbedaan
memberikan informasi. kebutuhan untuk informasi, tergantung
pada tahap perkembangan keluarga dan
penyebab kematian intra uteri, karena
faktor eksternal, atau karena masalah
genetik.
Identifikasi persepsi klien / pasangan Ketidakakuratan persepsi perlu dikaji
tentang kejadian, dan perbaiki secara kontinyu dan informasi yang
kesalahpahaman sesuai indikasi. valid diulangi.

3.5 Evaluasi
Hal terpenting yang dilakukan sebagai langkah lanjutan dari kasus kematian
janin intra uterine adalah pemeriksaan otopsi pada janin. Keputusan untuk
melakukan otopsi harus didiskusikan trelebih dahulu oleh orang tua, dalam hal ini
KIE sangat diperlukan. Pada orang tua yang tidak menginginkan otopsi lengkap
maka evaluasi kematian janin yang sangat terbatas harus didiskusikan dengan
keluarganya. Meskipun sangat jarang dapat ditawarkan penggunaan MRI yang
dapat memberikan informasi sebagai evaluasi kematian janin apabila otopsi tidak
dapat dilakukan (San, 2007).
Plasenta dan membrannya harus diperiksa juga secara teliti, termasuk kultur.
Analisa kromosom dari sample cairan amnion, darah janin dan jaringan (kulit
janin atau fascia lata) harus diketahui apakah janin dismorfik, memiliki retardasi

22
pertumbuhan, hidrofik atau memiliki anomali atau tanda lain dari kelainan
kromosom. Analisa kromosom terutama harus dilakukan pada kematian janin
kehamilan kembar khususnya dengan riwayat kematian janin pada trimester kedua
atau ketiga (San, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Achdiat, C.M.2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC


Andra. 2007. Ruptur Uteri: Uterus Robek, Nyawa Ibu dan Bayi Melayang.
http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=1161.Diakses tanggal
3 April 2009 pukul 15.00 WIB

23
Cuningham, F.G. 2001. Williams Obstetrics (21 st Edition). United States of
America:TheMcGraw-Hill Companies,Inc
Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri Patologi, edisi II.Jakarta:EGC
Muhaj, Khaidir. 2009. Askep Nifas Dengan Perdarahan Post Partum.
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0004/05/UTAMA/hak01.htm.
Nie. 2008. Kehamilan Multiple/Kembar. http://www.gemari.or.id/file/
gemari7241. Diakses tanggal 3 April 2009 pukul 15.05 WIB
Wiknjosarto,H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

24

Anda mungkin juga menyukai