Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU (Intensive Care Unit) memiliki
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Mengenali ciri-ciri dengan cepat dan
penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien beresiko kritis atau pasien yang berada
dalam keadaan kritis dapat membantu mencegah perburukan lebih lanjut dan
memaksimalkan peluang untuk sembuh (Gwinnutt, 2006 dalam Jevon dan Ewens,
2009).Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris merekomendasikan
untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa batas (critical
care without wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun pasien
tersebut secara fisik berada di dalam rumah sakit (Jevon dan Ewens, 2009). Hal ini
dipersepsikan sama oleh tim pelayanan kesehatan bahwa pasien kritis memerlukan
pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring penilaian setiap tindakan yang
dilakukan.Dengan demikian pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh
karena dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau terjadinya
penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007).
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan terarah
di lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu harus
bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka. Mobilitas amat penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak
secara total sama rentan dan bergantungnya dengan seorang bayi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mobilisasi untuk pasien kritis?
2. Bagaimana tindakan rom pasif pada pasien kritis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tindakan mobilisasi pada pasien kritis
2. Untuk mengetahui tindakan rom pasif pada pasien kritis

BAB II
PEMBAHASAN
A. Mobilisasi dan ROM Pasif pada Pasien Kritis
Early mobilization adalah suatu usaha untuk menggerakkan bagian tubuh
secara bebas dan normal baik secara aktif maupun pasif untuk mempertahankan
sirkulasi, memelihara tonus otot dan mencegah kekakuan otot. Prinsip dalam
melakukan mobilisasi yaitu mencegah dan mengurangi komplikasi sekunder
seminimal mungkin, menggantikan hilangnya fungsi motorik, memberikan
rangsangan lingkungan, memberikan dorongan untuk bersosialisasi, meningkatkan
motivasi, memberikan keseimbangan untuk dapat berfungsi dan melakukan aktifitas
sehari-hari sedangkan tujuan mobilisasi dini adalah untuk mencegah terjadi infeksi
nosokomial pneumonia, kekakuan sendi, thombophebitis, atrofi otot, penumpukan
sekret pada saluran pernafasan, mengurangi nyeri pada sisi yang lumpuh
memperlancar sirkulasi darah, mencegah kontraktur, dan dekubitus (Yemima, 2007).
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia di Indonesia tahun 2003 juga mengatakan bahwa
mobilisasi dini dapat mencegah infeksi nosokomial pneumonia dengan tujuan
mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien. Pasien yang diposisikan supine dan
immobility akan menimbulkan reflek batuk, otot mucosilliary, dan drainage tidak
bekerja dengan baik sehingga beresiko lebih tinggi terkena infeksi nosokomial
pneumonia. Selain itu pasien yang tidak dilakukan early mobilization akan terjadi
kelemahan otot termasuk otot pernapasan sehingga proses weaning off of ventilation
akan ditunda dan beresiko terjadi VAP (Kathleen, 2010).
Early mobilization dilakukan sesuai dengan kondisi pasien secara berangsur-
angsur dan bertahap, misalnya pasien kritis yang bed rest total dan kondisi tidak stabil
bisa dilakukan positioning side to side tiap 2 jam tergantung kondisi pasien atau
dilakukan gerakan Range Of Motion (ROM). Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :
(Christiane, 2009).
Early Mobilization juga merupakan salah satu tindakan preventif non farmakologi
yang dapat mencegah atau mengurangi kejadian infeksi nosokomial pneumonia. Pasien kritis
yang bed rest total dan fisiknya lemah karena otot pada pasien immobility mengalami
penurunan sintesis protein dan peningkatan proses katabolisme di otot yang menyebabkan
otot-otot menjadi lemah termasuk otot pernapasan (Kathleen, 2010). Selain itu pada pasien
dengan atelektasis yang terjadi karena suatu kompresi mengakibatkan expansi parunya tidak
optimal. Hal-hal tersebut menimbulkan fungsi normal paru seperti reflek batuk, otot
mucosilliary, dan drainage tidak bekerja dengan baik sehingga beresiko lebih tinggi terkena
infeksi nosokomial pneumonia karena bakteri pathogen akan berkoloni di paru. Early
mobilization pada tahap awal bisa dilakukan dengan positioning side to side atau alih baring
dan ROM pasif.
Positioning side to side selain untuk mencegah dekubitus juga sangat efektif untuk
meningkatkan proses pengeluaran sekret bronchial dengan dasar efek gravitasi. Hal ini
menstimulus sekret untuk berpindah dari satu atau lebih segmen paru ke jalan napas dimana
sekret dapat keluar dengan sendirinya melalui mulut, dengan reflek batuk atau dengan
aspirasi mekanik (Kathleen, 2010). Selain itu ROM pasif dapat meningkatkan kekuatan otot
pasien dan secara psikologis juga dapat memotivasi pasien untuk meningkatkan otot
pernapasan diafragma sehingga pernapasan bisa adekuat dan proses weaning off of ventilator
dapat lebih cepat dan resiko terjadi pneumonia dapat diminimalkan. Seperti halnya pada
pasien dengan atelektasis juga dilatih napas dalam dan batuk efektif supaya otot
pernapasannya dapat kuat serta pasien tidak kelelahan karena batuk yang tdak efektif. Cara
tersebut menjadikan expansi paru akan optimal, bersihan jalan napas adekuat, sekret dapat
keluar dan tidak terjadi penumpukan sekret bronchial di paru sehingga dapat mencegah atau
meminimalkan koloni bakteri pathogen penyebab pneumonia. Hal ini sesuai dengan pendapat
dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2003 yang mengatakan bahwa mobilisasi dini
dapat mencegah infeksi nosokomial pneumonia dengan tujuan mengoptimalkan pertahanan
tubuh pasien. Early mobility ini dilakukan dengan melihat kondisi pasien, pasien yang
kondisi atau vital signnya tidak stabil, ditunda untuk dilakukan early mobility karena dapat
meningkatkan metabolisme tubuh sehingga menambah beban kerja jantung.

SOP Mobilisasi Dini Pada Pasien ICU

Intervensi Fase 1 Fase 2 Fase 3


Edukasi Memberi instruksi pada Sama seperti fase 1, dan Sama seperti fase 2, dan
pasien dan keluarga, ditambah: ditambah dengan:
posisi yang penting, Sebaiknya memakai Mobilisasi progressive
program latihan dan walker Keamanan s
mobilisasi dini. Didampingi untuk mobilisasi dan berjalan
menjaga keamanan
selama mobilisasi
Peningkatan mobilisasi
secara bertahap saat
pasien sudah tidak
bedrest
Posisi Fokus pada pencegahan Sama dengan fase 1 Tidak perlu menjadi perhati
luka yang disebabkan jika pasien dapat mentoleri
karena tekanan, terlebih beberapa jam tidak berada
pada tumit dan sacrum. tempat tidur, kecuali terdap
Menganjurkan keluarga masalah di ortopedi dan ata
untuk memilih program defisit neurologis
yang tepat untuk pasien
dengan kasus ortopedi
dan atau defisit
neurologis
Latihan Mobilisasi Mengubah dari satu sisi Sama seperti fase 1 Bantuan/dampingan kemba
di Tempat Tidur ke sisi lain pada latihan bertahap. Inisi
Bergeser melatih untuk meningkatka
Telentang duduk kemandirian pasien.
Duduk di tepi tempat tidur
Di imbangi dengan
Latihan kaki
Latihan napas
Latihan
keseimbangan
Latihan perawatan diri
Duduk tanpa bantuan

Latihan Berpindah Memindahkan pasien Latihan berpindah dengan Bantuan/dampingan kemba


dari tempat tidur hanya menggunakan alat bantu pada latihan bertahap selam
ke kursi dengan bantuan jalan dan dibantu untuk: memindahkan ke kursi dan
total. Menempatkan kursi lemari yang ditempatkan di
Awalnya dari duduk ke disamping tempat tidur samping tempat tidur deng
berdiri dengan alat bantu Menempatkan lemari kecil perawat dan atau damping
jalan dan dibantu dengan disamping tempat tidur keluarga
tepat Di kursi (memfasilitasi
perpindahan ke tempat
tidur dengan aman)
Program Berjalan Pasien tidak bergerak, Diawali dengan memberi Edukasi kembali tentang
fokus pada mencoba edukasi lagi tentang berjalan berjalan dengan fokus pada
untuk berdiri dengan alat dengan alat bantu jalan dan peningkatan bertahap di jar
bantu jalan dan aktivitas pendampingan dan daya tahan. Bantuan
sebelum berjalan bertahap dengan alat bantu
memungkinkan

Latihan Dapat dilakukan satu Sama seperti fase 1 Sama seperti fase 1
atau secara kombinasi
ROM pasif
ROM aktif dengan
didampingi
ROM aktif
Pemanasan
Latihan tetap pada
penekanan kaki,
beban ringan (0,45-
2,25 kg)
Latihan pernapasan
(napas dalam, batuk
efektif, perangsang
spirometer)
Durasi Mobilisasi 15-30 menit selama 15-45 menit selama 30-60 menit selama ditolera
ditoleransi ditoleransi
Frekuensi 1x/hari, 1-7 hari per 1x/hari, 5-7 hari/minggu 1x/hari, 5-7 hari/minggu
Selama minggu 2x/hari sesuai kebutuhan 2x/hari sesuai kebutuhan
Mobilisasi 2x/hari sesuai kebutuhan
(pasien mungkin masih
mendapat pengobatan
secara terus menerus
yang dapat menimbulkan
efek pada terapi atau
adanya resistensi)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Christiane Perme. 2009. Early mobility and walking program for patients in
intensive care units: creating a standard of care.
Kathleen M. Vollman, RN, MSN. Progressive mobility in the critically ill. Diposkan
April 2010.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia nosokomial pedoman
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Yemima. 2007. Pengaruh mobilisasi pada klien stroke yang mengalami gangguan
fungsi motorik dengan kejadian dekubitus di rumah sakit mardi rahayu kudus.
Semarang : PSIK FK UNDIP.

Anda mungkin juga menyukai