BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antraks merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal. Penyakit ini
pernah menjadi epidemi: misalnya pada tahun 1600an sebagai epidemi di
Eropa dan dikenal sebagai black bane disease. Kemudian pada tahun 1979,
epidemi di Zimbabwe melibatkan tidak kurang dari 6000 penderita. Pada tahun
itu pula terjadi kecelakaan instalasi militer di Rusia yang menyebabkan 66
kematian manusia akibat antraks pulmonal (Sjahrurachman, 2007).
Penyakit zoonosis ini, hampir semua negara Afrika dan Asia, beberapa
negara di Eropa (Inggris, Jerman dan Italia), beberapa negara bagian Amerika
Serikat (South Dakota, Nebraska, Louisiana, Arkansas, Texas, Misissipi dan
California) dan beberapa daerah di Australia (Victoria dan New South Wales)
(Adji dan Natalia, 2006).
Anthraks adalah penyakit menular yang biasanya bersifat akut atau perakut
pada berbagai jenis ternak (pemamah biak, kuda, babi dan sebagainya), yang
disertai dengan demam tinggi dan disebabkan oleh Bacillus anthracis.
Biasanya ditandai dengan perubahan-perubahan jaringan bersifat septisemia,
timbulnya infiltrasi serohemoragi pada jaringan subkutan dan subserosa,
disertai dengan pembengkakan akut limpa. Berbagai jenis hewan liar (rusa,
kelinci, babi hutan dan sebagainya) dapat pula terserang.
Penyakit ini tergolong penyakit kuno, sejak tahun 1850 Davaine dan Rayer
serta Pollander pada tahun 1855 telah menemukan bakteri Bacillus anthracis
dari jaringan hewan yang mati akibat penyakit anthrax. Pada tahun 1857
Brauell telah dapat memindahkan bakteri ini dengan cara menginokulasikan
darah dari hewan yang terinfeksi pada percobaan. Pada tahun 1877 Robert
Koch berhasil mengisolasi bakteri ini di laboratorium. Penyakit anthrax juga
semakin dibicarakan dan dianggap penting karena selain berpengaruh terhadap
kesehatan manusia maupun ternak, juga berdampak negatif terhadap
perekonomian serta perdangangan khususnya ternak secara nasional maupun
internasional. Selain itu ternyata penyakit anthrax berpengaruh terhadap Sosio-
KELOMPOK 2 (KELAS E) 1
PENYAKIT ANTRAKS
politik dan keamanan suatu negara karena endospora bakteri ini berpotensi
untuk dipergunakan sebagai senjata biologis. Beberapa daerah di Indonesia
sampai merupakan daerah endemis anthrax diantaranya di wilayah Jawa Barat,
Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Penyakit Antraks merupakan zoonosis yang penting di Indonesia. Antraks
dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia. Hewan herbivora sangat
rentan terhadap antraks, sedangkan karnivora, burung dan reptil lebih tahan
terhadap penyakit ini. Infeksi biasanya akut pada ternak yang mengakibatkan
kematian dalam waktu satu sampai tiga hari (Parker et al. 2002).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) menyebutkan selama
periode tahun 2002 hingga tahun 2007 kasus penyakit antraks pada manusia di
Indonesia mencapai 348 orang dengan kematian mencapai 25 orang, kasus
tersebut terjadi di 5 provinsi yang termasuk sebagai daerah endemis antraks di
Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Kabupaten Bogor merupakan salah satu
wilayah di Indonesia yang setelah tahun 2000 selalu terjadi kasus antraks pada
manusia. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (2007) melaporkan selama
periode tahun 2001 hingga tahun 2007 di Kabupaten Bogor pada manusia telah
terjadi 97 kasus penyakit antraks dengan kematian mencapai 8 orang (Basri
dan Kiptiyah, 2010).
Kejadian antraks di Indonesia pertama kali dilaporkan pada tahun 1884 di
Teluk Betung Lampung. Kasus antraks di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
terjadi pada tahun 1975 (Ditjennak 2001). Pulau Sumbawa adalah satu dari dua
pulau utama di Provinsi NTB yang memiliki potensi peternakan yang cukup
besar. Sistem peternakan umumnya dengan melepas ternaknya di lading
pengembalaan. Potensi padang pengembalaan ternak di P. Sumbawa tersebar di
hampir semua kecamatan dengan luas 68.544,65 hektar (ha) terdiri dari potensi
riil seluas 59.957,45 ha dan rencana perluasan 8.587,20 ha serta potensi kebun
untuk penanaman hijauan makanan ternak (HMT) seluas 17.813,25 ha
(Anonim 2009). Tantangan dalam peningkatan produksi peternakan di Pulau
Sumbawa salah satunya adalah adanya kejadian antraks hampir selalu terjadi
setiap tahunnya. Jika padang pengembalaan atau lingkungan budidaya ternak
KELOMPOK 2 (KELAS E) 2
PENYAKIT ANTRAKS
yang tercemar spora Bacillus anthracis dan tidak ditangani secara baik akan
mengakibatkan penyakit bersifat endemik pada wilayah tersebut (Ditjennak
2001). Daerah yang sudah terjangkit antraks maka akan sulit untuk dibebaskan.
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat penyakit antraks cukup tinggi
walaupun angka yang pasti belum diketahui. Kerugian meliputi biaya
vaksinasi, biaya pengobatan apabila terjadi kasus penyakit, kematian ternak,
penurunan produktivitas (tenaga kerja, daging dan susu), penurunan reproduksi
dan kerugian lain adalah rasa cemas di masyarakat karena penyakit antraks
bersifat zoonosis. Menurut data Disnak Prov. NTB (2008), realisasi vaksinasi,
populasi ternak (sapi dan kerbau) dan kematian ternak di P. Sumbawa antara
tahun 2005-2007sebagai berikut : tahun 2005 realisasi vaksinasi 146.786
dosis, populasi ternak 336.328 dan kematian ternak 14 ekor; tahun 2006
realisasi vaksinasi 278.452 dosis, populasi ternak 355.270 dan kematian ternak
28 ekor; dan tahun 2007 realisasi vaksinasi 298.375 dosis, populasi ternak
377.662 dan kematian ternak 12 ekor. Vaksinasi tersebut masing-masing hanya
mencakup 22%, 39% dan 39% dari populasi ternak sapi dan kerbau. Vaksinasi
pada kambing cakupannya sangat rendah dikarenakan pada kambing masih
terjadi anafilaktik shock setelah vaksinasi.
Sampai saat ini penyakit antraks masih menjadi masalah kesehatan di
masyarakat dan sering muncul dalam bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB). Di
Indonesia kejadian antraks sering dilaporkan dibeberapa tempat seperti di
Propinsi Nusa Tenggara Timur antraks terjadi pada tahun 1984, 1953 dan tahun
1957 di pulau Flores, tahun 1980 di pulau Timor dan pada tahun 1980 wabah
antraks menyerang hewan dan manusia di kabupaten Sumba Timur.' Pada tahun
2007 terjadi KLB antraks di kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya
dengan total kasus 18 orang dan yang meninggal dunia sebanyak 5 orang,
penyakit ini muncul ketika masyarakat memotong dan mengkonsumsi daging
ternak yang mati secara mendadak.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah penyakit antraks?
2. Apa definisi penyakit antraks?
KELOMPOK 2 (KELAS E) 3
PENYAKIT ANTRAKS
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui sejarah penyakit antraks.
2. Untuk mengetahui definisi penyakit antraks.
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit antraks.
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit antraks.
5. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit antraks.
6. Untuk mengetahui gejala klinis penyakit antraks.
7. Untuk mengetahui perilaku sehat sakit pada ternak.
8. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan penyakit antraks.
9. Untuk mengetahui pemeliharaan kandang sapi.
BAB II
PEMBAHASAN
KELOMPOK 2 (KELAS E) 4
PENYAKIT ANTRAKS
KELOMPOK 2 (KELAS E) 5
PENYAKIT ANTRAKS
KELOMPOK 2 (KELAS E) 6
PENYAKIT ANTRAKS
lewat saluran pernapasan, anthrax juga bisa ditularkan lewat daging yang
tercemar dan tidak dimasak dengan sempurna. Kata para pakar kesehatan,
spora anthrax baru bisa menimbulkan bencana kalau masuk ke dalam tubuh
manusia dalam jumlah cukup banyak, yaitu antara 2,500 sampai 50,000 butir
spora yang kecil.
Kalau orang terhirup spora anthrax dalam jumlah cukup banyak, orang itu
akan sakit seperti orang yang terkena demam influenza. Otot-otot sakit,
kemudian demam, yang dilanjutkan dengan kesulitan bernapas dan akhirnya
orang yang bersangkutan akan mati. Karena itulah bakteri anthrax dalam
bentuk spora itu dianggap sebagai bencana potensial kalau digunakan sebagai
senjata pemusnah massal.
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : B. anthracis
Penyebab anthraks adalah Bacillus anthracis. Bacillus anthracis
berbentuk batang lurus, dengan ujung-ujung siku-siku. Dalam biakan
membentuk rantai panjang. Dalam jaringan tubuh tidak pernah terlihat rantai
panjang, biasanya tersusun secara tunggal atau dalam rantai pendek dari 2-6
organisme. Dalam jaringan tubuh selalu berselubung (berkapsul), kadang-
kadang satu selubung melingkupi beberapa organisme. Selubung tersebut
KELOMPOK 2 (KELAS E) 7
PENYAKIT ANTRAKS
tampak jelas batas-batasnya dan dengan pewarnaan biasa tidak berwarna atau
berwarna lebih pucat dari tubuhnya. Basil anthraks bersifat aerob, membentuk
spora yang letaknya sentral bila cukup oksigen. Oleh karena tidak cukup
terdapat oksigen, spora tidak pernah dijumpai dalam tubuh penderita atau
didalam bangkai yang tidak dibuka (diseksi), baik dalam darah maupun dalam
jeroan. Kuman bersifat Gram-positif, dan mudah diwarnai dengan zat-zat
warna biasa.
Pada media agar, kuman anthraks membentuk koloni yang suram, tepinya
tidak teratur, yang pada pembesaran lemah menyerupai jalinan rambut
bergelombang, yang sering kali disebut caput medusae. Pada media cair mula-
mula terjadi pertumbuhan di permukaan, yang kemudian turun ke dasar tabung
sebagai jonjot kapas, cairannya tetap jernih.
Spora tahan terhadap kekeringan untuk jangka waktu yang lama, bahkan
dalam tanah dengan kondisi tertentu dapat tahan sampai berpuluh-puluh tahun.
Lain halnya dengan bentuk vegatif B.anthracis mudah mati oleh suhu
pasteurisasi, desinfektan atau oleh proses pembusukan. Pemusnahan spora
B.anthracis dapat dicapai antara lain dengan : uap basah bersuhu 90 selama 45
menit, air mendidih atau uap basah bersuhu 100C selama 10 menit, dan panas
kering pada suhu 120C selama satu jam. Meskipun anthrak tersebar di seluruh
dunia namun pada umumnya penyakit terdapat terbatas pada beberapa wilayah
saja. Biasanya penyakit timbul secara enzootik pada saat tertentu saja
sepanjang tahun.
KELOMPOK 2 (KELAS E) 8
PENYAKIT ANTRAKS
KELOMPOK 2 (KELAS E) 9
PENYAKIT ANTRAKS
terjadi oedema, nekrosis, dan perdarahan mukosa usus besar dan usus
kecil, acites hemoraghi, dan sepsis (Anonim A, 2009).
E. Epidemiologi Antraks
1. Spesies Rentan atau Populasi Rentan
Menurut penelitian, kerentanan hewan terhadap antraks dapat dibagi
dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
a. Hewan-hewan pemamah biak, terutama sapi dan domba, kemudian
kuda, rusa, kerbau dan pemamah biak liar lain, juga marmut dan mencit
(mouse) sangat rentan.
b. Babi tidak begitu rentan.
c. Anjing, kucing, tikus (rat) dan sebagian besar bangsa burung, relatif
tidak rentan tetapi dapat diinfeksi secara buatan.
d. Hewan-hewan berdarah dingin sama sekali tidak rentan (not affected).
2. Pengaruh Lingkungan
Anthraks banyak terdapat di daerah-daerah pertanian, daerah tertentu
yang basah dan lembab, dan juga daerah banjir. Di daerah-daerah tersebut
anthraks timbul secara enzootik hampir setiap tahun dengan derajat yang
berbeda-beda. Daerah yang terserang anthraks biasanya memiliki tanah
berkapur dan kaya akan bahan-bahan organik.
KELOMPOK 2 (KELAS E) 10
PENYAKIT ANTRAKS
Di daerah iklim panas lalat pengisap darah antara lain jenis Tabanus
dapat bertindak sebagai pemindah penyakit. Wabah anthraks pada
umumnya ada hubungannya dengan tanah netral atau berkapur yang alkalis
yang rnenjadi daerah inkubator kuman tersebut. Di daerah-daerah tersebut
spora tumbuh rnenjadi bentuk vegetatif bila keadaan lingkungan serasi bagi
perturnbuhannya.
3. Sifat Penyakit
Enzootik hampir setiap tahun dengan derajat yang berbeda-beda di
daerah-daerah tertentu. Derajat sakit (morbidity rate) tiap 100.000 populasi
hewan dalam ancaman, tiap propinsi dalam tahun 1975 menunjukan derajat
yang paling tinggi di Jambi (530 tiap 100.000) dan terendah di Jawa Barat
(0,1 tiap 100.000). Dari laporan itupun dapat diketahui bahwa 5 (lima)
daerah mempunyai derajat sakit lebih rendah dari 5 tiap 100.000 populasi
dalam ancaman dan hanya Jambi yang mempunyai angka ekstrim.
4. Mekanisme Penularan
KELOMPOK 2 (KELAS E) 11
PENYAKIT ANTRAKS
lewat kulit, mulut atau pernafasan. Anthraks tidak lazim ditularkan dari
hewan yang satu kepada yang lain secara langsung.
Anthraks tidak lazim ditularkan dari hewan yang satu kepada yang
lain secara langsung. Wabah anthraks pada umumnya ada hubungannya
dengan tanah netral atau berkapur yang alkalis yang menjadi daerah
inkubator kuman tersebut. Di daerah-daerah tersebut spora tumbuh menjadi
bentuk vegetatif bila keadaan lingkungan serasi bagi pertumbuhannya,
yaitu tersedianya makanan, suhu dan kelembaban tanah, serta dapat
mengatasi persaingan biologik. Bila keadaan lingkungan tetap
menguntungkan, kuman akan berkembang biak dan membentuk spora lebih
banyak.
Basil anthraks berkerumunan di dalam jaringan-jaringan hewan
penderita, yang dikeluarkan melalui sekresi dan ekskresi menjelang
kematiannya. Bila penderita anthraks mati kemudian diseksi atau termakan
burung-burung atau hewan pemakan bangkai, maka spora dengan cepat
akan terbentuk dan mencemari tanah sekitarnya. Bila terjadi demikian
maka menjadi sulit untuk memusnahkannya. Hal tersebut menjadi lebih
sulit lagi, bila spora yang terbentuk itu tersebar oleh angin, air, pengolahan
tanah, rumput makanan ternak dan sebagainya.
Di daerah iklim panas lalat pengisap darah antara lain jenis Tabanus
dapat bertindak sebagai pemindah penyakit. Masa tunas anthraks berkisar
antar 1-3 hari, kadang-kadang ada yang sampai 14 hari. Infeksi alami
terjadi melalui :
a. Saluran pencernaan
b. Saluran pernafasan dan
c. Permukaan kulit yang terluka.
KELOMPOK 2 (KELAS E) 12
PENYAKIT ANTRAKS
5. Distribusi Penyakit
KELOMPOK 2 (KELAS E) 13
PENYAKIT ANTRAKS
KELOMPOK 2 (KELAS E) 14
PENYAKIT ANTRAKS
F. Gejala Klinis
1. Gejala Klinis pada Hewan
a. Antraks bentuk akut
Pada sapi, kuda dan domba. Gejala-gejala penyakitnya mula-mula
demam, penderita gelisah, depresi, susah bernafas, detak jantung
frekuen dan lemah, kejang, dan kemudian penderita segara mati.
Selama sakit berlangsung, demamnya dapat mencapai 41,50C, ruminasi
berhenti, produksi susu berkurang, pada ternak yang sedang bunting
mungkin terjadi keguguran. Dari lubang-lubang alami mungkin terjadi
eksreta berdarah. Gejala anthraks poda kuda dapat berupa demam,
kedinginan, kolik yang berat, tidak ada nafsu makan, depresi hebat,
otot-otot lemah, diare berdarah, bengkak di daerah leher, dada, perut
bagian bawah, dan di bagian kelamin luar. Kematian pada kuda
biasanya terjadi sehari atau lebih lama bila dibandingkan dengan
anthraks pada ruminansia.
KELOMPOK 2 (KELAS E) 15
PENYAKIT ANTRAKS
KELOMPOK 2 (KELAS E) 16
PENYAKIT ANTRAKS
darah keluar dari lubang-lubang alami tubuh. Pada kasus yang kurang
cepat, penyakit tersebut hanya berlangsung beberapa jam, dengan
tanda-tanda seperti gelisah, berputar-putar, respirasi berat dan cepat,
jantung berdebar-berdebar, feses dan urinnya berdarah, ludah keluar
dari mulut dan terjadi konvulsi. Busung dan enteritis jarang ditemukan.
f. Pada babi
Gejala penyakitnya berupa demam dan pharyngitis dengan
kebengkakan pada daerah subparotidea dan larynx yang berlangsung
dengan cepat (anthraks angina). Pembengkakan tersebut dapat meluas
dari leher sampai ke dahi muka dan dada, menyebabkan kesulitan
makan dan bernafas. Selaput lendir kebiruan, pada kulit terdapat noda-
noda merah, mencret, disfagia muntah dan sesak nafas menyebabkan
hewan mati lemas. Pada kasus tanpa pembengkakan leher, gejala
penyakitnya mungkin hanya berupa lemah, tidak ada nafsu makan dan
menyendiri. Pada antraks lokal atau kronis hewan sering nampak
normal.
g. Pada anjing dan pemakan daging (carnivora) lainnya
Gejala penyakitnya berupa gastroenteritis dan faryngitis, tetapi
kadang-kadang hanya demam. Setelah makan daging yang mengandung
kuman anthraks, bibir dan lidah menjadi bengkak, atau timbul bungkul-
bungkul pada rahang atas. Kadang-kadang dapat terjadi infeksi umum
melalui erosi pada mukosa kerongkongan.
KELOMPOK 2 (KELAS E) 17
PENYAKIT ANTRAKS
dada dan leher yang dapat menimbulkan obstruksi trakea maka stridor
dapat terjadi.
b. Antraks Kulit
Gejalanya berupa benjolan yang awalnya kecil dan kemudian
membesar. Benjolan ini bisa sangat gatal. Masa inkubasinya (masa
yang dibutuhkan dari sejak masuk hingga menjadi penyakit) adalah
sekitar 5 -7 hari. Lalu, benjolan menjadi terisi cairan dengan diameter
1-3 cm. Lama-kelamaan, benjolan berair ini akan membentuk luka
seperti lecet dengan bagian pinggiran yang kemerah-merahan. Di hari
ke-7 hingga ke-10 terjadi pembengkakan kelenjar getah bening; sakit
kepala; dan demam.
c. Antraks Gastrointestinal
Gejala klinis berupa demam, nyeri abdomen difus, konstipasi, atau
diare. Oleh karena ulserasi yang terjadi maka buang air besar atau
muntah menjadi kehitaman atau kemerahan. Dapat terjadi asites yang
jernih sampai purulen (bila dilakukan kultur sering ditemukan koloni B.
Anthracis). Kematian terjadi akibat perdarahan, gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, perforasi, syok, atau toksemia. Bila
penderita dapat bertahan hidup maka sebagian besar gejala akan hilang
dalam 10-14 hari.
KELOMPOK 2 (KELAS E) 18
PENYAKIT ANTRAKS
KELOMPOK 2 (KELAS E) 19
PENYAKIT ANTRAKS
2. Pengendalian
Disamping pencegahan, perlu cara-cara pengendalian khusus untuk
penahan penyakit dan mencegah perluasannya.Tindakan-tindakan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Hewan-hewan yang menderita anthraks harus diasingkan sedemikian
rupa sehingga tidak dapat kontak dengan hewan-hewan lain.
2. Pengasingan tersebut sedapat mungkin dikandang atau ditempat dimana
hewan tersebut didapati sakit. Didekat tempat itu digali lubang sedalam
2 -2,5 meter, untuk menampung sisa makanan dan feses dari kandang
hewan yang sakit.
3. Setelah penderita mati, sembuh atau setelah lubang itu terisi sampai 60
cm, lubang itu di penuhi dengan tanah yang segar.
4. Dilarang menyembelih hewan-hewan yang tersangka dalam waktu 14
hari tidak ada yang sakit, hewan-hewan tersebut dibebaskan kembali.
5. Hewan-hewan tersangka tidak boleh meninggalkan halaman dimana ia
berdiam sedangkan hewan-hewan yang lain tidak boleh dibawa
ketempat itu.
KELOMPOK 2 (KELAS E) 20
PENYAKIT ANTRAKS
KELOMPOK 2 (KELAS E) 21
PENYAKIT ANTRAKS
b. Kandang ganda
Pada kandang tipe ganda, penempatan dilakukan pada dua jajaran
yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua
jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.
Ukuran kandang yang dibuat untuk satu ekor sapi jantan dewasa yaitu
1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan muntuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2
m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5
m dari tanah. Temperatur disekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33
derajat C dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan di
dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).
2. Kontruksi Dan Letak Kandang
Kontruksi dan letak kandang sapi seperti rumah dari kayu, Atap
kandang berbentuk kuncup dan salah satu/kedua sisinya miring. Lantai
kandang di buat padat, Lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya, Dan
agak miring kearah selokan di luar kandang. Yang bermaksut adalah, Agar
air tidak tamapak, Termasuk kencing.
1. Sapi mudah mengalir keluar lantai kandang tetap kering.
KELOMPOK 2 (KELAS E) 22
PENYAKIT ANTRAKS
KELOMPOK 2 (KELAS E) 23
PENYAKIT ANTRAKS
rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah
pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi
dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan
pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.
Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan
sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang
berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan
(legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu,
gaplek dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa
garam dapur, kapur, dll. Pemberiaan pakan konsentrat sebaiknya diberikan
pada pagi dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari.
Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat
badan per hari. Pemeliharaan utama adalah pemberian makanan yang
berkualitas dan cukup, serta menjaga kebersihan kandang secara teratur dan
kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman harus
dikombinasikan dengan penggembalaan. Di awal musim kemarau, setiap
hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan
diberikan menurut jatah.
Makanan sangat mempengaruhi terhadap produksi susu sapi perah.
Bila makanan itu berkualitas dan diberikan secara teratur maka produksi
susu pun akan terjamin kualitasnya dan sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh peternak.
6. Perawatan ternak dan pemeliharaan kandang
a. Perawatan ternak
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan
setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu.
Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan
pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk.
Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai
alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan
hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar).
Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi
pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang
KELOMPOK 2 (KELAS E) 24
PENYAKIT ANTRAKS
setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang
sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan
taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan
dan tinggi pundak.
b. Pemeliharaan kandang
Pada pemeliharaan secara intensif, sapi-sapi dikandangkan
sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan
secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang
dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam
naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%)
dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan.
Bibit yang sakit segera diobati dan bibit yang menjelang beranak
dikering kan-dangkan selama 1-2 bulan.
Kotoran sapi perah juga sangat bermanfaat, karena kotoran tersebut
dapat digu-nakan sebagai pupuk kandang. Kotoran tersebut ditimbun
ditempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan
berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang
sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara
didalamnya berjalan dengan lancar.
Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan
dan minum sebaiknya dibuat diluar kandang tetapi masih di bawah
atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang dibuat
tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Tempat air minum
sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi
daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan
sapi.
KELOMPOK 2 (KELAS E) 25
PENYAKIT ANTRAKS
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu antraks
merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal. Penyakit ini pernah
menjadi epidemi: misalnya pada tahun 1600an sebagai epidemi di Eropa dan
dikenal sebagai black bane disease. Anthraks adalah penyakit menular yang
biasanya bersifat akut atau perakut pada berbagai jenis ternak (pemamah
biak, kuda, babi dan sebagainya), yang disertai dengan demam tinggi dan
disebabkan oleh Bacillus anthracis. Gejala klinis pada hewan dan manusia
pada umumnya diawali dengan suhu badan yang naik. Vaksinasi merupakan
salah satu cara yang dipergunakan untuk pencegahan penyakit Anthrax.
B. Saran
Adapun saran dari penulis yaitu agar selalu menjaga kebersihan diri dan
lingkungan, melakukan pencegahan-pencegahan penyakit antraks, serta jika
sudah terkena antraks segera periksakan pada dokter.
KELOMPOK 2 (KELAS E) 26