Anda di halaman 1dari 6

Jon Walcer Damanik

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA


0515103020 DAN ERGONOMI

LAPORAN RIVIEW JURNAL

HUBUNGAN RISIKO POSTUR KERJA DENGAN KELUHAN


MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA
PEMANEN KELAPA SAWIT DI PT. SINERGI PERKEBUNAN

Nama Instruktur : Annisa Maharani Suyono, S.T.


Nama Asisten : 1. Usi Putri Pratiwi
2. Riska Maudina

LABORATORIUM SISTEM INFORMASI DAN


KEPUTUSAN
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
Universitas Widyatama
2017

Jonwalcerdamanik@yahoo.co.id
Postur kerja pada pemanen kelapa sawit paling banyak yang
memiliki risiko tinggi yaitu sebanyak 35 orang (76,1%). Sedangkan
jumlah pemanen dengan postur kerja yang memiliki risiko rendah
hanya 11 orang (23,9%). Hasil penilaian aktivitas pemanenan
menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA)
menemukan risiko postur kerja tertinggi terdapat pada aktivitas
memuat TBS ke dalam truk oleh pemuat dan memasukkan TBS ke
angkong oleh pemanen dengan masing-masing skor REBA 11 dan
berada pada level aksi 4. Sedangkan risiko terendah terdapat pada
aktivitas pemanen yaitu mengangkut tandan buah segar (TBS) ke
tempat penampungan hasil (TPH) tanpa alat bantu angkong dengan
skor REBA 7 dan berada pada level aksi 2.

Distribusi responden berdasarkan umur dari total 46 responden


yang terbanyak memiliki usia muda (<35 tahun) sebanyak 35 orang
(76,1%), sedangkan persentasi tersedikit terdapat pada responden yang
memiliki usia tua ( 35 tahun) dengan jumlah 11 orang (23,9%) (Tabel
2). Distribusi responden berdasarkan kebiasaan merokok dari 46
responden, sebagian besar responden memiliki kebiasaan merokok
yaitu sebanyak 36 orang (78,3%). Sedangkan sebagian kecil responden
tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu sejumlah 10 orang (21,7%).

Penyebab timbulnya keluhan MSDs pada pemanen kelapa sawit


adalah akibat dari postur kerja atau posisi tubuh pada saat 70
melakukan aktivitas pekerjaan. Selain itu, terdapat pembebanan pada
otot yang berulang-ulang dalam posisi janggal sehingga menyebabkan
cidera atau trauma pada jaringan lunak dan sistem saraf. Trauma
tersebut akan membentuk cidera yang cukup besar yang kemudian
diekspresikan sebagai rasa sakit atau kesemutan, pegal, nyeri tekan,
pembengkakan dan kelemahan otot. Trauma jaringan yang timbul
dikarenakan kronisitas atau peenggunaan tenaga yang berulang-ulang,
peregangan yang berlebihan atau penekanan lebih pada suatu jaringan.
Page 2
Data Nordic Body Map (NBM), dari 34 responden yang
merasakan keluhan MSDs, jumlah keluhan yang dirasakan sebanyak
151. Seorang responden dapat merasakan lebih dari 1 keluhan otot dan
tulang pada bagian tubuhnya. Keluhan tertingi pada bagian leher
sebanyak 28 keluhan dirasakan pada jenis pekerjaan pemanen
diakibatkan kelelahan otot akibat tremor pada otot leher saat memotong
pelepah dan TBS dengan cara mendongak. Sedangkan keluhan
tertinggi kedua dirasakan oleh pemanen dan pemuat pada pinggang
sebanyak 22 keluhan dikarenakan posisi kerja berdiri dan
membungkuk serta memutar badan.

Sebagian besar pemanen kelapa sawit PT. Sinergi Perkebunan


Nusantara berada pada kategori postur kerja yang berisiko tinggi. Hasil
tabulasi silang antara variabel postur kerja dengan keluhan
musculoskeletal disorders pada pemanen menunjukkan bahwa
responden dengan kategori postur kerja yang berisiko tinggi lebih
dominan untuk mengalami keluhan MSDs yakni sebanyak 29 orang
(82,9%). Hasil uji Fishers Exact Test menemukan p value = 0,022 <
0,05 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
postur kerja dengan keluhan MSDs pada pemanen kelapa sawit.

Aktivitas pemanenan dan pemuatan TBS dominan dengan


postur kerja yang berisiko tinggi, kecuali pada aktivitas mengangkut
TBS ke TPH tanpa alat bantu angkong (memikul TBS). Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal seperti tingginya pohon kelapa sawit
sehingga saat melakukan pemotongan pelepah dan TBS pekerja
melakukannya dengan menegadah (overhead job). Ukuran TBS yang
berat berkiar antara 12-15 kg dan medan pekerjaan yang tidak rata
(tanah gundukan, parit, berumput, dan becek) juga menyulitkan posisi
tubuh pemanen.

Page 3
Pekerjaan pemanenan yang dilakukan dengan gerakan berulang
atau repetisi dan terus-menerus juga berpengaruh pada keluhan MSDs.
Berdasarkan observasi menemukan bahwa aktivitas pemanen
mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan pekerjaan pemuat. Hal ini
dikarenakan pekerjaan pemanen mempunyai durasi pekerjaan yang
lebih lama dibandingkan pemuatan. Selain itu, seorang pemanen lebih
banyak melakukan aktivitas, yaitu mulai dari memotong pelepah dan
TBS, memikul TBS, mengangkut TBS ke angkong dan mendorong
angkong. Sedangkan aktivitas pemuatan TBS dilakukan oleh 2 orang
pemuat.

Postur pemanen pada saat melakukan aktivitas pemotongan


pelepah dan TBS menunjukkan postur kerja yang janggal karena leher
menengadah (backwards) selama kurang lebih 15 menit. Gerakan leher
yang berulang dan dilakukan secara terus menerus untuk durasi yang
lama, akan menyebabkan kelelahan dan penggunaan yang berlebihan
pada otot, tendon, dan persendian leher. Hal ini menyebabkan
ketegangan otot dan meningkatkan tekanan saraf.

Postur jangggal juga terjadi pada aktivitas memikul TBS tanpa


angkong, memuat TBS ke angkong, mendorong angkong berisi TBS
ke TPH, dan juga memuat TBS ke atas truk. Postur dan gerakan yang
janggal akan menyebabkan stress mekanik pada otot, ligamen dan
persendian sehingga menyebabkan rasa sakit pada otot rangka. Pada
aktivitas pemungutan TBS untuk diangkut ke dalam angkong juga
terjadi postur janggal. Sedangkan aktivitas pemuatan kelapa sawit
merupakan kategori high risk berdasarkan skor REBA yaitu 11.

Page 4
KESIMPULAN DAN SARAN

Ada hubungan signifikan antara postur kerja, umur dan masa kerja
dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pemanen
kelapa sawit di PT. Sinergi Perkebunan Nusantara. Sedangkan
kebiasaan merokok tidak memiliki hubungan signifikan dengan
keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pemanen kelapa
sawit di PT. Sinergi Perkebunan Nusantara.

Saran untuk para pemanen yang mengangkut TBS ke angkong,


diberikan alat bantu gancu, sehingga pengangkutan tidak lagi manual
dan mengurangi risiko postur janggal. Selain itu, pemuat pada saat akan
memutar badan untuk menaikkan TBS ke atas truk dapat berbalik
dengan menggunakan kaki, bukan pinggang Sedangkan untuk pihak
perusahaan dapat memberikan pelatihan kepada pemanen berupa
gerakan streching, senam ergonomi, dan tata cara mengangkat barang
yang baik dan benar.

Page 5
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/8615/AS
NI%20SANG%20%28K11109291%29.pdf?sequence=1

Page 6

Anda mungkin juga menyukai