DISUSUN OLEH :
KELOMPOK /TINGKAT II A
ANISANADA SAFITRI
LUSIANA H.PALILY
YULIN INCELOGA
KMB II
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nya, makalah ini
dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi mahasiswa/i
akper maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari
dosen mata kuliah KMB II dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN TRAUMA KEPALA. Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha
menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini.Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita semua. Amin.
Penulis
KMB II
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah...
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan....
DAFTAR PUSTAKA..
KMB II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Ada beberapa hal yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep medis trauma kapitis (cedera kepala) ?
KMB II
2. Bagaimana asuahan kegawatdaruratan dari trauma kapitis ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui konsep medis trauma kapitis
2. Mengetahui asuhan kegawatdaruratan dari trauma kapitis
KMB II
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP MEDIS
B. Etiologi
1. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal.
Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi) Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk :
cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar
pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
3. Etiologi lainnya
a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
KMB II
mobil.
b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
c. Cedera akibat kekerasan.
C. Klasifikasi
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga,
kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun
cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan
maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan
Glasgow Coma Scale ( Mansjoer, dkk, 2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu,
GCS 14-15, pasien sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran
atau amnesia < dari 30 menit, tidak ada intoksikasi alkohol atau
obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, tidak
terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada kriteria
cedera sedang sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13
(konfusi,letargi dan stupor), pasien tampak kebingungan,
mengantuk, namun masih bisa mengikuti perintah sederhana,
hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam, konkusi,
amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur kranium
(tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau
rinorhea cairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8
(koma), penurunan derajat kesadaran secara progresif, kehilangan
KMB II
kesadaran atau amnesia > 24 jam, tanda neurologis fokal, cedera
kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.
D. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %,
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml
/ menit / 100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan
P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan
suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur
KMB II
dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala
sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
KMB II
E. Manifestasi Klinik
1. Hilangnya kesadaran
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari
hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark /
iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial.
KMB II
G.Komplikasi
1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat
sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang
temporal.
2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama
dini minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
H.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh
faktor sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi
jaringan otak. Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada
pendertia cedera kepala. Adapun penatalaksanaan umum , yakni:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang
data dalam pengkajian ini meliputi: (Pahria, Tuti ,dkk, 1996: 55)
a. Identitas klien
1) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama klien, umur klien biasanya pada usia
KMB II
pendidikan, pekerjaan klien biasanya berhubungan dengan sarana
b. Riwayat kesehatan
KMB II
benturan akselerasi-deselerasi pada setiap daerah lobus otak yang
jam.
KMB II
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem pernafasan
dada.
2) Sistem kardiovaskuler
3) Sistem pencernaan
4) Sistem perkemihan
KMB II
Pada pengkajian akan didapatkan retensi urine pada klien sadar,
5) Sistem muskuloskeletal
6) Sistem integumen
Pada klien post craniotomy tampak luka pada daerah kepala, suhu
dari operasi biasanya luka belum sembuh karena masih agak basah/
7) Sistem persyarafan
KMB II
kurang dari normal atau kurang dari 20 ditandai dengan
2) Tingkat kesadaran
3) Pengkajian bicara
rumah sakit
1) Nervus I (olfaktorius)
2) Nervus II (optikus)
KMB II
Pada trauma oksipitalis, memperlihatkan gejala berupa
4) Nervus V (trigeminus)
KMB II
Gejala jarang ditemukan karena klien akan meninggal
e. Data sosial
KMB II
akan didapatkan kesulitan berkomunikasi bila area trauma pada lobus
temporal.
KMB II
f. Data spiritual
falsafah hidup serta keTuhanan yang diyakini klien tidak dapat terkaji.
6) Saturasi: 95%
4) Fosfat: 3 mg%
KMB II
4) CT Scan (tanpa/ dengan kontras): mengidentifikasi hemoragik,
trauma.
gelombang patologis
KMB II
Kadar antikonvulsan darah: Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
therapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan tumor
otak (trauma)
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan disfungsi neuromuskular
C. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
keperawatan hasil
1 Resiko Setelah dilakukan 1. Hindari fleksi leher 1. Mencega
ketidakefektifan tindakan ketegangan
perfusi jaringan keperawatan otak
otak berhubungan selama 3x24jam 2.Monitor TTV 2. Untuk
dengan tumor diharapkan perfusi mengetahui
otak (trauma) jaringan otak dapat keadaan umum
efektif dengan klien
criteria hasil: 3.Monitor 3. Agar dapat
1. Kesadaran karakteristik cairan mengetahui
membaik serebrospinal: keadaan cairan
(composmentis) warna, kejernian, serebrospinal
2.tdk terdapat konsistensi berada pada
tekanan batas normal
intrakarnial 4. Monitor adanya 4. Untuk
3.TTV dalam batas kebingungan, mengetahui
normal perubahan pikiran, keadaan klien
TD:120/80mmHg keluhan pusing,
N:75x/menit pingsan
KMB II
S:36c
R:24x/menit 5.Monitor dengan 5.Untuk
4.sakit kepala ketat resiko mengetahui
hilang terjadinya pendarahan yg
5.Klien nampak pendarahan pada dialami klien
tenang pasien
6.Refleks saraf tdk 6.Lindungi pasien 6. Mencegah agar
terganggu dari trauma yang tidak terjadi
dapat menyebabkan pendarahan
pendarahan
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1.Pertahankan kepala 1 Kepala yang
pola napas tindakan dan leher tetap tidak posisi
berhubungan keperawatan posisi datar atau netral dapat
dengan disfungsi selama 3x24 jam tengah (posisi menekan JVP
neuromuskular pola nafas dapat supinasi). aliran darah ke
efektif dengan otak.
kriteria hasil : 2. Observasi fungsi 2. Distres
1. 1 Tidak ada pernafasan, catat pernafasan
penggunaan otot frekuensi dapat terjadi
bantu pernafasan. pernafasan sebagai akibat
2. 2. Tidak sianosis stress
3. 3. CRT < 3 detik fisiologis dan
4. 4. RR < 24x/menit nyeri atau
5. 5. Tidak terpasang dapat
oksigen menunjukkan
6. 6. Secret dan lender terjadinya syok
berkurang sehubungan
dengan
hipoksia.
3.Monitor TTV 3. Untuk
mengetahui
KMB II
keadaan umum
klien
4.Observasi 4. Untuk
efektifitas mengatasi
pemberian oksigen sesak nafas
sesuai instruksi
5.Evaluasi 5. Sebagai
pergerakan dinding pedoman
dada dan auskultasi kelancaran pola
bunyinya. pernafasan
KMB II
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma kepala atau Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik
dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak,
tanpa terputusnya kontinuitas otak,
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan
suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur
dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala
sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %,
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
KMB II
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
B. Saran
Melalui kesimpulan diatas, adapun saran yang diajukkan oleh Penulis
adalah :
1. Sebagai tenaga kesehatan yang lebih tahu tentang kesehatan, kita dapat
menerapakan perilaku yang lebih berhati-hati agar tidak memicu
terjadinya cedera pada kepala.
2. Perawat harus melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan baik
pada pasien penderita Cedera Kepala sehingga kesembuhan pasien dapat
tercapai dengan baik
3. Perawat maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dari
Cedera Kepala dan ruang lingkupnya sehingga dalam proses
memberikan asuhan keperawatan pada pasien penderita Cedera Kepala
dapat terlaksana dengan baik.
KMB II
DAFTAR PUSTAKA
KMB II