DISUSUN OLEH :
UNIVERSITAS TRISAKTI
Judul Buku : Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya
Pengarang : DR, A, SONNY KERAF
Penerbit : Kanisius
Cetakan : 14
Tahun : 2010
A. Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti 'adat
istiadat' atau 'kebiasaan'.Dalam pengertian ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang
baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini
berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik,
dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari
satu generasi ke generasi yanh lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang
terus berulang sebagai sebuah kebiasaan.
Yang menarik disini dalam pengertian ini etika justru persis sama dengan pengertian
moralitas. Moralitas beradal dari kata latin mos, yang dalam bentuk jamaknya (mores) berarti
'adat istiadat' atau 'kebiasaan'. Jadi , dalam pengertian pertama ini, yaitu pengertian
harifahnya, etika dan moralitas sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia
harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat
kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun
waktu yang lama sebagaimana layaknya sebuah kebiasaan.
Kedua, etika juga dipahami dalam pengertian yang sekaligus berbeda dengan moralitas.
Dalam pengertian kedua ini, etika mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dari moralitas
yaitu sebagai filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang
diberikan. Dengan demikian, nilai dan norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan
hidup manusia dalam seluruh kehidupannya.
Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak
secara otonom dan bukan seara heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk
bertindak secara ebas tetapi dapat dipertanggung jawabkan. Kebebasan dan tanggung jawab
adalah unsur pokok dari otonomi moral yang merupakan salah satu prinsip untama moralitas.
1. Norma sopan santun, atau yang juga disebut norma etiket, merupakan norma yang
mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia, misalnya menyangkut sikap dan
perilaku bertamu, makan dan minum, duduk, berpakaian, dan sebagainya. Norma ini
lebih menyangkut tata cara lahiriah dalam pergaulan sehari-hari.
2. Norma hukum adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat
karena dianggap perlu dan niscaya dalam keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat. Norma ini mencerminkan harapan, keinginan dan keyakinan
seluruh anggota masyarakat tentang bagaimana hidup bermasyarakat yang baik dan
bagaimana masyarakat tersebut harus diatur secara baik.
3. Norma normal yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia.
Norma ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tindaknya tindakan dan
perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia. Norma moral lalu menjadi tolak ukur
yang dipakai oleh masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia
sebagai manusia, entah sebagai anggota masyarakat ataupun sebagai orang dengan
jabatan atau profesi tertentu.
1. Etika Deontologi yaitu suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan
akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri
sebagai baik pada dirinya sendiri. Dengan kata lain tindakan itu bernilai moral karena
tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan
terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Atas dasar itu etika deontologi sangat
menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari pelaku.
2. Etika Telelogi , mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau
dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Suatu tindakan di nilai baik, kalau bertujuan mencapai sesuatu yang baik. Atas dasar ini
dapat dikatakan bahwa etika telelogi lebih situasional, karena tujuan dan akibat suatu
tindakan bisa dangat tergantung pada situasi tertentu. Karena itu, setiap norma dan
kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam setiap situasi.
Apakah bisnis merupakan sebuah profesi? Profesi seperti apa itu? Sebuah profesi etis?
Atau sebaliknya, sebuah profesi kotor? Kalau itu sebuah profesi kotor yang penuh tipu
menipu, mengapa begitu banyak orang ingin menekuninya bahkan bangga dengan itu?
Disuatu pihak menyiratkan keyakinan tidak sepenuhnya sebuah profesi yang kotor
sebagaimana yang mungkin dianggap, justru sebaliknya, bisnis dapat menjadi sebuah profesi
yang etis dan baik secara moral yang akan dikemukakan dalam bab ini:
A. Etika Profesi
1. Pengertian Profesi
Profesi merupakan orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari
pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta punya
komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaannya itu. Dengan kata lain, orang profesional
adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli dibidang tersebut dan meluangkan
seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk pekerjaan tersebut.
Namun ini saja tidak cukup orang yang profesional adalah orang yang mempunyai
komitmen pribadi mendalam atas pekerjaannya itu. Ia melibatkan seluruh dirinya dan dengan
giat, tekun, dan serius menjalankan pekerjaan itu. Karena dia sadar dan yakin bahwa
pekerjaannya telah menyatu dengan dirinya. Pekerjaannya itu membentuk identitas dan
kematangan dirinya, dan karena itu dirinya berkembang bersama dengan perkembangan dan
kemajuan pekerjaannya itu.
Dengan demikian profesi memang sebuah pekerjaan, tetapi sekaligus tidak sama begitu
saja dengan pekerjaan pada umumnya. Profesi mempunyai tuntutan yang tinggi bukan saha
dari luar melainkan terutama dari dalam diri orang itu sendiri. Tuntunan ini menyangkut tidak
saja keahlian, namun komitmen moral : tanggung jawab, keseriusan, disiplin dan integritas
pribadi.
2. Ciri-Ciri Profesi
Adanya keahlian dan keterampilan khusus, profesi selalu mengandalkan adanya suatu
keahlian dan keterampilan khusus tertentu yang dimiliki oleh sekelompok orang yang
profesional untuk bisa menjalankan pekerjaannya dengan baik.
Adanya komitmen moral yang tinggi. Komitmen moral ini biasanya dituangkan,
khususnya untuk profesi yang luhur, dalam bentuk aturan khusus yang menjadi
pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang bersangkutan.
Pengabdian kepada masyarakat. Adanya komitmen moral yang tertuang dalam kode
etik profesi ataupun sumpah jabatan menyiratkan bahwa orang-orang mengemban
profesi tertentu, khsusnya profesi luhur, lebih mendahulukan dan mengutamakan
kepentingan masyarakat dari pada kepentingan pribadinya.
1) Prinsip Tanggung Jawab. Tanggung Jawab merupakan suatu prinsip yang pokok bagi kaum
profesional. Bahkan sedemikian pokoknya sehingga seakan tidak harus lagi dikatakan.
Karena, sebagaimana diuraikan diatas, orang profesional sudah dengan sendirinya berati
ornag yang bertanggung jawab.
2) Prinsip Keadilan, Prinsip ini menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan
profesinya tidak merugikan hak dan kepentingan tertentu.
3) Prinsip Integritas Moral, prinsip ini tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa
dalam menjalankan tugas profesinya tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan
martabat profesinya.
4. Prinsip Otonomi, Otonomi penting agar kaum profesional itu bisa secara bebas
mengembangkan profesinya, bisa melakukan inovasi, dan kreasi tertentu yang berguna bagi
perkembangan profesi itu dikalangan masyarakat luas.
Untuk melihat tepat tidaknya kata profesi dipakai kuga untuk dunia bisnis dan untuk
melihat apakah bisnis dapat menjadi sebuah profesi yang luhur, mari kita tinjau dua
pandangan mengenai pekerjaan dan kegian bisnis yang dianut oleh para pelaku bisnis
1. Pandangan Praktis-Realistis, Dalam pandangan ini ditegaskan secara jalas bahwa tujuan
utama bisnis bahkan tujuan satu satunya adalah mencari keuntungan. Bisnis adalah suatu
kegiatan profit making. Dasar pemikirannya adalah bahwa orang yang terjun kedalam bisnis
tidak punya keinginan dan tujuan lain selain ingin mencari keuntungan.
2. Pandangan Ideal, menurut pandangan ini bisnis tidak lain adalah kegiatan suatu yang
menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat
Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk. Bahkan secara moral
keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena pertama, keuntungan memungkin
suatu perusahaan bertahan dalam kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa memperoleh keuntungan
tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya dan karena itu berarti tidak
akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi yang
menjamin kemakmuran nasional. Ketiga, keuntungan memungkinkan perusahan tidak hanyak
bertahan melainkan juga dapat menghidupi karyawan-karyawannya bahkan pada tingkan dan
taraf hidup yang semakin baik.
B. Etos Bisnis
Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis yang
dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Inti etos ini adalah
pembudayaan atau prmbiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau prinsip moral tertentu
dianggap sebagai inti kekuatan dari suatu perusahaan yang sekaligus juga membedakannya
dari perusahaan yang lain.
Sebuah etos bisnis dalam sebuah perusahaan sangat ditentukan pula oleh gaya
kepemimpinan dalam perusahaan tersebut. Betapapun baiknya nilai dan prinsip moral
tertentu, tetapi kalau tidak ditunjanh oleh gaya kepemimpinan yang kondusif untuk
menumbuhkan etos bisnis yang baik, etos bisnis sukut akan berkembang dalam sebuah
perusahaan.
C. Pendekatan Stakeholder
Secara umum Etika Utilitarianisme dapat dipakai dalam dua wujud yang berbeda.
Pertama, Etika Utilitarianisme dipakai sebagai proses untuk mengambil sebuah
keputusan, kebijaksanaan ataupun untuk bertindak. Dengan kata lain, Etika
Utilitarianisme dipakai sebagai prosedur untuk mengambil keputusan. Dalam wujud
yang pertama ini, Etika Utilitarianisme dipakai untuk perencanaan, untuk mengatur
sasaran dan target yang hendak dicapai.
Kedua, Etika Utilitarianisme juga dipakai sebagai standar penilaian bagi tindakan
atau kebijaksanaan yang telah dilakukan. Dalam hal ini prosedur atau metode
tindakan dan kebijaksanaan yang telah terjadi berdasarkan akibat atau konsekuensinya
yaitu sejauh mana ia mendatangkan hasil terbaik bagi banyak orang. Sebagai
penilaian atas kebijaksanaan yang sudah terjadi, kriteria etika utilitarianisme dapat
juga sekaligus berfungsi sebagai sasaran atau tujuan ketika kebijaksanaan atau
program tertentu yang sudah dijalankan akan direvisi. Pada tingkat ini Etika
Utilitarianisme sebagai standar penilaian berfungsi sekaligus sebagai sasaran akhir
dari sebuah kebijaksanaan atau program yang ingin direvisi.
3. Kelemahan Etika Utilitarianisme
Sehubung dengan tanggung jawab moral, berlaku prinsip yang disebut the principle of alternate
possibilities. Menurur prinsip ini, seseorang bertanggung jawab secara moral atas tindakan yang
telah dilakukannya hanya kalau ia bisa bertindak secara lain. Artinya, hanya kalau masih ada
alternatif baginya untuk bertindak secara lain, yang tidak lain berarti ia tidak dalam keadaan
terpaksa melakukan tindakan itu.
2. Status Perusahaan
De George secara khusus membedakan dua macam pandangan mengenai status perusahaaan
yaitu :
a. Pandangan Legal-Creator, yang melihat perusahaan sebagai sepenuhnya ciptaan
hukum, dan karena itu ada hanya berdasarkan hukum. Menurut pandangan ini,
perusahaan diciptakan oleh negara dan tidak mungkin ada tanpa negara.
b. Pandangan Legal-Recognition, yang tidak memusatkan perhatian pada status
perusahaan melainkan pada perusahaan sebagai suatu usaha dan produktif. Menurut
pandangan ini, perusahaan terbentuk oleh orang atau kelompok orang tertentu untuk
melakukan kegiatan tertentu dengan cara tertentu secara bebas demi kepentingan
orang. Dalam hal ini, perusahaan tidak dibentuk oleh negara.
Bersadarkan pemahaman tersebut mengenai status perusahaan, jelas bahwa perusahaan tidak
punya tanggung jawab moral dan sosial. Pertama, karena perusahaan bukan moral person yang
punya akal budi dan kemauan bebas dalam bertindak. Kedua, dalam kaitan dengan pandangan
legal-recognition perusahaan dibangun oleh orang atau kelompok orang tertentu untuk
kepentingannya dan bukan untuk melaytani kepentingan masyarakat.
3. Lingkup Tanggung Jawab Sosial