Buku Ajar Dasar Hortikultura
Buku Ajar Dasar Hortikultura
DASAR HORTIKULTURA
Oleh:
KATA PENGANTAR
Buku Dasar Hortikultura ini disusun dalam rangka mengembangkan Buku Ajar di
Fakultas Pertanian khususnya Jurusan/Program Studi Agronomi untuk membantu
mahasiswa dalam mengikuti kuliah agar lebih mudah dalam memahami materi yang
diberikan dalam tatap muka dikelas. Dengan penyediaan buku ajar ini diharapkan selama
tatap muka mahasiswa telah mempunyai bekal materi yang akan dibicarakan sehingga
dalam kelas akan lebih banyak diskusi atau tanya jawab.
Buku Ajar mata kuliah Dasar Hortikultura ini dapat tersusun atas biaya dari
Program Hibah Kompetisi A3, Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret, Surakarta pada Tahun Anggaran 2006.
Walau disadari bahwa buku ini masih jauh dari yang diharapkan karena
keterbatasan penyusun, tetapi diharapkan buku ini ada manfaatnya bagi yang
membutuhkannya, dan tidak lupa kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan
demi penyempurnaan buku ini.
Surakarta, Agustus
2006
Penulis
DAFTAR ISI
B. Suhu ................................................................................................ 20
C. Tanah .............................................................................................. 25
A. Grade .............................................................................................. 39
B. Kemasakan ..................................................................................... 41
50
D. Kemungkinan Pengembangan Pekarangan ...................................... 51
E. Rangkuman .....................................................................................
Bab VI Proses Pasca Panen ................................................................................ 55
B. Respirasi .......................................................................................... 57
A. Pendahuluan .................................................................................... 66
Akibat krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997, jerih payah yang telah
dibangun dalam pembangunan nasional selama lebih 30 tahun telah tersapu, sehingga
memerosotkan kehidupan ekonomi. Hal ini telah menimbulkan permasalahan
ekonomi yang berlarut-larut dan keresahan sosial yang berlanjut, seakan-akan
menempatkan Indonesia ke awal pembangunan. Harapan untuk pulihnya
perekonomian nasional di masa mendatang masih terbuka lebar, karena Indonesia
masih memiliki berbagai kekuatan fundamen ekonomi seperti sumberdaya alam,
manusia, infrastruktur, kelembagaan yang ada, pengalaman mengatasi kesulitan, akan
menjadi modal awal untuk membangun kembali perekonomian nasional. Salah satu
strategi pembangunan ekonomi yang diyakini dapat diandalkan adalah melalui
pembangunan pertanian / agribisnis (Bungaran Saragih, 1999).
Akibat pengaruh globalisasi yang tidak mungkin dihindari ini makin lama
produk pertanian khususnya produk hortikultura yang masuk ke Indonesia akan
semakin beragam jenisnya dan volumenya akan semakin banyak. Menghadapi
realitas ini mau tidak mau produk Hortikultura harus mampu bersaing dengan produk
Hortikultura dari negara lain.
Pada era reformasi ini paradigma pembangunan pertanian harus semakin nyata
berorientasi pada manusia, dimana petani diletakkan sebagai subyek, bukan semata-
mata sebagai peserta dalam mencapai tujuan nasional. Karena itu pengembangan
kapasitas masyarakat guna mempercepat upaya memberdayakan ekonomi petani,
merupakan inti dari upaya pembangunan pertanian/pedesaan. Upaya tersebut
dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat pertanian menjadi mandiri dan mampu
memperbaiki kehidupannya sendiri. Peran Pemerintah adalah sebagai stimulator dan
fasilitator, sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat petani dapat berjalan dengan
sebaik-baiknya.
a) Optimasi pemanfaatan sumber daya domestik (lahan, air, plasma nutfah, tenaga
kerja, modal dan teknologi)
Salah satu langkah operasional strategis yang dilakukan dalam rangka mencapai
sasaran tersebut di atas adalah Gerakan Mandiri (Gema) yang merupakan konsep
langkah-langkah operasional pembangunan pertanian, dengan sasaran untuk
meningkatkan keberdayaan dan kemandirian petani dalam melaksanakan usaha
taninya. Mulai TA 1998/1999 telah diluncurkan berbagai Gema Mandiri termasuk
Gema Hortina untuk peningkatan produksi hortikultura.
Sayuran : kentang, cabe merah, kubis, bawang merah, tomat dan jamur
DAFTAR PUSTAKA
BAB II.
Hortikultura berasal dari kata hortus (= garden atau kebun) dan colere (=
to cultivate atau budidaya). Secara harfiah istilah Hortikultura diartikan sebagai
usaha membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Janick,
1972 ; Edmond et al., 1975). Sehingga Hortikultura merupakan suatu cabang dari
ilmu pertanian yang mempelajari budidaya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias.
Sedangkan dalam GBHN 1993-1998 selain buah-buahan, sayuran dan tanaman
hias, yang termasuk dalam kelompok hortikultura adalah tanaman obat-obatan.
Ditinjau dari fungsinya tanaman hortikultura dapat memenuhi kebutuhan
jasmani sebagai sumber vitamin, mineral dan protein (dari buah dan sayur), serta
memenuhi kebutuhan rohani karena dapat memberikan rasa tenteram, ketenangan
hidup dan estetika (dari tanaman hias/bunga).
Hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki masa depan sangat cerah
menilik dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam
pemulihan perekonomian Indonesia waktu mendatang. Oleh karenanya kita harus
berani untuk memulai mengembangkannya pada saat ini. Seperti halnya negara-
negara lain yang mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura, antara lain
Thailand dengan berbagai komoditas hortikultura yang serba Bangkok, Belanda
dengan bunga tulipnya, Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari gurun
pasirnya kini telah mengekspor apel, jeruk, anggur dan sebagainya.
Indonesia adalah negara tropis dengan wilayah cukup luas, dengan variasi
agroklimat yang tinggi, merupakan daerah yang potensial bagi pengembangan
Hortikultura baik untuk tanaman dataran rendah maupun dataran tinggi. Variasi
agroklimat ini juga menguntungkan bagi Indonesia, karena musim buah, sayur dan
bunga dapat berlangsung sepanjang tahun.
Di era globalisasi ini, kita dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat,
oleh karena itu kita harus mampu memanfaatkan keunggulan yang kita miliki, baik
keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang perlu ditingkatkan
secara kualitatif. Globalisasi ini jelas akan menimbulkan peluang sekaligus
ancaman bagi pembangunan pertanian dan perdagangan nasional di masa
mendatang. Sukses tidaknya Indonesia dalam memanfaatkan peluang dan
menghadapi ancaman akan ditentukan oleh kemampuan untuk mendayagunakan
kekuatan yang dimiliki dan mengatasi kelemahan yang ada secara efisien, produktif
dan efektif dalam rangka mewujudkan daya saing yang semakin meningkat dalam
skala global atas barang dan jasa yang dihasilkan.
Kita perlu menyadari bahwa kita dikelilingi oleh negara-negara yang memiliki
daya saing yang kuat, apabila kita tidak meningkatkan daya saing maka tidak akan
mampu bersaing, bukan hanya di pasar luar negeri, tetapi juga di pasar dalam negeri
sendiri, yang telah nampak pada kasus sekarang ini, seperti : beras, gula, buah-
buahan dan lainnya.
Selain itu kegiatan pertanian secara intensif juga berperan dalam proses
pemanasan bumi atau efek rumah kaca dan penipisan lapisan ozon antara lain
melalui emisi gas metan dan N2O akibat penggunaan pupuk buatan
( Kasumbogo Untung, 1994).
Petani sebagai mata rantai akhir dari suatu proses alih teknologi dan sebagai
pengguna teknologi tentunya kualitasnya perlu ditingkatkan pula, sehingga mereka
dapat responsif terhadap informasi teknologi yang disampaikan. Mengingat
keragaman karakteristik budaya, wilayah, sosial ekonomi dan komoditas yang
dikembangkan petani, maka pola peningkatan kualitasnya perlu mempertimbangkan
kondisi-kondisi tersebut. Pola pendidikan yang dianggap sesuai untuk diterapkan di
tingkat petani adalah dalam bentuk Sekolah Lapang dengan sasaran para kelompok
tani. Dengan porsi lapangan lebih besar dari pada teori dan sebagai obyek
pembahasan adalah kondisi di wilayah mereka, maka pola ini dinilai sangat efektif
dalam penyampaian informasi teknologi kepada petani (Amrin Kahar, 1994).
DAFTAR PUSTAKA
BAB III
A. Radiasi Matahari.
Radiasi matahari merupakan faktor utama diantara faktor iklim yang lain,
tidak hanya sebagai sumber energi primer tetapi karena pengaruhnya terhadap
keadaan faktor-faktor yang lain seperti : suhu, kelembaban dan angin.
1. Intensitas Cahaya.
Besarnya intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman tidak sama utuk
setiap tempat dan waktu, karena tergantung :
a. Jarak antara matahari dan bumi, misalnya pada pagi dan sore hari
intensitasnya lebih rendah dari pada siang hari karena jarak matahari lebih
jauh. Juga di daerah sub tropis, intensitasnya lebih rendah dibanding daerah
tropis. Demikian pula di puncak gunung intensitasnya (1,75
g.kal/cm2/menit) lebih tinggi dari pada di dataran rendah (di atas permukaan
laut = 1,50 g.kal /cm2/menit).
Tanaman menerima
100 1140 65 Tinggi Tinggi
cahaya MH penuh
Tanaman di bawah 2
25 261 32 Rendah Rendah
lapis kain tipis
2. Kualitas Cahaya
Cahaya matahari yang sampai pada tajuk atau kanopi tanaman tidak
semuanya dapat dimanfaatkan, sebagian dari cahaya tersebut diserap, sebagian
ditransmisikan, atau bahkan dipantulkan kembali. Kualitas cahaya matahari
ditentukan oleh proporsi relatif panjang gelombangnya, selain itu kualitas
cahaya tidak selalu konstan namun bervariasi dari musim ke musim, lokasi
geografis serta perubahan komposisi udara di atmosfer.
3. Fotoperiodisitas
Disamping itu dikenal pula panjang hari kritis yaitu panjang hari
maksimum (untuk tanaman hari pendek) dan minimum (untuk tanaman hari
panjang) dimana inisiasi pembungaan masih terjadi. Panjang hari kritis
berbeda-beda menurut jenis tanaman dan bahkan varietas.
Beberapa contoh tanaman hari panjang, hari pendek dan hari netral dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Kelompok Tnm hari pendek Tnm hari panjang Tnm hari netral
Sayuran kentang, ketela bayam, lobak, selada tomat, lombok,
rambat kacang- okra
kacangan
B. Suhu.
Sumber panas di bumi adalah dari matahari yang suhunya pada permukaannya
diperkirakan sebesar 6.000oC, dan energi yang dikeluarkan dari sinar matahari
dipancarkan ke seluruh arah dengan kekuatan yang konstan. Jumlah panas yang
diterima oleh bumi dan atmosfer hanya sekitar 4 per sepuluh juta dari total energi
yang dipancarkan. Sebagian energi sinar matahari berupa gelombang pendek.
Sinar matahari yang mengenai atmosfer bumi sebanyak 10% adalah gelombang
sinar ultra violet, 40% gelombang sinar yang dapat dilihat (visible), sedangkan
sisanya 50% berupa gelombang sinar infra merah.
Energi yang dipancarkan oleh sinar matahari tidak langsung diterima oleh
permukaan bumi, tetapi beberapa di antaranya dipantulkan atau dialihkan melalui
beberapa media serapan. Pada lapisan atmosfer yang menyerap gelombang sinar
ultra violet adalah laipsan ozon dan gas oksigen. Dua jenis lapisan gas tersebut
sangat berguna bagi tanaman, hewan dan manusia karena melindungi kehidupan di
bumi yang tidak kuat terhadap penyinaran sinar ultra violet.
Pengertian suhu mencakup dua aspek, yaitu : derajat dan insolasi. Insolasi
menunjukkan energi panas dari matahari dengan satuan gram/kalori/cm2/jam, mirip
dengan pengertian intensitas pada radiasi matahari. Satu gram kalori adalah
sejumlah energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu satu gram air sebesar 10C.
Jumlah insolasi atau suhu suatu daerah tergantung pada : a). Letak lintang
(Latitude) suatu daerah. Di katulistiwa insolasi lebih besar dan sedikit bervariasi
dibandingkan dengan sub-tropis dan daerah sedang. Dengan semakin
bertambahnya latitude insolasi semakin kecil, karena sudut jatuh radiasi matahri
semakin besar atau jarak antara matahari dan permukaan bumi semakin jauh. Akan
tetapi insolasi total untuk satu musim pertumbuhan tanaman hampir sama karena
panjang hari yang lebih lama; b) Altitude (tinggi tempat dari permukaan laut) :
semakin tinggi altitude insolasi semakin rendah, setiap naik 100 m suhu turun 0,6 0C
; c). Musim berpengaruh terhadap insolasi dalam kaitannya dengan kelembaban
udara dan keadaan awan; d). Angin juga sering berpengaruh terhadap insolasi,
apalagi bila angin tersebut membawa uap panas.
Selain keragaman atar daerah, suhu juga bervariasi berdasarkan waktu, baik
suhu udara maupun suhu tanah (pagi-siang-sore).
Ad. (1). Batas suhu yang membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman
diketahui sebagai batas suhu optimum. Pada batas ini semua proses dasar seperti :
fotosintesis, respirasi, penyerapan air, transpirasi, pembelahan sel, perpanjangan sel
dan perubahan fungsi sel akan berlangsung baik dan tentu saja akan diperoleh
produksi tanaman yang tertinggi. Batas suhu optimum tidak sama untuk semua
tanaman, sebagai contoh : apel, kentang, sugar-beet menghendaki suhu yang lebih
rendah dibandingkan : tanaman jeruk, ketela rambat atau gardenia.
Peach, apricot, citrus, olive, fig, Tomat, lombok, terong, Rose, poinsettia,
persimon, grape ketimun, semangka, gardenia, euphorbia,
waluh, cantaloupe, beans amaryllis, orchid
(kacang-kacangan)
a. Suhu di atas optimum : tanaman yang tumbuh pada kondisi ini pada akhir
pertumbuhannya biasanya menghasilkan produksi yang rendah. Hal ini
disebabkan kurang adanya keseimbangan antara besarnya fotosintesis yang
dihasilkan dan berkurangnya karbohidrat karena adanya respirasi.
Bertambahnya suhu akan mempercepat kedua proses ini, tetapi di atmosfer di
atas batas optimum, proses respirasi akan berlangsug lebih besar dari pada
fotosintesis, sehingga bertambah tingginya suhu tersebut akan mengakibatkan
berkurangnya produksi.
b. Suhu di bawah batas optimum : tanaman yang tumbuh pada kondisi ini akan
menghasilkan pertumbuhan yang kurang baik dan produksinya akan lebih
rendah. Hal ini disebabkan pada suhu yang rendah besarnya fotosintesis yang
dihasilkan dan protein yang dibentuk dalam keadaan minimum, akibatnya
pertumbuhan dan perkembangan lambat dan produksi rendah.
d. Chilling : adalah kerusakan akibat suhu rendah di atas titik beku ( 40C).
Gejalanya : garis-garis khlorosis pada daun.
Selain kerusakan karena suhu rendah, suhu tinggipun juga merusak tanaman
bila berada pada tingkat ekstrim. Beberapa kerusakan tanaman akibat suhu tinggi
antara lain : timbulnya kanker batang, rusaknya protoplasma sehingga sel menjadi
rusak dan tanaman mati, dan respirasi meningkat secara cepat sehingga cadangan
makanan (KH) hasil fotosintesis cepat habis.
Dalam bidang pertanian dikenal istilah satuan panas (heat unit) , yaitu
jumlah panas yang dibutuhkan tanaman selama siklus hidupnya. Satuan panas
tidak sama untuk setiap jenis tanaman. Pada tanaman yang sama umur panen
akan lebih panjang bila ditanam pada daerah bersuhu rendah karena untuk
mendapatkan sejumlah satuan panas tertentu dibutuhkan waktu lebih lama.
Sehingga kegunaan praktis dari satuan panas ini adalah untuk meramal saat panen
yang tepat setelah mengetahui secara umum berdasarkan deskripsi yang ada.
Suhu udara dan atau suhu tanah berpengaruh terhadap tanaman melalui
proses metabolisme dalam tubuh tanaman, yang tercermin dalam berbagai
karakter seperti : laju pertumbuhan, dormansi benih dan kuncup serta
perkecambahannya, pembungan, pertumbuhan buah dan
pendewasaan/pematangan jaringan atau organ tanaman.
C. Tanah
Air tanah terdapat pada pori-pori kapiler dan non kapiler dan selaput pada
permukaan butir-butir tanah. Keadaan air tanah dibedakan menjadi :
a) Keadaan kapasitas menahan air maksimum, seluruh pori baik pori mikro
maupun makro terisi penuh air.
d) Keadaan air higroskopis, yaitu air sudah habis sama sekali, kecuali pada
permukaan partikel-partikel tanah sebagai air adsorbsi yang amat sulit
dilepaskan.
Pada prinsipnya ada dua tipe air yang terdapat dalam tanah, yakni : (1) air
tersedia, dan (2) air yang tidak tersedia. Air tersedia kadang disebut air kapiler dan
dipegang oleh daya kapileritet, sedang kapasitas lapang sama dengan jumlah air tak
tersedia dan air tersedia. Air yang tidak tersedia disebut juga dengan air
higroskopis dan terikat secara mantap oleh koloid tanah.
Dari tabel di atas nampak bahwa kapasitas lapang pada tanah lempung
berdebu lebih besar dari pada tanah berpasir, dan air yang tersedia pada tanah pasir
lebih kecil dari pada tanah lempung. Dengan bertambah besarnya kapasitas lapang
tanah lempung mempunyai persediaan air tersedia lebih besar untuk tanaman.
Dikarenakan bahwa pergerakan air yang jarak pendek ini, tanaman dengan
sistem perakaran dangkal tidak dapat mencapai air pada level yang lebih rendah.
Oleh karenanya tanaman dengan sistem perakaran yang dalam dan rapat dapat
bertahan kekeringan pada tingkat yang lebih besar daripada tanaman yang
sistem perakarannya dangkal dan tidak rapat. Pada umumnya akar-akar sebagian
besar tanaman yang sistem perakarannya berkembang meluas menembus
sedalam 12-18 inch atau 30-40 cm ( 1 inch = 2,34 cm ) dari permukaan air di
bawah permukaan tanah. Di dalam daerah 12-18 inch ini ruangan antara partikel
tanah berisi air penuh (berlebih-lebihan) dan menderita kekurangan oksigen
untuk perkembangan akar. Sehingga suatu permukaan air di bawah permukaan
tanah (water table) yang dekat dengan permukaan tanah menjadi pembatas
penembusan akar.
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa tinggi dari water table ( air
tersedia di tanah) benar-benar berpengaruh terhadap pertumbuhan, vigor
( kekokohan/ketahanan ) dan kemampuan berproduksi tanaman yang
mempunyai nilai ekonomis. Sebagai contoh, dengan faktor-faktor lain
menguntungkan, raspberry menghendaki permukaan air tanah 18-36 inch ( 45-
90 cm ) di bawah permukaan tanah. Contoh ; daerah Jawa Timur : tomat, kobis,
selada, wortel, bit, bawang merah kurang dalam ; singkong, pohon buah
mangga, jambu mete dalam ; jeruk, rambutan, salak kurang dalam.
a. Tipe tanah
Disebabkan kandungan koloid yang lebih besar, pergerakan air pada tanah
liat (clay) kurang cepat dibandingkan pada tanah pasir. Oleh karenanya
untuk menjamin kelestarian pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
tanah-tanah pasir harus mendapat air hujan atau air irigasi.
Agar udara dapat mengambil bagian di tanah, air tanah yang berlebih-
lebihan harus dihindarkan dengan mengalirkan air. Hampir sebagian besar
tanaman buah-buahan, sayur-sayuran dan tanaman-tanaman hias
menghendaki tanah-tanah yang drainasenya baik.
FAKTOR TANAMAN
Pokok-pokok faktor tanaman yang mempengaruhi absorbsi air adalah : (1) tenaga
mengisap air dari rambut-rambut akar dan (2) dalam dan rapatnya daerah rambut akar.
Daerah absorbsi air tanaman terdapat pada titik-titik pertumbuhan dari sistem
akar. Di daerah ini sel-sel epidermis tertentu memanjang, dan daerah permukaan absorbsi
air bertambah. Sel-sel ini disebut rambut-rambut akar. Fungsinya adalah mengisap air dan
zat-zat makanan. Tenaga mengisap air dari akar-akar rambut ini ditentukan oleh tekanan
osmose dan tekanan turgor dari akar-akar rambut tersebut.
Tekanan osmose ditentukan oleh konsentrasi air yang berbeda-beda pada masing-
masing membran sitoplasma. Membran (selaput) hidup ini adalah semi permeable, dalam
beberapa zat/ bahan akan selalu dapat melaluinya dan beberapa tidak.
Biasanya membran ini dapat ditembus ( dilalui ) larutan-larutan mineral dan air
tidak dapat ditembus ( dilalui ) bahan-bahan organik, seperti gula dan larutan protein.
Gula dan protein ini dalam larutan yang terlarut dengan air dalam rambut-rambut akar
dan biasanya dengan air di tana. Disebabkan kadar air yang lebih rendah di rambut akar,
air meresap masuk dari tanah ke akar. Lebih rendahnya konsentrasi air di rambut-rambut
akar sejauh mana disebabkan oleh kandungan gulanya. Fotosintesa membuat gula.
Sebagai akibatnya, tanaman yang fotosintesanya tinggi dan sistem perakarannya
berkembang dengan cepat dapat mengisap air lebih banyak pada suatu kesatuan waktu
daripada tanaman-tan0aman dengan nilai fotosintesa rendah dan sistem perakarannya
berkembang lambat.
Beberapa tanaman mempunyai sistem perakaran yang agak dangkal dan yang lain
mempunyai sistem perakaran yang dalam. Tanaman dengan sistem perakaran yang dalam
dapat memperoleh lebih banyak air daripada tanaman dengan sistem perakaran dangkal.
Hal ini terutama jelas pada keadaan transpirasi yang tinggi.
Pada kenyataan, banyak tanaman yang tumbuh di tanah yang sangat berpasir akar-
akarnya mampu menembus sekitar 20-25 fost (6-7,5 m) dan di tanah liat hanya mampu
menembus sekitar 3-4 fost (0,9-1,2 m).
Unsur hara atau nutrisi merupakan faktor penting bagi pertumbuhan tanaman
yang dapat diibaratkan sebagai zat makanan bagi tanaman. Sesuai dengan jumlah
yang dibutuhkan tanaman, unsur hara dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian,
yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara
yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, seperti : nitrogen (N), fosfor (P),
kalium (K), belerang (S), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Unsur hara makro
sering dibagi menjadi dua bagian, yakni unsur hara primer (N, P dan K) dan unsur
hara sekunder (S, Ca dan Mg). Selain unsur hara tersebut, tanaman juga
mambutuhkan unsur lain yang juga dalam jumlah besar, yaitu : karbon , hidrogen
(H) dan oksigen (O). Namun unsur-unsur ini (C, H dan O) jarang dibicarakan,
bukan karena peranannya kecil akan tetapi karena ketersediaannya dialam yang
berlimpah serta peranannya dalam proses metabolisme tidak berdiri sendiri.
Kekurangan unsur ini juga tidak dapat dilihat secara terpisah. Unsur C diserap
tanaman dalam bentuk CO2 dalam proses fotosintetis, unsur H diserap dalam bentuk
H2O dan unsur O diserap dalam bentuk O2 pada proses respirasi. Sedangkan yang
tergolong unsur hara mikro (dibutuhkan dalam jumlah kecil), antara lain besi (Fe),
borron (B), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu) dan molibdenum (Mo).
Jumlah energi yang dibutuhkan bagi penyerapan aktif unsur hara tanaman
diperoleh dari respirasi karbohidrat yang terbentuk sebagai hasil dari fotosintesis
tanaman. Oleh karenanya sejumlah faktor yang mengurangi laju fotosintesis, akan
mengurangi suplai energi di dalam tanaman dalam waktu lama dan akibatnya
mengurangi laju penyerapan unsur hara.
Setiap unsur hara memiliki peran spesifik dalam tanaman, namun demikian
ada beberapa unsur yang berperan ganda. Karena setiap unsur memainkan peran
khusus, maka suatu keadaan defisit atau berlebihan umumnya akan mengakibatkan
gejala khas. Bila sejenis unsur memiliki lebih dari satu peran khusus, maka akan
timbul berbagai macam efek defisiensi bergantung pada proses dalam tanaman yang
dipengaruhi.
Agar tanaman tumbuh sempurna, maka sebaiknya semua unsur esensial harus
tersedia dalam jumlah cukup. Jika lebih dari sejenis hara yang kurang dalam suatu
tanaman, maka akan kecil respon tanaman tersebut bila yang diberikan hanya satu
unsur hara diantaran0ya. Beberapa faktor lain, seperti : hama, penyakit, gulma dan
faktor pembatas yang lain juga akan menurunkan respon tanaman terhadap
pemupukan. Diagram berikut ini menunjukkan peran yang dimainkan sejumlah
unsur hara dalam proses fotosintesis dan sintesis karbohidrat.
Tanaman non legume biasanya menyerap N dari dalam tanah dalam bentuk NO 3-
atau NH4 +. Pada kebanyakan tanah pertanian NO3- merupakan bentuk senyawa N yang
paling banyak diserap tanaman. Tanaman legume mampu mengambil N2 dari atmosfir
dengan bantuan Rhizobia sp. Hanya sedikit N tanah yang digunakan oleh tanaman
legume.
Secara fungsional nitrogen juga penting sebagai penyusun enzim yang sangat
besar peranannya dalam proses metabolisme tanaman, karena enzim tersusun dari
protein. Nitrogen merupakan unsur amat mobil dalam tanaman yang berarti bahwa
protein fungsional yang mengandung N, dapat terurai pada bagian tanaman yang lebih
tua, kemudian diangkut menuju jaringan muda yang tumbuh aktif.
Gejala Defisiensi
Bila tanah kurang mengandung N tersedia, maka seluruh tanaman bisa berwarna
hijau pucat atau kuning (klorosis). Hal ini bisa terjadi karena rendahnya produksi klorofil
dalam tanaman. Daun tertua lebih dulu menguning karena N dipindahkan dari bagian
tanaman ini menuju ke daerah ujung pertumbuhan, dimana ia digunakan kembali guna
menunjang pertumbuhan baru. Daun bawah tanaman yang defisien mula-mula
menguning di bagian ujung dan gejala klorosis cepat merambat melalui tulang tengah
daun menuju batang. Daun tepi dapet tetap hijau untuk beberapa saat. Bila defisiensi
menjadi semakin berat, daun tertua kedua dan ketiga mengalami pola defisiensi serupa
dan daun tertua pada saat itu akan menjadi coklat sempurna.
Bila defisiensi N dapat dilacak pada tahap awal pertumbuhan , maka defisiensi
dapat dipulihkan dengan suatu penambahan pupuk yang mengandung N dengan sedikit
pengaruh pada hasil panen.
Fosfor dalam bentuk senyawa fosfat organik, bertanggung jawab pada salah satu
atau beberapa cara perubahan energi dalam bahan hidup. Sejumlah senyawa fosfat telah
terbukti bersifat esensial bagi fotosintesis, sintesis karbohidrat dan senyawa lain yang
sejenis, glikolisis, asam amino, metabolisme lemak dan S, serta oksidasi biologis. Karena
peranannya sebagai energi tanaman, P merupakan unsur yang segera mobil dan
dipusatkan dibagian pertumbuhan aktif.
Gejala Defisiensi
Fungsi Kalium
K diserap tanaman dalam bentuk ion K+ dari kompleks pertukaran dan segera
mobil dalam tubuh tanaman.
Gejala Defisiensi
Gejala pada daun ditandai dengan suatu proses penguningan yang dimulai pada
ujung daun yang lebih tua dan berjalan di sepanjang tepian hingga pangkal daun.
Seringkali tepi daun menjadi coklat dan kering (nekrosis).
Fungsi Belerang
Sulfur hampir seluruhnya diserap dalam bentuk ion SO4 2-, direduksi dalam
tanaman dan digabungkan ke dalam senyawa organik. S merupakan konstituen dari asam-
asam amino : sistin, sistein dan methionin dan karenanya protein mengandung jenis asam
amino tersebut.
Gejala Defisiensi
Fungsi Ca pada umumnya merupakan kation utama dari lamela tengah suatu
dinding sel, dimana kalsium pektat merupakan penyusun utamanya. Selain itu Ca
memiliki andil penting dalam pengaturan membran sel dengan jalan memelihara
selektuvitas terhadap berbagai jenis ion.
Gejala Defisiensi
Karena peranan Ca sebagai bahan struktural dalam tubuh dalam tubuh tanaman
adalah amat imobil, maka gejala defisiensi semakin jelas pada saat pertumbuhan baru.
Dalam beberapa hal, jaringan tanaman yang lebih tua bisa mengandung sejumlah Ca
yang berlebihan sedangkan daerah pertumbuhan baru kekurangan. Walaupun semua titik
tumbuh peka terhadap defisiensi Ca
tetapi bagian akarlah yang lebih parah. Bagian itu akan berhenti tumbuh, menjadi tidak
teratur, terlihat bagai membelit dan pada defisiensi berat akan mati.
Pada jagung, gejala foliar pertama nampak berwarna kuning menyebar hingga
putih dengan luas sekitar 1/3 jarak dari ujung daun yang termuda. Daun berikutnya yang
terbentuk dapat mengalami klorosis dan menggulung. Akhirnya pucuk tanaman terhenti
pertumbuhannya.
Fungsi Magnesium
Mg diserap dari tanah dalam bentuk ion Mg2+. Mg menyusun lokus pusat dari
molekul klorofil dan juga merupakan aktivator berbagai jenis enzim yang mempengaruhi
hampir setiap proses metabolisme tanaman.
Gejala Defisiensi
Mg merupakan unsur mobil dalam tanaman dan segera ditranslokasikan ke bagian
yang lebih muda dari bagian tanaman yang lebih tua. Pada beberapa spesies defisiensi
muncul berupa klorosis internal daun, sedangkan pembuluh angkut daun tetap hijau. Pada
saat defisiensi semakin parah, jaringan daun menjadi pucat merata, kemudian coklat dan
nekrosis.
DIAGNOSIS DEFISIENSI
A. Pengaruh lokal, terjadi sebagai pembecakan atau klorosis dengan atau tanpa
becak nekrosis pada daun yang lebih bawah, sedikit atau tanpa pengeringan
pada daun bawah.
1).Tanaman berwarna hijau pucat, daun bawah kuning, kering dan berwarna
coklat terang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (Nitrogen)
2).Tanaman berwarna hijau gelap, lebar daun menyempit dibanding
panjangnya tanaman tak mencapai dewasa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (Fosfor)
C. Mati pucuk pada tunas terminal, yang didahului oleh nekrosis pada ujung
atau pangkal daun muda yang mengalami stagnasi pertumbuhan
1). Daun muda membentuk tunas terminal, berwarna hijau terang, diikuti
dengan pelengkungan ke bawah yang khas di bagian ujung, kemudian
nekrosis, sehingga bila terjadi pertumbuhan yang kedua maka bagian ujung
dan tepi daun akan menghilang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2). Pertumbuhan daun muda terhambat dan bagian pangkal berwarna hijau (Kalsium)
terang, diikuti dengan dekomposis di pangkal daun, dan jika terjadi
pertumbuhan yang terakhir maka daun akan terpilin ; daun patah dan
memperlihatkan penghitaman pada jaringan pembuluh . . . . . . . . . .. . . .
(Boron)
D. Tunas terminal tetap hidup, terjadi klorosis daun pucuk atau bagian atas,
dengan atau tanpa becak nekrosis, pembuluh berwarna cerah atau hijau gelap
1). Daun muda dengan becak nekrosis menyebar di seluruh daun yang
klorosis, cabang pembuluh terkecil cenderung tetap hijau, menimbulkan
pengaruh yang bisa diamati . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Mangan)
2). Daun muda tanpa becak nekrosis, klorosis bisa atau tidak melibatkan
pembuluh sehingga mengakibatkan daun berwarna hijau terang .. . . . . . .
(Copper)
E Daun muda dengan pembuluh atau warna hijau cerah atau kegelapan yang
sama seperti jaringan interveinal.
Berwarna hijau terang, tidak pernah putih atau kuning, daun bawah tidak
mengering. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (Sulfur)
F. Daun muda mengalami klorosis, pembuluh utama berwarna hijau yang lebih
gelap dari pada jaringan yang terletak diantara pembuluh angkut daun.
Edmond, J.B., T.L. Senn, F.S. Andrew and R.G. Halfacre, 1975. Fundamentals of
Horticulture. Tata McGraw Hill Publ. Co. Ltd. New Delhi. 560 pp.
Fordham, R., and A.G. Biggs, 1985. Principles of Vegetable Crop Production.
William Collins & Co. Ltd., London. 215 pp
Hartmann, T.H., A.M. Kofranek, V.E. Rubatzky, W.J. Flocker, 1988. Plant Science,
Growth Development and Utilization of Cultivated Plants. Prentice Hall
International, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. 674 pp
Janick, J., 1972. Horticultural Science. W.H. Freeman and Co. San Francisco. 586 pp.
Sumeru Ashari, 1995. Hortikultura, Aspek Budidaya. UI Press, Jakarta. 485 hal.
Yogi Sugito, 1996. Ekologi Tanaman. Diktat Kuliah. Program Pasca Sarjana,
Unibraw, Malang. 101 hal.
BAB. IV
PEKARANGAN
1. Pengertian Pekarangan.
Setiap orang akan dengan mudah menunjukkan apabila ditanya mana
pekarangannya atau mana yang disebut pekarangan maka orang segera menunjuk
tanah disekitar rumah seseorang atau yang dilihat atau dimilikinya, tetapi walau
demikian mudah untuk menunjukkannya secara nyata tetapi kalau untuk memberi
pengertian atau batasan tentang apa yang dimaksudkan dengan pekarangan sering
orang mengalami kesulitan. Banyak orang berusaha untuk membuat definisi atau
pengertian pekarangan tetapi dari banyak pengertian atau definisi tersebut yang
umum digunakan adalah yang dirumuskan oleh Terra (1948), selanjutnya definisi
tersebut diperluas oleh Soemarwoto (1975).
2. Fungsi Pekarangan
Fungsi sosial dari pekarangan adalah untuk memberi rasa nyaman bagi
lingkungan tempat tinggal, tempat anak-anak bermain-main juga untuk
melepaskan lelah serta bersantai ria pada waktu senggang maupun untuk
melepaskan binatang kesayangannya. Fungsi ekonomi dari pekarangan menurut
penelitian yang dilakukan oleh Terra (1948) diungkapkan oleh Danoesastro 1976,
serta dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Rakyat
diperoleh hasil bahwa pekarangan mempunyai banyak fungsi (Manfaat
pekarangan) yaitu : Sumber Karbohidrat, Menghasilkan bahan setiap hari,
Sumber bahan bangunan rumah atau keperluan lain, Penghasil bumbu masak yang
diperlukan, Penghasil kayu bakar, Penghasil bahan dasar untuk kerajinan rumah
tangga , dan Penghasil Protein hewani.
4. Pengaturan Pekarangan.
Seperti yang telah diuraikan tedahulu bahwa pekarangan dapat memberikan
bermacam-macam hasil seperti : Palawija, Buah-buahan, Sayur-sayuran Bunga-
bungaan, Rempah-rempah, Obat-obatan, Kayu-kayuan, Bahan kerajinan, Ikan,
Pupuk kandang, Hewan ternak, dan Madu tawon/lebah.
Pekarangan sering memberikan kesan pada yang melihatnya sebagai hutan
rimba yang produktif (Agroforestry) atau sebagai kebun yang terlantar karena
pekarangan tersebut ditumbuhi oleh bermacam-macam tanaman. Pengaturan
pekarangan yang kurang baik akan memberikan pandangan yang kurang baik
pula. Dengan pengaturan tanaman dalam pekarangan secara baik akan
menciptakan keindahan alam lingkungan terbuka di pekarangan. Keindahan
pekarangan tidak saja memberi kegembiraan pada pemiliknya tetapi juga
memberi kesenangan pada siapa saja yang lewat dan memandangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1975. Dunia Ekonomi Kita. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. 276 hal.
Anonim. 1981. Usaha Meningkatkan Potensi Pekarangan Di Desa Sekitar Hutan.
Impormasi Pertanian, DEPTAN. Balai Informasi Kayuambon, Lembang, Jabar..
(5):3-6
Atjung. 1976. Tumbuh-tumbuhan Perhiasan di Pekarangan. NV> Masa Baru,
Bandung, Jakarta. 147 hal.
Danoesastro, H. 1973. Kemungkinan Peningkatan Pertanaman Pekarangan.
Penataran Purna Sarjana Penyuluhan Pertanian UGM ke II, Yogyakarta. 11 hal.
------------------. 1976a. Pekarangan. Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM>
Yogyakarta. 49 hal.
-------------------. 1976b. Pohon Buah-buahan. Yayasan Pembina Fakultas Pertanian
UGM. Yogyakarta. 98 hal.
-------------------. 1977. Peranan Pekarangan dalam Rangka Meningkatkan
Ketahanan Nasional Rakyat Pedesaan. Gadjah Mada Univercity Press.
Yogyakarta. 16 hal.
Garnadi, A. 1972. Tanaman Pekarangan Membawa Keuntungan. Majalah Pertanian
(12);1-42.
Karyno. 1980. Struktur Pekarangan Pedesaan Daerah Aliran Sungai Citarum,
Jabar. Desertasi Fak. Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD. Bandung. 232 hal.
Mubyarto. 1973. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. 274 hal.
Naniek Siti Murdjati. 1978. Peranan Pekarangan Dalam Mencukupi Kebutuhan
Sehari-hari Masyarakat Pedesaan. Makalah Seminar Mahasiswa Agronomi
UGM. 11 hal.
Setadiredja Soeparmo. 1969. Hortikultura I. Pekarangan dan Buah-buahan. CV Yasa
Guna. 160 hal.
Setijadi Haryadi, S. 1975. Potensial Contribution Of Home Gardening To Nutrition
Invervention Program In Indonesia. Seminar Food and Nutrition. Yogyakarta.
20 hal.
Soemarwoto, O. 1980. Interrelation Among Population, Resources, Environment and
Development In The Escap Region With Special Reference to Indonesia.
Ekologi dan Pembangunan, The Institute of Ecology Padjadjaran University.
Bandung (7) : 1-76.
Suwarno, R. 1975. Peranan Pekarangan dalam Kehidupan Sehari-hari. Majalah
Pertanian (1) : 1-45.
BAB. V
KEMASAKAN DAN GRADING
BUAH-BUAHAN DAN SAYUR-SAYURAN
Buah dan sayuran perkembangan dimulai dengan pembentukan suatu bagian yang
dapat dimakan, pembentukan buah, kemunculan bibit, perkembangan umbi, atau
perkembangan tangkai bah dan diakhiri dengan kehilangan karakter bagian yang dapat
dimakan, melalui kemunduran fisiologi, perkembangan karakter serat-seratan atau
kerusakan (spoilage) melalui intervensi mikrobiological (Ryall and Lipton,1972; Reid,
1992). Kondisi kemasakan dari komoditas hortikultura segar adalah merupakan kontinum
sepanjang waktu perkembangannya (Gambar 1). Scala waktu berhubungan dengan
perkembangannya, tetapi secara pasti lamanya waktu tersebut sangatlah bervariasi dan
sangat uniq untuk setiap komoditas. Istilah matang (Mature) berkaitan dengan titik dalam
scala waktu perkembangan sewaktu komoditi hortikultura dalam suatu keadaan yang siap
untuk dipergunakan (proses, simpan) atau dimakan.
Kualitas disisi lain berhubungan dengan derajat kepuasan dari konsumen atau
pengguna seperti ditetapkan berdasarkan pengunaan dari komoditas yang masak tersebut.
Kenyataannya kepuasan dapat berkurang karena produk lewat atau kurang masak, dengan
demikian produk tersebut dikatakan berkualitas kalau mempunyai kemasakan optimal.
Sehubungan dengan hal tersebut penentuan saat panen sangat penting agar produk yang
dihasilkan mempunyai nilai tinggi sesuai kebutuhan pasar Karena dari persamaan
keduanya antara masak dan kualitas saling berhubungan dan dengan dugaan atau
kebutuhan pasar.
Dugaan atau kebutuhan pasar diwujudkan melalui peraturan atau pedoman yang
dikeluarkan oleh kelompok penanam, melalui rencana kontrak, atau melalui autoritas
pemegang kebijakan yang diwujudkan sebagai standar kualitas atau grade dan didukung
oleh badan yang berwenang mendukung pelaksanaan regulasi tersebut. Di Indonesia
standar kualitas ditentukan oleh badan yang berwenang untuk mengeluarkan tersebut dan
produknya diberi label dengan SNI.
GRADE
Di Canada baik buah-buahan maupun sayur-sayuran standar grade meliputi tiga
hal atau parameter yang meliputi nama komoditas, suatu seri klas grade kualitasna dan
suatu seri atribut yang pergunakan dalam penetapan standar grade tersebut seperti:
warna, ukuran, kemasakan, tekstur dan bebas tidaknya dari kerusakan seperti kebusukan,
penyakit dan kerusakan akibat benturan fisik. Semua itu dapat dilakukan dilapang dengan
menggunakan peralatan yang seminimum mungkin tidak harus menggunakan peralatan
yang canggih ini sangat perlu karena demi kemudahan dalam melaksanakan tugas serta
kelancaran maupun kecepatan dalam melakukan grading atau inspeksi di lapang. Walau
kadang-kadang juga diperlukan alat bantu agar dalam memberikan hasil yang akurat
seperti alat pengukur warna atau ukuran buah apel ada alat bantunya kalau memang
diperlukan.
Standart grade di Canada nampak konsisten pada buah-buahan maupun sayur-
sayuran kriteria standartnya meliputi nama komoditas, suatu seri klas gradenya sesuai
dengan standart kualitas yang dapat dipenuhinya, dan suatu seri atribute kriteria standart
yang dipergunakan untuk menentukan grade setiap komoditas.
Atribute parameter kriteria seperti warna dan ukuran komoditas kadang-kadang
sering di kuantitaskan dengan menggunakan alat sebagai pembanding atau alat koreksi
kebenaran dari inspector dalam melakukan tugasnya. Kemampuan inspektor melakukan
tugasnya dengan baik dan benar dalam menentukan grade suatu produk atau sistem
grading secara umum dengan bantuan alat yang sesedikit-dikitnya atau minimal sangat
penting karena akan menentukan kecepatan dalam melaksanakan tugas.
KEMASAKAN
Salah satu hal yang penting sebagai parameter dalam menentukan standar grade
suatu komoditas adalah ekpresi dari tingkat kemasakannya. Secara umum dikatakan
bahwa kemasakan suatu produk adalah didefinisikan sebagai keadaan suatu produk dapat
digunakan ini dilihat dari sudut pandang pengguna/customer. Dalam beberapa produk
seperti buah-buahan, suatu proses pemasakan mungkin sangat diperlukan untuk mencapai
kondisi suatu produk buah secara optimal untuk dapat dikonsumsi. Proses pemasakan ini
umumnya ditunjukkan oleh perubahan dalam warna, tekstur (umumnya pelunakan), dan
flavor dan memberikan suatu perubahan yang ideal untuk kemasakan. Arti penting dari
indikator kemasakan ini adalah dalam menentukan atau memperkirakan kualitas atau
kualitas gradenya dari suatu komoditas yang akan dibutuhkan oleh pembeli.
PUSTAKA
Beveridge, T. H. J. (2003). Maturity and Quality Grades for Fruits and Vegetables. In
Handbook of Postharvest Technology, cereals, fuits, vegetables, tea and spices.
Ed. A. Chakraverty, .. Mujumdar, G.S.V. Raghavan and H. S. Ramaswamy. Marcel
Dekker, Inc. New York.
BAB. VI
PROSES-PROSES PASCA PANEN
Kalau produk hortikultura masih di pohon maka produk tersebut masih medapatkan
pasokan / suplai apa saja yang diperlukan dari dalam tanah seperti air, udara serta unsur
hara dan mineral-mineral yang diperlukan untuk sintesis maupun perombak tetapi kalau
produk tersebut sudah lepas dengan tanamannya/dipanen maka pasokan tersebut sudah
tidak terjadi lagi/tidak berlangsung lagi. Kegiatan sintesis yang utama dalam organ yang
masih melekat pada tanaman adalah pada aktifitas proses fotosintesis tetapi kalau sudah
lepas proses fotosintesis ini sudah tidak terjadi lagi, tetapi proses metabolisme tetap
berlangsung baik sintesis maupun perombakan. Proses metabolisme pada buah-buahan
maupun sayur-sayuran yang telah lepas dari pohonnya pada dasarnya adalah transpormasi
metabolis pada bahan-bahan organis yang telah ada atau telah dibentuk selama bagian
tersebut masih dalam pohon yang bersumber dari aktifitas proses fotosintesis. Selain itu
juga terjadi pegurangan kadar air dari dalam produk hortikultura tersebut baik karena
proses pengeluaran lewat permukaan produk maupun oleh proses metabolisme oksidatif
termasuk proses respirasi dari produk yang tetap terus berlangsung.
RESPIRASI
Laju dari proses respirasi dalam produk hortikultura akan menentukan daya tahan
dari produk tersebut baik buah-buahan maupun sayur-sayuran yang telah dipanen,
sehingga sering dijumpai ada produk yang tahan disimpan lama setelah dipanen seperti
pada biji-bijian, umbi-umbian tetapi banyak pula setelah produk tersebut dipanen tidak
tahan lama untuk disimpan, seperti pada produk buah-buahan yang berdaging maupun
produk hortikultura yang lunak-lunak seperti sayur-sayuran daun.
Agar proses metabolisme dalam suatu material hidup tersebut dapat belangsung
terus maka diperlukan persediaan energi yang cukup atau terus menerus pula, dimana
suplai energi tersebut diperoleh dari proses respirasi. Respirasi terjadi pada setiap
makhluk hidup termasuk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen, yang
merupakan proses konversi exothermis dari energi potensial menjadi energi konetis.
Secara umum proses respirasi dalam produk dapat dibedakan menjadi tiga tingkat
yaitu: pertama pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana; kedua oksidasi gula
menjadi asam piruvat; serta yang ketiga adalah transformasi piruvat dan asam-asam
organik lainnya menjadi CO2 , air, dan energi yang berlangsung secara aerobik. Masing-
masing proses tersebut dapat dilihat kembali pada Fisiologi Tumbuhan apa namanya ?
Substrat dalam proses respirasi tidak hanya berasal dari polisakarida dan asam-asam
organis tetapi juga dapat dari protein maupun lemak walaupun dari kedua terakhir
sebagai sumber energi kurang dominan, kalau kita lihat berbagai interaksi antara substrat
dengan hasil-hasil antara respirasi dan antara hasil antara yang satu dengan lainnya.
PENGUKURAN RESPIRASI
Secara umum dapat dikatakan bahwa laju proses respirasi merupakan penanda atau
sebagai ciri dari cepat tidaknya perubahan komposisi kimiawi dalam produk, dan hal
tersebut behubungan dengan daya simpan produk hortikultura setelah panen.
Laju atau besar kecilnya respirasi yang terjadi dalam produk hortikultura dapat
diukur karena seperti kita ketahui bahwa respirasi secara umum terjadi kalau ada oksigen
dengan hasil dikeluakannya carbon doiksida dari produk yang mengalami respirasi maka
respirasi dapat diketahui dengan mengukur atau menentukan jumlah substrat yang hilang,
O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, serta energi yang
ditimbulkannya. Respirasi juga menghasilkan air (H2O) tetapi dalam hal ini tidak diamati
dalam prakteknya karena reaksi berlangsung dalam air sebagai medium, dan jumlah air
yang dihasilkan reaksi yang sedikit tersebut seperti setetes dalam air satu ember. Energi
yang dikeluarkan juga tidak ditenukan oleh karena berbagai bentuk energi yang
dihasilkan tidak dapat diukur dengan hanya satu alat saja. Proses oksidasi biologis juga
diikuti dengan terjadinya kenaikan suhu dan hal ini sebenarnya juga dapat dipergunakan
sebagai penanda seberapa besar laju respirasi yang terjadi/bejalan. Tetapi karena antara
keduanya tidak ada hubungan stoikiometrik maka perubahan suhu tidak dipergunakan
sebagai penanda laju respirasi dalam produk hortikultura. Pengukuran kehilangan
substrat, seperti yang terjadi adanya respirasi akan menyebabkan penurunan berat kering
dari produk, tetapi ini mungkin sulit untuk dilakukan pengukuran karena adanya variasi
dalam perubahan berat kering secara absolut; untuk itu diperlukan analisis kimia secara
langsung.
Ternyata laju respirasi dari produk hortikultura yang telah dipanen mempunyai pola
yang berbeda-beda dan dari variasi pola laju respirasi ersebut dapat dikelompokkan
menjadi dua bentuk laju respirasi yaitu kelompok yang mempunyai pola laju respirasi
yang teratur, dan kelompok lain kebanyakan produk hortikultura yang berdaging
memperlihatkan penyimpangan dari pola respirasi yang terdahulu.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU RESPIRASI
Kecepatan respirasi dari suatu produk hortikultura ternyata tidak selalu tetap tetapi
bervariasi, dan variasi tersebut dapat dsebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah:
a. Faktor dalam
Tingkat Perkembangan,
Susunan Kimiawi Jaringan,
Besar-kecilnya Komoditas.,
Kulit Penutup Alamiah / Pelapis Alami.
Type / Jenis dari Jaringan.
b. Faktor Luar.
Laju respirasi selain dipengaruhi oleh faktor dari dalam juga sangat dipengaruhi
oleh faktor yang ada di luar produk tersebut dimana kedua faktor tesebut saling
berineraksi apakah saling mendukung atau sebaliknya. Faktor-faktor dari luar
tersebut adalah meliputi:
Suhu.
Konsentrasi 02 dan C0 2 .
Zat Pengatur Pertumbuhan.
Salah satu zat pengatur pertumbuhan yang mempunyai peranan dalam
pematangan produk hortikultura adalah Ethylene.
Kerusakan Produk.
DAFTAR PUSTAKA
BAB. VII
KERUSAKAN PADA PRODUK HORTIKULTURA
I. PENDAHULUAN
Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai
saat ini masih mejadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik
dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walau hasil
yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan
setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami
penurunan mutu atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa produk hortikultura relatif
tidak tahan disimpan lama dibandingkan dengan produk pertanian yang lain.
Hal tersebutlah yang menjadi perhatian kita semua, bagaimana agar produk
hortikultura yang telah dengan susah payah diupayakan agar hasil yang dapat panen
mencapai jumlah yang setinggi-tingginya dengan kualitas yang sebaik-baiknya dapat
dipertahankan kesegarannya atau kualitasnya selama mungkin. Sehubungan dengan
hal tersebut maka sangatlah perlu diketahui terlebih dahulu tentang macam-macam
penyebab kerusakan pada produk hortikultura tersebut, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya terhadap penyebab kerusakannya. Selanjutnya perlu pula diketahui
bagaimana atau upaya-upaya apa saja yang mungkin dapat dilakukan untuk
mengurangi atau meniadakan terjadinya kerusakan tersebut sehingga kalaupun tejadi
kerusakan terjadinya sekecil mungkin.
2.2. Mikroorganisme
Agar produk hortikultura tidak lekas layu maka dalam penyimpanannya
diusahakan kelembaban lingkungan simpannya tinggi, tetapi kondisi
kelembaban tinggi dipenyimpanan sering menyebabkan munculnya jamur pada
permukaan produk hortikultura yang disimpan. Munculnya jamur pada
permukaan produk hortikultura yang disimpan akan menyebabkan kenampakan
produknya menjadi kurang menarik atau jelek sehingga akan menurunkan nilai
kualitas dari produk tersebut.
Agar produk hortikultura yang disimpan tidak cepat mengalami proses
kerusakan oleh mikroorganisme, diantaranya diupayakan dengan:
Menjaga kebersihan pada seluruh ruang penyimpanan
Menjaga sirkulasi uara pada ruang
Mengurangi terjadinya proses pegembunan pada produk yang dikemas
Mengurangi / menghindari menjalarnya perkembangan spora dari jamur.
Menggunakan bahan pencegah jamur, misalnya: dengan uap yang sangat
panas selama kurang lebih dua (2) menit pada ruang simpan atau kalau
sangat terpaksa dipergunakan bahan kimia seperti: Sodium Hypochlorit /
trisodium Phosphat, larutan Calsium Hypochlorit.
3.3. Respirasi
Produk hortikultura yang disimpan dalam bentuk segar baik itu sayur-
sayuran ataupun buah-buahan proses yang terjadi dalam produk adalah
respirasi. Dalam proses respirasi ini akan terjadi perombakan gula menjadi
CO2 dan air (H2O).
4.1. Sanitasi
Ruang penyimpanan produk hortikultura perlu dipelihara dalam kondisi
yang bersih dan sehat hal ini sangat penting dilakukan untuk menjaga agar
produk hortikultura yang disimpan tetap dapat terjaga dalam kondisi segar.
Ruang penyimpanan yang dijaga tetap dalam kondisi bersih dan sehat akan
memperkecil serangan jamur dan organisme lainnya.
Dalam sanitasi sering dipergunakan senyawa kimiawi yang bersifat racun
seperti insektisida, untuk penggunaannya perlu memperhatikan konsep
keamanan pangan/HACCP.
4.2. Refrigeration
Tujuan dari refrigerasi dalam ruang penyimpanan produk hortikultura
terutama adalah untuk menekan aktivitas enzym respirasi, agar aktivitasnya
menjadi serendah mungkin sehingga laju respirasinya sekecil/selambat
mungkin produk hortikultura yang disimpan tetap terjaga kesegarannya.
4.6. Pengemasan.
Upaya lain untuk memperpanjang waktu simpan produk hortikultura
adalah dengan pewadahan / pengemasan yang baik. Dengan pewadahan ini
diharapkan paling tidak dapat mengurangi terjadinya kerusakan karena
terjadinya benturan sesama produk selama proses penyimpanan, selain juga
dapat mengendalikan kelembaban dari produk sehingga produk dapat tetap
segar.
DAFTAR PUSTAKA
Beveridge, T. H. J. (2003). Maturity and Quality Grades for Fruits and Vegetables. In
Handbook of Postharvest Technology, cereals, fuits, vegetables, tea and
spices. Ed. A. Chakraverty, .. Mujumdar, G.S.V. Raghavan and H. S.
Ramaswamy. Marcel Dekker, Inc. New York.
Pantastico, E.B. 1975. Postharvest Phyisiology, Handling and Utilization of Tropical
and Subtropical Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc.
Westport, Conecticut
<< kembali ke atas