Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Salah satu unit produksi pada suatu pabrik pupuk adalah unit amonia yang
menggunakan energi dari sistem pembangkit udara tekan untuk mengoperasikan
sistem pengendalinya. Sistem pengendalian ini menggunakan sistem pneumatik
yang pada umumnya membutuhkan udara tekan untuk menggerakkan peralatan
pada temperatur -3o hingga -10o. Sistem pengendali pneumatik sangat peka
terhadap kehadiran air ataupun uap air yang dapat menimbulkan kesalahan kerja
sistem tersebut. Oleh sebab itu, udara tekan yang dihasilkan perlu dilakukan
penurunan temperatur hingga memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.
Udara tekan yang dihasilkan dari kompresor udara pada umumnya keluar
dengan temperatur yang sangat tinggi. Penurunan temperatur tahap awal disebut
aftercooler, merupakan tahap yang banyak membutuhkan energi. Unit inilah yang
menjadi perhatian utama dalam upaya penghematan energi dengan pendekatan
produksi bersih melalui pendekatan tidak membuang air panas ke lingkungan
sehingga dapat diperoleh penghematan energi yang sangat berarti.

2. Rumusan Masalah
Masalah yang timbul dalam penyusunan makalah ini adalah bagaimana cara
untuk meningkatkan efisiensi intercooler setelah dilakukan audit melalui
pengelolaan sistem intercooler guna memperoleh penghematan biaya operasional
serta upaya minimalisasi limbah yang dihasilkannya

3. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini ialah dapat mengetahui optimasi
peningkatan efisiensi intercooler setelah dilakukan audit melalui pengelolaan
sistem intercooler guna memperoleh penghematan biaya operasional serta upaya
minimalisasi limbah yang dihasilkannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Aftercooler/Intercooler
Aftercooler/Intercooler adalah alat mekanik berupa alat penukar panas yang
digunakan untuk mendinginkan sebuah fluida, termasuk fluida cair maupun
fluida gas. Intercooler digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk kompresor
udara, pendingin ruangan, lemari es, dan gas turbin.
Dikenal secara luas pada dunia otomotif sebagai pendingin udara-udara atau
udara-cairan untuk induksi tenaga (Turbocharger atau Supercharger) di mesin
pembakaran dalam untuk meningkatkan efisiensi volumetrik mereka dengan
meningkatkan kepadatan asupan muatan udara mendekati pendinginan isobarik.
Intercoolermeningkatkan efisiensi sistem induksi dengan mengurangi induksi
panas udara yang diciptakan oleh supercharger atau turbocharger dan meningkatkan
pembakaran lebih menyeluruh. Hal ini menghilangkan panas kompresi (yaitu,
kenaikan suhu) yang terjadi dalam gas apapun ketika tekanannya dinaikkan atau
unit massa per satuan volume (densitas) dinaikkan.
Turbocharger dan supercharger direkayasa untuk memaksa massa udara
lebih ke dalam mesin intake manifold dan ruang bakar. Intercooling adalah metode
yang digunakan untuk mengkompensasi disebabkan oleh pemanasan
supercharging, produk sampingan alami proses kompresi semi-adiabatik.
Peningkatan tekanan udara dapat mengakibatkan masukan menjadi terlalu panas,
akibatnya akan mengurangi keuntungan kinerja supercharging secara signifikan
karena penurunan densitas. Peningkatan suhu masukan juga dapat meningkatkan
suhu silinder pembakaran, menyebabkan peledakan, atau kerusakan panas ke blok
mesin.
Adapun secondary intercooler adalah pendingin sekundary, berfungsi untuk
mendinginkan instalasi/peralatan minyak pelumas, udara pendingin generator, dan
udara kompresor.

2. Aplikasi Aftercooler dan Sistem Udara Tekan yang Mempengaruhinya


Udara tekan yang keluar dari kompresor udara mempunyai temperature tinggi
antara 93,3 ~ 176,6 C. Udara tekan pada temperatur ini mengandung banyak air
dalam bentuk uap, sehingga pada proses pendinginan udara tekan akan terjadi
kondensasi uap air menjadi liquid. Sebagai gambaran jika tidak dilakukan
pendinginan lanjut (aftercooler), pengoperasian kompresor 200 scfm pada tekanan
100 psig akan memunculkan 45 galon air di dalam sistem udara tekan setiap hari.
Selain itu, melalui penurunan temperatur 2,7C hingga 11C terhadap
ambien temperatur akan terbentuk kondensat, sehingga hampir 70 % uap air
terkondensasi menjadi liquid. Aftercooler (atau disebut juga intercooler) udara
tekan mempunyai fungsi:
Mendinginkan udara yang keluar dari kompresor udara melalui unit
pemindah panas (heat exchanger).
Mengurangi resiko timbulnya api (pipa udara tekan pada temperature tinggi
dapat menimbulkan bunga api).
Mengurangi tingkat kelembaban udara tekan.
Meningkatkan kapasitas system
Mengamankan peralatan berikut (downstream) dari kelebihan panas.
Pendingin memiliki kemampuan Beda Temperatur Dingin (CTD Cold
Temperatur Difference/) sebesar 2.7, 5,5, 8,3, atau 11C tergantung perancangan
setiap pabrik pembuatnya. Dengan kata lain bahwa temperature udara tekan
keluaran pada ujung aftercooler akan sama dengan temperatur media pendingin
ditambah CTD tersebut. Pembuat kompresor umumnya mengikutkan jenis
aftercooler yang dipersyaratkan dalam paket kompresornya yang dikenal sebagai
kompresor dengan integral aftercooler. Salah satu jenis aftercooler yang banyak
digunakan saat ini adalah Water- Cooled Pipe Line Aftercooler.
Jalur pipa aftercooler terdiri dari tabung shell berisi pipa-tabung yang
dibundel terpasang didalamnya. Udara tekan dialirkan melalui pipa-tabung dalam
satu arah aliran sedangkan air pendingin dialirkan dalam tabung shell pada arah
yang berlawanan, sehingga terjadi transfer panas dari udara tekan ke air pendingin
yang mengakibatkan terbentuknya uap air dalam udara tekan dingin. Umumnya
aftercooler digunakan untuk mendinginkan udara hingga antara 2,7o~11o dari
temperatur udara ambien atau air pendingin. Kondisi ini biasa disebut temperatur
pendekatan dan biasanya ditentukan pada kondisi hari terpanas dengan kelembaban
relatif 100%. Udara yang keluar dari kompresor ditentukan berkisar antara 82,2o ~
176,6 oC. Pemilihan penggunaan aftercooler menetukan kebutuhan temperatur
pendekatan (temperatur diatas media pendingin yang digunakan) bagi udara tekan.
Dengan mempertim-bangkan kebutuhan temperatur dari peralatan lanjut seperti
pengering dan peralatan lain, temperatur tersebut dispesifikasikan sebesar 2,7o,
5,5o, 8,3o, 11 oC di atas temperatur media pendingin. Kemudian berdasarkan laju
alir (CFM - cubic feet per minute) kompresor dan temperatur udara tekan dilakukan
pemilihan aftercoller.
Tabel 2. Kebutuhan Temperatur Komponen Sistem Udara Tekan
Temperatur Operasi (C)
Komponen
Normal Maks
Standard refrigerator air dryer 37,7 54,4
High temperature refrigerated air dryer 82,2 87,7
Heated desiccant dryer 37,7 48,8
Heated compression desiccant dryer 176,6 190,5
Pressure swing desiccant dryer 37,7 48,8
Standard particulate system 37,7 65,5
High temperature particulate filter 176,6 232,2
Coalesce filter 65,5 37,7 65,5
Vapor filter (activated charecoal) 37,7 65,5
Oil/water separator 37,7 82,2
Drain valves 37,7 82,2

Dalam penggunaan aftercooler terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan


(Rule of Thumb ), yaitu:
1. Instalasi aftercooler ditempatkan sedekat mungkin dari kompresor
udara.
2 Perawatan yang cukup akan menjaga efisiensi aftercooler (aftercooler kotor
mengakibatkan temperatur udara tekan lebih tinggi dan meningkatkan
pressure drop).
3. Ukuran aftercooler untuk mendinginkan udara pada temperatur pendekatan
antara 2,7 oC ~11 oC.
4. Ukuran didasarkan pada kondisi hari terpanas dan kelembaban relatif 100%.
5. Setiap kenaikan temperatur udara tekan hingga 11,1 oC akan meningkatkan
kelembaban udara dua kali.
Jenis yang banyak digunakan pabrik pada pengolahan lanjut udara tekan
menggunakan jenis Shell and Tube Heat Exchanger/Aftercooler seperti terlihat
dalam Gambar 1.

Gambar 1. Aftercooler Pendingin Air.


BAB III
PEMBAHASAN
1. Proses Perolehan Data Pengukuran Alat
Sistem instrumentasi udara membutuhkan udara kering dan bersih untuk
keperluan pengendalian dan instrumentasi. Instrumen udara dibangkitkan dari
tingkat pertama kompresor 101 ~ J dari sistem pembangkit udara tekan di unit
amonia. Diestimasikan kebutuhan udara mencapai 1.020 m3/jam untuk dicatukan
kedalam sistem instrumentasi udara.
Syn gas dipompa melalui suatu kompresor dengan temperatur keluaran
kompresor mencapai 69oC. Syn gas digunakan sebagai udara tekan untuk
menggerakan sistem pengendalian pneumatik dalam unit amonia di pabrik pupuk.
Pada pemakaiannya, temperatur udara tekan bekerja pada 3o ~ -10oC. Untuk itu
udara tekan harus diturunkan.
Sistem udara instrumentasi yang menjadi obyek penelitian, disajikan dalam
Gambar 2. Sedangkan hasil pengukuran dengan menggunakan peralatan dari
GERIAP(4) terhadap temperatur keluaran intercooler pada pabrik pupuk disajikan
dalam Tabel 3. Dari tabel tersebut tampak bahwa temperatur keluaran intercooler
124 CA dan 124 CB masing-masing adalah 68oC dan 52oC. Tingginya temperatur
keluaran ini akan sangat pengaruh terhadap proses penurunan temperatur yang
membutuhkan energy lebih besar.
Sistem pendingin yang digunakan pada unit amonia, urea dan pembangkit
energi di pabrik pupuk ini membutuhkan catu air pendingin sebesar 600 m3/jam,
hampir 60% kebutuhan air pendingin dari seluruh pabrik. Salah satu bagian
pemakaian air pendingin tersebut digunakan untuk mendinginkan udara tekan pada
aftercooler saat pengukuran dilakukan.
Tabel 3. Temperatur keluaran Intercooler
Gambar 2. Diagram Udara Intrumentasi pada Unit Amonia.
Pada saat dilakukan pengukuran didapatkan bahwa temperatur air pendingin
yang kembali dari afterooler mencapai 48oC menuju ke menara pendingin air,
sedangkan temperatur air yang keluar dari menara pendingin 32oC. (Lihat Tabel 4.
Tabel 4. Pengukuran Temperatur pada Sistem Pendingin Air

Dalam proses ini diketahui terdapat beberapa panas kritis dari heat
exchangers yang menggunakan air pendingin, memiliki temperatur tinggi pada
keluaran proses. Beberapa data yang dicatat pada Syn Gas Compressor
Intercoolers at the Ammonia Plant terlihat dalam Tabel 5.
Tabel 5 Data sistem Syn Gas Compresor intercoolers .

Dalam penelitian yang dilakukan, perbaikan pabrik pupuk dilakukan hanya


pada intercooler 124 CA untuk memberikan gambaran pengaruh perlakuan pada
pengelolaan lingkungan dengan melakukan sedikit upaya melalui pembersihan
intercooler dan beberapa perbaikan. Upaya ini memberikan pengaruh manfaat yang
sangat berarti pada penghematan energi yang pada akhirnya memberikan
penghematan terhadap biaya operasional.
Dalam kondisi ideal, suhu udara masuk pada setiap tahap mesin multi tahapan
harus sama dengan kondisi pada tahap awal (memasuki kompresor). Hal ini disebut
sebagai proses pendinginan sempurna atau kompresi isotermal. Tetapi pada
kenyataannya, suhu udara memasuki setiap tahap berikutnya lebih tinggi dari nilai
normal sehingga mengakibatkan pemakaian daya yang lebih besar. Hal ini
disebabkan volume yang ditangani untuk tugas yang sama menjadi lebih besar
seperti terlihat dalam Tabel 6.
Tabel 6. Temperatur pada kompresor dan pemakaian daya.

Penggunaan air pada suhu yang lebih rendah mengurangi pemakaian daya
spesifik. Suhu air dingin yang sangat rendah dapat menyebabkan pengembunan
kandungan air dalam udara, dimana apabila tidak dihilangkan akan menyebabkan
kerusakan pada silinder kompresor.
Hal yang serupa, pendinginan yang tidak mencukupi pada aftercooler/
intercooler (disebabkan karena kotoran, pembentukan kerak, dll), akan
membiarkan udara hangat dan lembab menuju ke penerima (alat-alat pengendali
pneumatik), sehingga pengembunan pada unit penerima udara dan jalur
distribusinya menjadi lebih banyak. Hal ini dapat menyebabkan korosi, penurunan
tekanan dan kebocoran pada pipa dan peralatan pengguna akhir. Oleh karena itu,
pembersihan secara berkala dan menjaga suhu aliran udara yang benar pada
afteercooler/intercooler sangat penting untuk mempertahankan kinerja yang
dikehendaki.
Setelah dilakukan pembersihan dan perbaikan pada intercooler 124 CA maka
temperatur keluaran dapat dicapai hingga 50 C, sehingga kebutuhan air pendingin
menjadi lebih kecil dan proses pendinginannya lebih efisien dan efektif seperti
terlihat dalam Tabel 7.
Tabel 7. Temperatur Keluaran Intercooler 124 CA sebelum dan sesudah perawatan.

A. Analisa Penghematan Energi dan Biaya Operasional


Aftercooler dirancang untuk dapat menurunkan temperatur hingga 38 C,
tetapi rancangan pabrik menetapkan temperatur keluaran pada 50 C. Pendinginan
yang tidak mencukupi aftercooler/intercooler, akan membiarkan udara hangat dan
lembab menuju ke penerima (alat-alat pengendali penumatik) sehingga
menyebabkan terjadinya pengembunan pada unit penerima udara dan jalur
distribusinya. Hal ini dapat menyebabkan penurunan tekanan dan kebocoran pada
pipa dan peralatan pengguna akhir sehingga akan mempengaruhi kerja sistem
pengendali penaumatik pada unit produksi amonia.
Upaya perawatan intercooler dapat menurunkan temperatur keluaran
intercooler 124 CA hingga mencapai 50 C. Penurunan temperatur ini sangat
mempengaruhi kerja unit pendingin yang mengharuskan temperatur udara tekan
pada sistem pengendali penumatik bekerja pada 10 C, yang mengakibatkan beban
pendinginan berikut ditanggung oleh Chilled Water system (1st Chilled 117C ).
Penurunan temperatur yang harus ditangani oleh Chiller ini mengakibatkan energi
yang dibutuhkan oleh sistem refrigerator menurun.
Kebutuhan refrigerator lebih kurang seperempat dari energi yang
dibangkitkan oleh sistem pembangkit listrik dengan tenaga uap. Biaya perawatan
pada intercooler pada program ini membutuhkan Rp. 50.000.000,- dengan perioda
pengembalian modal dibawah 2 bulan. Dengan adanya perawatan dan perbaikan
pada sistem pengendali tersebut, telah terjadi penghematan penggunaan uap karena
penurunan kebutuhan energi listrik, sedangkan kebutuhan bahan bakar gas
menunjukan kesamaan seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Produksi Uap Dan Konsumsi Bahan Bakar Gas Pada Boiler 2007 UA

Terlihat bahwa dengan penggunaan bahan bakar gas yang relative sama dapat
dihasilkan kenaikan produksi uap secara keseluruhan mencapai 100 ton/hari, atau
labih kurang 4 ton/jam. Berarti untuk chilled water system sendiri terjadi
penghematan hingga 1 ton uap perjam. Dengan harga uap adalah Rp 60.000,- perton
maka dalam satu tahun telah dapat dihemat biaya operasi sebesar Rp. 518.400.000,-
Selanjutnya, hasil pelaksanaan produksi bersih pada pabrik pupuk terhadap
penanganan sistem pendingin udara, disajikan dalam Table 9.
Tabel 9. Hasil Pelaksanaan Produksi Bersih Pada Pabrik Pupuk.

Bila dikaitkan dengan pengelolaan lingkungan dalam arti bahwa upaya


penerapan produksi bersih akan menjaga lingkungan, maka pelaksanaan perawatan
suatu peralatan secara tidak langsung akan menjaga lingkungan karena dapat
mengurangi/menghindari adanya pembuangan uap panas kelingkungan, disamping
itu dapat menghemat bahan bakar gas yang berarti mengurangi pelepasan gas rumah
kaca (CO2). Dengan menggunakan GHG Calculation yang diberikan oleh UNEP
sebagai pedoman dalam program Greenhouse Emission from Industry in Asia and
the Pasific (GERIAP), maka hasil penghamatan bahan bakar gas tesebut dapat
mengurangi pelepasan gas rumah kaca sebesar lebih kurang 42 ribu ton CO2
pertahun.
BAB IV
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari hasi audit ini adalah:


1. Penanganan lingkungan tidak hanya semata-mata ditangani melalui
penanganan limbah dari suatu proses produksi, tetapi dapat dilakukan melalui
mengelola bahan produksi, memperbaiki proses, atau mengganti peralatan
yang kinerjanya dibawah standar.
2. Perawatan unit pembangkit udara tekan dalam pabrik pupuk dengan melakukan
pembersihan pada intercooler dan pengantian beberapa peralatan, telah dapat
mengurangi buangan cemaran panas ke lingkungan melaui penurunan
temperatur udara tekan dari 63 oC menjadi 50 oC. Hasil ini selain dapat
mencegah pencemaran lingkungan sebagai dampak pembuangan panas, dapat
diperoleh pula manfaat ganda berupa efisiensi penggunaan bahan bakar dengan
meningkatnya produksi uap hingga satu ton per jam.
3. Dari aspek ekonomi dan lingkungan, perawatan ini telah menghasilkan
penghematan biaya produksi sebesar 500 milyard lebih, sekaligus telah
mengurangi terjadinya pelepasan gas rumah kaca hingga 42 ribu ton CO2
pertahun.

Anda mungkin juga menyukai