BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
antara lain: pertama, konsep hukum Adat yang selama ini dikembangkan oleh
perguruan tinggi adalah konsep yang ditemukan oleh Van Vollenhoven yang
tentunya sudah tidak relevan pada masa sekarang. Kedua, hukum Adat yang
padahal hukum dalam konteks budaya lokal (local culture) perlu dikembangkan
dalam era kekinian sehingga hukum yang berlaku di masyarakat terasa lebih
Secara etimologis istilah hukum adat terdiri dari dua kata, yaitu hukum
dan adat. Menurut SM. Amin, hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri dari
salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad.
Dalam ranah pemikiran Arab kontemporer, adat atau tradisi diartikan dengan
emosional dan ideologis. Oleh karena itu, pengertian hukum Adat menurut Prof.
2
Dr. Soepomo, SH. adalah hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif
meliputi peraturan yang hidup meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib
tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya
Beberapa pendapat pakar yang lain tentang pengertian hukum Adat antara
lain:
2. Menurut Prof. Mr. C. Van Vollenhoven, hukum adat adalah hukum yang
1. Hukum yang tidak tertulis (jus non scriptum), merupakan bagian yang
terbesar,
2. Hukum yang tertulis (jus scriptum), hanya sebagian kecil saja, misalnya
pranatan-pranatan di Jawa.
3. Uraian hukum secara tertulis. Uraian ini merupakan suatu hasil penelitian
B. Identifikasi Masalah
Maksud dan tujuan dari penyusunan paper ini antara lain yaitu :
BAB II
PERMASALAHAN
tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu
disebut hukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan (oleh
ada sulit sekali karena, hukum adat masih dalam pertumbuhan; sifat dan
c. Ter har berpendapat bahwa hukum adat dalam dies tahun 1930 dengan judul
hukum)
(Bestissingenteer)
d. Koentjaningrat mengatakan batas antara hukum adat & adat adalah mencari
1.Attribute of authority
akan datang.
sanksi dalam arti luas. Bisa berupa sanksi jasmaniah; sanksi rohaniah (rasa
hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu
adat itu) yaitu dalam keputusan lurah, penghulu, pembantu lurah, wali tanah,
Hukum adat adalah Hukum indonesia asli yang tidak tertulis dalam
Pengaturan yang lebih luas dan dalam dilakukan oleh sejumlah UU dan
RUU di bidang sumberdaya agraria dan sumberdaya alam. Sejak tahun 1998,
pengaturan mengenai masyarakat adat bisa ditemui dalam sejumlah UU, yakni
UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (pasal 6) dan UU No. 41/1999
tentang Kehutanan (pasal 67). Jejak ketiga UU tersebut sedang diikuti oleh
sejumlah RUU yang sampai saat ini sedang dalam proses penyusunan dan
adat dalam RUU PSDA menjadi polemik ketika Menteri Negera Lingkungan
Hidup menilai RUU tersebut terlalu memberikan keleluasaan yang besar kepada
masyarakat adat.
tersebut? Adakah ia hanya merupakan gejala normatif biasa atau malah sebuah
gejala politik atau gejala sosial? Apakah pengaturan demikian lahir hanya karena
UUD 1945 hasil amandemen dan Ketetapan MPR sudah mengatur mengenai
ditampilkan oleh sejumlah UU dan RUU tersebut? Adakah pengakuan itu meralat
kasalahan masa lalu ataukah hanya meneruskan tradisi pengakuan gaya lama?
dipercaya memiliki dimensi yang luas dari sekedar hukum. Misalnya dimensi
kultural dan religi. Jadi, istilah masyarakat adat dan istilah masyarakat hukum adat
memiliki sejarah dan pemaknaan yang berbeda. Istilah masyarakat hukum adat
dilahirkan dan dirawat oleh pakar hukum adat yang lebih banyak difungsikan
identitas kepada golongan pribumi yang memiliki sistem dan tradisi hukum
sendiri untuk membedakannya dengan golongan Eropa dan Timur Jauh yang
masyarakat adat. Tidak bisa disangkal gerakan yang memperjuangkan isu ini
Latin pada dekade 70-an dan Asia Selatan pada dekade 80-an. Di Indonesia istilah
menjadi masyarakat adat. Penggunaan istilah masyarakat asli tentu saja akan
penggunaan istilah masyarakat adat, dari segi pemakaian, dianggap lebih populer.
9
namun defenisi masyarakat adat sangat mirip dengan defenisi umum mengenai
geografis tertentu, serta memiliki nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya dan
wilayah sendiri. Sedangkan konvensi ILO 169 tahun 1989 mengenai Bangsa
suku-suku bangsa yang berdiam di negara merdeka yang kondisi sosial, budaya
dan ekonominya berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain. Atau suku-suku
bangsa yang telah mendiami sebuah negara sejak masa kolonisasi yang memiliki
memiliki kelanjutan hubungan sejarah antara masa sebelum invasi dengan masa
berbeda dengan kelompok masyarakat lain atau bagian dari masyarakat yang lebih
luas.
mirip dengan konsep dan gerakan indigenous peoples (IPs) di Amerika Latin atau
di belahan Asia Selatan. Di kedua tempat ini gerakan ini awalnya dilarutkan ke
bangsa pribumi di benua Amerika dan Asia dan di sisi lain merumuskan argumen-
argumen yang menjelaskan bahwa bangsa-bangsa pribumi itu adalah pemilik sah
membela hak IPs sebenarnya telah dirintis sejak abd XIV ketika Bartolome de las
oleh bangsa Spanyol. De las Casas adalah seoran misionaris Katolik Romawi
wilayah-wilayah yang disinggahi oleh mereka adalah tanah tak bertuan (terra
dibantah oleh De las Casas dan De Vitoria dengan mengatakan bahwa IPs
memiliki otonomi asli (original autonomous powers) dan hak-hak atas tanah
(entitlements to land). Dalam bukunya History of the Indies, De las Casas bahkan
dekolonisasi, konsep dan tuntutan gerakan IPs kemudian bergeser. Ia tidak lagi
masyarakat yang hidup dalam sebuah negara bangsa. Begitu juga dengan hak
bukan lagi regim kolonial tapi rejim otoritarian yang masih mewariskan asumsi
HAM. IPs diakui sebagai sebuah identitas yang harus diakui dan dilindungi.
Untuk itu, rejim hukum HAM internasional mengakui beberapa hak asasi IPs.
Misalnya hak untuk menentukan nasib sendiri, hak atas pembangunan (right to
development), hak atas milik, hak hidup, hak atas kesehatan, dan sejumlah hak
yang dikenal dalam Konvensi ILO 169 tahun 1989. Pengakuan atas sejumlah hak
12
tersebut sekaligus meralat pandangan kolot yang menuduh IPs sebagai masyarakat
tidak beradab (uncivilized society). Jika pada awalnya Konvensi ILO 107 tahun
modern (integrasi) namun kemudian diralat oleh Konvensi ILO 169 dengan
mengatakan bahwa IPs memiliki hak untuk hidup sesuai dengan sistem hukum
ketiga. Perjuangan menjadikan isu IPs menjadu agenda pembahasan di PBB dan
gampang. Bila proses dekolonisasi telah dimulai sejak dekade 40-an maka forum
populations terjadi karena istilah peoples belum diterima oleh mayoritas anggota
PBB. Tugas kelompok kerja ini untuk melahirkan Rancangan Deklarasi PBB
sampai saat ini belum kunjung selesai. Salah satu penyebabnya adalah kuatnya
tahun 1993 sebagai tahun IPs dan tahun 1994-2004 sebagai decade IPs tetap saja
pemajuan pengakuan terhadap masyarakat adat lewat jalur legislasi dan peradilan.
Philipina pada tahun 1997 dan Native Title Act di Australia pada tahun 1993. Di
samping itu pengakuan lewat UU juga dilakukan kepada kelompok IPs tertentu.
Misalnya pengakuan oleh Pemerintah Panama terhadap suku bangsa Kuna pada
peran penting, seperti yang dilakukan oleh International Court of Justice pada
sebesar $A 107 juta atas tindakanya menambang pospat di wilayah Nauru sebelum
argumen bahwa bangsa Nauru memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri.
14
BAB III
PEMBAHASAN
Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Prof.
Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C. Snouck
hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama
pada satu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam
dan-perubahan-sosial/).
Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda (sebelum
menjadi Indonesia).
hukum perhutangan).
Menurut hukum adat, wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang ini
1. Aceh
4. Minangkabau
5. Mentawai
6. Sumatra Selatan
7. Enggano
8. Melayu
11. Sangihe-Talaud
12. Gorontalo
13. Toraja
18. Papua
Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat
prinsipil karena adat merupakan sala satu cermin bagi bangsa, adat merupkan
identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus sala satu adat
suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang
sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku
tersebut, dimana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau
prangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut.. Dalam penjatuhan pidana oleh
17
sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada
Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28. hakim harus melihat atau
tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan
Adat.
terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat"
meliputi:
2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa
dan 4)
18
adat. Sebuah terobosan brilian dilakukan oleh UUD 1945 versi sebelum
seperti marga, desa, dusun dan negeri. Sesuatu yang tidak dilakukan oleh UUD
RIS dan UUDS. Tonggak kedua pengakuan hukum terhadap masyarakat adat
dirumuskan lima belas tahun kemudian saat Undang-Undang No. 5/1960 tentang
masyarakat hukum adat dan hak ulayat. Pengakuan terhadap hak ulayat dilakukan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. Berbeda dengan UUD 1945 sebelum
etnis, klan, agama. Hukum Adat muncul salah satunya adalah untuk menjaga dan
sehingga tetap dikenal dan menjadi elemen penting dalam perumusan hukum
nasional yang adaptif dan mempunyai daya akseptabilitas yang tinggi untuk
masyarakat.
Pancasila yang nota bene dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur-pengatur
yang kita masukkan dalam hukum nasional kita yang baru. Hal ini terdapat pada
salah satu point dalam rumusan Dasar-dasar dan Asas-asas Tata Hukum Nasional
unsur obyek kajian sosiologi adalah proses sosial. Bentuk umum proses sosial
adalah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan
sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan
pada kedudukan yang lebih tinggi. Gejala ini menimbulkan adanya stratifikasi
20
sosial serta sistem stratifikasi masyarakat bergeser maka hukum Adat sebagai
norma dasar yang lebih dekat kepada masyarakat akan berubah juga.
Perubahan itu dapat terjadi pada nilai sosial, norma sosial, pola perilaku
sebagainya. Perubahan sosial itu terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-
revolusi.
21
BAB IV
KESIMPULAN
berpendapat bahwa masyarakat tersebut statis, tidak maju, dan tidak berubah.
mendalam, dan hanya berhenti pada satu titik. Karena tidak ada suatu masyarakat
pun yang berhenti pada satu titik tertentu sepanjang masa. Apalagi perubahan
yang terjadi di masyarakat dewasa ini berjalan normal dan menjalar dengan cepat
karena itu, tidak ada alasan untuk segera dilakukan rekonstruksi dan reresearch
DAFTAR PUSTAKA
Seminar Hukum Nasional VII, Jakarta, 12 s/d 15 Oktober 1999. Djaren Saragih,
1984
Soerjo W, 1984, Pengantardan Asas-asas Hukum Adat, P.T. Gunung Agung
Djamali Abdoel R, SH, Pengantar hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada PT,
Jakarta 1993