Anda di halaman 1dari 49

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker

di Puskesmas Depok I Sleman


Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini masyrakat Indonesia semakin sadar akan pentingnya
kesehatan. Mereka semakin sadar karena dengan tubuh yang sehat maka dapat mendukung
masyrakat Indonesia ke taraf hidup yang lebih baik. Kesehatan menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 adalah suatu keadaan sehat baik secara fisik ,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Melalui definisi itulah kesehatan itu sendiri merupakan hal
yang sangat penting untuk diperhatikan. Melihat adanya peningkatan kesadaran akan hidup
sehat dari masyarakat ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat.
Kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang semakin meningkat tersebut yang pada
akhirnya mendorong pemerintah untuk menyediakan sebuat unit ataupun fasilitas yang
mampu melayani masyarakat dibidang kesehatan. Berbagai macam fasilitas yang
pemerintah sedian demi menunjang kesehatan masyarakat salah satunya adalah Pusat
Kesehatan Masyarakat.
Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) menurut Permenkes RI No. 74
tahun 2016 merupakan suatu unit pelakasana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Puskesmas merupkan layanan kesehatan tingkat pertama dan terdepan dalam sistem
pelayanan kesehatan harus melakukan pelayanan kesehatan wajib dan beberapa upaya
kesehatan pilihan yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, tuntutan, kemampuan dan
inovasi serta kebijakan pemerintah daerah setempat. Selain itu, puskesmas pula memiliki
tugas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan perilaku hidup seh at maupun
menjaga lingkungan sehat dengan memberikan pelayanan yang bermutu. Puskesmas
menjadi fasilitas layanan kesehatan yang memberikan edukasi upaya kesehatan masyarakat
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat.

Salah satu pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah pelayanan Kefarmasian.


Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi, baik berupa obat, bahan habis pakai, maupun alat kesehatan, yang dapat

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 1


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian yang diberikan di


Puskesmas harus memenuhi standar pelayanan kefarmasian sebagaimana ditetapkan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas
meliputi pengelolaan obat dan bahan habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan
kefarmasian dilakukan oleh Apoteker dan tenaga kefarmasian, dengan Apoteker sebagai
penanggung jawab (Menkes RI, 2014). Peran Apoteker sebagai profesi yang bertanggung
jawab memberikan layanan kesehatan, menjadi suatu pembelajaran bagi calon apoteker
dalam memahami peran, fungsi dan tanggung jawab profesionalitas sebagai apoteker.
Seperti disbutkan dalam PP No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian disebutkan
bahwa penyerahan da n pelayanan obat berdasarkan resep dokter dan dilakasanakan oleh
apoteker. Seorang apoteker harus dapat bekerja dengan handal dan bersikap profesional
sehingga dibutuhkan kesiapan diri berupa ilmu-ilmu yang sesuai dengan tanggung jawab
untuk dapat menyesuaikan diri dalam dunia kerja.
Program Studi Profesi Apoteker Sanata Dharma menjalin kerjasama dengan
Puskesmas Depok I Sleman dengan menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) pada tanggal 22 Mei - 31 Mei 2017 sehingga mahasiswa calon apoteker dapat
menerapkan ilmu, melatih diri, dan memahami pelayanan di Puskesmas dengan
pengawasan dari pihak yang berwenang. Melalui praktek kerja di Puskesmas, calon
apoteker diharapkan memahami aspek manajemen dan administrasi pengelolaan obat,
aspek distribusi sediaan farmasi, pemeriksaan dan pencatatan obat yang masuk dan keluar,
serta evaluasi (audit sediaan farmasi, SOP manajemen, finansial, SOP distribusi, dan
survey kepuasan konsumen).
B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskemas
Setelah melakukan PKPA di Puskesmas Depopk 1, Nanggulan, Maguwoharjo,
Depok, Sleman mahasiswa diharapkan :
1. Memperoleh pemahaman tentang peran, fungsi, dan tanggung jawab apoteker dalam
pelayanan kefarmasian di puskesmas.
2. Memperoleh wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman praktis untuk
melakukan pekerjaan kefarmasian di puskesmas.
3. Memperoleh kesempatan untuk melihat dan mempelajari strategi dan pengembangan
puskesmas.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 2


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

4. Memperoleh praktek kerja kefarmasian sehingga lebih siap dalam memasuki dunia
kerja.
5. Memperoleh gamba ran nyata mengenai permasalahan yang terjadi dalam perkerjaan
kefarmasian di Puskesmas.
C. Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskemas
Manfaat yang diperoleh dari PKPA di Puskesmas Depok 1 Sleman yaitu :
1. Meningkatkan pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di puskesmas.
3. Mendapatkan pengetahuan mengenau manajemen praktis di puskesmas.
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk memasuki dunia kerja sebagai Apoteker yang
profesional di Puskesmas.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 3


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Aspek Puskesmas
1. Definisi Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Upaya kesehatan diselenggarakan dengan menitikberatkan pelayanan untuk masyarakat
luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan
perseorangan. Secara umum, puskesmas harus memberikan pelayanan preventif, promotif,
kuratif sampai dengan rehabilitatif baik melalui Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) atau
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) (Menkes RIa, 2014).
Dalam organisasi puskesmas, yang berperan sebagai penanggungjawab UKP
adalah unit Kefarmasian dan Laboratorium. Puskesmas berperan sebagai penyelenggara
UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsi UKP,
Puskesmas berwenang untuk:
a. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu;
b. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan
preventif;
c. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat;
d. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;
e. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama
inter dan antar profesi;
f. melaksanakan rekam medis;
g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan;
h. melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 4


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan


tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem Rujukan
(Menkes RIb, 2014).
2. Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi:
a) Paradigma sehat
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam
upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
b) Pertanggungjawaban wilayah
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya.
c) Kemandirian masyarakat
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
d) Pemerataan
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan
terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan
status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.
e) Teknologi tepat guna
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan
teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan
tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
f) Keterpaduan dan kesinambungan
Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan
UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung
dengan manajemen Puskesmas.
(Menkes RIb, 2014).
3. Tugas dan Fungsi Puskesmas
Tugas Puskesmas adalah melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai
tujuan pembangunan kesehatan di w ilayah kerjanya dalam rangka mendukung

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 5


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

terwujudnya kecamatan yang sehat. Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas


menyelenggarakan fungsi UKM dan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. Fungsi lain
Puskesmas adalah sebagai wahana pendidikan bagi tenaga kesehatan yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes RIb, 2014).
B. Aspek Manajemen Persediaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Pengelolaan obat dan BMHP merupakan salah satu kegiatan pelayanan
kefarmasian di puskesmas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, pasal 3 telah mengatur terkait
pengelolaan obat dan BMHP dapat dilakukan dimulai dari tahap perencanaan kebutuhan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan,
pelaporan, dan pengarsipan, dan pemantauan dan evaluasi pengelolaan.
Tujuan dilakukannya pengelolaan perbekalan farmasi untuk menjamin
kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan BMHP yang efisien, efektif, dan
rasional, meningkatkan kompetensi atau kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan
sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Kepala
Ruang Farmasi di Puskesmas bertugas dan bertanggung jawab untuk menjamin
terlaksananya pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP yang baik (Menteri Kesehatan RI,
2016).
Sebagaimana yang tertuang dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, berikut
adalah uraian mengenai tugas pengelolaan perbekalan farmasi yang harus dilakukan oleh
tenaga farmasi di puskesmas:
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan BMHP
untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
a. perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan BMHP yang mendekati kebutuhan
b. meningkatkan penggunaan obat secara rasional
c. meningkatkan efisiensi penggunaan obat
Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan BMHP di Puskesmas setiap periode
dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di Puskesmas. Proses seleksi Sediaan Farmasi dan

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 6


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

BMHP dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Sediaan


Farmasi periode sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan.
Proses seleksi Sediaan Farmasi dan BMHP juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga
kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta
pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun dilakukan secara
berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian Obat dengan
menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap
kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran
yang tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta
menghindari stok berlebih.
Proses perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan diawali dari
data yang disampaikan Puskesmas (LPLPO) ke instalasi farmasi di Kabupaten/Kota yang
selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan
di Kabupaten/Kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik perhitungannya. Selanjutnya
dalam perencanaan kebutuhan buffer stok Pusat maupun Provinsi dengan menyesuaikan
terhadap kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dan tetap
mengacu kepada DOEN (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2007).
Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah:
a. Tahap Pemilihan Obat
Fungsi seleksi/ pemilihan obat adalah untuk menentukan apakah obat benar-benar
diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit di daerah, untuk
mendapatkan pengadaan obat yang baik, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi
kebutuhan obat yaitu meliputi :
- Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistic yang memberikan efek
terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
- Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan
kesamaan jenis.
- Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 7


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

- Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang
lebih baik dibanding obat tunggal.
- Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of choice)
dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
b. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan
masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/ Puskesmas selama setahun dan
sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi
pemakaian obat adalah :
- Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan kesehatan/
Puskesmas.
- Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit
pelayanan kesehatan/ Puskesmas.
- Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/ Kota.
c. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat
Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi
oleh tenaga farmasi yang bekerja di instalasi farmasi Kabupaten/Kota maupun unit
Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat
terjadi apabila informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan
pengobatan. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara
terpadu serta melalui tahapan seperti diatas, maka diharapkan obat yang direncanakan
dapat tepat jenis dan tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan.
Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa
metode:
- Metoda Konsumsi
Didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya, dimana untuk
menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Pengumpulan dan pengolahan data
2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat
4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 8


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

- Metoda Morbiditas
Metoda morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit,
perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam
metoda ini adalah:
1) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekwensi penyakit.
3) Menyediakan standar/ pedoman pengobatan yang digunakan.
4) Menghitung perkiraan kebutuhan obat.
5) Penyesuaian dengan alokasi dana ya ng tersedia
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).
2. Permintaan
Sumber penyediaan obat di Puskemas berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas adalah obat
esensial yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk
pada DOEN. Selain itu, sesuai dengan kesepakatan global maupun Keputusan Menteri
Kesehatan No. 085 tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau
Menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah dan Permenkes RI
No. HK.02.02/MENKES/068 /I/2010 tentang Kewajban Menggunakan Obat Generik di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang
diperkenankan tersedia di Puskesmas, pertimbangan tersebut didasarkan bahwa:
- Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh dunia
bagi pelayanan kesehatan publik dan mempunyai mutu serta efikasi yang memenuhi
standar pengobatan.
- Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik.
- Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan
publik.
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
Tujuan permintaan obat dan BMHP adalah memenuhi kebutuhan obat dan BMHP
di puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 9


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat (Menteri Kesehatan RI,
2016).
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing Puskesmas
diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit ke kepala Puskesmas
dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub unit (Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
Tahapan atau kegiatan yang dapat dilakukan untuk menentukan permintaan obat
dapat dilakukan dengan cara:
- Menentukan jenis permintaan obat
- Permintaan Rutin, dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota untuk masing-masing Puskesmas.
- Permintaan Khusus, dilakukan di luar jadwal distribusi rutin apabila:
1) kebutuhan meningkat
2) terjadi kekosongan
3) Terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB / Bencana)
- Menentukan jumlah permintaan obat. Data yang diperlukan untuk menentukan jumlah
permintaan obat antara lain yaitu data pemakaian obat periode sebelumnya, jumlah
kunjungan resep, jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, dan sisa
stok.
- Menghitung kebutuhan obat dengan cara:
- Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada
periode sebelumnya.
SO = SK + SWK + SWT + SP
- Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan rumus:
Permintaan = SO SS
Keterangan :
- SO= Stok optimum, merupakan stok ideal yang harus tersedia dalam waktu periode
tertentu
- SK= Stok Kerja (Stok pada periode berjalan). Stok kerja dapat diketahui dengan cara
perhitungan dari pemakaian ratarata per periode distribusi

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 10


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

- SWK= Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat. Waktu kekosongan
adalah lamanya kekosongan obat dihitung dalam hari
- SWT= Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead Time). Waktu tunggu,
dihitung mulai dari permintaan obat oleh Puskesmas sampai dengan penerimaan obat di
Puskesmas
- SP= Stok penyangga, merupakan persediaan obat untuk mengantisipasi terjadinya
peningkatan kunjungan, keterlambatan kedatangan obat. Besarnya ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara Puskesmas dan Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
- SS= Sisa Stok, yang dimaksud dengan sisa stok adalah sisa obat yang masih tersedia di
Puskesmas pada akhir periode distribusi
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
3. Penerimaan
Penerimaan Sediaan Farmasi dan BMHP adalah suatu kegiatan dalam menerima
Sediaan Farmasi dan BMHP dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan
Puskesmas secara mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya
adalah agar Sediaan Farmasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat,
dan mutu.
Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas
ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan Obat dan BMHP
berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Tenaga Kefarmasian wajib melakukan
pengecekan terhadap Sediaan Farmasi dan BMHP yang diserahkan, mencakup jumlah
kemasan/peti, jenis dan jumlah Sediaan Farmasi, bentuk Sediaan Farmasi sesuai dengan isi
dokumen LPLPO, ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian, dan diketahui oleh Kepala
Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka Tenaga Kefarmasian dapat mengajukan
keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang diterima disesuaikan
dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan (Menteri Kesehatan RI,
2016).
4. Penyimpanan
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan BMHP merupakan suatu kegiatan pengaturan
terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 11


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Penyimpanan Sediaan Farmasi
dan BMHP dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) bentuk dan jenis sediaan.
2) kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan Sediaan Farmasi, seperti
suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban.
3) mudah atau tidaknya meledak/terbakar.
4) narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5) tempat penyimpanan Sediaan Farmasi tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
Tata cara penyusunan obat ketika melakukan penyimpanan di Puskesmas dapat
dilakukan dengan cara berikut ini:
a. Sistem FEFO dan FIFO. Penyusunan dilakukan dengan sistem First Expired First Out
(FEFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluwarsa harus
dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian, dan First In First Out
(FIFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus
dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian. Hal tersebut sangat penting
karena obat yang sudah terlalu lama biasanya kekuatannya atau potensinya berkurang.
b. Pemindahan harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak.
c. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya
matahari, disimpan di tempat kering.
d. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan
disimpan dalam lemari pendingin (suhu 48oC). Kartu kontrol suhu yang ada harus
selalu diisi setiap pagi dan sore.
e. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari langsung.
f. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan pengambilannya
menggunakan sendok.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 12


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

g. Obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat supaya diberi tanda khusus, misalnya
dengan menuliskan waktu kadaluarsa pada dus luar dengan mengunakan spidol.
h. Penyimpanan obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup rapat, lemari
pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya.
i. Cairan diletakkan di rak bagian bawah.
j. Kondisi penyimpanan beberapa obat.
Beri tanda/kode pada wadah obat.
Beri tanda semua wadah obat dengan jelas.
Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket, jangan digunakan.
Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus harus tercantum: jumlah isi
dus, misalnya: 20 kaleng @ 500 tablet, kode lokasi, tanggal diterima, tanggal
kadaluwarsa, nama produk/obat.
k. Beri tanda khusus untuk obat yang akan habis masa pakainya pada tahun tersebut.
Jangan menyimpan vaksin lebih dari satu bulan di unit pelayanan kesehatan.
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010)
5. Pendistribusian
Pendistribusian obat dan BMHP merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan
obat dan BMHP secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit atau satelit
farmasi di puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat
sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu,
jumlah dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain sub
unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas, Puskesmas pembantu,
puskesmas keliling, posyandu, dan Polindes.
Tidak hanya itu pendistribusian juga dilakukan di dalam sub unit Puskesmas
tersebut antara lain ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain. Pendistribusian dilakukan
dengan cara pemberian obat sesuai resep yang diterima, pemberian obat per sekali minum
(dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas
dilakukan dengan cara penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock) (Menteri
Kesehatan RI, 2016).
Pendistribusian obat dapat dilakukan dengan cara:
a. Puskesmas menyerahkan/mengirimkan obat dan diterima di sub unit pelayanan

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 13


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

b. Obat diambil sendiri oleh sub-sub unit pelayanan. Obat diserahkan bersama-sama
dengan formulir LPLPO sub unit yang distandatangani oleh penanggung jawab sub unit
pelayanan puskesmas dan kepala puskesmas sebagai penanggung jawab pemberi obat
dan lembar pertama disimpan sebagai tanda bukti penerimaan obat
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).

6. Pengendalian
Pengendalian Sediaan Farmasi dan BMHP adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang
telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan Obat di unit
pelayanan kesehatan dasar.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan Obat di unit
pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari:
a. Pengendalian persediaan
b. Pengendalian penggunaan
c. Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
7. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan BMHP yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh
BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
(voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan BMHP dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan BMHP bila produk tidak
memenuhi persyaratan mutu, telah kadaluwarsa, tidak memenuhi syarat untuk
dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan, dan dicabut
izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan BMHP terdiri dari:
a) membuat daftar Sediaan Farmasi dan BMHP yang akan dimusnahkan

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 14


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

b) menyiapkan Berita Acara Pemusnahan


c) mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait
d) menyiapkan tempat pemusnahan
e) melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan
yang berlaku
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
Berdasarkan tahapan tersebut, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam
proses pemusnahan/penghapusan sediaan farmasi antara lain:
Membuat daftar sediaan farmasi/ obat-obatan yang akan dihapuskan beserta alasan-
alasannya.
Pisahkan sediaan farmasi/ obat-obatan yang kadaluwarsa/rusak pada tempat tertentu
sampai pelaksanaan pemusnahan.
Pisahkan narkotika dan psykotropika dari obat lainnya.
Melaporkan kepada atasan mengenai sediaan farmasi/obat-obatan yang akan
dihapuskan.
Membentuk panitia pemeriksaan sediaan farmasi/obat-obatan melalui Surat Keputusan
Bupati/Walikota.
Membuat Berita Acara Hasil Pemeriksaan sediaan farmasi/obat-obatan oleh Panitia
Pemeriksaan dan Penghapusan sediaan farmasi/obat-obatan.
Melaporkan hasil pemeriksaan kepada yang berwenang/pemilik obat.
Melaksanakan penghapusan setelah ada keputusan dari yang berwenang
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).
8. Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh rangkaian
kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP, baik Sediaan Farmasi dan
BMHP yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit
pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP telah dilakukan.
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian.
c. Sumber data untuk pembuatan laporan
(Menteri Kesehatan RI, 2016).

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 15


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hal-hal penting yang perlu diperhat ikan sebagai penanggung jawab pengelola
perbekalan farmasi dalam melakukan pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan terkait
penatalaksanaan obat yang terdapat di Puskesmas adalah:
a. Sarana Pencatatan dan Pelaporan
Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di Puskesmas adalah
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok. LPLPO
yang dibuat oleh petugas Puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat waktu
serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk analisis
penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan
laporan pengelolaan obat.
b. Alur Pelaporan
Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO dibuat 3 (tiga)
rangkap, diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditanda tangani oleh
kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, satu rangkap untuk Kepala Dinas Kesehatan, satu
rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan satu rangkap dikembalikan ke
puskesmas.
c. Periode Pelaporan
LPLPO sudah harus diterima oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota paling lambat
tanggal 10 setiap bulannya
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
Berikut ini merupakan penjelasan Laporan Pemakaian Dan Lembar Permintaan
Obat (LPLPO) yang harus dibuat oleh penanggung jawab pengelolaan perbekalan farmasi
di Puskesmas:
1) Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat disampaikan oleh Puskesmas/UPK ke
Instalasi Farmasi. Petugas Pencatatan dan Evaluasi melakukan evaluasi dan pengecekan
sesuai dengan rencana distribusi dari instalasi farmasi lalu dikirimkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Formulir Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
digunakan untuk permintaan dan pengeluaran obat.
2) Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat dibuat rangkap 3 (tiga), yang terdiri
dari: Asli untuk Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota, Tindasan 1 untuk arsip instansi

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 16


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

penerima (RS/Puskesmas), dan Tindasan 2 dikirim untuk Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota.
Sedangkan kegunaan LPLPO itu sendiri adalah sebagai bukti pengeluaran obat di
Instalasi Farmasi, bukti penerimaan obat di Puskesmas atau Rumah Sakit, Surat
permintaan/pesanan obat dari Puskesmas/RS kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
dan sebagai bukti penggunaan obat di Rumah Sakit/Puskesmas (Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).

9. Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP


Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP dilakukan
secara periodik dengan tujuan untuk:
a. mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Sediaan
Farmasi dan BMHP sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan.
b. memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP.
c. memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP, harus dilaksanakan
sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh
Kepala Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat (Menteri
Kesehatan RI, 2016).
Pemantauan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan proses
pengamatan secara terencana oleh petugas pengelola obat dari unit yang lebih tinggi
(Instalasi Farmasi Provinsi/Kabupaten/Kota) terhadap pelaksanaan pengelolaan obat oleh
petugas ke unit yang lebih rendah (Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota / Puskesmas/
Puskesmas Pembantu/ UPT lainnya). Hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar semua
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan sesuai dengan pedoman yang disepakti sehingga
dapat meningkatkan produktivitas para petugas pengelola obat agar mutu pelayanan obat
dapat ditingkatkan secara optimum (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2010).
Proses evaluasi dapat dilihat sebagai lima langkah model umpan balik, yang
masing-masing langkah adalah:

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 17


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

a. Penetapan apa yang harus diukur. Manajemen puncak menetapkan proses pelaksanaan
dan hasil mana yang akan dipantau dan dievaluasi. Proses dan hasil pelaksanaan harus
dapat diukur dalam kaitannya dengan tujuan.
b. Pembuatan standar kinerja. Standar digunkan untuk mengukur kinerja merupakan
suatu rincian dan tujuan yang strategis. Standar harus dapat mengukur apa yang
mencerminkan hasil kinerja yang telah dilaksanakan.
c. Pengukuran kinerja yang aktual yaitu dibuat pada waktu yang tepat.
d. Bandingkan kinerja yang aktual dengan standar. Jika hasil kinerja yang aktual berada
di dalam kisaran toleransi maka pengukuran dihentikan.
e. Melakukan tindakan korektif. Jika hasil kinerja aktual berada di luar kisaran toleransi,
harus dilakukan koreksi untuk deviasi yang terjadi
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).
Kegiatan evaluasi bukan merupakan kegiatan yang berdiri sendiri namun
diharapkan merupakan bagian dari kegiatan rutin tahunan dari setiap unit satuan kerja.
Kegiatan ini bermuara pada upaya untuk meningkatkan kinerja unit kerja untuk memenuhi
tuntutan SPM (Standar Pelayanan Minimal).
1) Jenis-jenis Evaluasi
Ada empat jenis evaluasi yang dibedakan atas interaksi dinamis diantara
lingkungan program dan waktu evaluasi yaitu:
- Evaluasi formatif yang dilakukan selama berlangsungnya kegiatan program
Evaluasi ini bertujuan untuk melihat dimensi kegiatan program yang melengkapi
informasi untuk perbaikan program.
- Evaluasi sumatif yang dilakukan pada akhir program. Evaluasi ini perlu untuk
menetapkan ikhtisar program, termasuk informasi outcome, keberhasilan dan
kegagalan program.
- Evaluasi penelitian adalah suatu proses penelitian kegiatan yang sebenarnya dari suatu
program, agar diketemukan hal-hal yang tidak tampak dalam pelaksanaan program.
- Evaluasi presumtif yang didasarkan pada tendensi yang menganggap bahwa jika
kegiatan tertentu dilakukan oleh orang tertentu yang diputuskan dengan pertimbangan
yang tepat, dan jika bertambahnya anggaran sesuai dengan perkiraan, maka program
dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.
2) Masalah dalam Evaluasi:

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 18


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Ada tiga area kritis dalam statistik evaluasi yaitu:


- Pemilihan indikator
- Reabilitas
- Validitas
Banyak hal yang dapat dijadikan sebagai indikator dalam pengelolaan obat
dengan syarat bahwa indikator tersebut memenuhi kriteria dari indikator yang telah
ditetapkan. Yang dapat dijadikan sebagai indikator pengelolaan obat di kabupaten kota
adalah alokasi dana pengadaan obat, prosentasi alokasi dana pengadaan obat, biaya obat
per penduduk, ketersediaan obat sesuai kebutuhan, pengadaan obat esensial, pengadaan
obat generik, biaya obat per kunjungan kasus penyakit, biaya obat per kunjungan resep,
kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN, kesesuaian ketersediaan obat dengan
pola penyakit, tingkat ketersediaan obat, ketepatan perencanaan, prosentase dan nilai obat
rusak atau kadaluarsa, ketepatan distribusi obat, prosentase penyimpangan jumlah obat
yang didistribusikan, prosentase rata-rata bobot dari variasi persediaan, rata-rata waktu
kekosongan obat, prosentase penggunaan obat tertentu, polifarmasi, prosentase
penggunaan obat rasional, prosentase obat yang tidak diresepkan, ketepatan waktu LPLPO,
ketersediaan obat di pedesaan, kesesuaian ketersediaan obat program dengan jumlah
kebutuhan, dan kesesuaian permintaan obat buffer stock (Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).
Dari berbagai indikator tersebut diatas dapat ditentukan berapa besar keberhasilan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah kepulauan, salah satu
keberhasilan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah ketersediaan obat
dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar mencapai 90 % (Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).
10. Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan untuk mencegah
terjadinya masalah terkait Obat atau mencegah terjadinya kesalahan pengobatan atau
kesalahan pengobatan/medikasi (medication error), yang bertujuan untuk keselamatan
pasien (patient safety).
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan:
- Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan prasarana, ketersediaan
dana, dan Standar Prosedur Operasional.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 19


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

- Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja sama.
- Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya, respon dan tingkat
pendidikan masyarakat
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian terintegrasi dengan program
pengendalian mutu pelayanan kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara
berkesinambungan. Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk
peningkatan mutu sesuai standar.
b. Pelaksanaan, yaitu:
- Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan
antara capaian dengan rencana kerja).
- memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
- melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar.
- meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses berlangsung untuk
memastikan bahwa aktivitas berlangsung sesuai dengan yang direncanakan. Monitoring
dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang melakukan proses. Aktivitas monitoring
perlu direncanakan untuk mengoptimalkan hasil pemantauan. Contoh: monitoring
pelayanan resep, monitoring penggunaan Obat, monitoring kinerja tenaga kefarmasian
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
Untuk menilai hasil atau capaian pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian, dilakukan
evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang diperoleh melalui
metode berdasarkan waktu, cara, dan teknik pengambilan data.
Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas:
- Retrospektif: Pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan. Contoh:
survei kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang.
- Prospektif: Pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan.
Contoh: waktu pelayanan kefarmasian disesuaikan dengan waktu pelayanan kesehatan
di Puskesmas, sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan cara pengambilan data, terdiri atas:

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 20


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

1) Langsung (data primer): Data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh
pengambil data. Contoh: survei kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan
kefarmasian.
2) Tidak Langsung (data sekunder): Data diperoleh dari sumber informasi yang tidak
langsung. Contoh: catatan penggunaan Obat, rekapitulasi data pengeluaran Obat.
Berdasarkan teknik pengumpulan data, evaluasi dapat dibagi menjadi:
- Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Contoh: survei
kepuasan pelanggan.
- Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan cek
list atau perekaman. Contoh: pengamatan konseling pasien
(Menteri Kesehatan RI, 2016).

Pelaksanaan evaluasi terdiri atas:


a. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan
pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang
berkaitan dengan standar yang dikehendaki dan dengan menyempurnakan kinerja tersebut.
Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan
pelayanan kefarmasian secara sistematis.
Terdapat 2 macam audit, yaitu:
- Audit Klinis
Audit Klinis yaitu analisis kritis sistematis terhadap pelayanan kefarmasian,
meliputi prosedur yang digunakan untuk pelayanan, penggunaan sumber daya, hasil yang
didapat dan kualitas hidup pasien. Audit klinis dikaitkan dengan pengobatan berbasis
bukti.
- Audit Profesional
Audit Profesional yaitu analisis kritis pelayanan kefarmasian oleh seluruh tenaga
kefarmasian terkait dengan pencapaian sasaran yang disepakati, penggunaan sumber daya
dan hasil yang diperoleh. Contoh: audit pelaksanaan sistem manajemen mutu, dan audit
finansial. Audit Finansial adalah audit atas laporan keuangan dilakukan untuk melihat dan

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 21


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

mengevaluasi kesesuaian penggunaan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang


berlaku umum di Indonesia. Auditing juga memberikan nilai tambah bagi laporan
keuangan perusahaan karena tujuan akhirnya memberikan pendapat mengenai kewajaran
posisi keuangan suatu perusahaan (Agoes, 2004).
Dalam pelaksanaannya beberapa laporan keuangan yang diaudit adalah neraca,
laporan laba rugi dan laporan arus kas. Neraca adalah laporan keuangan yang
menggambarkan posisi keuangan suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Laporan
laba-rugi adalah laporan keuangan yang mengambarkan hasil-hasil usaha yang dicapai
selama periode tertentu. Laporan arus kas digunakan untuk menganalisis dan memberikan
informasi mengenai penerimaan dan pembayaran kas perusahaan selama periode tertentu
(Hanafi dan Mahmud, 2003).
b. Review (pengkajian)
Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap pelaksanaan pelayanan
kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Contoh: kajian penggunaan antibiotik
(Menteri Kesehatan RI, 2016).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Aspek Puskesmas
Puskesmas Depok 1 Sleman
Puskesmas Depok I berada di Kecamatan Depok, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Puskesmas Depok I Sleman mencakup 1 Desa yaitu Desa Maguwoharjo,
dengan luas wilayah 9.928.300 Ha dan jumlah dusun 20. Desa Maguwoharjo memiliki
jumlah RT sebanyak 185 dan jumlah RW sebanyak 72. Jumlah penduduk Desa
Maguwoharjo pada tahun 2015 sejumlah 33.286 jiwa yang terdiri dari 16.697 jiwa
penduduk laik-laki dan 16.589 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk terbanyak
adalah adalah golongan usia 30-34 tahun baik laki-laki (1.659 jiwa) maupun perempuan
(1.661 jiwa).
Puskesmas Depok I Sleman menyediakan poliklinik yang terdiri dari Pengobatan
Umum, Kesehatan Gigi dan Mulut, serta Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga
Berencana (KB). Unit pendukung yang tersedia antara lain Laboratorium sebagai
pemeriksaan penunjang, dan Konsultasi terkait gizi, Kesehatan Lingkungan, Psikologi dan

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 22


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Kesehatan Reproduksi. Selain itu, puskesmas juga memiliki satu puskesmas pembantu
(Pustu) yaitu Pustu Maguwoharjo.
1. Visi dan Misi Puskesmas Depok I Sleman
Visi :
Terwujudnya Masyarakat Sleman Sehat yang Mandiri, Berdaya Saing dan Berkeadilan.
Misi :
a. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten dan berkesinambungan.
b. Memberdayakan masyarakat untuk lebih mandiri dalam upaya kesehatan.
c. Mengembangkan sumber daya layanan yang memadai.
d. Membangun kerja sama lintas program dan sektor harmonis.
2. Kebijakan Mutu Puskesmas Depok I Sleman
Puskesmas Depok I memiliki motto Kepuasan Anda adalah Kebahagiaan Kami
berkomitmen untuk selalu melakukan perbaikan yang berkesinambungan dalam rangka
penerapan sistem manajemen mutu dengan menitikberatkan pada :
a. Peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu untuk mencapai kepuasan pelanggan
b. Peningkatan profesionalisme SDM dalam pelayanan kesehatan
c. Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat melalui upaya promotif dan preventif
3. Struktur Organisasi Puskesmas Depok I Sleman

Gambar 1. Struktur organisasi


4. Alur Pelayanan Puskesmas Depok I Sleman

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 23


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Gambar 2. Alur pelayanan pasien


5. Tugas dan wewenang Apoteker
Menurut Permenkes RI No. 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas menyatakan bahwa penyelengaraan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai
penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan.
Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien,
baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan pengembangan Puskesmas.
Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di Puskesmas adalah 1 (satu) Apoteker untuk 50
(lima puluh) pasien perhari.
Standar pelayanan kefarmasian yang harus dimiliki oleh Apoteker di puskesmas
berupa pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai, serta pelayanan farmasi klinik.
Apoteker dan asisten apoteker di Puskesmas Depok I Sleman sudah melaksanakan aspek
manajerial seperti pengelolaan sumber daya yang meliputi SDM, sarana prasarana, sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi dengan memanfaatkan tenaga, dana, p
rasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Selain itu, pelayanan farmasi klinik telah dilakukan dengan cukup baik
yang meliputi pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat;
pelayanan informasi obat; konseling; pemantauan efek samping obat; pemantauan terapi
obat; serta evaluasi penggunaan obat. Puskesmas Depok I Sleman tidak memiliki fasilitas
rawat inap sehingga pelayanan farmasi klinik dalam bentuk visite pasien tidak dapat
dilakukan.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 24


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

B. Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas


Persediaan obat di Puskesmas Depok I dikelola oleh apoteker penanggung jawab
dan dibantu dengan asisten apoteker. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan
meliputi kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi,
pencatatan dan pelaporan, serta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat (Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010).
1. Perencanaan
Puskesmas membuat data pemakaian obat dengan menggunakan laporan
pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) sesuai dengan perencanaan kebutuhan
puskesmas. Perhitungan perencanaan dibuat berdasarkan data pemakaian obat pada tahun
sebelumnya di seluruh unit kerja (Puskesmas Induk, Puskesmas Pembantu, Puskesmas
Keliling dan Posyandu). Pemilihan jenis obat dalam proses perencanaan mengacu pada
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). LPLPO yang sudah dibuat dilaporkan ke UPT
POAK (Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan). Formulir LPLPO berisi nomor, nama obat,
stok awal, penerimaan, pamakaian, persediaan, sisa stok, permintaan, dan keterangan.
2. Permintaan
Permintaan dibuat dengan membuat laporan pemakaian dan lembar permintaan
obat (LPLPO). Tujuan permintaan obat adalah memenuhi kebutuhan obat dan bahan
medis habis pakai di puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat
(Depkes RI, 2014). LPLPO dilaporkan oleh Puskesmas Depok I sebelum tanggal 5 setiap
bulannya, digunakan untuk melakukan permintaan obat dan alat kesehatan pada bulan
selanjutnya dan sebagai dokumentasi untuk pengambilan obat dan alat kesehatan ke UPT
POAK. Bila terjadi permintaan khusus, dapat dilakukan dengan melakukan bon yang dapat
diajukan ke UPT POAK, tetapi terjadi pengurangan penerimaan jumlah obat pada bulan
selanjutnya.
3. Penerimaan
Penerimaan dari UPT POAK menjadi tugas apoteker penanggung jawab dan
dibantu dengan asisten apoteker. Dalam proses penerimaan harus diteliti dan disesuaikan
dengan lembar LPLPO yang sudah dibuat, apakah sudah sesuai atau belum. Pengecekan
obat yang dilakukan, meliputi :
a. Nama obat yang diterima, bentuk sediaan,
b. Jumlah,

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 25


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

c. Kondisi fisik perbekalan kesehatan (bentuk, warna, keutuhkan, kekentalan),


d. Tanggal kadaluwarsa.
Pihak Puskesmas Depok I ketika mendapati adanya kekurangan obat atau terjadi
kesalahan jenis obat, langsung mengkonfirmasi dan memberitahu ke pihak UPT POAK
Kabupaten Sleman untuk dicek ulang. Pihak UPT POAK Kabupaten Sleman langsung
menyiapkan obat yang kurang, dan menghubungi pihak puskesmas untuk mengambil obat
yang kurang. Masuknya barang dicatat dalam buku pemasukan barang dan kartu stok
masing-masing barang. Maksimal penerimaan/pengambilan obat dilakukan setelah 1
minggu pengiriman LPLPO ke POAK.
4. Penyimpanan
Obat yang sudah diterima dari UPT POAK akan disimpan digudang obat. Gudang
obat di Puskesmas Depok I berada dilantai dua, sehingga terlalu jauh dengan ruang
pengambilan obat pasien, hal ini sedikit mempersulit saat akan mengambil obat di Gudang.
Penyimpanan di gudang obat di Puskesmas Depok I, diletakkan berdasarkan abjad untuk
mempermudah saat pengambilan. Penyimpanan juga menerapkan FEFO agar obat yang
waktu kadaluarsanya lebih dekat dapat dipakai terlebih dahulu. Untuk obat LASA diberika
penanda khusus, untuk meminimalkan kesalahan saat pengambilan obat. Penyimpanan
dilakukan menggunakan rak yang dapat diputar karena keterbatasan ruang yang ada. Pada
ruang pengambilan obat, penempatan obat rak di bedakan antara obat solid, semisolid, dan
cair. Kunci gudang obat selalu dibawa oleh apoteker penanggung jawab. Obat psikotropika
disimpan khusus di rak khusus tertutup dan terkunci, dan selalu menjadi tanggung jawab
apoteker. Obat yang harus disimpan di suhu dingin akan disimpan dikulkas, seperti :
Vaksin. Di Puskesmas Depok I, vaksin dimasukkan di kulkas yang ditempatkan di ruang
KIA. Gudang penyimpanan dilengkapi dengan air conditioner (AC) dengan suhu yang
selalu dikontrol dengan thermometer oleh petugas gudang/apoteker penanggung jawab.
Kondisi ruang penyimpanan di gudang obat yang ada di Puskesmas Depok 1 memiliki
ventilasi yang cukup, terdapat jendela dengan penutup serta menghindari terpaparnya obat
dan alat kesehatan terhadap sinar matahari yang dapat merusak kualitas obat dan alat
kesehatan.
Obat yang masuk digudang selalu dicatat di buku stok yang meliputi nama obat,
asal/sumber obat, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, tanggal masuk dan keluar, jumlah
masuk dan keluar, serta jumlah sisa stok. Obat yang sudah memasuki masa kadaluwarsa,

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 26


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

dibuatkan berita acara ke dinas agar dapat dilakukan pemusnahan. Pemusnahan obat akan
dilakukan oleh pihak luar yang sudah bekerjasama dengan puskesmas depok I.
C. Aspek Distribusi Sediaan Farmasi
Distribusi/penyaluran adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara
merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan. Unit
pelayanan yang ada di Puskesmas antara lain : Ruang tindakan, Klinik Ibu dan Anak
(KIA), BP Gigi, laboratorium, kamar obat, Puskesmas keliling, Posyandu, Puskesmas
pembantu (Pustu). Obat didistribusikan ke setiap unit berdasarkan kebutuhan yang dibuat.
Pendistribusian ke setiap unit pelayanan disesuaikan dengan LPLPO yang telah dibuat
masing-masing unit pelayanan, distribusi dilakukan sebulan sekali. Jumlah yang
didistribusikan dihitung oleh Asisten Apoteker secara manual sesuai dengan jumlah
pemakaian dan jumlah permintaan tiap-tiap unit. Pengambilan obat dan alat medis
dilakukan oleh asisten apoteker/apoteker penanggung jawab untuk mengantisipasi
pengambilan berlebih atau kesalahan dalam pengisian kartu stok. Sisa obat yang belum
digunakan akan disimpan di gudang obat jika sewaktu-waktu stok obat kurang pada
masing-masing sub unit maka dilakukan pengambilan obat di gudang tersebut.
Secara umum pemberian obat di Puskesmas Depok I dilakukan dengan sistem
individual prescribing yaitu dengan menebus obat ke unit instalasi farmasi yang ada,
dengan membawa resep yang didapatkan dari dokter. Alur distribusi sediaan farmasi ke
pasien dimulai dengan diterimanya resep oleh Asisten Apoteker kemudian dilakukan
peracikan obat sesuai dengan yang tertulis di resep. Bila terdapat ketidakjelasan pada
resep, dikonfirmasikan dahulu ke dokter penulis resep. Setelah itu, obat diberikan ke
pasien dengan etiket yang jelas serta diberikan konseling terkait penggunaan obat. Obat
yang diberikan kepada pasien tidak dipungut biaya. Distribusi obat psikotropika ke pasien
diserahkan dengan menanyakan terlebih dahulu alamat lengkap dari pasien dan ditulis
dalam lembar resep. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan obat psikotropika.

UPT POAK Sleman

Gudang Farmasi Puskesmas

Buku obat keluar dari gudang

Buku22-31
PKPA Puskesmas Periode Permintaan
Mei 2017 27

Poli Farmasi, Pusling, Poli Gigi, KIA, BPU, Laboratiorium


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Gambar 3. Alur Distribusi Puskesmas Depok I

D. Pemeriksaan dan Pencatatan Obat Masuk dan Keluar


Pencatatan dan pelaporan dilakukan pada kartu stok pada setiap obat. Pencatatan
obat masuk dilakukan ketika Puskesmas menerima obat dari UPT POAK setiap bulan,
sedangkan pencatatan obat keluar dilakukan setiap pengambilan obat oleh Asisten
Apoteker atau apoteker penanggung jawab.
Pencatatan dan Pemeriksaan obat masuk dilakukan dengan mencocokan barang
yang diterima dari UPT POAK dengan LPLPO yang sudah dirancang. Barang yang masuk
kemudian dimasukkan kedalam kartu stok masing-masing obat. Kartu stok berisi : tanggal
stok masuk/pengambilan, jumlah masuk/keluar, sisa stok yang tersedia, dan keterangan
tentang asal penerimaan dan tujuan pengambilan obat. Puskesmas depok I, setiap sebulan
sekali melakukan stock opname. Stock opname dilakukan dengan cara melihat jumlah
masing-masing obat dan alkes yang ada dikartu stok dan dilihat dengan kondisi fisik yang
ada didalam gudang apakah sesuai atau belum. Selain itu juga melakukan pengecekan
tanggal kadaluwarsa obat dan kerusakan fisik obat, agar bila terdapat obat yang
kadaluwarsa atau mengalami kerusakan dapat dilakukan prosedur pemusnahan secepatnya
agar tidak terjadi penyalahgunaan. Bila pada saat stock opname terdapat obat yang akan
habis, maka dapat dilakukan permintaan bon melalui penanggung jawab obat yang akan
diajukan ke UPT POAK.
Setiap pengambilan obat digudang harus selalu dicatat jumlah obat yang diambil
pada masing-masing kartu stok obat. Setiap pengambilan dari gudang obat, selalu dicatat
ke dalam buku penerimaan obat yang ada di ruang pengambilan obat. Informasi yang perlu
dicatat dalam buku ini adalah tanggal obat dibawa ke ruang farmasi, nama obat, dan
jumlah obat. Setiap pengeluaran obat psikotropika harus sesuai dengan catatan pengeluaran
obat (kartu stok). Setiap pengeluaran psikotropika dicatat yang teridentifikasi no urut,
tanggal pengeluaran, nama dan alamat pasien, dan nama dan jumlah obat yang keluar.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 28


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Pencatatan dan pelaporan obat keluar dilakukan 1 bulan sekali, dilakukan dengan cara
membuat memasukkan data pemakaian kamar obat per bulan di komputer, lalu disalin ke
buku bantu LPLPO yang berisi pemakaian dan sisa stok dari seluruh sub unit puskesmas,
kemudian data jumlah penggunaan obat dan sisa stok kumulatif dimasukkan kedalam
LPLPO. Pada pengendalian persediaan di ruang pengambilan obat, pengelola unit instalasi
farmasi melakukan register harian yang dilakukan setelah pelayanan obat. Register
dilakukan dengan cara memasukkan jumlah obat yang ada dalam resep ke dalam catatan
harian. Register ini bertujuan untuk melihat pemakaian obat dan bahan medis yang
digunakan setiap harinya serta untuk memantau persediaan obat yang ada di kamar obat
untuk mengantisipasi kekurangan/kekosongan persediaan. Data dari register harian ini
kemudian akan diakumulasikan selama satu bulan dan akan dijadikan data untuk LPLPO.
Register harian ini berisi identitas pasien, kode dan nama obat yang diresepkan, jumlah
setiap obat yang diresepkan, dan jenis pasien (bayar, Askes, Jamkesda, Jamkesmas, dan
lain-lain). Data tersebut akan diakumulasikan dalam periode 1 bulan. Pelaporan bulanan ini
digunakan untuk acuan perencanaan pengadaan pada bulan selanjutnya.

Gambar 4. Format register harian

Penanganan obat kadaluwarsa dan rusak dilakukan untuk mencegah adanya efek
samping yang tidak diinginkan dan melindungi pasien dari efek tersebut. Penanganan obat
kadaluwarsa dilakukan dengan memisahkan obat yang sudah kadaluwarsa dengan cara
memisahkan obat ke rak karantina dan terpisah dari obat lain hingga menunggu
pemusnahan. Obat yang dikumpulkan dicatat dalam buku bantu obat rusak dan
kadaluwarsa. Obat tersebut dibuatkan berita acara yang diketahui oleh kepala puskesmas.
Setelah itu dilaporkan kepada UPT POAK untuk mendapatkan izin pemusnahan dari Dinas

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 29


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

kesehatan. Proses pemusnahan dilakukan dengan mendatangkan saksi dari Dinas


kesehatan. Proses pemusnahan ini dapat dilakukan dengan pihak ke 3 yang sudah
bekerjasama dengan puskesmas depok I. Langkah terakhir adalah membuat berita acara
pemusnahan obat yang diketahui Kepala Puskesmas.
E. Evaluasi
1. Audit Sediaan Farmasi
Tujuan dari audit sediaan farmasi adalah menilai dan mengevaluasi kegiatan
pengelolaan obat yang terdiri dari penyimpanan, pendistribusian, pencatatan di kartu stok,
pelaporan penggunaan obat, dan penyerahan dan konseling obat. Audit dilakukan secara
internal dan eksternal.
Audit internal dilakukan dalam bentuk supervisi UPT POAK setiap 3 bulan sekali
dan stock opname yang dilakukan olah Apoteker dan Asisten Apoteker setiap akhir bulan.
Stock opname dilakukan dengan mencocokan jumlah fisik obat yang ada di gudang obat,
ruang obat, dan unit lainnya seperti Puskesmas Pembantu, obat-obat Pusling, KIA, BP
Umum, dan laboratorium dengan catatan pada dokumen LPLPO untuk melihat kesesuaian
laporan pemakaian jumlah obat dan alat kesehatan di puskesmas.
Audit Eksternal dilakukan oleh BPOM dan Inspektorat maupun Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman secara periodik. Audit dilakukan dengan mencocokkan jumlah fisik
obat dengan jumlah yang tertera pada pencatatan kartu stok. Penilaian dilakukan dengan
cara sampling pada beberapa jenis obat. Selain itu dilakukan pula penilaian untuk
pengelolaan administrasi dan pengelolaan obat (perencanaan, permintaan, dan
penggunaan).
2. Audit SOP Manajemen
Pengelolaan suatu instansi kesehatan milik pemerintah seperti puskesmas harus
dilakukan dengan semaksimal mungkin agar visi dan misi puskesmas dapat tewujud.
Pengelolaan puskesmas yang baik akan memberikan kesan yang mendalam bagi
masyarakat, terutama karena pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan masyarakat yang
sangat penting. Untuk mencapai visi dan misi puskesmas, maka perlu dibuat Standar
Operasional Prosedur (SOP) di setiap unit-unit di lingkungan puskesmas.
Standar Operasional Prosedur adalah tata cara atau tahapan yang dibakukan dan
harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Di bagian farmasi
puskesmas sendiri memiliki sekitar 30an SOP, mulai dari SOP pembuatan LPLPO,

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 30


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

penyimpanan obat emergency, hingga perawatan mortar dan stamper. SOP di puskesmas
secara umum meliputi SOP administrasi, pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan
pekerjaan teknis kefarmasian.
Audit internal SOP manajemen bertujuan memastikan keefektifan penerapan
Sistem Manajemen Mutu dan mengidentifikasi serta memperbaiki ketidaksesuaian yang
timbul dalam penerapan sistem manajemen mutu. Audit eksternal dilakukan oleh BPOM
dan Inspektorat Kabupaten Sleman secara periodik. Selain itu, Audit SOP Manajemen
dilakukan untuk menjaga mutu pelayanan kesehatan, serta mencapai pengobatan rasional,
pemantauan kepatuhan petugas dan kinerja para medis. Bila terjadi ketidaksesuaian maka
ketidaksesuaian tersebut akan dicatat pada LKP (Lembar Ketidaksesuaian dan Perbaikan)
dan bila dinilai perlu adanya pencegahan dilakukan tindakan pencegahan dan perbaikan.
3. Audit SOP Distribusi
Kegiatan Audit SOP Distribusi di Puskesmas Depok I terdiri dari dua jenis yang
pertama yaitu distribusi keluar meliputi pelaksanaan kegiatan distribusi dari Puskesmas
induk (Puskesmas Depok I) ke Puskesmas pembantu, Pos Pelayanan terpadu serta ditribusi
obat dari puskesmas ke pasien pada saat pelayanan obat atau yang sering dinamakan
distribusi langsung. Kedua adalah distribusi masuk yaitu kegiatan pendistribusian obat dan
alat kesehatan dari UPT POAK Kabupaten Sleman ke Puskesmas Depok I.
Kegiatan Audit SOP distribusi dilakukan oleh Apoteker Penanggung jawab dan
Asisten Apoteker dan dilakukan secara periodik. Tujuan dari audit ini adalah untuk
mengevaluasi jalannya proses distribusi masuk maupun keluar apakah telah sesuai dengan
SOP yang telah disepakati sebelumnya sehingga proses distribusi dapat menjamin
ketersediaan obat dan alat kesehatan dalam segala aspek penjaminan mutu obat hingga
sampai ke tangan pasien. Contoh temuan dalam audit SOP distribusi dapat berupa
pelanggaran atau penyimpangan SOP. Apabila terdapat temuan akan segera ditindaklanjuti
dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan jika diperlukan adanya revisi SOP maka
akan segera dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Revisi dilakukan oleh
Apoteker dan Asisten Apoteker yang bertanggung jawab terhadap manajemen dan
distribusi obat di puskesmas.
Sebaiknya SOP yang telah ada tetap diterapkan dan terus dievaluasi untuk
melindungi pekerjaan kefarmasian, dan meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 31


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Puskesmas. Berikut SOP yang ada pada unit pelayanan farmasi Puskesmas Depok I
Sleman:
Penilaian, pengendalian dalam penyediaan dan penggunaan obat, bertujuan sebagai
pedoman dalam melaksanakan penilaian dan pengendalian dalam penyediaan dan
penggunaan obat.
Penyediaan dan penggunaan obat, bertujuan sebagai pedoman dalam melaksanakan
penyediaan dan penggunaan obat untuk pelayanan.
Penyediaan obat yang menjamin ketersediaan obat, bertujuan sebagai pedoman dalam
melaksanakan penyediaan obat yang menjamin ketersediaan obat.
Evaluasi ketersediaan obat terhadap formularium, bertujuan sebagai pedoman dalam
melaksanakan evaluasi ketersediaan obat terhadap formularium, hasil evaluasi dan
tindak lanjut.
Evaluasi kesesuaian peresepan dengan formularium, bertujuan sebagai pedoman
dalam melaksanakan peresepan dengan formularium, hasil evaluasi dan tindak lanjut.
Peresepan, pemesanan, dan pengelolaan obat, bertujuan sebagai pedoman pelaksanaan
peresep an, pemesanan dan pengelolaan obat sehingga pelayanan obat dapat berjalan
lancar.
Menjaga tidak terjadinya pemberian obat kadaluarsa, pelaksanaan FIFO dan FEFO,
kartu stok/kendali, bertujuan sebagai pedoman dalam melaksanakan menjaga
pelayanan obat agar tidak terjadi pemberian obat ED, pelaksanaan FIFO, FEFO, dan
kartu stock.
Peresepan narkotika dan psikotropika, bertujuan sebagai pedoman dalam
melaksanakan peresepan psikotropika dan narkotika.
Pengawasan dan pengendalian penggunaan psikotropika dan narkotika, bertujuan
sebagai pedoman dalam pengawasan dan pengendalian penggunaan psikotropika dan
narkotika.
Penyimpanan obat, bertujuan supaya obat tetap terjamin mutunya terhindar dari
kerusakan.
Pemberian obat kepada pasien dan pelabelan, bertujuan agar tidak terjadi kekeliruan
pemberian obat.
Pemberian informasi penggunaan obat, bertujuan agar pasien memahami cara
penggunaan obat yang benar.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 32


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Pemberian informasi tentang ESO atau efek yang tidak diharapkan, bertujuan agar
pasien memahami ESO yang mungkin timbul pada penggunaan obat.
Petunjuk penyimpanan obat di gudang, bertujuan agar obat terjamin mutunya dalam
kondisi penyimpanan di rumah.
Penanganan obat kadaluarsa/rusak, bertujuan melindungi pasien dari efek samping
penggunaan obat rusak / kadaluarsa.
Pelaporan efek samping obat, bertujuan melindungi dan menangani pasien dari efek
samping.
Pencatatan, pemantauan, dan pelaporan efek samping obat dan KTD, bertujuan untuk
mencatat, memantau, dan melaporkan efek samping pengobatan yang merugikan
pasien.
Identifikasi dan pelaporan kesalahan pemberian obat dan KNC, bertujuan sebagai
pedoman dalam identifikasi dan pelaporan kesalahan pemberian obat dan KNC
(Kejadian Nyaris Celaka).
Penyediaan obat-obat emergensi di unit kerja, bertujuan agar obat emergensi tersedia
di unit kerja dan dapat segera diakses untuk kebutuhan yang bersifat emergensi.
Penyimpanan obat emergensi di unit pelayanan, bertujuan agar obat emergensi yang
disimpan di unit kerja terjamin mutunya dan dilindungi dari kehilangan atau
pencurian.
Monitoring penyediaan obat emergensi di unit kerja, bertujuan melakukan monitoring
obat emergensi untuk memenuhi ketersediaan dan menjaga kualitas obat.
Melarutkan dan mencampurkan sirup kering, bertujuan agar pasien siap menggunakan
dengan konsistensi yang tepat.
Penyimpanan obat kulkas, bertujuan agar obat tidak rusak di suhu kamar.
Perawatan mortir dan stamper, bertujuan agar saat digunakan meracik puyer dalam
keadaan bersih dan terawat.
Penandaan obat menjelang kadaluarsa, bertujuan untuk menghindari pemakaian obat/
bahan habis pakai yang kadaluarsa pada pasien.
Persiapan pelayanan obat di ruang obat, bertujuan agar pelayanan obat cepat dan
lancar.
Pelayanan resep, bertujuan agar tidak terjadi kekeliruan pemberian obat.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 33


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Kelengkapan resep, bertujuan agar penulisan etiket tepat dan petugas obat mudah
memahami resep.
Pembuatan obat puyer secara manual, bertujuan agar pelayanan obat cepat dan lancar.
Pembuatan LPLPO, bertujuan untuk bukti distribusi obat di puskesmas, sumber data
untuk melakukan pengaturan dan pengendalian, dan sumber data untuk pembuatan
laporan.
4. Audit Finansial (cash flow, neraca, laporan rugi laba)
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis (UPT) pemerintah daerah yang
termasuk ke dalam Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Menurut Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan badan
layanan umum daerah, BLUD dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas serta
pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada
umumnya. Anggaran Puskesmas Depok I Sleman berasal dari pendapatan jasa layanan
(pendapatan rawat jalan dan kapitasi BPJS) ditambah dengan Hibah, APBD, APBN dan
lain-lain (pendapatan BLUD yang sah) sehingga setiap kegiatan Puskesmas yang
menggunakan anggaran tersebut harus membuat laporan pertanggungjawaban yang
dilaporkan secara rutin kepada pemerintah daerah.
Keseluruhan persediaan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan di Puskesmas
Depok I berasal dari UPT POAK Kabupaten Sleman. Audit finansial dilakukan oleh Badan
Pengawas Keuangan (BPK) berdasarkan laporan dan dokumentasi transaksi pemasukan
dan pengeluaran obat secara komputerisasi. Persediaan obat termasuk dalam kas
Puskesmas Depok I yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan puskesmas berupa
laporan neraca, laporan laba rugi dan laporan operasional puskesmas setiap semester.
5. Survei Kepuasan Konsumen
Survey kepuasan pelanggan dilakukan dua kali dalam setahun (bulan April dan
Oktober) dengan memberikan kuesioner kepada pasien di setiap unit pelayanan puskesmas
induk. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengukur kepuasan pelanggan akan
pelayanan obat. Kuisioner diperoleh dari Bagian Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 34


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Sleman. Responden diperoleh dari beberapa unit di puskesmas induk seperti, pengobatan
umum, KIA, ruang obat, KB, sanitasi, laboratorium, gizi, dan sanitasi. Survey Kepuasan
Konsumen ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja personil puskesmas di setiap unit,
penilaiannya antara lain seperti keramahan, kecepatan pelayanan, kondisi lingkungan
puskesmas, biaya, dan lain-lain. Sasaran mutu unit pelayanan farmasi adalah skor kepuasan
pelanggansebesar 62,51-81,25 (kriteria baik). Pada bulan April 2017, Puskemas Depok 1
memperoleh skor 84,02%, dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan Puskesmas
Depok 1 kepada pasien adalah sangat baik karena sudah melewati kriteria baik untuk
Survey Kepuasan Konsumen.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 35


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Peran, fungsi, dan tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
Puskesmas Depok I Sleman antara lain pengelolaan sediaan farmasi, bahan medis
habis pakai, serta alat kesehatan; pelayanan farmasi klinis; dan melakukan evaluasi
pelayanan kefarmasian.
2. Pelaksanaan PKPA di Puskesmas Depok I Sleman, meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan perilaku profesional, serta wawasan dan pengalaman nyata
bagi calon Apoteker.
3. Pelaksanaan PKPA di Puskesmas Depok I Sleman, menambah pengetahuan terkait
strategi pengembangan Puskesmas.
4. Permasalahan yang ditemukan di Puskesmas Depok I Sleman, yaitu permasalahan
terkait suhu penyimpanan obat di gudang obat yang tidak dilakukan pengecekan
secara rutin dan butuh penataan ulang gudang obat agar lebih rapi dan kualitas obat
tetap terjamin.
5. Pelaksanaan PKPA di Puskesmas Depok I Sleman, meningkatkan bersosialisasi,
bekerjasama dan berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan etika
profesi Apoteker.
6. Pelaksanaan PKPA di Puskesmas Depok I Sleman, meningkatkan pengetahuan
mengenai manajemen dan administrasi pengelolaan obat, distribusi obat, dan sistem
evaluasi di Puskesmas.
B. Saran
1. Melakukan pemantauan dan pencatatan suhu dan kelembaban, serta kebersihan ruang
gudang obat secara teratur untuk menjaga kualitas obat dan alat kesehatan.
2. Melakukan penataan ulang atau penambahan jumlah rak di gudang obat, sehingga
obat-obat dan alat kesehatan yang ada tetap terjamin kualitasnya.
3. Melakukan penataan kembali ruang peracikan dan penyerahan obat, yaitu memberikan
keterangan berupa tulisan yang jelas dan mudah dibaca pada depan ruangan
penyerahan obat dan peracikan sehingga pasien tidak bingung mencari ruangan untuk
menebus resep.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 36


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

4. Melakukan penambahan tenaga kefarmasian sehingga pelayanan obat tidak memakan


waktu yang lama.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 37


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, 2004, Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik, Edisi Ketiga,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 4-6.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006, Pedoman Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007, Pedoman Pengelolaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, p.157.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010, Materi Pelatihan
Manajemen Kefarmasian di Puskesmas, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, p.1-35.
Hanafi dan Mahmud M, 2012, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Penerbit Balai
Pustaka, Jakarta, hal. 59-62.
Menteri Kesehatan RIa, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan RIb, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan RI, 2004a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta hal.5-9.
Menteri Kesehatan RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta, p.5-32.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas hal. 13-18.
Trihono, 2005, Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat, Jakarta : Sagung Seto,
pp. 12.

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 38


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

LAMPIRAN

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 39


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Lampiran 1. Puskesmas Depok 1

Lampiran 2. Ruang Pendaftaran

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 40


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Lampiran 3. Ruang Pengambilan Obat

Lampiran 4. Gudang Obat

Lampiran 5. Ruang Tunggu Pasien

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 41


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Lampiran 6. Almari Obat

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 42


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Lampiran 7. Almari Obat Psikotropika

Lampiran 8. Rak Penyimpanan di gudang

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 43


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Lampiran 9. Tempat Pengambilan Vaksin

Lampiran 10. Leaflet cara pemakain obat luar

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 44


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Lampiran 11. Contoh Resep dan etiket

Lampiran 12. Alat peracikan obat dan pembungkusnya

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 45


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Lampiran 13. Tempat peracikan Obat

Lampiran 14. Penyerahan obat ke pasien

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 46


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Lampiran 15. Acara Prolanis (Program Penyakit kronis)

Lampiran 16. Kartu Stock

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 47


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Lampiran 17. Contoh Dokumen LPLPO

Lampiran 18.Almari pendingin pada ruang penyerahan obat

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 48


Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Puskesmas Depok I Sleman
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Lampiran 19. Laporan Keluar Masuk Obat

Lampiran 20. Alur Permintaan Obat , Alkes habis pakai

PKPA Puskesmas Periode 22-31 Mei 2017 49

Anda mungkin juga menyukai