Anda di halaman 1dari 78

BAB III

SOLUSI BISNIS

3.1. Analisis Solusi Bisnis


Solusi bisnis dibuat berdasarkan akar permasalahan yang terjadi di lapangan.
Akar permasalahan yang terjadi dibidang rantai pasok distribusi PT.PERTAMINA
(Persero) adalah sebagai berikut: pertama tidak adanya kepastian sumber pasokan suatu
depot dari suatu supply point sehingga sistem distribusi menjadi tidak efektif dan
efisien, dan kedua tidak adanya singkronisasi antara demand dan kapasitas tanki timbun
depot (inventory management). Solusi bisnis yang ingin dicapai dalam proyek akhir ini
adalah kepastian rute kapal dan freight cost, kepastian sumber pasokan depot dari suatu
supply point, perubahan atau penambahan kapasitas tanki timbun depot, dan lokasi
barrier disetiap envelope. Diharapkan dengan pendekatan solusi tersebut di atas
distribusi BBM yang dioperasikan oleh PT PERTAMINA (Persero) akan lebih efektif
dan efisien, tanpa mengurangi service level yang sudah dicapai sebelumnya. Untuk
memperjelas akar permasalahan, permasalahan dan solusi bisnis yang akan dibahas
dapat dilihat pada Gambar 3.1.

PERMASALAHAN AKAR PERMASALAHAN SOLUSI BISNIS

Double Handling
(ditangani lebih
dari 1 supply)
Rekomendasi
Tangki Timbun tdk
perubahan TT di
mencukupi thruput
depot dan
(DOT) / demand
instalasi
Meningkatnya
freight cost BBM

Rute distribusi Rancangan jalur


tidak efisien dan distribusi pola
efektif envelope

Terjadi depot kritis


dan krisis

Gambar 3.1 Diagram Permasalahan, Akar Masalah dan Solusi Bisnis


Sumber: Hasil Pengolahan

57
3.2. Metodologi Solusi Bisnis
Sebuah perusahaan akan mencapai competitive advantage jika perusahaan
tersebut lebih produktif, lebih efisien, dan dapat lebih memuaskan komsumen
dibandingkan pesaingnya. Salah satu alasan pengurangan cycle time adalah agar
produksi dapat berubah dari make-to-forecast menjadi make-to-order, namun syaratnya
komsumen tidak boleh menunggu terlalu lama antara waktu pemesanan dan waktu
penerimaan .
Proyek akhir ini ditujukan untuk mengefisienkan serta mengefektifkan kinerja
depot depot dan jalur rantai pasok di Indonesia. Pada hakekatnya tujuan dari proyek
akhir ini adalah untuk:
1. Membandingkan ongkos distribusi eksisting dengan distribusi envelope.
2. Membuat alternatif solusi pola distribusi dengan berpedoman kepada konsep
envelope yang sekarang telah dijadikan master program dan akan direalisasikan
dalam waktu dekat.
3. Membuktikan bahwa dengan menggunakan distribusi pola envelope dapat
menurunkan biaya operasional distribusi dan menghasilkan kepastian rute pada
kapal-kapal yang dimiliki oleh PT PERTAMINA (Persero) .
4. Memberikan kepastian volume produk premium, kerosene dan solar (PKS) yang
diangkut oleh suatu kapal pada rute yang telah ditentukan.
5. Merekomendasikan perubahan atau penambahan volume tanki timbun depot.
6. Memberikan kepastian jumlah volume BBM yang harus diimpor dengan
berpedoman pada supply kilang dalam negeri, sehingga diharapkan akan
menghilangkan atau setidaknya mengurangi pembelian BBM impor diharga spot.
7. Memberikan alternatif solusi tempat penyimpanan atau penimbunan BBM yang
berfungsi sebagai barrier envelope untuk mengatasi depot-depot yang mengalami
kondisi kritis dengan menggunakan pendekatan landed cost di envelope masing-
masing.
8. Menghindari terjadinya penumpukan antrian kapal akibat tidak tersedianya supply
dari kilang dan penyimpanan BBM impor yang terpusat di satu tempat

Metodologi proyek akhir dibuat dengan tujuan agar proyek akhir dapat berlangsung
secara sistematis dan mampu menghasilkan solusi yang tepat dan bermanfaat bagi PT
PERTAMINA (Persero). Gambar 3.2 menunjukan diagram alir tahapan metode
pemecahan masalah yang akan dilakukan pada proyek akhir ini.

58
STUDI
KONDISI
PERUSAHAAN

PENGENALAN
SISTEM DITRIBUSI
EKSISTING

IDENTIFIKASI STUDI
KONSEP ENVELOPE LITERATUR

PENENTUAN
METODE
SOLUSI MASALAH

PEN GUM PUL A N DA T A

DEMAND & KAPASITAS JARAK


SUPPLY
-
TANGKI TIMBUN DENGAN
SUPPLY POINT

SEWA,
DAYA ANGKUT KONDISI TRHUPUT
&JENIS KAPAL GEOGRAFIS HARIAN

USULAN
RUTE

PEN GOL A HA N
DA T A & A N A L I SA
COST / KL /
LT

RENCANA
IMPLEMENTASI

Gambar 3.2 Diagram Alir Pengerjaan Proyek Akhir


Sumber: Hasil Pengolahan

Penjelasan tahapan proyek akhir pada Gambar 3.1 adalah sebagai berikut:

3.2.1 Studi Kondisi Perusahaan.


Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perusahaan dimulai dari sejarah
perusahaan, lingkup usaha, uraian unit kerja, visi misi perusahaan, kebijakan umum,
struktur organisasi, budaya perusahaan, dan terutama untuk mendapatkan gambaran
secara menyeluruh mengenai sistem distribusi dan kondisi infrastruktur (depot, kilang
dan kapal) sepanjang jalur rantai pasok yang dijalankan PT PERTAMINA (Persero).

59
Pengenalan kondisi perusahaan ini dilakukan selama masa internship, dengan waktu
tiga bulan dari bulan Februari 2008 sampai Mei 2008.

3.2.2 Pengenalan Sistem Distribusi Eksisting


Setelah mengenal kondisi perusahaan, tahap berikutnya adalah mengidentifikasi
jalur distribusi. Tahap identifikasi ini dilakukan terbatas pada isu bisnis dalam
pendistribusian BBM eksisting untuk produk premium, kerosene dan solar saja, hal ini
dilakukan untuk menjaga fokus penyelesaian masalah sehingga proyek akhir dapat
berlangsung efektif. Pembuatan proyek akhir ini melanjutkan tesis yang telah diteliti
sebelumnya oleh Nova Triantoso (MBA Reguler 35) dengan judul Optimasi Rantai
Pasok Terpadu di PT PERTAMINA (Persero) , tentang konsep envelope.
Untuk mempermudah pengenalan masalah, maka pada proyek akhir ini
dilakukan wawancara dengan para stakeholders dan peneliti sebelumnya. Wawancara
dilakukan sebatas pada kekurangan-kekurangan sistem distribusi dan evaluasi yang
sedang dan akan diperbaiki oleh perusahaan. Isu utama yang diangkat dalam proyek
akhir ini adalah identifikasi kondisi eksisting depot dan jalur rantai pasok PT
PERTAMINA (Persero) untuk produk premium, solar dan kerosen di Indonesia.
Diharapkan dengan melakukan identifikasi ini akan diperoleh gambaran secara
menyeluruh tentang karakteristik demand BBM, kondisi geografis daerah, kondisi
infrastruktur setiap elemen rantai pasok dan sistem distribusi BBM.

3.2.3 Identifikasi Konsep Envelope


Tahapan berikutnya adalah mengidentifikasikan konsep envelope yang telah
dibuat sebelumnya. Apa dasar justifikasi envelope, bagaimana sistem distribusi
envelope, bagaimana jalur perhitungannya, berapa tingkat visibilitas konsep envelope
dan kekurangan serta kelebihan konsep envelope, dilakukan dalam tahap ini. Dengan
melakukan identifikasi konsep envelope, diharapkan peneliti akan mendapatkan
kesamaan konsep, sistematika dan tujuan pembuatan konsep envelope, sehingga rute
yang dibuat menjadi lebih sempurna.

3.2.4 Studi Literatur


Tujuan dalam rantai pasok ialah memastikan material terus mengalir dari sumber
ke konsumen akhir. Bagian-bagian (parts) yang bergerak di dalam rantai pasok haruslah
berjalan secepat mungkin. Dengan tujuan mencegah terjadinya penumpukan inventori,

60
maka arus material diatur sedemikian rupa agar bagian-bagian dari satu lokal dapat
bergerak dalam koordinasi yang teratur. Istilah yang sering digunakan ialah
synchronous. (Knill, 1992).
Ditinjau dari sisi inventory cost, pengurangan inventory cost akan berpengaruh
terhadap peningkatan kinerja keuangan dan operasional perusahaan, namun hal ini dapat
dilakukan selama tidak terjadi kondisi stock-out. Kesimpulannya pengurangan cycle
time dan inventory cost hanya dapat dilakukan jika tidak terjadi pengurangan kepuasan
pelanggan.
Distribusi adalah ibarat urat nadi suatu perusahaan, kecepatan dan standar
service level yang baik sangat diperlukan dalam situasi bisnis yang kompetitif. PT
PERTAMINA (Persero) sebagai pemain sumber energi yang paling lama di dalam
negeri sudah tentu memilki jaringan distribusi yang luas, dan infrastruktur yang handal,
tetapi apakah kedua hal tersebut akan terus menjamin PT PERTAMINA (Persero)
sebagai market leader di Indonesia.
Sistem distribusi yang baik adalah sistem distribusi yang fleksibel dan dinamis
sesuai dengan strategi perusahaan serta keinginan konsumen (consumer centris). Sistem
distribusi yang efektif dan efisien mencerminkan citra dan keunggulan perusahaan
dalam pengelolaan manajemen operasi perusahaan yang profesional, handal dan
berorientasi pada profit.
Studi literatur yang dilakukan pada proyek akhir ini terkait dengan optimasi dan
evaluasi eksisting yang sedang dan telah dilakukan. Studi literatur ini dilakukan untuk
mengetahui tentang kondisi ideal supply dan distribusi yang berlandaskan pada teori.
Kesenjangan antara teori dan kondisi realisasi di lapangan akan dijadikan titik tolak
dalam merumuskan kebijakan perbaikan sistem distribusi yang akan diterapkan dan
langkah implementasi apa yang harus dilakukan oleh perusahaan.

3.2.5 Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam proyek akhir ini adalah berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Observasi
dilakukan sepenuhnya di kantor pusat PT PERTAMINA (Persero), Divisi Supply dan
Distribusi. Hal ini dilakukan karena seluruh kegiatan kontrol dalam pendistrbusian
BBM dilakukan dari kantor pusat. Wawancara dilakukan karena tidak tersedianya
waktu dan kondisi yang memungkinkan untuk melakukan survey lapangan secara
langsung ke fasilitas-fasilitas PT PERTAMINA (Persero) yang tersebar di seluruh

61
wilayah Indonesia. Diharapkan dengan mewawancarai para stakeholders yang
berpengalaman, solusi masalah yang dihasilkan akan mendekati kondisi sebenarnya.
Wawancara dilakukan dengan beberapa key person yang terkait dengan manajemen
supply and distribution, antara lain:
1. Manajer Evaluasi dan Pendukung (Manager Support and Evaluation)
2. Manajer Perencanaan dan Operasional (Manager Planning and Operation)
3. Asisten Manajer Evaluasi dan Pendukung (Asisten Manager Support and
Evaluation)
4. Asisten Manajer Perencanaan dan Operasional (Asisten Manager Planning and
Operation)

Data sekunder diperoleh dari data-data pendukung peneliti sebelumnya ditambah


dengan data-data terbaru dalam penentuan kebijakan distribusi BBM. Selain itu untuk
mendapatkan gambaran lingkungan eksternal kondisi perusahaan yang berlandaskan
opini publik, maka ditambah dengan data-data dari internet.

3.2.6 Pengolahan dan Analisis


Selain melihat dari sisi profitabilitas perusahaan, pengolahan dan analisis
dilakukan dengan menggunakan dasar justifikasi kebutuhan produk yang bersifat
continue dan urgent (terus menerus dan harus ada). Hal ini diambil karena keputusan
yang dibuat akan sangat berpengaruh pada kehidupan hajat hidup orang banyak.
Pengolahan dan analisis pada proyek akhir ini menggunakan software yang diperoleh
dari PT PERTAMINA (Persero) maupun dari hasil pencarian peneliti sendiri. Untuk
lebih jelasnya maka dapat dilihat pada sub bab berikutnya yang menjelaskan diagram
alir proses pengolahan data.

3.2.7 Rencana Implementasi


Pada intinya konsep envelope ditujukan untuk mengatasi depot krisis dan kritis
yang sering terjadi pada saat sekarang ini. Konsep envelope merupakan salah satu
alternatif master program yang akan diterapkan oleh PT PERTAMINA (Persero) dalam
waktu dekat, maka dari itu dibutuhkan kerjakeras, ketegasan dan keberanian dari pihak
perusahaan untuk menetapkan suatu konsep distribusi yang efektif dan efisien.
Perubahan sistem distribusi baru akan mempunyai dampak sosial yang cukup besar
dalam tubuh perusahaan, terkait dengan elite politik, dominasi kekuasaan dan budaya

62
perusahaan yang sudah mengakar berpuluh-puluh tahun. Rencana Implementasi secara
detail akan dijelaskan pada Bab IV.

3.3 Metoda Penelitian


Proyek akhir ini menggunakan metoda yang bersifat kuantitatif dan kualitatif
seputar distribusi dan rantai pasok BBM di PT.PERTAMINA (Persero). Adapun metoda
yang dipakai diantaranya:

3.3.1 Saving matrix Method


Saving matrix method adalah suatu metode untuk menentukan rantai pasok
terpadu dengan batasan waktu. Tahapan yang digunakan dalam analisis ini adalah:
1. Identifikasi jarak antara matrix asal dan tujuan
2. Identifikasi savings matrix, yaitu mencari jalur yang paling optimal dari
matrix asal tujuan.
3. Menentukan jenis kapal tanker yang dipakai dan rute angkutan
Tahapan pertama sampai ketiga digunakan untuk menetapkan jenis kapal tanker dan
mencari rute yang optimal untuk meminimasi jarak tempuh pengiriman BBM.

3.3.2 Identifikasi Matrix Jarak


Identifikasi matrix jarak setiap depot dan kilang yang akan dikunjungi. Jarak
digunakan sebagai pengganti dari ongkos transportasi dan distribusi antar lokasi
(Chopra and Meindl, 2004:437). Bila ongkos transportasi antara lokasi diketahui, maka
dapat digunakan sebagai pengganti variabel jarak. Jarak distribusi di notasikan dengan
Dist (A, B) di dalam grid antara lokasi A dengan titik koordinat (Xa, Ya) dan lokasi B
dengan koordinat (Xb, Yb) dapat diformulasikan sebagai berikut:

Dist (A,B) = [(Xa-Xb)2 + (Ya-Yb)2]-1/2

Jarak antar lokasi adalah tahapan selanjutnya untuk mengevaluasi saving matix.

3.3.3 Identifikasi Saving Matrix


Saving matrix mewakili penghematan dalam penggunaan moda transportasi
untuk mendistribusikan produk kedua tempat dengan menggunakan satu moda
angkutan. Penghematan dapat dievaluasi pada variabel jarak, waktu, dan ongkos (cost).

63
Rute pengiriman dapat diidentifikasi dari urutan tiap lokasi yang dikunjungi oleh moda
angkutan, sebagai contoh: rute dari DC (Depot Utama) depot penyalur x DC
(Depot Utama). Berawal dari depot utama ke depot penyalur x. Penghematan dapat
diidentifikasi dari koordinat S(x,y) jarak dapat dihemat bila rute perjalanan dari depot
utama depot penyalur x depot penyalur y depot utama yang dihasilkan dan
dikombinasikan dari satu rute perjalanan. Penghematan ini dapat diformulasikan sebagai
berikut:

S(x,y) = Dist(DC,x) + Dist (DC,y) Dist (x,y)

3.3.4 Menentukan Jenis dan Rute Perjalanan Kapal Tanker


Pemilihan jenis dan rute kapal tanker pada umumnya disesuaikan dengan
limitasi kapasitas daya angkut kapal dan sistem kompartemen yang dimiliki masing-
masing kapal. Keputusan yang diambil pada pemilihan jenis dan rute perjalanan,
memiliki kecenderungan untuk memaksimalkan penghematan ongkos distribusi dan
pengurangan jumlah kapal tanker yang beroperasi. Pertimbangan jalur distribusi
merupakan salah satu objek dari penghematan.
Bila keadaan jalur distribusi/rantai pasok harus memenuhi dua atau lebih titik
yang terpisah, maka untuk melakukan penghematan kedua rute tersebut dapat
dikombinasikan dengan batasan sistem pengiriman. Sistem pengiriman yang dimaksud
adalah pola distribusi berurut atau lebih dikenal dengan nama multy-port yang pada
dasarnya bertujuan untuk meminimasi jarak tempuh pengiriman dan pengurangan moda
angkutan. Berikut adalah cara penentuan sistem distribusi multy-port (Chopra and
Meindl, 2004:442).

Farthest insert (sisipan terjauh)


Penentuan jalur distribusi (termasuk penentuan distribusi langsung dari DC/
Depot Utama) kepada setiap konsumen/depot penyalur. Sisipan terjauh bertujuan untuk
meminimalisasi peningkatan jarak pengiriman, cara meminimalisasi hal tersebut adalah
dengan menyisipkan demand yang potensial pada jalur distribusi dengan pertimbangan
menyisipkan demand yang terjauh untuk menghindari pembuatan rute baru. Proses
tersebut dilanjutkan sampai dengan semua demand terlayani dan masuk ke dalam jalur
distribusi.

64
Nearest Insert (sisipan terdekat)
Penentuan jalur distribusi (termasuk penentuan distribusi langsung dari
DC/depot utama) kepada setiap depot penyalur. Sisipan terdekat bertujuan untuk
meminimalisasi peningkatan jarak pengiriman, cara meminimalisasi hal tersebut adalah
dengan menyisipkan demand yang potensial pada jalur distribusi, dengan pertimbangan
menyisipkan demand yang terdekat untuk menghindari pembuatan rute baru dan tidak
terlayaninya demand. Proses tersebut dilanjutkan sampai dengan semua demand
terlayani dan masuk ke dalam jalur distribusi.

Nearest Neighbor (sisipan dari tetangga terdekat)


Pada tahap ini jalur distribusi berawal dari sumber, prosedur ini
mengikutsertakan demand terdekat ke dalam jalur distribusi yang terdekat dengan
demand terakhir yang dikunjungi oleh moda angkutan sampai dengan semua demand
telah terkunjungi.

Sweep (menjalar)
Pada prosedur sweep, demand yang ada pada grid terpilih (biasanya sumber itu
sendiri) dan menjalar. Jalur distribusi dibangun oleh demand beruntun dalam proses
order (Chopra and Meindl, 2004:443).

Pola multy-port yang dipakai dalam proyek akhir ini merupakan penggabungan
beberapa teori di atas.

3.4 Pola Sistem Distribusi


Sistem distribusi yang dipakai dalam proyek akhir ini menggunakan pola
campuran antara point-to-point dan multy-port. Pola point-to-point biasanya dilakukan
pada depot yang memiliki demand yang besar, sehingga jenis kapal yang digunakannya
pun berkapasitas besar. Pola point-to-point ini banyak dilakukan di zona envelope dua
yang memiliki karakteristik demand BBM yang besar disetiap titik timbunnya. Pola
multy-port dipakai jika depot-depot di sekitar daerah sumber memiliki komposisi yang
seimbang antara kapasitas tanki timbun dengan demand yang dimilikinya, jika
karakternya sama maka dimungkinkan untuk melakukan pola multy-port, selain itu ada
pertimbangan jarak, tingkat service level, kondisi geografis atau medan yang akan
dilalui dan batasan efisiensi dalam daya angkut kapal. Hasil ini harus diuji lagi dengan

65
asumsi jika pemenuhan demand depot dilakukan dengan pola point-to-point, hal ini
dilakukan untuk menguji kelayakan pola multy-port yang dibuat.
Informasi yang akurat tentang kondisi dan kapabilitas depot di lapangan sangat
multak diperlukan dalam pembuatan pola multy-port, karena jika terjadi kesalahan
dalam penjadwalan di salah satu depot saja, maka akan mengakibatkan keterlambatan di
depot tujuan berikutnya. Pola yang dipakai dalam multy-port menggunakan sistem
berantai seri (bukan pararel), sehingga dengan mempertimbangkan tingkat keakuratan
dan kedetailan informasi di lapangan, diharapkan pola multy-port yang dibuat benar-
benar optimal.

3. 5 Tahapan Perancangan Rute, Demand Rata-rata vs Supply Rata-rata


Perancangan rute distribusi BBM pada proyek akhir ini diawali dengan
melakukan identifikasi titik-titik observasi yang berupa sea depot, inland depot,
instalasi, jobber dan kilang di seluruh wilayah Indonesia secara menyeluruh. Penentuan
titik-titik observasi diambil berdasarkan kelengkapan data yang diperoleh dari
PT.PERTAMINA (Persero) seperti data demand, supply, kapasitas timbun, jadwal
pemberangkatan kapal eksisting, jenis kapal tanker yang dapat melakukan loading dan
loading di suatu depot, waktu yang dibutuhkan ketika melakukan bongkar muat dan
data kordinat depot. Dari hasil verifikasi keseluruhan data diperoleh 118 titik observasi
yang terbagi dalam 6 buah kilang utama, 4 buah instalasi, 6 buah depot utama, 7
terminal transit, 2 buah ship to ship, 2 buah tanki timbun, 78 buah sea depot, 11 buah
inland depot, dan 2 jobber. Untuk kelengkapan nama titik observasi tersebut dapat
dilihat pada BAB II tentang kondisi eksisting sistem distribusi dimasing-masing
envelope.
Tahap identifikasi titik-titik observasi dilakukan bersamaan dengan perhitungan
kebutuhan volume BBM impor baik secara nasional maupun per-envelope. Untuk
menghitung agregat volume impor yang dibutuhkan, maka data yang digunakan adalah
data rata-rata demand dan supply BBM dari bulan Oktober sampai Desember 2007.
Dengan menggunakan data rata-rata selama tiga bulan tersebut, diharapkan hasil
perhitungan kebutuhan volume BBM dan pembuatan rute di setiap depot akan
mendekati kondisi realiasasi di lapangan, selain itu solusi yang dihasilkan pun akan
memiliki jangka waktu ketahanan model yang lebih lama.

66
DATA LOKASI &
KOORDINAT

Identifikasi Depot, Ins, Kilang dan


Jobber yg masuk dlm observasi

Saving Matrix

Identifikasi Jarak

DATA DEMAND Metoda dan Rute Kapal


& SUPPLY
1. Farthest insert (Sisipan terjauh)
2. Nearest Insert (Sisipan terdekat)
3. Nearest Neighbor (tetangga terdekat)
VOLUME
4. Sweep (Menjalar)
IMPORT

Flow of material BBM base


on source of supply point

RUTE DISTRIBUSI BBM DGN POLA


POINT-TO-POINT & MULTIPORT

Faktor pertimbangan
JENIS KAPAL TANKER 1. Kondisi Geografis
2. Tanki Timbun Eksisting
3. Kesesuaian demand dgn TT

KOMPOSISI PRODUK &


VOLUME BBM

COST IN OUT Inventory Mngt

1. Round Trip Days (RTD) Rekomendasi perubahan TT


2. Jumlah Kapal di Depot dan Instalasi

Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolahan Data


Sumber: Hasil Pengolahan

Perhitungan volume impor akan digabungkan dengan hasil pengolahan dari


perhitungan saving matrix, identifikasi jarak antar depot dan pola rute pra-klarifikasi.
Hasil dari penggabungan ini adalah berupa flow of material yang terdiri dari produk
premium, kerosene dan solar di masing-masing envelope. Penggabungan ini dilakukan
agar kegiatan supply menjadi lebih efektif dan efisien.
Sebagai tahap awal perancangan flow of material dibuat berdasarkan kedekatan
lokasi depot dengan lokasi sumber supply, tanpa melihat besaran kapasitas tanki timbun
yang dimiliki oleh masing-masing depot. Tahap selanjutnya adalah menentukan rute

67
distribusi dan jenis kapal tanker yang akan digunakan dengan mempertimbangkan
besaran kapasitas tanki timbun di masing-masing depot.
Tahapan penentuan rute distribusi dan jenis kapal tanker menghasilkan
komposisi produk BBM yang akan dibawa dan banyaknya frekuensi pemberangkatan
kapal dalam satu bulan atau satu periode. Pola rute yang buat menggunakan asumsi
bahwa satu rute alur distribusi dari lokasi sumber supply ke lokasi depot penyalur hanya
ditangani oleh kapal tanker yang sama dan tidak berubah-ubah, atau dengan kata lain
setiap kapal hanya memiliki satu rute perjalan, kecuali jika sisa utilitas atau waktu luang
kapal pada suatu rute masih cukup besar, sehingga dimungkinkan untuk melayani rute
lainnya yang berdekatan.
Faktor pertimbangan yang digunakan dalam penentuan jenis kapal adalah medan
yang akan dilalui, kapasitas tanki timbun eksisting dan kesesuaian karakteristik demand
dengan tanki timbun di masing-masing depot. Faktor pertimbangan terakhir dipakai
ketika akan menentukan pola multy-port, pertimbangan terkahir ini diambil karena
tingkat efektivitas dan efisiensi pola multy-port dalam suatu rantai distribusi belum
tentu selalu lebih unggul, hal ini terjadi ketika tanki timbun yang dimiliki oleh suatu
depot sangat minim, jika dibandingkan dengan demand yang dimilikinya. Untuk
memperjelas cara perhitungan dan contoh kasus dapat dilihat pada penjelasan solusi rute
di envelope yang menggunakan pola campuran multy-port dan point-to-point.
Hasil akhir yang ingin dicapai dalam proyek akhir ini adalah penghematan
ongkos distribusi dan rekomendasi perubahan atau penambahan komposisi tanki
timbun, serta penentuan titik lokasi cadangan yang berfungsi sebagai buffer di masing-
masing envelope. Ongkos distribusi yang dimaksud adalah berupa freight cost atau
ongkos total per-kilo liter atau per-liter dari satu lokasi sumber supply ke lokasi depot
penyalur. Sedangkan rekomendasi penambahan tanki timbun di buat jika waktu buffer
yang miliki suatu depot kurang dari waktu tempuh yang dapat dicapai dari supply point
terdekatnya, sehingga depot tersebut rentan terhadap kondisi kritis. Walaupun demikian
jalur rute yang dibuat pada proyek tugas akhir ini sudah dapat dijalankan tanpa adanya
penambahan kapasitas tanki timbun di depot. Penentuan titik lokasi cadangan buffer
envelope dibuat untuk menangani kekurangan supply yang disebabkan oleh kilang
shutdown, ataupun masalah lain seperti kerusakan pompa dan cuaca. Besarnya kapasitas
timbun produk yang harus dimiliki oleh masing-masing depot dapat dilihat pada bagian
Lampiran A E.

68
3.6 Ongkos per KL (Freight cost)
Pemerintah bersama jajarannya meminta PT PERTAMINA (Persero) untuk
membuat kepastian ongkos di masing-masing rute, tetapi sampai sekarang freight cost
yang diinginkan tersebut sulit untuk diketahui secara pasti karena pola distribusi yang
berjalan masih bersifat acak, sehingga ongkos yang diketahui hanya berupa agregat
secara keseluruhan.
PT PERTAMINA (Persero) menggunakan firing sytem dalam mendistribusikan
BBM, atau sistem dadakan ketikan terjadi indikasi depot kekurangan supply atau kilang
bermasalah. Walaupun flow of material produk sudah dibuat, pengambilan supply BBM
untuk depot kritis seringkali dilakukan dengan mengambil persediaan dari depot lain
yang masih memiliki cadangan cukup besar, padahal kegiatan tersebut dapat
menyebabkan berubahnya arus distribusi dan sistem inventory depot yang bersangkutan,
serta berimbas pada perubahan jadwal rute kapal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya pergerakan kapal tanker dari barat ke timur Indonesia yang dirasakan kurang
efektif dan efisien.
Freight cost adalah Round Trip Days (RTD) dikali dengan sewa kapal ditambah
biaya operasional dan biaya pelabuhan. Ongkos dan formula perhitungan distribusi
point-to-point dan multy-port memiliki perbedaan dalam hal cakupan depot yang akan
dilalui oleh suatu kapal tanker. Formula yang dipakai dalam perhitungan pola point-to-
point adalah sebagai berikut:

Freight Cost per-KL = (2(sea days + loading + unloading) x sewa kapal


per-hari) + bungker consumption sea + bungker consumption loading +
bungker consumption discharging + portcharge

Formula yang dipakai dalam perhitungan pola multy-port adalah sebagai berikut:

Freight Cost per-KL = ((sea days + loading + unloading) x sewa kapal


per-hari) + bungker consumption sea + bungker consumption loading +
bungker consumption discharging + portcharge) + ((sea days +
unloading) x sewa kapal per-hari) + bungker consumption sea + bungker
consumption discharging + portcharge) + ..... + ((sea days x sewa kapal
per-hari) + bungker consumption sea)

69
Komposisi produk BBM yang dibawa oleh setiap kapal tanker disesuaikan
dengan tanki timbun eksisting yang dimiliki masing-masing depot. Karena berbagai
keterbatasan data yang diperoleh dari perusahaan, maka perhitungan freight cost masih
menggunakan beberapa asumsi dalam perhitungannya. Asumsi-asumsi tersebut adalah:
1. Biaya sewa dan kecepatan kapal tanker untuk masing-masing jenis diwakili oleh
satu buah kapal yang dianggap dapat mengambarkan populasi jenis kapal
tersebut. Kecepatan kapal (knot) menggunakan kecepatan rata-rata kapal
tersebut.
2. Berat jenis produk premium, kerosene dan solar diwakili oleh produk solar yang
mempunyai berat jenis tertinggi.
3. Jarak dihitung dengan satuan mil laut.
4. Konversi mata uang rupiah memakai indeks Rp 9300,00 per 1 $ US.
5. Kekosongan data waktu loading dan unloading kapal di depot-depot atau lokasi
lainnya diasumsikan dengan menggunakan standar waktu yang telah ditetapkan
oleh PT PERTAMINA (Persero).
6. Hanya ada satu nilai freight cost untuk setiap rute baik untuk rute yang
menggunakan point-to-point maupun multy-port.

3. 7 Faktor faktor yang Dipertimbangkan Dalam Perancangan Rute


Rute dalam distribusi merupakan hasil integrasi antara kegiatan-kegiatan yang
terjadi dalam suatu proses rantai pasok. Pembuatan suatu rute kapal memerlukan
pertimbangan dan perhitungan yang baik dan matang. Berdasarkan data distribusi tahun
2007, PT PERTAMINA (Persero) memiliki 111 depot dan 6 kilang yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia dan ditangani oleh 118 kapal tanker dengan berbagai tipe.
Dengan evaluasi dan pembuatan pola rute baru diharapakan sistem distribusi akan
menjadi lebih efektif dan efisien. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan
jalur atau routing adalah:
1. Volume demand di masing-masing depot
2. Volume ketersediaan BBM di lokasi sumber supply
3. Kapasitas tanki timbun di depot dan di sumber supply.
4. Jarak lokasi depot dengan lokasi sumber supply terdekat.
5. Jenis dan ongkos sewa kapal.
6. Kondisi geografis atau medan yang akan dilalui.
7. Volume objective thruput per-hari dari masing-masing depot.

70
8. Karakteristik inventory dan demand di masing-masing depot (diperlukan
dalam menentukan pola multy-port).

3.8 Kebutuhan Impor vs Kilang


Data volume material balance pada bulan Oktober sampai Desember merupakan
masa peak season konsumsi BBM di dalam negeri, kondisi ini dijelaskan pada BAB II
tentang karakteristik demand BBM nasional. Berdasarkan alasan tersebut maka dapat
diprediksi kebutuhan BBM diawal tahun akan berada di bawah atau bergerak di sekitar
angka rata-rata demand Oktober sampai Desember. BBM impor diasumsikan
seluruhnya berasal dari Singapore.
Berdasarkan hasil perbandingan rata-rata demand dan supply data material
balance Oktober sampai Desember diperoleh bahwa volume impor BBM yang
dibutuhkan setiap bulan adalah 1.018.797 KL BBM yang terdiri dari 418.567 KL
premium, 52.496 KL kerosene, dan 547.735 KL solar. Walaupun demikian jumlah
realisasi BBM yang diimpor dari Singapore melebihi jumlah BBM impor tersebut di
atas. Menurut data Oktober sampai Desember BBM impor dari Singapore berjumlah
1.799.326 KL, terdiri dari 490.869 KL premium, 96.219 KL kerosene, dan 1.212.238
KL solar, jadi terdapat kelebihan BBM sekitar 780,529 KL atau sekitar 77% yang
mayoritas merupakan produk solar. Kelebihan impor ini mungkin diperuntukan bagi
sektor industri yang tidak tercantum dalam penelitian proyek akhir.

Tabel 3.1 Demand, Produksi Kilang dan Kebutuhan Impor BBM (dalam KL)

Demand BBM / bln Jml kebutuhan BBM Import


REGION
Premium Kerosine Solar SUM Premium Kerosine Solar SUM
ENVELOPE 1 329,773 156,099 555,674 1,041,546 128,637 12,369 310,885 451,890
ENVELOPE 2 721,804 364,415 478,943 1,565,161 59,412 0 0 59,412
ENVELOPE 3 276,908 165,986 276,371 719,265 226,720 56,409 232,318 515,447
ENVELOPE 4 176,620 91,132 307,888 575,640 0 0 0 0
ENVELOPE 5 26,927 18,122 72,785 117,834 0 0 0 0
SUM 1,532,033 795,754 1,691,660 4,019,446 414,769 68,778 543,202 1,026,749

KILANG Produksi BBM / bln


Premium Kerosine Solar SUM
Dumai 99,799 94,849 181,234 375,882 ENVELOPE 1
Plaju 104,993 74,818 75,260 255,071 ENVELOPE 1
Cilacap 404,814 295,825 319,961 1,020,600 ENVELOPE 2
Balongan 253,923 61,745 149,142 464,810 ENVELOPE 2
Balikpapan 244,224 212,742 409,425 866,391 ENVELOPE 4
Kasim-Sorong 5,713 3,278 8,904 17,895 ENVELOPE 5
SUM 1,113,466 743,258 1,143,926 3,000,649

Sumber: Hasil Pengolahan

71
Jika menganalogikan pemenuhan kebutuhan BBM depot berdasarkan pada
kecukupan dan kedekatan supply point disuatu daerah maka untuk daerah Kalimantan,
Sulawesi, Irian Jaya dan Kupang, tidak memerlukan tambahan BBM dari impor, karena
produksi Kilang Balikpapan cukup besar untuk memenuhi demand keempat daerah di
atas. Untuk daerah envelope 2 dan 3 yang mendapat tambahan impor adalah daerah
pesisir utara Pulau Jawa, hal ini dilakukan karena pertimbangan jarak tempuh dan
ongkos yang lebih dekat dan murah jika pengiriman dilakukan dari Singapore. Untuk
wilayah Sumatera atau envelope 1, supply impor dilakukan pada beberapa daerah di
bagian pesisir barat Sumatera yang terbentang dari Daerah Istimewa Aceh sampai
Provinsi Lampung.
Berdasarkan perimbangan perhitungan demand dan produksi kilang, maka BBM
impor untuk produk premium di transfer ke daerah envelope 1, 2 dan 3, sedangkan
untuk produk kerosene dan solar di transfer ke daerah envelope 1 dan 3. Produk solar
merupakan produk impor terbesar. Untuk memperjelas gambaran di atas dapat dilihat
pada Gambar 3.4.

310.885

Import
128.637 Lokal
KRUENG RAYA

LHOK SEUMAWE 12.369


Import Premium
Import Kerosine
UP. I - PKL. BRANDAN P. NATUNA
MEULABOH
Import Solar
ENVEPOPE 1
TARAKAN TAHUNA
LAB. DELI

SIBOLGA

BITUNG

G. SITOLI UP. II - DUMAI P. BATAM TOBELO


TOLI - TOLI
SIAK
TERNATE
SINGAPORE BONTANG GORONTALO

TJ.UBAN
SINTANG MOUTONG
Solar
TT. TLK. PONTIANAK SAMARINDA
DONGGALA SUBUNG PABUHA BIAK
KABUNG P. SAMBU
JAMBI SORONG
BALIKPAPAN POSO
MANOKWARI
PARIGI LUWUK
CILIK RIWUT SANANA TT. SERUI
SAMPIT KOLONDALE WAY AME

ENVEPOPE 4
BULA
PALOPO JAYAPURA
BENGKULU BANGGAI
UP. III - PLAJU PKL.BUN P. PISANG NAMLEA NABIRE
KENDARI MASOHI
BANJARMASIN PARE - PARE
STS KOTA BARU FAK - FAK
KAIMANA
KOLEKA

ENVEPOPE 2 PANJANG
KOTA BARU
RAHA

BAU -BAU
T. SEMANGKA UJ. PANDANG
DOBO
TUAL
PLUMPANG
TT.
TG. GEREM/MERAK SEMARANG CAMPLONG ENVEPOPE 5
SURABAYA
STS KALBUT
MENENG MERAUKE
UP. IV BADUNG MAUMERE
KALABAHI
CILACAP REO
59.412 AMPENAN L. TUKA
SAUMLAKI
TT. TLK BIMA ENDE DILI
MANGGIS
ATAPUPU

ENVEPOPE 3
WAINGAPU

KUPANG

226.720 232.318

56.409

Gambar 3.4 Perbandingan Volume BBM Lokal & Impor


Sumber: Hasil Pengolahan

72
3.9 Rantai Pasok Supply dan Distribusi Envelope Satu
3.9.1 Demand dan Supply Envelope Satu
Demand BBM envelope satu berada diperingkat ke-dua dari 5 envelope yang ada
di Indonesia, demand BBM envelope ini memiliki prosentase sebesar 26% dari demand
BBM nasional. Jumlah total demand envelope satu adalah 1.041.546 KL per-bulan yang
terdiri dari 329.773 Kl premium (32%), kerosene 156.099 KL (15%) dan solar 555.674
KL (53%).
Sebagian besar demand envelope satu dipenuhi oleh 2 buah kilang di Sumatera,
yaitu Kilang Dumai dan Kilang Plaju, sedangkan Kilang Brandan sudah ditutup, karena
dianggap sudah tidak produktif. Kedua kilang ini memproduksi BBM sebesar 630.953
KL yang terdiri dari premium 204.792 Kl, kerosene 169.667 KL dan solar 256.494 KL.
Jumlah produksi kedua kilang yang masih produktif di atas hanya mampu menutupi
61% kebutuhan BBM di envelope satu. Kekurangan BBM berada pada produk premium
sebesar 124.981 KL (38%) dan produk solar sebesar 299.180 KL (54%), sedangkan
produk kerosene mengalami kelebihan produksi sebesar 13,568 KL.
Langkah pertama untuk mempermudah penempatan produk BBM lokal dan
impor di envelope satu adalah dengan melakukan pembagian wilayah envelope satu
dalam beberapa sub area yang berdasarkan pada kedekatan lokasi depot dan kedekatan
supply point. Dari hasil pengolahan dihasilkan 3 buah sub area di envelope satu yaitu di
bagian utara Pulau Sumatera, tengah Pulau Sumatera dan selatan Pulau Sumatera.
Pembagian ketiga sub area tersebut menghasilkan pola distribusi supply utama
untuk depot utama, instalasi atau terminal transit yang berfungsi mentransfer BBM ke
depot-depot penyalur. Sub area satu terdiri dari 13 titik observasi yang terdiri dari 8
buah sea depot, 3 buah inland depot dan 2 buah instalasi. Tiga belas titik observasi
tersebut tersebar dalam 3 wilayah kecil yaitu:
1. Wilayah Kabung/Bungus terdiri dari: Depot Meulaboh, Depot Sibolga, Depot
G.Sitoli dan Terminal Transit Kabung/Bungus.
2. Wilayah Dumai terdiri dari: Depot Dumai dan Depot Siak.
3. Wilayah Medan terdiri dari: Depot Lhokseumawe, Depot Sabang, Depot
Kruengraya, Instalasi Medan, Depot Pematangsiantar dan Depot Kisaran.

73
Tabel 3.2 Pembagian Sub Daerah Envelope Satu
SUB AREA 1 SUB AREA 2 SUB AREA 3
1 Depot Lhok Seumawe 1 Depot Kertapati 1 Depot BATAM
2 Depot Krueng Raya 2 Depot Pangkal Balam 2 Depot Natuna Group
3 Depot Meulaboh 3 Depot Baturaja 3 TT T. Uban
4 Depot Sabang 4 Depot Lahat 4 TT P. Sambu
5 Inst. Medan Group 5 Depot Lubuk Linggau 5 Depot Tembilahan
6 Depot Dumai 6 Tg. Pandan P (JOBER)
7 Depot Sibolga 7 Depot Jambi
8 Depot P. Siantar 8 Depot Pontianak
9 Depot Kisaran 9 Depot Sintang
10 Depot P. Brandan
11 Depot G. Sitoli
12 TT Teluk Kabung
13 Depot Siak

sea depot Instalasi / term transit inland depot


jobber

Sumber: Hasil Pengolahan

Sub area dua meliputi 9 depot yang terbagi dari 4 inland depot dan 5 sea depot
yang salah satunya merupakan jobber. Sub area tiga terdiri dari 3 depot dan 2 terminal
transit. Terminal Transit Tanjung Uban dan Pulau Sambu pada sub area tiga merupakan
terminal transit utama yang mensupply kebutuhan BBM impor ke envelope-envelope
lain, selain itu ke dua terminal transit ini berfungsi sebagai tanki timbun BBM impor
yang dipasok dari Singapore.

3.9.2 Flow of material BBM Envelope Satu


Dengan mengutamakan kecukupan supply lokal di masing-masing envelope dan
tingkat efesiensi yang berdasarkan kedekatan jarak, maka Terminal Transit Teluk
Kabung memperoleh supply premium, kerosene dan solar dari Kilang Dumai,
sedangkan untuk Instalasi Medan memperoleh kerosene dan solar dari Kilang Dumai di
tambah supply premium, kerosene dan solar dari Singapore. Demand BBM Depot
Dumai di transfer dari Kilang Dumai langsung dengan menggunakan moda pipa. Depot
Siak memperoleh premium, kerosene dan solar dari Kilang Dumai, walaupun demikian
jumlah pasokan premium dari Kilang Dumai ke Depot Siak hanya menutupi 83%
demand premium, maka dari itu diperlukan tambahan supply premium dari Terminal
Transit Tanjung Uban sebesar 9.546 KL.
Terminal Transit Teluk Kabung selain melayani kebutuhan lokal, melayani juga
kebutuhan depot-depot sekitarnya seperti Depot Sibolga, Depot G.Sitoli dan Depot
Meulaboh. Jumlah BBM yang dibutuhkan oleh Terminal Transit Teluk Kabung

74
ditambah dengan demand depot penyalur di sekitarnya adalah 135.694 KL BBM yang
terdiri dari 53.601 KL premium, 22.681 KL kerosene dan 59.411 KL solar.

Sabang
Premium
Solar
Kruengraya Kerosine
Lhokseumawe PKS

Meulaboh
Natuna
MEDAN SNG

P. Siantar Kisaran

Sibolga Uban & Sambu


DUMAI
G Sitoli
Pontianak
Siak
Batam

Sintang
Tembilahan

TT, BUNGUS
Jambi Pkl Balam

Tj Pandan
Lubuk Linggau
PLAJU

Lahat
Baturaja

Gambar 3.5 Flow of Material BBM untuk Depot Utama dan Instalasi
Sumber: Hasil Pengolahan

Instalasi Medan menangani inland Depot Kisaran dan Depot Pematangsiantar


dengan moda RTW (Rail Tank Wagon). Selain melayani kedua inland depot di selatan
Kota Medan, Instalasi Medan melayani kebutuhan BBM sea depot di Daerah Istimewa
Aceh yaitu Depot Sabang, Depot Kruengraya dan Depot Lhokseumawe. Total demand
Instalasi Medan ditambah dengan demand depot-depot penyalur di sekitarnya berjumlah
264.657 KL BBM, terbagi dari 99.494 KL premium, 57.131 Kl kerosene dan 108.031
KL solar. Produksi Kilang Dumai hanya mampu memasok 56.835 KL kerosene dan
15.444 KL solar untuk menutupi kebutuhan Instalasi Medan, sisa kebutuhan premium,
kerosene dan solar didatangkan dari Terminal Transit Tanjung Uban yang berasal dari
sumber impor.

75
Sabang
Premium
Solar
Kruengraya Kerosine
Lhokseumawe PKS

Meulaboh
Natuna
MEDAN

P. Siantar Kisaran

Sibolga Uban & Sambu


DUMAI
G Sitoli
Pontianak
Siak
Batam

Sintang
Tembilahan

TT, BUNGUS
Jambi Pkl Balam

Tj Pandan
Lubuk Linggau
PLAJU

Lahat
Baturaja

TJ PRIOK

Baturaja

Gambar 3.6 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Penyalur


Sumber: Hasil Pengolahan

Sub area tiga yaitu Terminal Transit Pulau Sambu, Depot Tembilahan, Depot
Batam dan Depot Natuna memperoleh pasokan BBM dari Terminal Transit Tanjung
Uban berupa premium, kerosene dan solar. Jumlah demand sub area tiga adalah 138.817
KL yang terdiri dari 19.596 KL premium, 12.073 KL kerosene dan 107.148 KL solar.
Seluruh produk BBM di TT Tanjung Uban berasal dari Singapore.
Sub area dua meliputi Depot Kertapati, Depot Pangkalan Balam, Depot
Baturaja, Depot Lahat, Depot Lubuklinggau, Depot Jambi, Depot Pontianak, Depot
Sintang dan Jobber Tanjung Pandan. Demand total BBM yang dibutuhkan sub area dua
adalah 324.924 KL yang terdiri dari: 101.338 KL premium, 48.882 KL kerosene dan
174.705 KL solar. Depot Kertapati merupakan tanki timbun Kilang Plaju yang dikelola
oleh Unit Pengolahan III. Produksi Kilang Plaju sebesar 255.071 KL BBM yang terbagi
dari 104.993 KL premium, 74.818 KL kerosene dan 174.705 KL solar. Jika melihat
perbandingan antar demand sub area dua dan produksi yang dihasilkan Kilang Plaju,
maka terlihat terjadinya kelebihan stock untuk produk premium dan kerosene,
sedangkan untuk produk solar mengalami kekurangan yang cukup besar yaitu 99.445
KL. Kekurangan produk solar ini di penuhi dengan tambahan supply dari Terminal

76
Transit Tanjung Uban ke beberapa sea depot yang berada pada sub area dua, sedangkan
kelebihan produk premium dan kerosene di transfer ke Depot Plumpang yang masuk
dalam wilayah envelope dua.

T.T Kabung Sibolga G.Sitoli


UP II
KILANG DUMAI
Dumai

Sie Siak

IMPORT Ins Medan L.Seumawe Kruengraya

Sabang Meulaboh

Siantar

Kisaran

Tembilahan

PREMIUM STS
T.T Tj Uban Natuna
KEROSINE SEA DEPOT
SOLAR RTW
PIPA T.T P Sambu Batam/Kijang
PKS
KILANG JOBBER

TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI Jambi

Pkl. Balam

Pontianak Sintang
UP III
KILANG PLAJU
Tjg. Pandan Baturaja

Kertapati Lahat

Lubuklinggau

Gambar 3.7 Flow of Material BBM Envelope Satu


Sumber: Hasil Pengolahan

Depot Kertapati memasok kebutuhan BBM inland depot yang berada di selatan
Pulau Sumatera yaitu Depot Baturaja, Depot Lahat dan Depot Lubuklinggau. Jumlah
demand inland depot yang ada di sub area dua berjumlah 124.939 KL yang terdiri dari
45.525 KL premium, 21.469 KL kerosene dan 57.945 KL solar. Walaupun produk solar
di Depot Utama Kertapati merupakan produk utama, produk premium di tiga inland
depot penyalur sekitarnya mempunyai jumlah demand terbesar. Kebutuhan BBM
keempat inland depot ini dipenuhi seluruhnya oleh produksi Kilang Plaju.
Sea depot yang berada di sub area dua adalah Depot Pangkalan Balam, Depot
Jambi, Depot Pontianak, Depot Sintang dan Jobber Tanjung Pandan. Jumlah kebutuhan

77
BBM sea depot yang berda pada sub area dua berjumlah 199,985 KL yang terdiri dari
55.813 KL premium, 27,413 KL kerosene dan 116.759 KL solar. Hampir 60% demand
BBM pada sea depot sub area dua merupakan produk solar. Produk premium dan
kerosene untuk Depot Jambi, Depot Pangkalan Balam, Depot Pontianak dan Depot
Sintang diperoleh dari Kilang Plaju, sedangkan produk solar sepenuhnya di supply dari
TT Tanjung Uban. Demand BBM Jobber Tanjung Pandan di supply seluruhnya dari
Kilang Plaju. Depot Pontianak merupakan depot utama yang mensupply kebutuhan
BBM untuk Depot Sintang.

3.9.3 Rute Distribusi Envelope Satu


Rute kapal tanker dibuat berdasarkan flow of material BBM envelope satu yang
telah dibuat sebelumnya. Pembuatan rute ini dibatasi oleh kapasitas tanki timbun di
masing-masing depot, jenis kapal tanker dan kondisi geografis yang akan dilalui.
Berdasarkan hasil pegolahan data envelope satu dihasilkan 22 buah rute yang sebagian
besar merupakan pola distribusi point-to-point, sedangkan rute yang menggunakan pola
multy-port hanya berjumlah 2 buah.
Pola distribusi multy-port digunakan untuk mensupply Depot Sibolga dan Depot
G Sitoli yang dipasok dari Terminal Transit Teluk Kabung dengan RTD 6.25 hari.
Depot Lhokseumawe dan Depot Kruengraya dipasok dari Instalasi Medan dengan RTD
8.66 hari. Kedua pola multy-port ini menggunakan jenis kapal tipe SMALL 2 dengan
besar freight cost masing-masing $ 5,67 dan $ 7,35 per-kilo liter atau Rp 43,- dan Rp
56,- per-liter
Kapal tipe besar seperti GP dan MR digunakan untuk mentransfer produk BBM
dari Kilang atau refenery sampai Depot Utama atau Instalasi. Hal ini memungkinkan
untuk dilakukan karena besarnya kapasitas demand dan tanki timbun di tempat tujuan.
Kapal besar ini digunakan untuk mentransfer BBM ke Terminal Transit Teluk Kabung
dan Instalasi Medan.
Berdasarkan data eksisiting tanki timbun Terminal Transit Kabung maka suppy
BBM menggunakan 2 buah kapal yang terdiri dari 1 buah kapal jenis MR dan 1 buah
kapal jenis GP, dengan frekuensi 2 kali untuk masing-masing kapal. Round Trip Days
(RTD) dari Kilang Dumai menuju TT Kabung sebesar 10,44 hari. Kapal jenis Medium
Range (MR) membawa 40.454 KL BBM yang terdiri dari 16.322 KL premium, 7.095
KL kerosene, dan 17.037 Kl solar, sedangkan kapal GP membawa 20.227 KL BBM
yang terdiri dari 8.161 KL premium, 3,547 KL kerosene, 8.519 Kl solar. Freight cost

78
kapal jenis MR adalah $ 4,58 per-kilo liter dan $ 6,02 per-kilo liter untuk kapal jenis GP
atau Rp 43,- dan Rp 56,- per-liter.
Kapal tanker tipe kecil seperti SMALL 2, SMALL 1 dan LIGHTER digunakan
untuk mendistribusikan prodok BBM ke depot-depot penyalur. Untuk mendistribusikan
BBM ke Depot Jambi, Depot Tembilahan dan Depot Sintang harus melalui medan
sungai, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan tipe kapal tanker yang besar
dan sistem distribusi yang digunakan adalah sistem point-to-point. Rute nomor 8 yaitu
Depot Meulaboh Depot Sabang Depot Meulaboh merupakan rute termahal yang ada
di envelope satu, dengan ongkos $15,86 perKL atau Rp 120,- per liter.
Instalasi Medan mendapat pasokan kerosene sebesar 18.945 KL dan solar
sebesar 5.148 KL dari Kilang Dumai dengan menggunakan kapal jenis GP. Sisa demand
Instalasi Medan ditutupi oleh TT Tanjung Uban menggunakan 1 kapal jenis SMALL 2
dengan frekuensi 4 kali dan 1 kapal jenis GP dengan frekuensi 3 kali dari Singapore.
Kapal GP mengangkut 3 jenis BBM dengan jumlah 44.694 KL yang terdiri dari 21.500
KL premium, 1.694 KL kerosene dan 21.500 KL solar, sedangkan kapal jenis SMALL
2 mengangkut premium 3.626 KL dan solar 2.977 KL.

Sabang MR
GP
Kruengraya SMALL 2
Lhokseumawe SMALL 1
LIGHTER
Meulaboh 6
Natuna
MEDAN SNG

2 P. Siantar Kisaran

4
1 Sibolga
DUMAI
Uban & Sambu
G Sitoli
Pontianak
Siak
Batam

5 Sintang
Tembilahan

TT, BUNGUS
Jambi Pkl Balam

Tj Pandan
Lubuk Linggau
PLAJU

Lahat
Baturaja
SBY + KALBUT

TJ PRIOK
TJ GEREM
TSEMARANG

Gambar 3.8 Rute Supply dan Distribusi BBM Depot Utama Envelope Satu
Sumber: Hasil Pengolahan

79
Tabel 3.3 Rute Supply dan Distribusi Envelope Satu
NO ROUTE P K S TOTAL OC Type RTD frek TOTAL $/KL Rp/Lt UTILITAS
1 DUMAI Teluk Kabung DUMAI 16,322 7,095 17,037 40,454 90% MR 10.44 2 20.88 4.58 35 20.88
2 DUMAI Teluk Kabung DUMAI 8,161 3,547 8,519 20,227 81% GP 10.44 2 20.88 6.02 46 20.88
3 Teluk Kabung G. Sitoli Sibolga Teluk Kabung 2,098 1,446 2,795 6,340 98% SMALL 2 6.25 5 31.26 5.67 43 31.26
4 DUMAI Inst. Medan DUMAI 18,945 5,148 24,093 96% GP 5.72 3 17.15 2.53 19 17.15
5 T. Uban Inst. Medan T. Uban 21,500 1,694 21,500 44,694 99% MR 7.14 4 28.56 2.76 21 28.56
6 T. Uban Inst. Medan T. Uban 3,626 2,977 5,587 86% SMALL 2 5.54 5 27.69 5.61 42 27.69
7 Inst. Medan Lhokseumawe Kruengraya Inst. Medan 2,444 1,174 2,485 6,103 94% (2) SMALL 2 7.44 8 59.52 7.35 56 29.76
8 Sabang Meulaboh Sabang 662 200 1,186 2,047 58% SMALL 1 5.00 6 30.00 15.86 120 30.00
9 T. Uban Siak T. Uban 3,182 3,182 91% SMALL 1 4.07 3 12.20 5.26 40 12.20
10 DUMAI Siak DUMAI 823 542 1,869 3,234 92% (3) SMALL 1 3.53 17 60.07 4.48 34 18.73
11 T. Uban Natuna Group T. Uban 393 376 1,238 2,007 57% SMALL 1 4.18 1 4.18 8.69 66
12 T. Uban BATAM T. Uban 1,387 416 1,433 3,236 92% SMALL 1 2.41 8 19.27 4.54 34 19.27
13 T. Uban Tembilahan T. Uban 336 1,140 1,421 2,896 83% SMALL 1 3.49 4 13.97 5.03 38 18.00
14 PLAJU Jambi PLAJU 2,600 970 3,570 102% SMALL 1 4.11 7 28.76 4.86 37 28.76
15 T. Uban Jambi T. Uban 2,370 2,370 68% (2) SMALL 1 4.09 12 49.10 7.37 56 24.55
16 PLAJU Pangkal Balam PLAJU 1,889 419 2,308 66% SMALL 1 3.82 6 22.90 6.81 51 22.90
17 T. Uban Pangkal Balam T. Uban 6,083 6,083 94% SMALL 2 4.33 4 17.30 3.92 30 17.30
18 PLAJU Tg. Pandan PLAJU 868 294 1,870 3,032 87% SMALL 1 4.53 3 13.60 8.27 62 13.60
19 PLAJU Pontianak PLAJU 3,945 2,871 6,816 105% SMALL 2 5.02 6 30.09 4.96 38 30.09
20 T. Uban Pontianak T. Uban 5,837 5,837 90% (2) SMALL 2 4.98 10 49.77 4.83 36 24.89
21 Pontianak Sintang Pontianak 318 234 641 1,193 95% (2) LIGTER 4.67 12 56.00 1.38 10 28.00
22 Inst. Medan Sabang Inst. Medan 817 253 1,498 2,568 73% SMALL 1 4.31 6 25.85 7.01 53 25.85
TOTAL 71,372 41,615 85,909 197,879 115 134 639 128 966
RATA-RATA 86% 5 6 29 6 44 77%

P Premium RTD Round Trip Days


K Kerosene OC Occupacy Kapal = daya angkut standar / volume BBM yang diangkut
S Solar UTILITAS Utilitas = RTD X frekuensi per-kapal
Menggunakan kapal yg sama

Sumber: Hasil Pengolahan

80
Envelope satu menggunakan 27 buah kapal untuk melayani 22 buah rute. Dua
puluh tujuh kapal tersebut terdiri dari 2 buah kapal tipe MR, 2 buah kapal tipe GP, 8
buah kapal tipe SMALL 2, 13 buah kapal tipe SMALL 1 dan 2 buah kapal tipe
LIGHTER. Dari data di atas terlihat bahwa sebagian besar rute envelope satu
menggunakan jenis kapal kecil seperti SMALL 1 dan SMALL 2. Kapal yang dapat
digunakan pada jalur Depot Pontianak Depot Sintang hanya tipe LIGHTER, karena
terbatas pada kondisi geografis yang harus melalui sungai. Kapal tipe kecil biasanya
digunakan dengan 3 alasan, alasan pertama digunakan untuk depot-depot dengan
demand yang tidak terlalu besar, alasan kedua karena diakibatkan kondisi geografis
yang tidak memungkinkan dan yang ketiga terbatas pada kapasitas tanki timbun depot
tujuan. 11 rute dari 22 buah rute yang berada pada envelope satu menggunakan kapal
jenis SMALL 1.

22
7 MR
Sabang
GP
Kruengraya SMALL 2
Lhokseumawe SMALL 1
8 LIGHTER
Meulaboh
Natuna
MEDAN

P. Siantar Kisaran 11

10 9
Sibolga
DUMAI
Uban & Sambu
G Sitoli
Batam Pontianak
Siak
12
20
13
3 Sintang
Tembilahan 15 21
17

TT, BUNGUS 19
Jambi Pkl Balam
14
16

Tj Pandan
Lubuk Linggau
PLAJU
18
Lahat
Baturaja

Gambar 3.9 Rute Distribusi BBM Envelope Satu


Sumber: Hasil Pengolahan

Pola distribusi baru menggunakan kapal tanker lebih sedikit dibandingkan


dengan pola distribusi lama atau eksisting yang menggunakan 49 buah kapal dengan
komposisi 3 buah kapal jenis MR, 6 buah kapal jenis GP, 8 buah kapal jenis SMALL2,
24 buah kapal jenis SMALL I dan 8 buah kapal jenis LIGHTER. Penghematan kapal

81
berjumlah 22 buah kapal yang terdiri dari 1 buah kapal jenis MR, 4 buah kapal jenis GP,
11 buah kapal jenis SMALL I dan 6 buah kapal jenis LIGHTER. Penghematan jumlah
kapal akan berdampak pada pengurangan ongkos sewa kapal. Berkurangnya ongkos
sewa kapal mengurangi biaya distribusi. Biaya total sewa kapal pola distribusi lama
dalam envelope satu sekitar $ 8.140.768 sedangkan pola distribusi baru $ 4.625.642,
jadi didapat penghematan sebesar $ 3.515.126 atau Rp 32.690.667.389.00 per-bulan
atau sebesar 43%.
Depot Meulaboh berdasarkan flow of material mendapat pasokan dari Terminal
Transit Teluk Kabung, tetapi karena tanki timbun yang dimiliki depot ini sangat kecil,
maka pendistribusian BBM di Depot Meulaboh dialihkan ke Depot Sabang. Jika
membandingkan demand BBM Depot Meulaboh yang berjumlah 14.331 KL dan
kapasitas tanki timbun yang berjumlah 3.423 KL, maka Depot Meulaboh hanya mampu
menampung 24% demand, sedangkan kapasitas tanki timbun Depot Sabang jauh lebih
besar daripada demand yang dimilikinya atau sebesar 360%, sehingga bisa dikatakan
tanki timbun Depot Sabang mampu menampung demand lokal hanya dengan 1 kali
pengiriman saja. Sisa kapasitas tanki timbun Depot Sabang bisa digunakan sebagai tanki
timbun bayangan untuk menampung demand Depot Meulaboh, keputusan ini cukup
tepat dilakukan karena jarak atara kedua depot tidak terlalu jauh, dibandingkan jika
menggunakan Terminal Transit Teluk Kabung atau depot-depot lain di sekitarnya.
Round Trip Days pola distribusi baru di envelope satu berjumlah 649 hari
dengan utilitas kapal tanker sebesar 78%. Prosentase ini menggambarkan bahwa rata-
rata kapal di wilayah ini mempunyai waktu instirahat selama 7 hari. Sisa waktu tersebut
bisa dipakai untuk distribusi produk avtur, distribusi minyak industri, atau barrier jika
terjadi perubahan jalur akibat terganggunya arus distribusi produk di supply point.
Tingkat occupacy kapal di envelope satu mencapai 86%, prosentase ini cukup baik
mengingat masih berada di atas batasan yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar 45%.

3.9.4 Perubahan Tanki Timbun Envelope Satu


Berdasarkan hasil analisis terdapat 6 lokasi penambahan tanki timbun dan 3
lokasi perubahan tanki timbun. Keenam lokasi penambahan tanki timbun tersebut
adalah: Depot Meulaboh, Depot Sabang, Ins Medan, Depot Siak, Depot Jambi dan
Jobber Tanjung Pandan. Sedangkan ketiga lokasi yang mengalami perubahan komposisi
tanki timbun adalah: Depot Sibolga, T.T Kabung, dan TT Tanjung Uban.

82
Depot Meulaboh adalah prioritas utama penambahan tanki timbun, karena depot
ini mempunyai kapasitas tanki timbun yang tidak memadai dengan demand yang
dimiliki daerah tersebut. Kapasitas timbun Depot Meulaboh jauh berbeda dengan ketiga
depot lainnya yang terdapat di Daerah Istimewa Aceh yang rata-rata memiliki kapasitas
timbun cukup besar untuk menutupi demand di areal pemasarannya. Berdasarkan flow
of material seharusnya Depot Meulaboh mendapat supply dari TT Kabung/ Bungus,
tetapi dikarenakan kapasitas timbun yang tidak memadai tadi, maka titik supply di
pindahkan ke Depot Sabang yang mempunyai sisa kapasitas timbun cukup besar.
Dengan penambahan tanki timbun di Depot Meulaboh diharapkan titik supply akan
kembali ke TT Kabung dan penambahan kapasitas timbun untuk Depot Sabang tidak
harus dilakukan.
Instalasi Belawan Medan adalah supply point untuk Daerah Istimewa Aceh dan
dua inland depot di selatan Medan. Instalasi ini membutuhkan penambahan kapasitas
timbun BBM sebagai berikut: premium sekitar 41000 KL atau lebih besar 3300 KL,
kerosene sekitar 31400 KL atau lebih besar 600 KL dan solar sekitar 47700 KL atau
lebih besar 1100 KL. Jumlah penambahan ini harus dikonfirmasi ulang dengan arus
pergerakan produk BBM yang dilakukan dengan menggunakan Rail Tank Wagon,
karena dengan mengetahui percepatan arus produk BBM moda ini akan diperoleh besar
volume penambahan tanki timbun yang baik dan akurat.
Depot Jambi direkomendasikan untuk melakukan penambahan kapasitas timbun
pada produk premium, sedangkan Depot Siak dan Jobber Tanjung Pandan
direkomendasikan melakukan penambahan pada produk premium dan solar. Untuk
memperjelas volume penambahan dan perubahan tanki timbun dimasing-masing depot
dalam envelope satu dapat dilihat pada Lampiran A yang terdapat pada bagian akhir
laporan.

3.9.5 Inventory Management Envelope Satu


Pengaturan inventory management yang dimulai dari kilang (1st tier), depot
utama/terminal transit/instalasi (2nd tier) sampai dengan depot penyalur (3rd tier)
merupakan kunci utama penentuan besarnya high inventory yang harus dimilki suatu
depot. Nilai high inventory ini akan menentukan volume safe capacitiy yang layak
dimiliki oleh depot untuk menampung dan mendistribusikan BBM. Berikut ini dapat
dilihat salah satu model pengaturan inventory manajemen di Terminal Transit Kabung.

83
T.T Teluk Kabung Premium
30,000

25,000

20,000
Volume

15,000

10,000

5,000

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Days

Premium Buffer Stock High Inventory

T.T Teluk Kabung Kerosine


15,000

10,000
Volume

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Days
Kerosine Buffer Stock High Inventory

T.T Teluk Kabung Solar


30,000

25,000

20,000
Volume

15,000

10,000

5,000

-
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Days

Solar Buffer Stock High Inventory

Gambar 3.10 Grafik Inventory BBM Terminal Transit Teluk Kabung


Sumber: Hasil Pengolahan

Terminal Transit Kabung/Bungus mempunyai own demand premium sebesar


38.475 KL, jika ditambah dengan 2 depot penyalurnya yaitu Depot Sibolga dan Depot
G Sitoli maka demand premium menjadi 48.967 KL. Berdasarkan rute nomor 1 dan rute
no 2, produk premium ini ditransfer dari Kilang Dumai dengan menggunakan 2 buah
kapal tanker yang berlainan jenis, yaitu kapal jenis MR dan kapal jenis GP dengan

84
masing-masing volume angkut 16.322 KL untuk kapal jenis MR dan 8.161 untuk kapal
jenis GP. Frekuensi kedua kapal ini sebanyak 2 kali pengiriman per bulan dan Round
Trip Days dari Kilang Dumai sampai TT Kabung membutuhkan waktu 10,44 hari.
Kapal jenis MR merapat atau melakukan unloading di TT Kabung pada hari ke-
1 dan 16, sedangkan kapal tipe GP pada hari ke-8 dan 24. Terminal Transit Kabung
mempunyai daily objective thruput sebesar 1725 KL per hari. Rute nomor 3 dengan
pola multy-port membawa premium sebanyak 2.098 KL dari TT Kabung ke Depot
Sibolga dan Depot G Sitoli dengan frekuensi 5 kali pengiriman per-bulan, sehingga
pemberangkatan dari TT Kabung terjadwal pada hari ke-1, 7,13, 19, dan 25. Dari hasil
fluktuatif volume tanki timbun premium di TT Kabung, maka diperoleh buffer stock
ideal sebesar 11.285 KL dan high inventory ideal sebesar 25.882 KL. Jika melihat tanki
timbun eksisiting yang hanya mempunyai safe capacity sebesar 24.769 KL maka
kapasitas eksisting ini tidak akan memenuhi arus keluar masuk barang yang seharusnya
berada di atas high inventory, kecuali jika buffer stock diturunkan yang semula mampu
menahan demand selama 7 hari menjadi 5 hari saja. Solusi terbaik adalah dengan cara
mengganti salah satu tangki kerosene yang berjumlah 2 buah menjadi 1 buah, sehingga
kapasitas timbun premium menjadi bertambah sebesar 14.270 KL atau menjadi 39.039
KL. Walaupun demikian jumlah penurunan tanki timbun kerosene masih tetap mampu
menampung demand kerosene dengan baik. Mekanisme arus keluar masuk produk
kerosene dan solar mengikuti arus premium di atas.

3.10 Rantai Pasok Supply dan Distribusi Envelope Dua


3.10.1 Demand dan Supply Envelope Dua
Demand BBM envelope dua berada diperingkat pertama dari 5 envelope yang
ada di Indonesia, demand BBM envelope ini memiliki prosentase sebesar 39% dari
demand BBM nasional. Jumlah total demand envelope dua adalah 1.565.161 KL per
bulan yang terdiri dari 721.804 KL premium (46%), kerosene 364,415 KL (23%) dan
solar 478,943 KL (31%).
Demand yang sangat tinggi dalam envelope dua dipasok oleh 2 buah kilang yang
berada di Jawa Barat dan Jawa Tengah, yaitu Kilang Balongan dan Kilang Cilacap.
Kedua kilang ini memproduksi 1.485.410 KL BBM yang terdiri dari 658.737 Kl
premium (44%), 357.570 KL kerosene (24%) dan 469.103 KL solar (32%). Jumlah
produksi kedua kilang mampu menutupi 95% kebutuhan BBM di envelope dua.
Kekurangan BBM berada pada produk premium sebesar 63.067 KL, kerosene 6.844 KL

85
dan solar 9.840 KL. Jadi jumlah total tambahan supply yang harus diperoleh dari impor
atau sumber lain sebesar 79.751 KL, dimana sebagian besar adalah produk premium.
Untuk mempermudah penempatan produk BBM lokal dan impor di wilayah
envelope dua, maka dilakukan 2 pembagian sub area di dalam envelope dua yang
berdasarkan kedekatan lokasi depot dan kedekatan supply point. Kedua sub area
tersebut terbagi di utara Pulau Jawa dan di selatan Pulau Jawa.

Tabel 3.4 Pembagian Sub Daerah Envelope Dua


SUB AREA 1 SUB AREA 2
1 Depot Panjang 1 Inst. TG. PRIOK
2 Depot Pulau Baai 2 INST. Semarang
3 TT. TG.Gerem
4 Depot Padalarang
5 Depot Ujung Berung
6 Depot Tasikmalaya
7 Depot Rewulu
8 Depot Maos
9 Depot Tegal
10 Depot Solo
11 Depot Cepu
12 Depot Madiun
13 TT. Lomanis

sea depot Instalasi / term transit


Rail Tank Wagon Pipa

Sumber: Hasil Pengolahan

Sub area satu terdiri dari 13 titik observasi yang terbagi dari 2 buah terminal
transit, 2 buah sea depot, 4 buah inland depot dengan moda RTW (Rail Tank Wagon)
dan 5 buah inland depot dengan moda pipa. Seluruh produk BBM sub region satu
diperoleh atau di supply dari Kilang Cilacap. Kilang Cilacap yang dikelola oleh Unit
Pengolahan IV merupakan kilang yang memproduksi BBM (premium, kerosene, solar)
terbanyak dari 6 kilang yang dimilki oleh PT PERTAMINA (Persero), kilang ini
mampu memproduksi BBM sebanyak 1.020.600 KL per-bulan.
Sub area dua terdiri dari 1 buah sea depot yaitu Depot Plumpang dan 1 buah
instalasi yaitu Instalasi Semarang. Kilang Balongan yang dikelola oleh Unit Pengolahan
VI mampu memproduksi 464.810 KL BBM yang terdiri dari 252.923 Kl premium,
61.745 KL kerosene dan 149.142 KL solar. Jumlah produksi Kilang Balongan
seluruhnya ditransfer ke Depot Plumpang. Hal ini dilakukan karena demand Depot
Plumpang sangat besar, bahkan setelah mendapatkan transfer dari Kilang Balongan
masih terjadi kekurangan pasokan BBM pada produk premium sebesar 53.244 Kl,

86
kerosene 55.376 Kl dan solar 58.807, sehingga dibutuhkan pasokan dari sumber lain
seperti Kilang Cilacap dan Kilang Plaju.

3.10.2 Flow of material BBM Envelope Dua


Dengan mengutamakan kecukupan supply lokal di masing-masing envelope dan
tingkat efesiensi yang berdasarkan kedekatan jarak, maka Depot Pulau Baai/Bengkulu,
Depot Panjang dan Terminal Transit Tanjung Gerem memperoleh supply BBM dari
Kilang Cilacap, jumlah produk premium, kerosene, dan solar (PKS) yang diterima oleh
ketiga sea depot ini sebesar 206.012 Kl per-bulan. Jika di gabungkan dengan demand
inland depot dengan moda RTW dan pipa maka jumlah BBM yang dibutuhkan adalah
sebesar 803.240 KL yang terdiri dari 357.629 Kl premium, 212.802 KL kerosene dan
232.808 KL solar. Semua demand di sub area satu disupply dari Kilang Cilacap yang
memproduksi 1.020.600 KL BBM yang terdiri dari 404.814 KL premium, 295.825 KL
kerosene dan 319.961 KL solar. Jadi terdapat sisa produksi sebesar 47.185 KL
premium, 83.023 KL kerosene dan 87.153 KL solar. Sisa produksi BBM ini akan
ditransfer ke Depot Plumpang dan Instalasi Semarang.

PLAJU TJ UBAN
Premiu
Sola
Kerosin
Bengkul PK

Panjan

TJ
TJ.GERE
Padalaran Tega
Semaran
Cep
Ujung
Mao Sol
Tasikmalay Rewul
Madiu

Gambar 3.11 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Penyalur


Sumber : Hasil Pengolahan

87
Pasokan premium dari TT Tanjung Gerem ke Depot Bengkulu dilakukan karena
keterbatasan tanki timbun produk premium yang dimiliki Depot Bengkulu, sehingga
dibutuhkan tanki timbun bayangan di TT Gerem untuk mensupply kebutuhan premium
ke depot ini. Terminal Transit Tanjung Gerem selain berfungsi sebagai tanki timbun
bayangan Depot Bengkulu, juga berfungsi sebagai barrier BBM untuk Depot Plumpang
yang volume demandnya sangat besar. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jika
terjadi gangguan dalam arus pendistribusian BBM ke depot tersebut, selain itu jarak
yang ditempuh tidak terlalu jauh, jika dibandingkan harus mendatangkan pasokan dari
titik-titik timbun di sekitarnya.
Depot Plumpang mendapat pasokan BBM dari 4 lokasi sumber yang berbeda,
sumber pertama di peroleh dari Kilang Balongan yang mentransfer seluruh produksinya
atau 464.810 KL BBM, sumber kedua adalah sisa produksi Kilang Plaju sebesar 41.296
KL BBM yang berupa 3.655 KL premium, 25.936 KL kerosene dan 11.704 KL solar,
sumber ketiga dari Kilang Cilacap sebesar 47.185 KL premium, 29.439 KL kerosene
dan 47.103 KL solar, sumber keempat dari TT Gerem dengan 2.404 KL premium.

UP IV
T.T LOMANIS Maos
KILANG CILACAP

Cilacap Rewulu

Tegal Padalarang

Solo U. Berung

Cepu Tasikmalaya

Madiun

IMPORT Ins Semarang Panjang

T.T Tj Gerem Bengkulu

UP VI TT Balongan PLUMPANG
KILANG BALONGAN

PREMIUM STS
KEROSINE SEA DEPOT
SOLAR RTW
UP III PIPA
PKS
KILANG PLAJU KILANG JOBBER

TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI

Gambar 3.12 Flow of Material BBM Envelope Dua


Sumber: Hasil Pengolahan

88
Sisa produk kerosene dan solar dari Kilang Cilacap setelah didistribusikan ke
seluruh inland dan sea depot envelope dua di transfer ke Instalasi Semarang, sedangkan
kebutuhan premium di instalasi ini diperoleh dari TT Tanjung Uban.

3.10.3 Rute Distribusi Envelope Dua


Rute kapal tanker dibuat berdasarkan flow of material BBM envelope dua yang
telah dibuat sebelumnya. Pembuatan rute ini dibatasi oleh kapasitas tanki timbun di
masing-masing depot, jenis kapal tanker dan kondisi geografis yang akan dilalui.
Berdasarkan hasil pegolahan data envelope dua, maka dihasilkan 10 buah rute yang
seluruhnya menggunakan pola distribusi point-to-point. Pola ini cocok dipakai untuk
depot yang memiliki demand dan kapasitas timbun yang besar.
Kapal tipe besar seperti GP dan MR banyak digunakan dalam distribusi di dalam
envelope dua. Rute yang menggunakan kapal jenis Medium Range (MR) adalah rute
nomor 6 dengan jurusan Kilang Cilacap - Depot Plumpang/Tj Priok - Kilang Cilacap
yang mengangkut 41.242 KL PKS dengan Round Trip Days (RTD) 7 hari dan frekuensi
3 kali per-bulan. Ongkos distribusi rute ini adalah $ 2,88 per KL atau Rp 22,- per liter.
Kapal jenis General Purpose (GP) yang berdaya angkut < 25.000 digunakan
pada rute nomor 1 (Kilang Cilacap - TT Gerem - Kilang Cilacap), rute nomor 2 (Kilang
Cilacap - Depot Panjang - Kilang Cilacap), rute nomor 3 (Kilang Cilacap - Depot
Baai/Bengkulu - Kilang Cilacap), rute nomor 5 (Kilang Plaju - Depot Plumpang -
Kilang Plaju), rute nomor 8 (TT Uban - Ins Semarang - TT Uban), dan rute nomor 9
(Kilang Cilacap - Ins Semarang - Kilang Cilacap).
Rute nomor 1 dan nomor 3 menggunakan satu kapal yang sama, hal ini
diputuskan berdasarkan pertimbangan data demand dan tanki timbun Depot Bengkulu
yang memungkinkan pemenuhan demand hanya dalam 1 kali pengiriman, sehingga
dapat menggunakan kapal lain yang mempunyai waktu off time cukup besar. Walaupun
demikian jika dihitung ongkos per rute, maka rute nomor 3 adalah jalur termahal yang
menggunakan kapal jenis GP dengan $ 5,40 per KL atau Rp 41,- per liter. Besarnya
ongkos ini diakibatkan oleh tingkat occupacy kapal tanker yang rendah sebesar 57%,
sehingga terdapat sisa kapasitas tampung yang besar. Walaupun demikian pemilihan
keputusan ini masih lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan 2 buah kapal
dengan kapasitas yang lebih kecil. Rute nomor 9 yaitu Kilang Cilacap - Instalasi
Semarang - Kilang Cilacap menggunakan jalur timur melewati Pulau Bali dan Jawa
Timur dengan alasan kedekatan jarak.

89
Tabel 3.5 Rute Supply dan Distribusi Envelope Dua
NO ROUTE P K S TOTAL OC Type RTD frek TOTAL $/KL Rp/Lt UTILITAS
1 CILACAP TG.Gerem CILACAP 8,152 4,371 11,760 24,283 97% GP 5.76 3 17.27 2.60 20 23.03
2 CILACAP Panjang CILACAP 8,225 3,957 9,933 22,116 88% GP 5.65 5 28.23 2.80 21 28.23
3 CILACAP Pulau Baai CILACAP 3,000 3,346 8,000 14,346 57% GP 6.76 1 6.76 5.40 41
4 TG.Gerem Pulau Baai TG.Gerem 2,407 339 2,746 78% SMALL 1 4.75 2 9.50 7.29 55 14.25
5 PLAJU InstTGPRIOK PLAJU 1,828 12,968 5,852 20,648 83% GP 6.12 2 12.24 3.19 24 12.24
6 CILACAP InstTGPRIOK CILACAP 15,728 9,813 15,701 41,242 92% MR 6.92 3 20.77 2.88 22 20.77
7 TG.Gerem InstTGPRIOK TG.Gerem 2,404 2,404 69% SMALL 1 2.77 1 2.77 4.48 34
8 UBAN INSTSemarang UBAN 19,003 19,003 76% GP 8.09 3 24.27 4.84 37 24.27
9 CILACAP INSTSemarang CILACAP 13,396 10,012 23,408 94% GP 7.53 4 30.11 3.64 27 30.11
10 UBAN TG.Gerem UBAN 3,208 339 3,547 101% SMALL 1 6.33 3 18.98 8.84 67 18.98
TOTAL 63,954 47,852 61,937 173,743 61 27 171 46 348
RATA-RATA 84% 6 3 17 5 35 71%

P Premium RTD Round Trip Days


K Kerosene OC Occupacy Kapal = daya angkut standar / volume BBM yang diangkut
S Solar UTILITAS Utilitas = RTD X frekuensi per-kapal
Menggunakan kapal yg sama

Sumber: Hasil Pengolahan

90
Kapal tanker tipe kecil seperti SMALL 1 digunakan pada rute nomor 4 (TT
Gerem - Depot Bengkulu - TT Gerem), rute nomor 7 (TT Gerem - Depot Plumpang -
TT Gerem) dan rute nomor 10 (TT Gerem - TT Tanjung Uban - TT Gerem). Untuk rute
nomor 4 yaitu TT Gerem - Depot Bengkulu - TT Gerem dan rute nomor 7 yaitu TT
Gerem - Depot Plumpang - TT Gerem menggunakan 1 kapal yang sama.

PLAJU TJ UBAN
MR
GP
SMALL 2
5 SMALL 1
Bengkulu
LIGHTER

4 TJ.GEREM 8

Panjang 10

9
3

7
Padalarang Tegal
Semarang
Cepu
1 Ujung Berung
Maos Solo
6 Tasikmalaya
Rewulu
Madiun

Gambar 3.13 Rute Distribusi BBM Envelope Dua


Sumber: Hasil Pengolahan

Envelope dua menggunakan 8 buah kapal untuk melayani 10 rute perjalanan.


Delapan kapal tersebut terdiri dari 1 buah kapal jenis MR, 5 buah kapal jenis GP dan 2
buah kapal jenis SMALL 1, jumlah kapal ini lebih sedikit dibandingkan dengan pola
distribusi lama atau eksisiting yang menggunakan 10 buah kapal dengan komposisi 1
buah kapal jenis MR, 6 buah kapal jenis GP dan 2 buah kapal jenis SMALL 1 dan 1
buah kapal jenis LIGHTER. Jadi penghematan kapal berjumlah 2 buah kapal yang
masing-masing berjenis GP dan LIGHTER. Penghematan jumlah kapal akan berdampak
pada pengurangan ongkos sewa kapal, berkurangnya ongkos sewa kapal mengurangi
biaya distribusi. Biaya total sewa kapal pola distribusi lama dalam envelope dua sekitar

91
$ 2.712.316, sedangkan pola distribusi baru $ 2.322.308, jadi didapat penghematan
sebesar $ 390.008 atau Rp 3,627,073,259,- per-bulan atau sebesar 14%.
Round Trip Days pola distribusi baru di envelope dua berjumlah 171 hari dengan
utilitas kapal sebesar 71%. Prosentase ini menggambarkan bahwa rata-rata kapal di
wilayah ini mempunyai waktu istirahat selama 9 hari. Sisa waktu tersebut dipakai untuk
mendistribusikan produk avtur, minyak industri, atau berfungsi sebagai barrier jika
terjadi perubahan jalur akibat terganggunya arus distribusi produk di supply point.
Tingkat occupacy kapal di envelope satu mencapai 84%, prosentase ini cukup baik
mengingat angka tersebut masih berada di atas batasan yang ditetapkan oleh perusahaan
yaitu sebesar 45%.

3.10.4 Perubahan Tanki Timbun Envelope Dua


Berdasarkan hasil analisis terdapat 1 lokasi penambahan tanki timbun dan 2
lokasi perubahan tanki timbun. Lokasi penambahan tanki timbun direkomendasikan
pada Depot P.Baai /Bengkulu. Sedangkan kedua lokasi yang mengalami perubahan
komposisi tanki timbun adalah: Depot Panjang dan Instalasi Semarang.
Depot P.Baai/Bengkulu adalah prioritas utama penambahan tanki timbun di
envelope dua, karena depot ini mempunyai kapasitas tanki timbun yang tidak memadai
jika dibandingkan dengan demand yang dimilikinya. Dengan penambahan tanki timbun
di Depot P.Baai/Bengkulu diharapkan pengiriman distribusi BBM hanya berlangsung
satu kali dan berasal dari Kilang Cilacap saja, tidak memerlukan tambahan dari TT
Tanjung Gerem, sehingga jumlah kapal yang dipakai pada envelope ini akan berkurang..
Depot Panjang dan Instalasi Semarang direkomendasikan untuk melakukan
penambahan kapasitas pada produk premium dengan cara mengurangi jumlah tanki
timbun solar yang berlebih. Besar tambahan kapasitas timbun yang dibutuhkan oleh
Depot Panjang adalah 8.406 KL, sedangkan Instalasi Semarang membutuhkan
tambahan sebesar 6.438 KL. Untuk memperjelas volume penambahan dan perubahan
tanki timbun di masing-masing depot dapat dilihat pada Lampiran B yang terdapat pada
bagian akhir laporan ini.

3.10.5 Inventory Management Envelope Dua


Pengaturan inventory management yang dimulai dari kilang (1st tier), depot
utama/terminal transit/instalasi (2nd tier) sampai dengan depot penyalur (3rd tier)
merupakan kunci utama penentuan besarnya high inventory yang harus dimilki suatu

92
depot. Berdasarkan hasil penentuan nilai high inventory ini akan didapatkan volume
safe capacitiy yang layak dimiliki oleh suatu depot untuk menampung dan
mendistribusikan BBM. Berikut ini dapat dilihat salah satu model pengaturan inventory
manajemen di TT Tanjung Gerem.

Terminal Transit Tanjung Gerem Premium


20,000

15,000
Volume

10,000

5,000

-
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Days
Premium Buffer Stock High Inventory

Terminal Transit Tanjung Gerem Kerosine


10,000
Volume

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Days
Kerosine Buffer Stock High Inventory

Terminal Transit Tanjung Gerem Solar


20,000

15,000
Volume

10,000

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Days
Solar Buffer Stock High Inventory

Gambar 3.14 Grafik Inventory BBM Terminal Transit Tanjung Gerem


Sumber: Hasil Pengolahan

93
Terminal Transit Tanjung Gerem mempunyai own demand premium sebesar
24.455 KL, jika ditambah dengan supply premium untuk 2 depot penyalurnya yaitu
Depot Bengkulu dan Depot Plumpang maka demand premium menjadi 34.079 KL.
Berdasarkan rute nomor 1 dan nomor 10, produk premium ini ditransfer dari produk
lokal Kilang Cilacap dan produk impor Singapore melalui TT Tanjung Uban dengan
menggunakan 2 buah kapal tanker yang berlainan jenis, yaitu kapal jenis GP dari Kilang
Cilacap dan kapal jenis SMALL 1 dari TT Tanjung Uban dengan volume angkut
masing-masing 8.152 KL dan 3208 KL. Frekuensi kedua kapal ini sebanyak 3 kali
pengiriman per-bulan, sedangkan waktu Round Trip Days masing-masing jalur adalah
5,76 hari untuk kapal GP dari Kilang Cilacap dan 6,33 hari untuk kapal SMALL 1 dari
TT Tanjung Uban.
Kapal jenis GP merapat atau melakukan unloading di TT Tanjung Gerem pada
hari ke-2, 11 dan 20, sedangkan kapal tipe SMALL 1 pada hari ke-1, 7 dan 16. Terminal
Transit Tanjung Gerem mempunyai daily objective thruput sebesar 1097 KL per-hari.
Rute nomor 4 (TT Tj Gerem Depot Bengkulu - TT Tj Gerem) membawa premium
sebanyak 2.407 KL dengan frekuensi 3 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-3, 11
dan 17. Rute nomor 7 (TT Tj Gerem Depot Plumpang - TT Tj Gerem) membawa
premium sebanyak 2.404 KL dengan frekuensi 1 kali pengiriman yang dilakukan pada
hari ke-22. Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun premium di TT Tanjung Gerem
maka diperoleh buffer stock ideal sebesar 4.500 KL dan high inventory ideal sebesar
15.000 KL.
Terminal Transit Tanjung Gerem tidak melakukan distribusi produk kerosene ke
luar lokasi sehingga pola inventory yang terjadi untuk produk ini lebih stabil, jika
dibandingkan produk premium. Demand kerosene TT Tanjung Gerem berjumlah 13.114
KL dengan daily objective thruput sebesar 588 KL. Produk solar di TT Tanjung Gerem
pada dasarnya menyerupai arus inventory pada produk premium, hanya saja pengiriman
ke luar lokasi hanya dilakukan pada rute nomor 4 (TT Tj Gerem Depot Bengkulu - TT
Tj Gerem).

3.11 Rantai Pasok Supply dan Distribusi Envelope Tiga


3.11.1 Demand dan Supply Envelope Tiga
Jumlah total demand BBM envelope tiga berada diperingkat ke-tiga dari 5
envelope yang ada di Indonesia, demand BBM di envelope ini memiliki proporsi
sebesar 18% dari demand BBM nasional. Jumlah total demand envelope tiga adalah

94
sebesar 719,265 KL yang terdiri dari 276.908 KL premium (38%), kerosene 165,986
KL (23%) dan solar 276,371 KL (38%). Envelope tiga tidak memiliki kilang sebagai
sumber supply BBM, maka produk PKS yang didistribusikan di wilayah ini berasal dari
Kilang Balikpapan atau impor dari Singapore. Kebutuhan produk solar dan premium
mempunyai jumlah yang hampir sama di envelope ini, sedangkan produk kerosene
mempunyai perbandingan prosentase yang cukup besar jika melihat karakteristik
komposisi produk PKS envelope lain. Konsentrasi demand BBM di envelope tiga lebih
berpusat di daerah barat yaitu sekitar Jawa Timur dan Bali.
Berdasarkan konsep envelope yang telah dibuat oleh penulis sebelumnya, Depot
Bima dan Depot Reo masuk dalam areal envelope tiga, tetapi setelah dipertimbangkan
berdasarkan kedekatan jarak dengan sumber supply antara Terminal Transit Manggis
dan Instalasi Makassar, maka lebih baik jika ke dua depot ini masuk dalam areal
distribusi Instalasi Makassar di envelope empat. Envelope tiga merupakan envelope
yang sering mengalami kondisi krisis dan kritis, kondisi ini terjadi akibat: pertama tidak
adanya sumber supply utama yang diperuntukan untuk envelope tiga, kedua kegiatan
supply BBM impor yang diperoleh dari Singapore atau Terminal Transit Tanjung Uban
memerlukan waktu yang cukup lama, ketiga kurangnya kapasitas timbun produk
premium dan kerosene di sekitar daerah barat envelope.
Envelope tiga memiliki kapal tipe VLCC yang berfungsi sebagai tanki timbun
laut dengan kapasitas 250.000 DWT. Menurut data yang diperoleh dari bulan Oktober
sampai Desember, kapal besar ini hanya menimbun jenis produk solar saja. Lokasi
kapal ini bisa berubah-ubah atau bergerak sesuai dengan ketersedian sumber dan titik-
titik distribusinya.
Untuk mempermudah penempatan produk BBM lokal dan impor di dalam
willayah envelope tiga, maka dilakukan 3 pembagian sub area dengan berdasarkan
kedekatan lokasi depot dan jarak dengan supply point. Ketiga sub area tersebut terbagi
di Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
3.6.

95
Tabel 3.6 Pembagian Sub Daerah Envelope Tiga
SUB AREA 1 SUB AREA 2 SUB AREA 3
1 Depot Maumere 1 TT. Manggis 1 Inst. Surabaya
2 Depot Waingapu 2 Depot Tanjung Wangi 2 Depot Camplong
3 Depot Ende 3 Depot Benoa/Sanggaran 3 Depot Kediri
4 Depot Kupang 4 Depot Ampenan 4 Depot Malang
5 Depot Atapupu 5 Depot Badas
6 Depot Dilli
7 Depot Kalabahi
8 Depot Larantuka

sea depot Instalasi / term transit inland depot

Sumber: Hasil Pengolahan

Sub area satu yang tersebar di wilayah Nusa Tenggara terdiri dari 8 titik
observasi yang terdiri dari 1 buah depot utama (Depot Kupang) dan 7 buah sea depot
yaitu Depot Maumere, Depot Waingapu, Depot Ende, Depot Atapupu, Depot Dilli,
Depot Kalabahi, dan Depot Larantuka. Seluruh produk BBM sub region satu diperoleh
dari Kilang Balikpapan. Sub area satu membutuhkan 36.273 KL BBM yang terdiri dari
12.214 KL premium, 6.618 Kl kerosene dan 17.441 KL solar.
Daerah Pulau Bali Pulau Lombok atau sub area dua terdiri dari 1 terminal
transit (TT Manggis) dan 4 sea depot yaitu Depot Tanjung Wangi, Depot Benoa, Depot
Ampenan dan Depot Badas. Sub area dua membutuhkan 180.432 KL BBM yang terdiri
dari 61.435 KL premium, 41.645 Kl kerosene dan 77.352 KL solar. Sumber supply PKS
sebagian besar atau sekitar 53% diperoleh dari Kilang Balikpapan, ditambah dengan
produk solar dari STS Kalbut sebanyak 57.137 KL dan produk premium sebanyak
27.259 KL dari Instalasi Surabaya.
Sub are tiga di Jawa Timur terdiri dari 1 buah instalasi (Ins Surabaya), 1 sea
depot (Depot Camplong) di Pulau Madura dan 2 buah inland depot yaitu Depot Kediri
dan Depot Malang. Sub area tiga membutuhkan 427.663 KL BBM yang terdiri dari
175.840 KL premium, 116.448 Kl kerosene dan 135.375 KL solar. Pasokan kerosene
diperoleh dari Kilang Balikpapan sebesar 60.039 KL ditambah 56.409 Kl dari impor.
Pasokan premium diperoleh seluruhnya dari impor sebanyak 175.840 KL. Produk solar
diperoleh seluruhnya dari STS Kalbut sebanyak 135.375 KL. Demand terbesar di sub
area tiga adalah produk premium, yang sebagian besar banyak dikonsumsi oleh Ins
Surabaya dan inland depot yang berada di Jawa Timur. Inland depot di daerah Jawa
Timur menggunakan moda RTW (Rail Tank Wagon) dalam pendistribusiannya.

96
3.11.2 Flow of material BBM Envelope Tiga
Berdasarkan ketersediaan sumber pasokan lokal dan tingkat efesiensi kedekatan
jarak, maka supply utama untuk envelope tiga dapat digambarkan sebagai berikut:
Depot Kupang dan TT Manggis memperoleh produk PKS dari Kilang Balikpapan. TT
Manggis mendapat pasokan tambahan solar dari STS Kalbut dan premium dari Ins
Surabaya. Instalasi Surabaya mendapat pasokan premium dan kerosene dari impot
ditambah pasokan solar dari STS Kalbut. STS Kalbut yang memasok solar ke Instalasi
Surabaya memperoleh produk solar dari Singapore atau TT Tanjung Uban. Jika tanki
timbun produk solar di Ins Surabaya cukup besar maka lebih baik demand solar dikirim
bersamaan dengan kedua produk BBM lainnya, tetapi karena kapasitas timbun instalasi
ini tidak mencukupi maka diperlukan tanki timbun bayangan di STS Kalbut.

Premium
BALIKPAPAN
Solar
Kerosine
SNG
SNG / /UBAN
SN UBAN PKS

Camplong
SBY STS KALBUT

Larantuka Kalabahi
Tj.Wangi Ampenan Dilli
Maumere
Reo
Badas Bima
Ende

Atapupu

Waingapu

Gambar 3.15 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Utama, dan Instalasi
Sumber: Hasil Pengolahan

97
BALIKPAPAN

SNG / UBAN

Camplong
SBY
STS KALBUT
Larantuka Kalabahi
Tj.Wangi
Ampenan Dilli
Maumere
Reo
Badas Bima

Atapupu

Waingapu

Gambar 3.16 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Penyalur


Sumber: Hasil Pengolahan

Kegiatan supply dan distribusi depot-depot penyalur di envelope tiga dirancang


berdasarkan pembagian sub daerah yang telah dibuat sebelumnya. Gambaran kegiatan
tersebut adalah sebagai berikut: Depot-depot penyalur di sub area tiga yaitu Depot
Atapupu, Depot Dilli, Depot Kalabahi, Depot Larantuka, Depot Maumere, Depot Ende
dan Depot Waingapu memperoleh produk premium, kerosene dan solar (PKS) dari
Depot Kupang. Depot Benoa, Depot Sanggaran dan Depot Badas yang berada di
wilayah sub area dua memperoleh pasokan premium, kerosene dan solar dari TT
Manggis. Depot Tanjung Wangi mendapat pasokan premium dari Ins Surabaya, solar
dari STS Kalbut dan kerosene dari TT Manggis. Inland depot dan Depot Camplong
yang masuk dalam sub regioan satu memperoleh pasokan PKS dari Instalasi Surabaya.

98
Larantuka Ende Waingapu

Dili Kalabahi
Depot Kupang
Atapupu

Maumere
UP V
KILANG BALIKPAPAN
Ampenan

TT Manggis Sanggaran Badas

IMPORT STS Kalbut Tg . Wangi

Ins Surabaya Kediri


PREMIUM STS
KEROSINE SEA DEPOT
SOLAR RTW
Malang
PKS PIPA
KILANG JOBBER

TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI


Camplong

Gambar 3.17 Flow of Material BBM Envelope Tiga


Sumber: Hasil Pengolahan

3.11.3 Rute Distribusi Envelope Tiga


Rute kapal tanker dibuat berdasarkan flow of material BBM envelope tiga yang
telah dibuat sebelumnya. Pembuatan rute ini dibatasi oleh kapasitas tanki timbun di
masing-masing depot dan jenis kapal tanker yang digunakan. Berdasarkan hasil
pegolahan data pada envelope tiga, maka dihasilkan 18 buah rute yang mayoritas
menggunakan pola distribusi point-to-point sebanyak 15 rute, sedangkan rute yang
menggunakan pola distribusi multy-port hanya berjumlah 3 buah.
Kapal tipe besar seperti GP dan MR banyak digunakan untuk mendistribusikan
BBM ke daerah-daerah supply utama seperti TT Manggis, Ins Surabaya, STS Kalbut
dan Depot Kupang. RTD terjauh sebesar 8,95 hari dimiliki oleh rute nomor 15 yaitu
Singapore - Ins Surabaya - Singapore dan rute nomor 18 yaitu Singapore - STS Kalbut -
Singapore. Posisi ke-dua dengan RTD 8,53 hari diperoleh oleh rute nomor 1 yaitu
Kilang Balikpapan - Depot Kupang - Kilang Balikpapan. Freight cost untuk kapal-kapal
besar di dalam envelope tiga tidak lebih dari $ 5 per KL.

99
MR
BALIKPAPAN
GP
SMALL 2
SNG / UBAN 18 SMALL 1
LIGHTER

14
15
SBY STS KALBUT

6 Larantuka
Kalabahi
Tj.Wangi
Ampenan Dilli
16 Maumere
Reo
Badas Bima
Ende
Manggis
Atapupu

1 Waingapu

Gambar 3.18 Rute Supply dan Distribusi BBM Depot Utama Envelope Tiga
Sumber: Hasil Pengolahan

Kapal jenis kecil seperti SMALL 1, SMALL 2 dan LIGHTER banyak digunakan
untuk mensuppy BBM ke depot-depot penyalur dengan demand kecil. Pola distribusi
multy-port dengan kapal jenis SMALL 1 dipakai pada rute nomor 3 yaitu Depot Kupang
- Depot Waingapu - Depot Ende - Depot Larantuka - Depot Kupang, dengan membawa
3.518 KL BBM, RTD 6.95 hari dan frekuensi 3 kali per-bulan. Pola distribusi multy-
port dengan kapal jenis SMALL 2 dipakai pada rute nomor 13 yaitu TT Manggis -
Depot Benoa - Depot Badas - TT Manggis, dengan membawa 4.916 KL BBM, RTD
4.60 hari dan frekuensi 4 kali per-bulan. Kapal tipe LIGHTER hanya digunakan pada
rute nomor 5 yaitu Depot Kupang - Depot Atapupu - Depot Kupang.
Freight cost termahal dari seluruh rute yang ada di envelope tiga adalah rute
nomor 3 yang menggunakan sistem multy-port di atas, dengan $ 10,69 per KL atau Rp
81,- per liter. Besarnya freight cost ini diakibatkan oleh faktor biaya pelabuhan atau
portcharge ketika kapal merapat di dermaga. Walaupun demikian ongkos ini lebih
murah jika dibandingkan menggunakan pola distribusi point-to-point, karena jumlah
kapal yang digunakan akan semakin banyak dan akan berdampak pada peningkatan
ongkos distribusi.

100
Tabel 3.7 Rute Supply dan Distribusi Envelope Tiga
NO ROUTE P K S TOTAL OC Type RTD frek TOTAL $/KL Rp/Lt UTILITAS
1 Balikpapan Kupang Balikpapan 6,107 3,309 8,720 18,136 73% GP 8.53 2 17.06 5.40 41 17.06
2 Kupang Maumere Kupang 1,092 715 1,374 3,181 91% SMALL 1 4.71 1 4.71 6.40 48
3 Kupang Waingapu Ende Larantuka Kupang 1,137 722 1,659 3,518 101% SMALL 1 6.95 3 20.86 10.69 81 20.86
4 Kupang Dilli Kalabahi Kupang 1,313 367 1,707 3,387 97% SMALL 1 5.05 1 5.05 7.56 57 10.10
5 Kupang Atapupu Kupang 379 352 514 1,245 100% LIGHTER 3.20 3 9.60 7.28 55 9.60
6 Balikpapan TT. Manggis Balikpapan 8,544 10,411 5,054 24,009 96% GP 6.60 4 26.39 3.07 23 26.39
7 STS KALBUT TT. Manggis STS KALBUT 19,046 19,046 76% GP 4.50 3 13.50 2.49 19 13.50
8 Inst. Surabaya TT. Manggis Inst. Surabaya 5,452 5,452 84% SMALL 2 4.67 5 23.33 4.80 36 23.33
9 TT. Manggis TJ Wangi TT. Manggis 2,961 2,961 85% SMALL 1 3.14 6 18.85 4.31 33 18.85
10 Inst. Surabaya TJ Wangi Inst. Surabaya 5,905 5,905 91% SMALL 2 3.98 4 15.91 3.56 27 15.91
11 STS KALBUT TJ Wangi STS KALBUT 5,687 5,687 87% SMALL 2 3.63 7 25.40 3.14 24 25.40
12 TT. Manggis Ampenan TT. Manggis 2,300 1,602 2,488 6,390 98% SMALL 2 2.62 6 15.70 2.05 15 15.70
13 TT. Manggis Benoa/Sangga Badas TT. Manggis 940 768 3,209 4,916 76% SMALL 2 4.60 4 18.42 5.00 38 18.42
14 Balikpapan Inst. Surabaya Balikpapan 20,013 20,013 80% GP 7.18 3 21.54 4.00 30 21.54
15 SINGAPORE Inst. Surabaya SINGAPORE 29,307 9,402 38,708 86% (2) MR 8.95 6 53.71 4.14 31 26.85
16 STS KALBUT Inst. Surabaya STS KALBUT 22,563 22,563 90% GP 3.65 6 21.88 1.63 12 21.88
17 Inst. Surabaya Camplong Inst. Surabaya 1,177 733 605 2,515 72% SMALL 1 2.43 10 24.25 3.66 28 24.25
18 SINGAPORE STS KALBUT SINGAPORE 32,314 32,314 72% MR 8.95 3 26.85 4.91 37 26.85
TOTAL 63,653 51,353 104,939 219,945 93 77 363 84 636
RATA-RATA 86% 5 4 20 5 35 65%

P Premium RTD Round Trip Days


K Kerosene OC Occupacy Kapal = daya angkut standar / volume BBM yang diangkut
S Solar UTILITAS Utilitas = RTD X frekuensi per-kapal
Menggunakan kapal yg sama

Sumber: Hasil Pengolahan

101
Rute nomor 2 yaitu Depot Kupang - Depot Maumere - Depot Kupang dan rute
nomor 4 yaitu Depot Kupang Depot Dilli Depot Kalabahi menggunakan 1 kapal
yang sama, hal ini dilakukan karena rute nomor 2 hanya memerlukan 1 kali pengiriman,
sehingga dapat menggunakan kapal lain di sub region tiga yang mempunyai waktu off
time cukup besar.
Envelope tiga menggunakan 18 kapal untuk melayani 18 rute perjalanan.
Delapan kapal tersebut terdiri dari 3 buah kapal jenis MR, 5 buah kapal jenis GP, 5
buah kapal jenis SMALL 2, 4 buah kapal jenis SMALL 1, dan 1 buah kapal jenis
LIGHTER. Jumlah kapal yang dipakai pada pola distribusi baru ini lebih banyak jika
dibandingkan pola distribusi lama atau eksisiting. Hal ini bisa terjadi karena ada
beberapa jalur distribusi BBM ke titik-titik supply utama, seperti Singapore - Ins
Surabaya - Singapore, Singapore - TT Manggis - Singapore dan Singapore - STS Kalbut
- Singapore yang tidak tercatat dalam data bulan Oktober sampai Desember 2007. Rute
yang tidak tercatat tersebut biasanya menggunakan kapal sewa dari luar negri atau kapal
miliki PT PERTAMINA (Persero) yang memiliki waktu instirahat cukup besar.

BALIKPAPAN MR
GP
SMALL 2
SNG / UBAN
SMALL 1
LIGHTER

17

7
SBY STS KALBUT 2
11 Larantuka Kalabahi
10 12
Ampenan Maumere Dilli
Tj.Wangi
Reo
Badas Bima 4
Ende
3 Atapupu
13
9 Waingapu
8
5

Gambar 3.19 Rute Distribusi BBM Envelope Tiga


Sumber: Hasil Pengolahan

102
Dari data yang tercatat, terdapat 11 buah kapal yang beroperasi di wilayah
envelope tiga dengan komposisi 2 buah kapal jenis MR, 3 buah kapal jenis GP, 3 buah
kapal jenis SMALL 2 dan 3 buah kapal jenis SMALL 1. Pola distribusi baru
memerlukan biaya $ 4.465.148 untuk menyewa 18 buah kapal tanker yang akan
beroperasi di wilayah ini.
Round Trip Days pola distribusi baru di envelope tiga berjumlah 363 hari
dengan utilitas kapal tanker sebesar 65%. Prosentase ini menggambarkan bahwa rata-
rata kapal di wilayah ini mempunyai waktu instirahat selama 11 hari. Sisa waktu
tersebut dipakai untuk mendistribusikan produk avtur, minyak industri, atau barrier
jika terjadi perubahan jalur akibat terganggunya arus distribusi produk di supply point.
Tingkat occupacy kapal di envelope tiga mencapai 86%, prosentase ini cukup baik
mengingat masih berada di atas batasan yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar
45%.

3.11.4 Perubahan Tanki Timbun Envelope Tiga


Berdasarkan hasil analisis terdapat 4 lokasi yang direkomendasikan untuk
melakukan penambahan tanki timbun. Keempat lokasi penambahan tanki timbun
tersebut adalah: Depot Maumere, Depot Kupang, Ins Surabaya, dan Depot Kalabahi.
Depot Kupang adalah prioritas utama penambahan tanki timbun, karena depot
ini berfungsi sebagai supply point untuk depot penyalur di sekitarnya, dan lokasi sub
area Depot Kupang jauh dari titik sumber supply yang berasal dari Kilang Balikpapan.
Depot Kupang memerlukan kapasitas tambahan pada tanki timbun produk premium
sebanyak 3000 KL dan tanki timbun produk solar sebanyak 1700 KL Dengan
penambahan tanki timbun di Depot Kupang diharapkan jumlah kapasitas buffer di depot
ini akan mampu menahan kebutuhan BBM di wilayah NTT dan sekitarnya tanpa
tambahan pasokan dari supply point di envelope tiga seperti TT Manggis dan STS
Kalbut.
Instalasi Surabaya adalah supply point untuk daerah Pulau Madura dan dua
inland depot di Jawa Timur. Instalasi ini membutuhkan penambahan kapasitas timbun
BBM sebagai berikut: premium sekitar 62.000 KL atau 6.202 KL lebih besar dan
kerosene sekitar 56.000 KL atau 8.587 KL lebih besar. Jumlah penambahan ini harus
dikonfirmasi ulang dengan arus pergerakan produk BBM yang dilakukan dengan
menggunakan Rail Tank Wagon ke inland Depot Malang dan Depot Kediri, karena
dengan mengetahui percepatan arus produk BBM di kedua inland depot ini akan

103
diperoleh penambahan tanki timbun yang baik dan akurat. Tanki timbun solar tidak
memerlukan penambahan kapasitas tanki timbun karena Instalasi Surabaya mendapat
pasokan solar dari STS Kalbut yang letaknya tidak jauh, bukan dari Singapore seperti
produk kerosene dan premium, sehingga buffer stock solar yang dibutuhkan dalam tanki
timbun di Instalasi Surabaya jumlahnya relatif lebih kecil dibandingkan kedua produk
BBM lainnya.
Depot Maumere dan Depot Kalabahi direkomendasikan untuk melakukan
penambahan kapasitas tanki timbun pada produk premium sebesar 109 KL dan 168 KL.
Untuk memperjelas volume penambahan dan perubahan kapasitas tanki timbun
dimasing-masing depot dapat dilihat pada Lampiran C yang terdapat pada bagian akhir
laporan ini.

3.11.5 Inventory Management Envelope Tiga


Pengaturan inventory management yang dimulai dari kilang (1st tier), depot
utama/terminal transit/instalasi (2nd tier) sampai dengan depot penyalur (3rd tier)
merupakan kunci utama penentuan besarnya high inventory yang harus dimilki suatu
depot. Berdasarkan hasil penentuan nilai high inventory ini akan didapatkan volume
safe capacity yang layak dimilki oleh depot. Berikut ini dapat dilihat salah satu model
pengaturan inventory manajemen di TT Manggis dan Depot Kupang.

Terminal Transit Manggis Premium


30,000

25,000

20,000
Volume

15,000

10,000

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Days
Premium Buffer Stock High Inventory

Gambar 3.20 Grafik Inventory Premium Terminal Transit Manggis


Sumber: Hasil Pengolahan

Terminal Transit Manggis mempunyai own demand premium sebesar 43.871


KL, jika ditambah dengan 3 depot penyalurnya yaitu Depot Benoa, Depot Ampenan dan
Depot Badas maka demand premium yang harus ditanggung terminal transit ini menjadi

104
61.435 KL. Berdasarkan rute nomor 6 (Kilang Balikpapan TT Manggis - Kilang
Balikpapan) dan rute nomor 8 (Instalasi Surabaya TT Manggis Ins Surabaya),
produk premium ini ditransfer dari Kilang Balikpapan dan Instalasi Surabaya dengan
menggunakan 2 buah kapal tanker yang berlainan jenis, yaitu kapal jenis GP untuk rute
Kilang Balikpapan dan kapal jenis SMALL 2 untuk rute Ins Surabaya dengan masing-
masing volume angkut premium sebesar 8.544 KL untuk kapal jenis GP dan 5452 KL
untuk kapal jenis SMALL 2. Frekuensi kapal GP adalah sebanyak 4 kali per-bulan dan
5 kali per-bulan untuk kapal jenis SMALL 2, sedangkan waktu Round Trip Days rute
nomor 6 dari Kilang Balikpapan sebesar 6,60 hari dan rute nomor 8 dari Instalasi
Surabaya sebesar 4,67 hari.
Kapal jenis GP dari Kilang Balikpapan merapat atau melakukan unloading di
TT Manggis pada hari ke-1, 8, 15 dan 22, sedangkan kapal tipe SMALL 2 pada hari ke-
2, 7, 12, 17 dan 22 Terminal Transit Manggis mempunyai daily objective thruput
premium sebesar 1967 KL per-hari. Rute nomor 13 dengan pola multy-port yaitu TT
Manggis - Depot Benoa - Depot Badas - TT Manggis membawa premium dari TT
Manggis sebanyak 940 KL dengan frekuensi 4 kali pengiriman per-bulan.
Pemberangkatan rute nomor 13 dari TT Manggis terjadi pada hari ke-4, 11,18, dan 25.
Rute nomor 12 dengan pola point-to-point yaitu TT Manggis - Depot Ampenan - TT
Manggis membawa premium sebanyak 2300 KL dengan frekuensi 6 kali pengiriman
per-bulan dan RTD 3,14 hari. Pemberangkatan rute nomor 12 dari TT Manggis terjadi
pada hari ke-3, 7, 11, 15, 19 dan 23. Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun premium
di TT Manggis maka diperoleh buffer stock ideal sebesar 10.140 KL dan high inventory
ideal sebesar 25.800 KL.

Terminal Transit Manggis Kerosine


20,000

15,000
Volume

10,000

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Days
Kerosine Buffer Stock High Inventory

Gambar 3.21 Grafik Inventory Kerosene Terminal Transit Manggis


Sumber: Hasil Pengolahan

105
Terminal Transit Manggis mempunyai own demand kerosene sebesar 11.200
KL, jika ditambah dengan 4 depot penyalurnya yaitu Depot Tanjungwangi, Depot
Benoa, Depot Ampenan dan Depot Badas maka demand kerosene yang harus
ditanggung terminal transit ini menjadi 41,645 KL. Berdasarkan rute nomor 6 (Kilang
Balikpapan TT Manggis - Kilang Balikpapan), produk kerosene ini ditransfer dari
Kilang Balikpapan menggunakan kapal jenis GP dengan volume angkut produk
kerosene sebanyak 10.411KL.
Terminal Transit Manggis mempunyai daily objective thruput kerosene sebesar
502 KL per-hari. Rute nomor 13 yaitu TT Manggis - Depot Benoa - Depot Badas - TT
Manggis membawa kerosene dari TT Manggis sebanyak 768 KL. Rute nomor 12 yaitu
TT Manggis - Depot Ampenan - TT Manggis membawa kerosene sebanyak 1.602 KL.
Rute nomor 9 yaitu TT Manggis - Depot Tanjungwangi - TT Manggis membawa
kerosene sebanyak 2.961 KL. Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun kerosene di TT
Manggis maka diperoleh buffer stock ideal sebesar 7.160 KL dan high inventory ideal
sebesar 17.100 KL.

Terminal Transit Manggis Solar


45,000

40,000
35,000
30,000
Volume

25,000
20,000

15,000
10,000

5,000
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Days
Solar Buffer Stock High Inventory

Gambar 3.22 Grafik Inventory Solar Terminal Transit Manggis


Sumber: Hasil Pengolahan

Terminal Transit Manggis mempunyai own demand solar sebesar 49.590 KL,
jika ditambah dengan 3 depot penyalurnya yaitu Depot Benoa, Depot Ampenan dan
Depot Badas maka demand solar yang harus ditanggung terminal transit ini menjadi
77.352 KL. Berdasarkan rute nomor 6 (Kilang Balikpapan TT Manggis - Kilang
Balikpapan), produk solar ini ditransfer dari Kilang Balikpapan menggunakan kapal
jenis GP dengan volume angkut produk solar sebanyak 5.054 KL. Pasokan solar ini

106
ditambah dengan rute nomor 7 yaitu STS Kalbut TT Manggis - STS Kalbut dengan
menggunakan kapal jenis GP sebanyak 19.046 KL, frekuensi 3 kali dan RTD 4,50 hari.
Terminal Transit Manggis mempunyai daily objective thruput solar sebesar
2.224 KL per-hari. Rute nomor 13 yaitu TT Manggis - Depot Benoa - Depot Badas - TT
Manggis membawa solar dari TT Manggis sebanyak 3.209 KL. Rute nomor 12 yaitu TT
Manggis - Depot Ampenan - TT Manggis membawa solar sebanyak 2.488 KL. Dari
hasil fluktuatif volume tanki timbun solar di TT Manggis maka diperoleh buffer stock
ideal sebesar 12.740 KL dan high inventory ideal sebesar 39.800 KL.

Depot Kupang Premium


10,000
Volume

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Days
Premium Buffer Stock High Inventory

Depot Kupang Kerosine


10,000
Volume

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Days
Kerosine Buffer Stock High Inventory

107
Depot Kupang Solar
15,000

10,000
Volume

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Days
Solar Buffer Stock High Inventory

Gambar 3.23 Grafik Inventory BBM Depot Kupang


Sumber: Hasil Pengolahan

Depot Kupang mempunyai own demand premium sebesar 5.261 KL, jika
ditambah dengan 7 depot penyalurnya yaitu Depot Maumere, Depot Waingapu, Depot
Ende, Depot Larantuka, Depot Atapupu, Depot Dilli dan Depot Kalbahi maka demand
premium menjadi 12.214 KL. Berdasarkan rute nomor 1 yaitu Kilang Balikpapan -
Depot Kupang - Kilang Balikpapan, produk premium ini ditransfer menggunakan kapal
jenis GP dengan daya angkut premium sebesar 6.107 KL, frekuensi 2 kali pengiriman
per-bulan dan Round Trip Days 8.53 hari.
Kapal jenis GP ini merapat atau melakukan unloading di Depot Kupang pada
hari ke-1 dan hari ke-10. Depot ini mempunyai daily objective thruput premium sebesar
236 KL per-hari. Rute nomor 2 membawa premium sebanyak 1.092 KL, frekuensi 1
kali per-bulan, dengan jadwal pemberangkatan dari Depot Kupang pada hari ke-2. Rute
nomor 4 membawa premium sebanyak 1313 KL, frekuensi 1 kali per-bulan, dengan
jadwal pemberangkatan dari Depot Kupang pada hari ke-7. Rute nomor 4 dan nomor 2
menggunakan kapal yang sama.
Selain kedua rute di atas rute nomor 3 dan nomor 4 juga merupakan rute yang
berbasis dari depot Kupang. Rute multy-port nomor 3 yaitu Depot Kupang Depot
Waingapu - Depot ende - Depot Larantuka - Depot Kupang membawa premium
sebanyak 1137 KL dengan frekuensi 3 kali per-bulan, dan RTD 6.95 hari. Jadwal
pemberangkatan dari Depot Kupang pada rute nomor 3 yaitu pada hari ke-4, 11 dan 19.
Rute point-to-point nomor 5 yaitu Depot Kupang Depot Atapupu membawa premium
sebanyak 379 KL dengan frekuensi 3 kali per-bulan. Jadwal pemberangkatan dari Depot
Kupang pada rute nomor 5 yaitu pada hari ke-8, 15 dan 22. Dari hasil fluktuatif volume

108
tanki timbun premium di Depot Kupang diperoleh buffer stock ideal sebesar 2,430 KL
dan high inventory ideal sebesar 8.900 KL premium. Jika melihat tanki timbun
eksisiting yang hanya mempunyai safe capacity sebesar 6.098 KL maka besar kapasitas
ini tidak akan memenuhi arus keluar masuk barang yang seharusnya berada di atas high
inventory, kecuali jika buffer stock diturunkan yang semula mampu menahan 6 hari
menjadi 1 hari saja dan ditambah dengan sisa tanki timbun kerosene. Solusi terbaik
adalah dengan menambah kapasitas tanki timbun premium menjadi 9.000 KL.
Mekanisme arus keluar masuk produk kerosene dan solar mengikuti arus premium di
atas.

3.12. Rantai Pasok Supply dan Distribusi Envelope Empat


3.12.1 Demand dan Supply Envelope Empat
Demand BBM envelope empat berada diperingkat ke-empat dari 5 envelope
yang ada di Indonesia. Demand BBM envelope empat memiliki proporsi prosentase
sebesar 14% dari demand BBM nasional. Jumlah total demand envelope empat adalah
sebesar 575,640 KL terdiri dari 176.620 KL premium (31%), kerosene 91,132 KL
(16%) dan solar 307,888 KL (53%). Melihat karakteristik demand yang dibutuhkan oleh
envelope empat maka dapat disimpulkan bahwa produk solar merupakan produk utama
yang dikonsumsi. Kebutuhan solar yang besar menunjukan pertumbuhan industri yang
terus meningkat, terutama dalam industri tambang dan eksplorasi.
Demand BBM envelope empat seluruhnya di pasok dari Kilang Balikpapan yang
dikelola oleh Unit Pengolahan V (UP V). Kilang Balikapapan memproduksi BBM
sebanyak 866,391 KL BBM per-bulan yang terdiri dari premium 244,224 KL, kerosene
212,742 KL dan solar 409,425 Kl, jumlah ini jauh mencukupi kebutuhan envelope
empat. Selain memasok kebutuhan envelope empat produksi Kilang Balikpapan dipakai
juga untuk memasok kebutuhan BBM di envelope lima dan envelope tiga.
Berdasarkan konsep envelope yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya, Depot
Bima dan Depot Reo masuk dalam areal envelope tiga, tetapi setelah dipertimbangkan
berdasarkan kedekatan jarak dengan sumber supply antara TT Manggis dan Ins
Makassar, maka lebih baik jika ke dua depot ini masuk dalam areal distribusi Instalasi
Makassar di envelope empat. Hal ini serupa dengan Depot Ternate, Depot Tobelo dan
Depot Labuha yang semula masuk dalam wilayah envelope lima berubah menjadi areal
distribusi envelope empat, karena distribusi BBM dari Depot Bitung ke ketiga depot
tersebut lebih dekat jika dibandingkan dari Terminal Transit Wayame.

109
Envelope empat merupakan envelope dengan jumlah titik observasi terbanyak.
Jumlah ini setara dengan jumlah titik observasi yang berada di envelope satu, walaupun
demikian karena faktor geografis Pulau Kalimantan bagian selatan yang mengharuskan
pendistribusian untuk melalui sungai menyebabkan jumlah kapal yang dibutuhkan
envelope empat lebih banyak dari pada jumlah kapal yang dipakai di envelope satu,
khususnya kapal tanker tipe kecil.
Depot Bitung dan Ins Makassar adalah supply point untuk daerah utara dan
selatan Pulau Sulawesi. Depot Bitung menangani 12 depot penyalur sedangkan Instalasi
Makassar melayani 8 depot penyalur. Melihat besarnya cakupan pelayanan depot yang
cukup banyak seharusnya kedua supply point ini memiliki jumlah tanki timbun yang
setara dengan kebutuhan demand, akan tetapi pada kondisi eksisiting kedua depot ini
hanya memiliki kapasitas tampung di bawah 50% dari jumlah total demand.
Envelope empat memiliki ship to ship transfer (STS) di sekitar Kotabaru. STS
Kotabaru ini setara dengan kapal tipe Long Range (LR), dengan kapasitas angkut
sekitar 80.000 DWT. Menurut data yang diperoleh dari bulan Oktober sampai
Desember 2007, kapal ini hanya menimbun jenis produk solar saja. Lokasi kapal ini
bisa berubah-ubah atau bergerak sesuai dengan ketersedian sumber dan titik-titik
distribusinya.
Untuk mempermudah penempatan produk BBM lokal dalam wilayah envelope
empat dilakukan 4 pembagian sub area dengan berdasarkan kedekatan lokasi depot dan
jarak dengan supply point. Keempat sub area tersebut tersebar di Kalimatan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Untuk memperjelas gambaran
sub area yang dimaksud di atas dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Sub area satu yang tersebar di wilayah utara Pulau Sulawesi terdiri dari 13 titik
observasi yang terdiri dari 1 buah depot utama (Depot Bitung) dan 12 buah sea depot
penyalur. Depot-depot penyalur tersebut yaitu Depot Gorontalo, Depot Moutong, Depot
Parigi, Depot Poso, Depot Ampana, Depot Luwuk, Depot Banggai, Depot Kolonedale,
Depot Tahuna, Depot Ternate, Depot Tobelo dan Depot Labuha. Seluruh produk BBM
sub region satu diperoleh dari Kilang Balikpapan. Sub area satu membutuhkan 103.718
KL BBM yang terdiri dari 32.510 KL premium, 19.876 Kl kerosene dan 51.332 KL
solar.

110
Tabel 3.8 Pembagian Sub Daerah Envelope Empat
SUB AREA 1 SUB AREA 2 SUB AREA 3 SUB AREA 4
1 Depot Bitung 1 Inst. Makassar 1 Depot Balikpapan 1 Depot Banjarmasin
2 Depot Gorontalo 2 Depot Palopo 2 Depot Samarinda 2 Depot Kotabaru
3 Depot Moutong 3 Depot Kendari 3 Depot Tarakan 3 Depot Pulang Pisau
4 Depot Parigi 4 Depot Baubau 4 Depot Toli-Toli 4 Depot Pkl Bun
5 Depot Poso 5 Depot Raha 5 Depot Donggala 5 Depot Sampit
6 Depot Ampana 6 Depot Kolaka 6 Depot Pare-Pare
7 Depot Luwuk 7 Depot Bima
8 Depot Banggai 8 Depot Reo
9 Depot Kolonedale
10 Depot Tahuna
11 Depot Ternate
12 Depot Tobelo
13 Depot Labuha

sea depot Instalasi / term transit Pipa

Sumber: Hasil Pengolahan

Sub area yang tersebar di selatan Pulau Sulawesi terdiri dari 1 instalasi (Ins
Makassar) dan 7 sea depot penyalur. Depot-depot penyalur tersebut yaitu Depot Palopo,
Depot Kendari, Depot Bau-bau, Depot Raha, Depot Kolaka, Depot Bima dan Depot
Reo. Depot Pare-pare seharusnya masuk dalam sub area dua yang dipasok dari Instalasi
Makassar, tetapi mengingat jumlah demand yang cukup besar di Depot Pare-pare dan
kapasitas tampung yang tidak memadai di Ins Makssar maka supply point Depot Pare-
pare dialihkan pendistribusiannya ke Kilang Balikpapan, sehingga yang semula masuk
dalam sub area dua beralih menjadi sub area tiga. Sub area dua membutuhkan 137.105
KL BBM yang terdiri dari 52.408 KL premium, 25.597 Kl kerosene dan 59.100 KL
solar. Supply BBM di sub region dua diperoleh dari Kilang Balikpapan.
Sub are tiga tersebar di sekitar timur sampai timur laut Pulau Kalimantan terdiri
dari 1 inland depot penyalur (Depot Balikpapan) dan 5 sea depot penyalur. Lima depot
penyalur tersebut yaitu Depot Pare-pare, Depot Samarinda, Depot Tarakan, Depot Toli-
toli, dan Depot Donggala. Sub area tiga membutuhkan 206.430 KL BBM yang terdiri
dari 58.550 KL premium, 25.526 Kl kerosene dan 122.353 KL solar. Depot Balikpapan
di transfer dengan menggunakan moda distribusi pipa dari Kilang Balikpapan,
sedangkan depot lainnya ditransfer dengan menggunakan kapal tanker.
Sub area empat tersebar di selatan Pulau Sulawesi terdiri dari 5 sea depot
penyalur. Depot-depot penyalur tersebut yaitu Depot Kotabaru, Depot Banjarmasin,
Depot Pangkalan Bun, Depot Pulau Pisau, dan Depot Sampit. Karena medan yang
dilalui berupa sungai, maka sub area ini banyak menggunakan kapal tipe LIGHTER,
sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan tipe kapal yang lebih besar. Sub

111
area empat membutuhkan 158.601 KL BBM yang terdiri dari 40.784 KL premium,
26.183 Kl kerosene dan 91.633 KL solar. Supply BBM di sub region empat diperoleh
dari Kilang Balikpapan. STS Kotabaru digunakan untuk memudahkan pendistribusian
BBM , terutama produk solar di wilayah ini.

3.12.2 Flow of material BBM Envelope Empat


Berdasarkan ketersediaan sumber pasokan lokal, tingkat efesiensi kedekatan
jarak dan keterbatasan tanki timbun, maka supply utama untuk envelope empat dapat
dijabarkan sebagai berikut: Depot Bitung, Instalasi Makassar dan Depot Kotabaru
mendapat supply premium, kerosene dan solar dari Kilang Balikpapan. Selain
mentransfer produk PKS ketiga supply utama di atas, kilang ini juga memasok solar
untuk STS Kotabaru. Hampir semua depot penyalur yang terdapat dalam envelope
empat, kecuali daerah sub area empat mendapat pasokan produk premium, kerosene dan
solar dari supply point terdekatnya.

Tahuna
Tarakan

Toli Toli Bitung Tobelo


Gorontalo
Moutong
Ternate
Samarinda
Donggala Parigi
Labuha
Ampana Luwuk
BALIKAPAPAN
Poso Banggai
Pkl.Bun Sampit P. Pisau
Kolonedale
Kotabaru
Banjarmasin
Palopo
Pare-pare
Kendari
Kolaka
STS KOTABARU
Makassar
Raha Premium
Bau Bau Solar
Kerosine
PKS

Reo
Bima

Gambar 3.24 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Penyalur


Sumber: Hasil Pengolahan

112
Depot Banjarmasin mendapat pasokan premium dan kerosene dari Kilang
Balikpapan, sedangkan pasokan solar diperoleh dari STS Kotabaru. Premium dan
kerosene dari depot ini seharusnya di supply dari Depot Kotabaru yang merupakan
supply point sub area empat, tetapi karena keterbatasan tanki timbun yang dimiliki
Depot Kotabaru, maka supply premium dan solar dialihkan ke Kilang Balikpapan.
Depot Pulau Pisau, Depot Pangkalan Bun dan Depot Sampit memperoleh pasokan
premium dan kerosene dari Depot Kotabaru, sedangkan pasokan solar didatangkan dari
STS Kotabaru.

Depot Bitung

PREMIUM STS Ins Makasar


KEROSINE SEA DEPOT
SOLAR RTW
PIPA Tarakan Toli - Toli Donggala
PKS
KILANG JOBBER

TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI


Balikpapan

Samarinda

UP V
Banjarmasin
KILANG BALIKPAPAN

STS Kotabaru Sampit

P. Pisau

Dep Kotabaru Pkl. Bun

Gambar 3.25 Flow of Material BBM Kilang Balikpapan


Sumber: Hasil Pengolahan

Kilang Balikpapan merupakan kilang yang mempunyai lalulintas terpadat di


Indonesia. Daerah distribusi Kilang Balikpapan sangat luas, bahkan hampir 50% depot-
depot yang ada di Indonesia dipasok dari kilang yang di kelola oleh Unit Pengolahan V
ini. Kilang Balikpapan mentransfer produk premium, kerosene dan solar ke Terminal
Transit Wayame di envelope lima dan Depot Kupang serta TT Manggis di envelope
tiga. Selain itu Kilang Balikpapan mentransfer kerosene ke Instalasi Surabaya.

113
Moutong Parigi Poso Ampana

Luwuk Kolonedale Banggai

Depot Bitung Tahuna Tobelo Labuha

PREMIUM STS
Gorontalo
KEROSINE SEA DEPOT
SOLAR RTW
PKS PIPA
UP V Ternate
KILANG JOBBER
KILANG BALIKPAPAN
TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI

Kendari Raha Bau Bau

Ins Makasar Palopo Kolaka

Bima Reo

Gambar 3.26 Flow of Material BBM Depot Bitung dan Depot Makassar
Sumber: Hasil Pengolahan

3.12.3 Rute Distribusi Envelope Empat


Rute kapal tanker dibuat berdasarkan flow of material BBM envelope empat
yang telah dibuat. Pembuatan rute ini dibatasi oleh kapasitas tanki timbun di masing-
masing depot dan jenis kapal tanker yang digunakan. Berdasarkan hasil pegolahan data
pada envelope empat, maka dihasilkan 24 buah rute yang mayoritas menggunakan pola
distribusi point-to-point sebanyak 17 rute, sedangkan rute yang menggunakan pola
distribusi multy-port berjumlah 7 buah.
Kapal tipe besar seperti GP dan MR banyak digunakan untuk mendistribusikan
BBM ke daerah-daerah supply utama seperti Depot Bitung, Ins Makassar, Depot
Kotabaru dan STS Kotabaru. Satu-satunya rute yang menggunakan pola multy-port dan
memakai kapal jenis GP di dalam envelope empat adalah rute nomor 14 yaitu Kilang
Balikpapan Depot Tarakan Depot Toli-toli Depot Donggala - Kilang Balikpapan.
Rute dengan pola multy-port ini mempunyai RTD sebesar 8,85 hari dengan frekuensi 3
kali per-bulan. Freight cost untuk kapal-kapal besar di dalam envelope empat tidak
lebih dari $ 4 per KL, kecuali rute multy-port yang menggunakan kapal GP mempunyai
ongkos $ 5.79 per KL.

114
Tahuna MR
Tarakan
GP
SMALL 2
SMALL 1
1
LIGHTER
Kotabaru
Toli Toli Bitung Tobelo
Gorontalo
Moutong
Ternate
Samarinda

Parigi Labuha

17 Ampana Luwuk
BALIKAPAPAN
Poso
Banggai
Sampit 8
Pkl.Bun P. Pisau Kolonedale

Palopo
Pare-pare
Kotabaru Kendari
Kolaka
24
Raha
STS KOTABARU
7 Bau Bau
WAYAME
Makassar

KUPANG
Reo
Bima
TJG MANGGIS

Gambar 3.27 Rute Supply dan Distribusi BBM Depot Utama di Envelope Empat
Sumber: Hasil Pengolahan

Kapal jenis kecil seperti SMALL 1, SMALL 2 dan LIGHTER banyak digunakan
untuk mensuppy BBM ke depot-depot penyalur. Pola distribusi multy-port dengan kapal
jenis SMALL 1 dipakai pada rute nomor 5 yaitu Depot Bitung - Depot Tahuna - Depot
Tobelo - Depot Labuha - Depot Bitung yang membawa 3.357 KL BBM dengan RTD
7,64 hari dan rute nomor 12 yaitu Ins Makassar - Depot Bima - Depot Reo - Ins
Makassar yang membawa 3.251 KL BBM dengan RTD 6.47 hari.
Pola distribusi multy-port dengan kapal jenis SMALL 2 digunakan di sub area
satu dan dua dengan jumlah 2 buah rute di masing-masing sub area. Rute nomor 3 yang
memiliki RTD 9,08 hari (Depot Bitung - Depot Moutong - Depot Parigi - Depot Poso -
Depot Ampana - Depot Bitung) dan rute nomor 4 yang memiliki RTD 7,88 hari (Depot
Bitung - Depot Luwuk - Depot Banggai - Depot Kolonedale - Depot Bitung), berada di
sub area satu. Rute nomor 10 yang memiliki RTD 6,07 hari (Ins Makassar - Depot
Palopo - Depot Kolaka - Ins Makassar) dan rute nomor 11 yang memiliki RTD 7,62 (Ins
Makassar - Depot Kendari - Depot Baubau - Depot Raha - Ins Makassar ),berada di sub
region dua.

115
Tabel 3.9 Rute Supply dan Distribusi Envelope Empat
NO ROUTE P K S TOTAL OC Type RTD frek TOTAL $/KL Rp/Lt UTILITAS
1 Balikpapan Bitung Balikpapan 10,837 6,625 17,111 34,573 77% MR 7.40 2 14.79 3.74 28 22.19
2 Bitung Gorontalo Bitung 1,718 841 2,406 4,966 76% SMALL 2 3.73 0.00 4.14 31 11.20
3 Bitung Moutong Parigi Poso Ampana Bitung 2,131 964 2,511 5,606 86% SMALL 2 9.08 3 27.25 9.27 70 18.17
4 Bitung Luwuk Banggai Kolonedale Bitung 1,388 972 2,008 4,368 67% SMALL 2 7.88 2 15.76 8.04 61 15.76
5 Bitung Tahuna Tobelo Labuha Bitung 1,020 809 1,528 3,357 96% SMALL 1 7.64 2 15.28 10.32 78 15.28
6 Bitung Ternate Bitung 1,214 1,138 3,988 6,341 98% SMALL 2 3.31 2 6.62 2.80 21 6.62
7 Balikpapan Makasar Balikpapan 9,382 4,019 10,720 24,121 96% GP 5.29 5 26.46 2.37 18 26.46
8 Balikpapan Makasar Balikpapan 1,100 1,100 1,100 3,300 94% SMALL 1 4.65 5 23.25 5.93 45 23.25
9 Balikpapan Pare-Pare Balikpapan 2,874 1,164 1,891 5,928 91% SMALL 2 4.21 5 21.05 3.95 30 21.05
10 Makasar Palopo Kolaka Makasar 2,289 1,105 2,715 6,109 94% SMALL 2 6.07 4 24.27 6.02 45 24.27
11 Makasar Kendari Baubau Raha Makasar 1,984 1,223 2,632 5,839 90% SMALL 2 7.62 4 30.49 7.66 58 30.49
12 Makasar Bima Reo Makasar 949 703 1,599 3,251 93% SMALL 1 6.47 4 25.87 8.63 65 25.87
13 Balikpapan Samarinda Balikpapan 930 414 1,921 3,265 50% (2) SMALL 1 2.88 10 28.83 3.47 26 28.83
14 Balikpapan Tarakan Toli-Toli Donggala Balikpapan 4,783 2,282 11,777 18,843 75% GP 8.85 3 26.56 5.79 44 26.56
15 Balikpapan Banjarmasin Balikpapan 2,940 1,527 3,298 94% (2) SMALL 1 5.23 4.5 23.51 6.84 52 23.51
16 STS Kt Baru Banjarmasin STS Kt Baru 3,022 3,022 86% (2) SMALL 1 4.32 6 23.74 5.54 42 23.74
17 Balikpapan Kotabaru Balikpapan 4,774 4,145 8,106 17,025 68% GP 4.08 3 12.25 2.48 19 12.25
18 Kotabaru P Pisau Kotabaru 994 990 2,889 83% SMALL 1 4.59 5 22.96 5.93 45 22.96
19 STS Kt Baru P Pisau STS Kt Baru 1,286 1,286 103% LIGHTER 4.59 6 27.55 11.19 85 27.55
20 Kotabaru Pkl Bun Kotabaru 216 157 1,111 89% (3) LIGHT 5.87 4 25.23 14.77 112 25.23
21 STS Kt Baru Pkl Bun STS Kt Baru 1,199 1,199 96% (2) LIGHT 5.87 4 23.47 14.77 112 23.47
22 Kotabaru Sampit Kotabaru 293 216 0 1,101 88% (3) LIGHT 5.13 4 22.07 12.71 96 22.07
23 STS Kt Baru Sampit STS Kt Baru 962 962 77% (2) LIGHT 5.13 4 20.53 12.71 96 20.53
24 Balikpapan STS Kt Baru Balikpapan 22,439 22,439 90% GP 4.08 3 12.25 2.30 17 12.25
TOTAL 51,817 30,397 100,920 184,199 134 95 500 171 1,295
RATA-RATA 86% 6 4 21 7 54 70%

P Premium RTD Round Trip Days


K Kerosene OC Occupacy Kapal = daya angkut standar / volume BBM yang diangkut
S Solar UTILITAS Utilitas = RTD X frekuensi per-kapal
Menggunakan kapal yg sama

Sumber: Hasil Pengolahan

116
Kebutuhan PKS Depot Gorontalo dan Depot Ternate yang termasuk dalam sub
areal satu dipasok dari Depot Bitung dengan menggunakan pola distribusi point-to-
point. Kebijakan ini diambil karena kedua depot tersebut mempunyai demand yang
lebih besar dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan depot-depot penyalur di
sekitarnya, sehingga lebih efektif dan efisien jika kedua depot ini terpisah dari depot
penyalur lainya.

Tahuna
Tarakan 5

2
Toli Toli Bitung 6 Tobelo
14
Moutong Gorontalo
Ternate
Samarinda
3
13
Parigi Labuha
Luwuk 4
BALIKAPAPAN

22 15 Poso
Banggai
20 Sampit P. Pisau 16 Kolonedale
Pkl.Bun 18 9
Palopo
Pare-pare
Kendari
Kolaka
19, 21, 23
Makassar Raha
10 MR
Bau Bau
GP
SMALL 2
11 SMALL 1
LIGHTER

12

Bima Reo

Gambar 3.28 Rute Distribusi BBM Envelope Empat


Sumber: Hasil Pengolahan

Produk solar yang distribusikan dari STS Kotabaru ke Depot Pangkalan Bun,
Depot Pulau Pisau dan Depot Sampit menggunakan kapal tipe LIGHTER dengan pola
distribusi point-to-point. Pola distribusi dan jenis kapal yang sama digunakan juga pada
produk premium dan kerosene yang di transfer dari Depot Kotabaru, kecuali untuk rute
nomor 18 yaitu Depot Kotabaru - Depot Pulau Pisau - Depot Kotabaru menggunakan
tipe kapal SMALL 1.
Freight cost tertinggi yang ada di envelope empat adalah rute point-to-point
nomor 20 (Depot Kotabaru - Depot Pangkalan Bun - Depot Kotabaru) dan rute point-to-
point nomor 21 (STS Kotabaru - Depot Pankalan Bun - STS Kotabaru) dengan
menggunakan kapal tipe LIGHTER sebesar $ 14,77 per KL atau Rp 112,- per liter.

117
Besarnya biaya ini diakibatkan oleh faktor jarak yang cukup jauh dan menggunakan
moda kapal tanker yang kecil. Besarnya kapasitas kapal berbanding terbalik dengan
ongkos distribusi.
Envelope empat menggunakan 32 buah kapal untuk melayani 24 rute perjalanan.
Tiga puluh dua kapal tersebut terdiri dari 1 buah kapal jenis MR, 3 buah kapal jenis
GP, 7 buah kapal jenis SMALL 2, 10 buah kapal jenis SMALL 1, dan 11 buah kapal
jenis LIGHTER. Jumlah kapal yang dipakai pada pola distribusi baru lebih sedikit jika
dibandingkan pola distribusi lama atau eksisiting yang menggunakan 38 kapal dengan
komposisi 5 buah kapal jenis GP, 6 buah kapal jenis SMALL 2, 14 buah kapal jenis
SMALL 1, dan 13 buah kapal jenis LIGHTER.
Pengurangan kapal terjadi pada kapal jenis GP sebanyak 2 buah, kapal jenis
SMALL 1 sebanyak 4 buah dan kapal jenis LIGHTER sebanyak 2 buah. Penambahan
kapal terjadi pada kapal jenis MR sebanyak 1 buah dan kapal jenis SMALL 2 sebanyak
1 buah. Walaupun terjadi pengurangan dan penambahan jumlah armada kapal di dalam
envelope empat, jika dihitung berdasarkan ongkos sewa kapal yang beroperasi di
envelope empat maka terjadi penghematan sebesar $ 576.232. Sebelum menggunakan
pola baru atau kondisi eksisting biaya yang diperlukan adalah sebesar $ 5.165.452,
sedangkan dengan pola baru biaya yang dibutuhkan adalah $ 4.589.220.
Round Trip Days pola distribusi baru di envelope empat berjumlah 508 hari
dengan utilitas kapal tanker sebesar 71%. Prosentase ini menggambarkan bahwa rata-
rata kapal di wilayah ini mempunyai waktu instirahat selama 9 hari. Sisa waktu tersebut
dipakai untuk mendistribusikan produk avtur, minyak industri, atau barrier jika terjadi
perubahan jalur akibat terganggunya arus distribusi produk di supply point.
Tingkat occupacy kapal di envelope empat mencapai 86%, lebih tinggi dari batasan
yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar 45%.

3.12.4 Perubahan Tanki Timbun Envelope Empat


Berdasarkan hasil analisis di envelope empat terdapat 4 lokasi penambahan tanki
timbun dan 8 lokasi perubahan tanki timbun. Keempat lokasi penambahan tanki timbun
tersebut adalah: Depot Banjarmasin, Depot Depot Pangkalan Bun, Ins Makassar, dan
Depot Bitung. Kedelapan lokasi yang mengalami perubahan komposisi tanki timbun
adalah: Depot Tarakan, Depot Bitung, Depot Toli-toli, Depot Donggala, Depot Parigi,
Depot Kolonedale, Depot Tobelo, dan Depot Bima.

118
Depot Bitung dan Instalasi Makassar adalah prioritas utama penambahan tanki
timbun di envelope empat, karena kedua lokasi ini merupakan supply point yang
bertugas menyalurkan BBM ke depot-depot penyalur yang ada di sekitarnya. Depot
Bitung mensupply kebutuhan BBM di wilayah Sulawesi Utara, sedangkan Instalasi
Makassar mensupply kebutuhan BBM di wilayah Sulawesi Selatan. Selain itu kedua
lokasi ini direkomendasikan untuk dijadikan lokasi penempatan buffer atau barrier
untuk envelope empat. Dengan penambahan kapasitas tanki timbun di Depot Bitung dan
Instalasi Makassar diharapkan kedua lokasi ini akan berfungsi sebagai titik supply dan
lokasi buffer demand envelope empat.
Depot Bitung direkomendasikan melakukan penambahan tanki timbun produk
solar sebesar 28.000 KL atau 7.300 KL lebih besar dari kondisi semula, sedangkan
komposisi tanki timbun kerosene dan premium di rubah yang semula tanki timbun
kerosene berjumlah 5 buah menjadi 4 buah sehingga kapasitas timbun menjadi 12.722
KL, sedangkan premium yang semula berjumlah 6 tanki menjadi 7 tanki dengan total
kapasitas tampung 19.000 KL.
Intalasi Makssar direkomedasikan umtuk melakukan penambahan kapasitas
tanki timbun pada produk premium dan solar. Produk premium membutuhkan tambahan
kapasitas timbun sebesar 5.400 KL, sedangkan produk solar membutuhkan tambahan
kapasitas timbun sebesar 1.200 KL.
Depot Pangkalan Bun direkomendasikan melakukan penambahan kapsitas tanki
timbun produk premium dan solar, sedangkan Depot Banjarmasin pada tanki timbun
produk premium. Untuk memperjelas besar volume penambahan dan perubahan tanki
timbun dimasing-masing depot dalam envelope empat dapat dilihat pada Lampiran D
yang terdapat pada bagian akhir laporan ini.

3.12.5 Inventory Management Envelope Empat


Pengaturan inventory management yang dimulai dari kilang (1st tier), depot
utama/terminal transit/instalasi (2nd tier) sampai dengan depot penyalur (3rd tier)
merupakan kunci utama penentuan besarnya high inventory yang harus dimilki suatu
depot. Berdasarkan hasil penentuan nilai high inventory ini akan didapatkan volume
safe capacitiy yang layak dimilki oleh depot untuk menampung dan mendistribusikan
BBM. Berikut ini dapat dilihat salah satu model pengaturan inventory manajemen di
Instalasi Makassar dan Depot Bitung.

119
Instalasi Makassar Premium
20,000

15,000
Volume

10,000

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Days

Premium Buffer Stock High Inventory

Instalasi Makassar Kerosine


10,000
Volume

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Days
Kerosine Buffer Stock High Inventory

Instalasi Makassar Solar


25,000

20,000

15,000
Volume

10,000

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Days

Solar Buffer Stock High Inventory

Gambar 3.29 Grafik Inventory BBM Instalasi Makassar


Sumber: Hasil Pengolahan

Instalasi Makassar mempunyai own demand premium sebesar 31.516 KL, jika
ditambah dengan 7 depot penyalurnya yaitu Depot Palopo, Depot Kendari, Depot Bau-
bau, Depot Raha, Depot Kolaka, Depot Bima dan Depot Reo, maka demand premium
yang harus ditanggung oleh instalasi ini menjadi 52.408 KL. Berdasarkan rute nomor 7
dan rute nomor 8, produk premium ini ditransfer dari Kilang Balikpapan dengan

120
menggunakan 2 buah kapal tanker yang berlainan jenis, yaitu kapal jenis GP dan kapal
jenis SMALL 1 dengan masing-masing volume angkut 9.382 KL untuk kapal jenis GP
dan 1.100 KL untuk kapal jenis SMALL 1. Frekuensi kedua kapal ini sebanyak 5 kali
per-bulan, sedangkan waktu Round Trip Days Kilang Balikpapan sampai Instalasi
Makassar membutuhkan 5,29 hari untuk kapal jenis GP dan 4,65 hari untuk kapal jenis
SMALL 1.
Kapal jenis GP melakukan unloading di Ins Makassar pada hari ke-1, 7, 13, 19
dan 25, sedangkan kapal tipe SMALL 1 pada hari ke-2, 7, 12, 17 dan 22. Depot ini
mempunyai daily objective thruput premium sebesar 1413 KL per-hari. Rute nomor 10
membawa premium sebanyak 2.289 KL dengan frekuensi 4 kali per-bulan, sehingga
pemberangkatan dari Ins Makassar terjadwal pada hari ke-6, 12,18, 19, dan 25. Rute
nomor 11 membawa premium sebanyak 1.984 KL dengan frekuensi 4 kali per-bulan,
sehingga pemberangkatan dari Ins Makassar terjadwal pada hari ke-2, 9, 16, dan 23.
Rute nomor 12 membawa premium sebanyak 949 KL dengan frekuensi 4 kali per-
bulan, sehingga pemberangkatan dari Ins Makassar terjadwal pada hari ke-3, 10, 16, dan
23. Rute nomor 10, 11 dan 12 menggunakan pola distribusi multy-port .
Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun premium di Instalasi Makassar maka
diperoleh buffer stock ideal sebesar 6.932 KL dan high inventory ideal sebesar 18.500
KL premium. Mekanisme arus keluar masuk produk kerosene dan solar mengikuti arus
premium di atas.

Depot Bitung Premium


20,000

15,000
Volume

10,000

5,000

-
1

9
10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

Days

Premium Buffer Stock High Inventory

121
Depot Bitung Kerosine
15,000

10,000
Volume

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Days

Kerosine Buffer Stock High Inventory

Depot Bitung Solar


30,000

25,000

20,000
Volume

15,000

10,000

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Days
Solar Buffer Stock High Inventory

Gambar 3.30 Grafik Inventory BBM Depot Bitung


Sumber: Hasil Pengolahan

Depot Bitung mempunyai own demand premium sebesar 15.848 KL, jika
ditambah dengan 12 depot penyalurnya yaitu Depot Gorontalo, Depot Moutong, Depot
Parigi, Depot Poso, Depot Ampana, Depot Luwuk, Depot Banggai, Depot Kolonedale,
Depot Tahuna, Depot Ternate, Depot Tobelo dan Depot Labuha, maka demand
premium menjadi 32.510 KL. Berdasarkan rute nomor 1, produk premium di depot ini
ini ditransfer dari Kilang Balikpapan dengan kapal jenis MR. Volume produk premium
yang di angkut oleh kapal jenis MR ini berjumlah 10.837 KL dengan frekuensi 3 kali
per-bulan dan waktu Round Trip Days 7,40 hari.
Kapal jenis MR yang berasal dari Kilang Balikpapan ini melakukan unloading
produk premium di Depot Bitung pada hari ke-1, 8 dan 16. Depot ini mempunyai daily
objective thruput premium sebesar 711 KL per-hari. Rute nomor 2 membawa premium
dari Depot Biutng sebanyak 1.718 KL dengan frekuensi 3 kali per-bulan, sehingga
pemberangkatan dari Depot Bitung terjadwal pada hari ke-1, 9, dan 19. Rute nomor 6

122
membawa premium sebanyak 1.214 KL dengan frekuensi 2 kali per-bulan, sehingga
pemberangkatan dari Ins Makassar terjadwal pada hari ke-8 dan 15. Rute nomor 2 dan
rute nomor 6 menggunakan pola point-to-point.
Rute nomor 3 membawa premium sebanyak 2131 KL dengan frekuensi 2 kali
per-bulan dan RTD 9,08 hari, sehingga pemberangkatan dari Depot Bitung terjadwal
pada hari ke-3 dan 18. Rute nomor 4 membawa premium sebanyak 1388 KL dengan
frekuensi 2 kali per-bulan dan RTD 7,88 hari, sehingga pemberangkatan dari Depot
Bitung terjadwal pada hari ke-5 dan 14. Rute nomor 5 membawa premium sebanyak
1020 KL dengan frekuensi 2 kali per-bulan dan RTD 7,64 hari, sehingga
pemberangkatan dari Depot Bitung terjadwal pada hari ke-7 dan 17. Rute nomor 2, 3
dan 4 menggunakan pola distribusi multy-port .
Dari hasil fluktuatif volume tanki timbun premium di Depot Bitung maka
diperoleh buffer stock ideal sebesar 6.456 KL dan high inventory ideal sebesar 18.648
KL premium. Mekanisme arus keluar masuk produk kerosene dan solar mengikuti arus
premium di atas.

3.13 Rantai Pasok Supply dan Distribusi Envelope Lima


3.13.1 Demand dan Supply Envelope Lima
Demand BBM envelope lima berada diperingkat ke-lima dari 5 envelope yang
ada di Indonesia, demand BBM di envelope ini memiliki proporsi sebesar 3% dari
demand BBM nasional. Jumlah total demand envelope lima adalah sebesar 117,834 KL
yang terdiri dari 26,927 premium (23%), kerosene 18,122 KL (15%) dan solar 72,785
KL (62%). Dari perbandingan prosentase tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
produk solar merupakan produk utama yang dikonsumsi oleh envelope ini.
Demand BBM di envelope lima hampir seluruhnya dipasok dari Kilang
Balikpapan melalui Terminal Transit Wayame. Kilang Kasim-Sorong yang dikelola
oleh Unit Pengolahan VII (UPVII) memproduksi BBM sebanyak 17,895 KL perbulan
yang terdiri dari premium 5,713 KL, kerosene 3,278 KL dan solar 8,904 Kl. Produksi
Kilang Kasim-Sorong ini hanya mencukupi 15% kebutuhan envelope lima.
Untuk mempermudah penempatan produk BBM lokal, maka dilakukan 3
pembagian sub area di dalam envelope lima. Pembagian ini dibuat berdasarkan
kedekatan lokasi depot dan jarak dengan supply point. Ketiga sub area tersebut terbagi
di sub area Jayapura, sub area Sorong dan sub area Maluku -Irian Jaya Selatan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.10.

123
Tabel 3.10 Pembagian Sub Daerah Envelope Lima
SUB AREA 1 SUB AREA 2 SUB AREA 3
1 Depot Jayapura 1 Depot Sorong 1 T.T. Wayame
2 Depot Biak 2 Depot Manokwari 2 Depot Merauke
3 Depot Serui 3 Depot Nabire 3 Depot Tual
4 Depot Masohi
5 Depot Saumlaki
6 Depot Bula
7 Depot Sanana
8 Depot Dobo
9 Depot Namlea
10 Depot Fak-Fak
11 Depot Kaimana
12 Jobber Timika

sea depot Instalasi / term transit jobber

Sumber: Hasil Pengolahan

Sub area satu atau sub area Jayapura terdiri dari 3 buah sea depot, yaitu Depot
Jayapura, Depot Biak, dan Depot Serui. Seluruh produk BBM sub region satu diperoleh
dari TT Wayame. Sub area satu membutuhkan 23.232 KL BBM yang terdiri dari 7.636
KL premium, 3.292 Kl kerosene dan 12.304 KL solar.
Sub area dua atau sub area Sorong terdiri dari 3 buah sea depot yaitu Depot
Sorong, Depot Nabire, dan Depot Manokwari. Sub area dua membutuhkan 24.339 KL
BBM yang terdiri dari 5.507 KL premium, 2.954 Kl kerosene dan 15.878 KL solar.
Sumber pasokan PKS untuk Depot Nabire, dan Depot Manokwari dipasok seluruhnya
dari Kilang Kasim-Sorong. Depot Sorong memperoleh produk premium dan kerosene
dari Kilang Kasim-Sorong, sedangkan produk solar diperoleh dari TT Wayame.
Sub are tiga di Maluku dan Irian Jaya Selatan terdiri dari 1 buah terminal transit
(TT Wayame), 10 buah sea depot dan 1 buah jober (Jobber Timika). Sepuluh sea depot
tersebut adalah Depot Merauke, Depot Tual, Depot Tual, Depot Masohi, Depot
Saumlaki, Depot Bula, Depot Sanana, Depot Dobo, Depot Namlea, Depot Fak-fak dan
Depot Kaimana. Sub area tiga membutuhkan 52.970 KL BBM yang terdiri dari 10.004
KL premium, 8.588 Kl kerosene dan 34.378 KL solar. Demand depot penyalur dalam
sub area tiga seluruhnya di pasok dari TT Wayame.

3.13.2 Flow of material BBM Envelope Lima


Berdasarkan ketersediaan sumber pasokan lokal dan tingkat efesiensi kedekatan
jarak, maka supply utama produk premium, kerosene dan solar untuk TT Wayame

124
diperoleh seluruhnya dari Kilang Balikpapan. Sebagian besar depot-depot penyalur
yang berada di envelope lima dipasok dari terminal transit yang terletak di Ambon ini.

Premium
Solar
Tobelo
Kerosine
PKS
Ternate

Labuha

Sorong Manokwari
Biak
Sanana

Serui
Fak-fak
Bula
Masohi
Jayapura
Kaimana Nabire

Namlea

Jobber Timikai

Tual
Dobo

BALIKPAPAN

Meraukei
Saumlaki

Gambar 3.31 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Penyalur


Sumber: Hasil Pengolahan

Transfer produk solar ke Depot Sorong dilakukan karena kurangnya produksi


Kilang Kasim-Sorong, sehingga depot ini memerlukan tambahan pasokan solar dari
daerah lain. Kapasitas tanki timbun di Depot Jayapura dan Depot Dobo sangat terbatas,
sehingga dibutuhkan tanki timbun bayangan yang dapat mensupply kebutuhan BBM
daerah ini. Depot Biak adalah depot bayangan untuk Depot Jayapura, sedangkan Depot
Tual merupakan tanki timbun bayangan untuk Depot Dobo. Produk yang ditransfer dari
Depot Biak ke Depot Jayapura adalah produk premium, kerosene dan solar. Produk
yang ditransfer dari Depot Tual ke Depot Dobo hanya produk kerosene dan solar.

125
UP VII Manokwari Nabire
KILANG KASIM

Sorong

Jayapura Serui Biak

Kaimana Timika Merauke

UP V
KILANG BALIKPAPAN T.T Wayame Tual Dobo Saumlaki

PREMIUM STS
Fak-Fak Bula
KEROSINE SEA DEPOT
SOLAR RTW
PKS PIPA
Namlea Sanana
KILANG JOBBER

TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI

Masohi

Gambar 3.32 Flow of Material BBM Envelope Lima


Sumber: Hasil Pengolahan

3.13.3 Rute Distribusi Envelope Lima


Rute kapal tanker dibuat berdasarkan flow of material BBM envelope lima yang
telah dibuat. Pembuatan rute ini dibatasi oleh kapasitas tanki timbun di masing-masing
depot dan jenis kapal tanker yang akan dipakai. Berdasarkan hasil pegolahan data pada
envelope lima, maka dihasilkan 12 buah rute yang terdiri dari 6 rute point-to-point dan
6 rute mulitport
Kapal tipe MR digunakan untuk mengangkut produk dari Kilang Balikpapan
menuju TT Wayame dengan RTD 9 dan frekuensi 2 kali dalam sebulan, sedangkan
kapal besar tipe GP dipakai dalam rute nomor 2 yaitu TT Wayame - Depot Jayapura -
Depot Serui - Depot Biak - TT Wayame dan rute nomor 8 yaitu TT Wayame - Depot
Tual - Depot Dobo - Depot Saumlaki - TT Wayame dengan jumlah RTD masing-
masing 13,06 hari dan 10,51 hari. Kedua rute multy-port ini menggunakan kapal jenis
MR yang sama.

126
Tabel 3.11 Rute Supply dan Distribusi Envelope Lima
NO ROUTE P K S TOTAL OC Type RTD frek TOTAL $/KL Rp/Lt UTILITAS
1 Balikpapan Wayame Balikpapan 8,820 5,940 26,828 41,588 92% MR 9.81 2 19.61 6.09 46 19.61
2 Wayame Jayapura Serui Biak Wayame 7,636 3,292 12,304 23,232 93% GP 13.06 1 13.06 11.02 83 26.13
3 Biak Jayapura Biak 462 172 1,008 2,824 81% SMALL 1 4.86 6 29.16 7.24 55 29.16
4 Kasim Manokwari Nabire Kasim 927 385 1,158 2,470 71% SMALL 1 6.38 3 19.13 9.78 74 19.13
5 Kasim Sorong Kasim 890 616 4,165 5,671 87% SMALL 2 2.40 2 4.80 2.10 16
6 Wayame Sorong Wayame 3,533 3,533 54% SMALL 2 4.72 2 9.44 7.64 58 18.88
7 Wayame Kaimana Timika Merauke Wayame 1,672 846 3,811 6,328 97% SMALL2 11.51 2 23.01 13.40 101 23.01
8 Wayame Tual Dobo Saumlaki Wayame 1,041 1,485 7,624 10,150 41% GP 10.51 1 10.51 8.63 65
9 Tual Dobo Tual 55 654 709 57% LIGHTER 3.16 3 9.48 7.16 54 9.48
10 Wayame Fak-fak Bula Wayame 644 692 889 2,225 64% SMALL 1 6.00 1 6.00 9.12 69
11 Wayame Namlea Sanana Wayame 752 687 931 2,370 68% SMALL 1 4.91 1 4.91 7.34 55
12 Wayame Masohi Wayame 310 459 357 1,125 32% SMALL 1 3.08 2 6.17 10.19 77 12.33
TOTAL 23,209 14,573 63,262 102,225 80 26 155 100 754
RATA-RATA 70% 7 2 13 8 63 65%

P Premium RTD Round Trip Days


K Kerosene OC Occupacy Kapal = daya angkut standar / volume BBM yang diangkut
S Solar UTILITAS Utilitas = RTD X frekuensi per-kapal
Menggunakan kapal yg sama

Sumber: Hasil Pengolahan

127
Depot Biak yang berfunsi ganda sebagai tanki timbun bayangan menggunakan
kapal jenis SMALL 1 untuk memasok PKS ke Depot Jayapura, sedangkan Depot Tual
menggunakan kapal tipe LIGHTER untuk memasok produk premium dan solar ke
Depot Dobo.
Kapal jenis kecil seperti SMALL 1, SMALL 2 dan LIGHTER efektif dan efisien
digunakan dalam envelope lima, karena demand yang dimiliki masing-masing depot
tidak terlalu besar. Multy-port dengan menggunakan kapal jenis SMALL 2 dilakukan
pada rute nomor 7 yaitu TT Wayame - Depot Kaimana - Jobber Timika - Depot
Merauke - TT Wayame, freight cost rute multy-port ini merupakan rute yang termahal
dari seluruh rute yang ada di envelope lima sebesar $ 13.40 per Kl atau sebesar Rp 101,-
per liter. Besarnya biaya ini diakibatkan oleh banyaknya biaya pelabuhan atau
portcharge ketika kapal merapat di dermaga. Walaupun demikian freight cost yang
dihasilkan pola multy-port ini masih lebih murah jika dibandingkan pola distribusi
point-to-point, karena dengan menggunakan pola distribusi point-to-point jumlah kapal
akan bertambah. Penambahan armada kapal akan memperbesar biaya operasional.

MR
GP
Tobelo
SMALL 2
SMALL 1
LIGHTER
Ternate
2
3
Labuha
5
Sorong
4
Biak
Manokwari
Sanana 6
Masohi Serui
11 Fak-fak
Bula
Jayapura
12
10
Kaimana Nabire
Namlea

Jobber Timikai
8
7
Tual
1 Dobo

9
BALIKPAPAN

Meraukei
Saumlaki

Gambar 3.33 Rute Distribusi BBM Envelope Lima


Sumber: Hasil Pengolahan

128
Envelope lima menggunakan 8 buah kapal untuk melayani 12 rute perjalanan.
Dalam envelope lima terdapat 7 buah rute yang menggunakan kapal yang sama. Rute
kapal tersebut adalah rute nomor 2 dan 6 menggunakan kapal GP, rute nomor 5 dan 6
menggunakan kapal SMALL 2 dan rute nomor 10, 11 dan 12 menggunakan kapal
SMALL 1. Delapan kapal tersebut terdiri dari 1 buah kapal jenis MR, 1 buah kapal
jenis GP, 2 buah kapal jenis SMALL 2, 3 buah kapal jenis SMALL 1, dan 1 buah kapal
jenis LIGHTER. Jumlah kapal yang dipakai pada pola distribusi baru ini lebih sedikit
jika dibandingkan pola distribusi lama atau eksisiting yang tercatat di bulan Oktober
sampai Desember 2007. Pola distribusi lama menggunakan 14 kapal yang terdiri dari 2
buah kapal jenis MR, 2 buah kapal jenis GP, 2 buah kapal jenis SMALL 2, 6 buah kapal
jenis SMALL 1, dan 2 buah kapal jenis LIGHTER
Melihat perbandingan jumlah kapal diatas terlihat terjadinya penghematan
sebanyak 6 buah kapal yang terdiri dari 1 buah kapal jenis MR, 1 buah kapal jenis GP, 3
buah kapal jenis SMALL 1, dan 1 buah kapal jenis LIGHTER. Jika dihitung biaya sewa
maka penghematan ini menghemat biaya sebesar $ 1.254.846 atau Rp 11.670.069.096,-.
Pola lama membutuhkan biaya sebesar $ 2.833.002, sedangkan pola baru memerlukan
dana sebesar $1.578.156.
Round Trip Days pola distribusi baru berjumlah 155 hari dan utilitas kapal
tanker yang beroperasi di envelope tiga adalah sebesar 65%. Prosentase ini
menggambarkan bahwa rata-rata kapal di wilayah ini mempunyai waktu instirahat
selama 10 hari. Sisa waktu tersebut dipakai untuk mendistribusikan produk avtur,
minyak industri, atau barrier jika terjadi perubahan jalur akibat terganggunya arus
distribusi produk di supply point.
Tingkat occupacy kapal di envelope tiga mencapai 70%, prosentase ini cukup baik
mengingat berada di atas batasan yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar 45%.

3.13.4 Perubahan Tanki Timbun Envelope Lima


Berdasarkan hasil analisis inventory depot-depot dalam envelope lima, maka
direkomendasikan 2 lokasi penambahan tanki timbun dan 5 lokasi perubahan tanki
timbun. Dua lokasi yang memerlukan tambahan tanki timbun tersebut adalah: Depot
Jayapura dan Depot Dobo, sedangkan lima lokasi yang memerlukan perubahan
komposisi tanki timbun adalah: Depot Biak, Depot Nabire, Depot Tual, Depot Saumlaki
dan Depot Fak-fak.

129
Depot Jayapura dan Depot Dobo adalah prioritas utama depot yang
direkomendasikan untuk melakukan penambahan tanki timbun, karena depot ini
mempunyai jumlah tanki timbun yang tidak memadai dengan demand yang terjadi di
areal pemasarannya. Berdasarkan flow of material seharusnya kedua depot ini mendapat
supply seluruh produk BBM langsung dari TT Wayame, tetapi dikarenakan kapasitas
timbun yang tidak memadai tadi maka dilakukan peembuatan tanki timbun bayangan di
Depot Biak untuk mengatasi kebutuhan BBM Depot Jayapura dan Depot Tual untuk
mengatasi kebutuhan BBM Depot Dobo. Penentuan kedua depot bayangan ini
dilakukan berdasarkan kedekatan jarak dan sisa kapasitas timbun yang cukup besar di
kedua depot. Dengan penambahan tanki timbun di Depot Jayapura dan Depot Dobo
diharapkan perubahan kapasitas timbun untuk Depot Biak dan Depot Tual tidak harus
dilakukan dan akan mengurangi jumlah kapal tanker yang beroperasi di envelope lima.
Untuk memperjelas volume penambahan dan perubahan tanki timbun dimasing-masing
depot dapat dilihat pada Lampiran E yang terdapat pada bagian akhir laporan ini.

3.13.5 Inventory Management Envelope Lima


Pengaturan inventory management yang dimulai dari kilang (1st tier), depot
utama/terminal transit/instalasi (2nd tier) sampai dengan depot penyalur (3rd tier)
merupakan kunci utama penentuan besarnya high inventory yang harus dimilki suatu
depot. Berdasarkan hasil penentuan nilai high inventory ini akan didapatkan volume
safe capacitiy yang layak dimilki oleh depot untuk menampung dan mendistribusikan
BBM. Berikut ini dapat dilihat salah satu model pengaturan inventory manajemen di TT
Wayame.

Terminal Transit Wayame Premium


10,000
9,000
8,000
7,000

6,000
Volume

5,000
4,000

3,000
2,000
1,000
-
1

9
10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

Days

Premium Buffer Stock High Inventory

130
Terminal Transit Wayame Kerosine
8,000

7,000

6,000

5,000
Volume

4,000

3,000

2,000

1,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Days

Kerosine Buffer Stock High Inventory

Terminal Transit Wayame Solar


45,000

40,000

35,000

30,000
Volume

25,000

20,000

15,000

10,000

5,000

-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Days

Solar Buffer Stock High Inventory

Gambar 3.34 Grafik Inventory BBM Terminal Transit Wayame


Sumber: Hasil Pengolahan

Terminal Transit Wayame merupakan supply point utama envelope lima.


Pasokan BBM yang diperoleh TT Wayame seluruhnya berasal dari Kilang Balikpapan
yang dikelola oleh Unit Pengolahan V. Terminal transit ini mempunyai own demand
premium sebesar 3.604 KL, jika ditambah dengan 11 depot penyalurnya yaitu Depot
Merauke, Depot Tual, Depot Masohi, Depot Saumlaki, Depot Bula, Depot Sanana,
Depot Dobo, Depot Namlea, Depot Fak-fak, Depot Kaimana dan Jobber Timika, maka
demand premium menjadi 10.004 KL. Berdasarkan rute nomor 1 produk premium di TT
Wayame ditransfer dari Kilang Balikppan dengan menggunakan kapal tanker jenis MR
yang mengangkut 8.820 KL premium. Frekuensi 2 kali per-bulan dan waktu Round Trip
Days 9,81 hari.
Kapal tanker yang berasal dari Kilang Balikpapan ini melakukan unloading di
TT Wayame pada hari ke-1 dan hari ke-11. Depot ini mempunyai daily objective

131
thruput premium sebesar 162 KL per-hari. Rute nomor 2 membawa premium sebanyak
7.636 KL dengan 1 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-1. Rute nomor 8 membawa
premium sebanyak 1041 KL dengan 1 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-14. Rute
nomor 2 dan nomor 8 menggunakan kapal jenis GP yang sama. Rute nomor 7
membawa premium sebanyak 1672 KL dengan 2 kali pengiriman per-bulan pada hari
ke-2 dan 12. Rute nomor 10 membawa premium sebanyak 644 KL dengan 1 kali
pengiriman per-bulan pada hari ke-3. Rute nomor 11 membawa premium sebanyak 752
KL dengan 1 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-13. Rute nomor 12 membawa
premium sebanyak 310 KL dengan 2 kali pengiriman per-bulan pada hari ke-9 dan 18.
Rute nomor 10, 11 dan 12 menggunakan kapal jenis SMALL 1 yang sama Dari hasil
fluktuatif volume tanki timbun premium di TT Wayame maka diperoleh buffer stock
ideal sebesar 3.432 KL dan high inventory ideal sebesar 15.432 KL. Mekanisme arus
keluar masuk produk kerosene dan solar mengikuti arus premium di atas.

3.14 Perbandingan Jumlah Kapal Distribusi Eksisting dan Envelope


Berdasarkan data dari bulan Oktober sampai Desember 2007 tercatat 118 kapal
yang beroperasi di Indonesia dengan perincian sebagai berikut: envelope satu dengan
pemakaian kapal terbanyak berjumlah 49 kapal, posisi kedua di tempati oleh envelope
empat dengan pemakaian 34 kapal, posisi ketiga di tempati oleh envelope lima dengan
14 kapal dan envelope tiga dan dua dengan masing-masing 11 dan 10 kapal.
Berdasarkan jenis kapal tanker, kapal yang paling banyak digunakan adalah jenis kapal
SMALL 1 dengan 50 buah kapal, selanjutnya adalah jenis kapal GP dan SMALL 2
dengan jumlah 22 kapal.
Dengan menggunakan konsep envelope diperlukan 93 kapal tanker, jumlah ini
lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kapal yang beroperasi pada kondisi
eksisiting. Perincian sembilan puluh tiga kapal tersebut adalah sebagai berikut: envelope
satu membutuhkan 27 kapal, envelope empat membutuhkan 32 kapal, envelope lima
membutuhkan 8 kapal dan envelope tiga dan dua dengan masing-masing 18 dan 8 kapal.
Berdasarkan jenis kapal tanker, kapal yang paling banyak digunakan dengan pola
envelope adalah jenis kapal SMALL 1 dengan 32 buah kapal, selanjutnya adalah jenis
kapal SMALL 2 dengan jumlah 22 kapal, lalu kapal jenis GP dengan 16 kapal,
sedangkan kapal jenis LIGHTER dan MR dengan jumlah masing-masing 15 dan 8
kapal.

132
Tabel 3.12 Perbandingan Jumlah Kapal Distribusi Eksisting dan Envelope
SEBELUM ENVELOPE (EKSISTING)
MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER SUM Cost Sewa Kapal / bln
Envelope 1 3 6 8 24 8 49 Rp 75,709,140,582
Envelope 2 1 6 0 2 1 10 Rp 25,224,540,096
Envelope 3 2 3 3 3 0 11 Rp 26,105,579,176
Envelope 4 0 5 9 15 5 34 Rp 48,061,324,793
Envelope 5 2 2 2 6 2 14 Rp 26,346,921,193
SUM 8 22 22 50 16 118 Rp 201,447,505,839
SESUDAH ENVELOPE
MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER SUM Cost Sewa Kapal / bln
Envelope 1 2 2 8 13 2 27 Rp 43,018,473,193
Envelope 2 1 5 0 2 0 8 Rp 21,597,466,838
Envelope 3 3 5 5 4 1 18 Rp 41,525,873,272
Envelope 4 1 3 7 10 11 32 Rp 42,679,745,182
Envelope 5 1 1 2 3 1 8 Rp 14,676,852,096
SUM 8 16 22 32 15 93 Rp 163,498,410,581

Sumber: Hasil Pengolahan

Penghematan kapal berjumlah 25 kapal tanker atau sekitar 21% dari kondisi
semula. Jumlah penghematan dan prosentase ini belum ditambah dengan beberapa rute
eksisting yang tidak tercatat pada envelope tiga. Dua puluh lima kapal tersebut terdiri
dari 6 buah kapal jenis GP, 18 buah kapal jenis SMALL 1 dan 1 buah kapal jenis
LIGHTER. Jika menggunakan asumsi standar sewa kapal per-jenis yang diperoleh dari
PT.PERTAMINA (Persero), maka didapat penghematan sebesar $ 4.080.548 atau Rp
37.949.095.259.- per-bulan. Jika mengasumsikan distribusi pola envelope berjalan
selama 1 tahun, maka didapat penghematan sebesar Rp 455.389.143.102.-.

3.15 Lokasi Barrier atau Buffer Envelope di Indonesia


Lokasi buffer envelope diperlukan sebagai langkah pencegahan atau mitigasi
jika flow of material yang telah ditetapkan tidak dapat berjalan dengan baik akibat
beberapa faktor, misalnya: terganggunya persediaan di supply point, produksi BBM di
kilang yang jauh di bawah perkiraan, permasalahan pada saat loading dan unloading,
kerusakan kapal tanker, keterlambatan akibat faktor cuaca dan lain-lain. Dengan adanya
buffer di masing-masing envelope diharapkan tidak terjadi perpindahan arus produk
antar envelope, sehingga tidak menggangu flow of material envelope masing-masing.
Selain itu jarak yang ditempuh untuk mengambil produk tidak terlalu jauh dibandingkan
mengambil produk dari envelope lain, seperti yang sering terjadi pada pendistribusian
BBM saat ini. Jumlah besaran kapasitas tanki per-produk yang dibutuhkan masing-
masing titik buffer memerlukan penelitian tersendiri yang lebih akurat.

133
1. Depot Sabang
2. TT.Tanjung Uban
3. TT.Tanjung Gerem
1
SABANG 4. TTU Balongan
KRUENG RAYA 5. STS Kalbut
LHOK SEUMAWE
6. TT. Manggis
7. Ins Makassar
8. Depot Bitung
UP. I - PKL. BRANDAN P. NATUNA
MEULABOH
TARAKAN TAHUNA
LAB. DELI
9. TT. Wayame
SIBOLGA

BITUNG
G. SITOLI
SIAK
UP. II - DUMAI P. BATAM
TOLI - TOLI 8 TOBELO
TERNATE

2
SINGAPOR BONTANG GORONTALO
E SINTANG MOUTONG
TJ.UBAN
TT. TLK. PONTIANAK SAMARINDA
DONGGALA SUBUNG BIAK
KABUNG P. SAMBU PABUHA SORONG
BALIKPAPAN POSO
JAMBI
MANOKWARI
PARIGI LUWUK TT.
CILIK RIWUT SANANA SERUI
SAMPIT WAY AME
KOLONDALE

BENGKULU
UP. III - PLAJU PKL.BUN P. PISANG
PALOPO
BANGGAI
KENDARI
NAMLEA
9 BULA
MASOHI
JAYAPURA

PARE - PARE NABIRE


BANJARMASIN FAK - FAK
STS KOTA BARU
KOLEKA

RAHA
PANJANG
KOTA

T. SEMANGKA
BARU
7
UJ.
BAU -BAU

DOBO

3TT.
TG. GEREM/MERAK
PLUMPANG

4 SEMARANG CAMPLONG
PANDANG TUAL

UP. IV
SURABAYA
5 STS KALBUT
MENENG
BADUN MAUMERE
KALABAHI
MERAUKE

CILACAP
6
TT. TLK
AMPENAN
G

BIMA
REO

END
L. TUKA
DILI
SAUMLAKI

MANGGIS E ATAPUPU
WAINGAPU
Rencana lokasi buffer stock
KUPANG

Gambar 3.35 Rekomendasi Penambahan dan Perubahan Komposisi Tanki Timbun


Sumber: Hasil Pengolahan

Rekomendasi titik buffer ang direkomendasikan berjumlah 9 titik dengan rata-


rata 2 lokasi di tiap envelope, kecuali envelope 5 yang jumlah kebutuhan BBM nya
tidak terlalu besar. Sembilan titik buffer yang direkomendasikan tersebut adalah: Depot
Sabang dan Tanjung Uban/Pulau Sambu unutk envelope satu, TT Tanjung Gerem dan
TTU Balongan untuk envelope dua, STS Kalbut dan Terminal Transit Manggis untuk
envelope tiga, Depot Bitung dan Instalasi Makassar untuk envelope empat, dan terkahir
adalah Terminal Transit Wayame untuk envelope lima.

134

Anda mungkin juga menyukai