Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

OTONOMI DAERAH

Dosen Pembimbing : Ramzi Durin, SH., MH

Oleh :
Ony Vina Agustina
165310029

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan karena atas izin dan

kehendak-Nya lah makalah sederhana ini dapat saya kerjakan tepat pada waktunya.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata

kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan. Adapun yang saya bahas dalam makalah

sederhana ini mengenai Otonomi Daerah.

Dalam penulisan makalah ini saya menemui berbagai hambatan yang dikarenakan

terbatasnya Ilmu Pengetahuan saya mengenai hal yang berkenan dengan penulisan

makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada dosen

pembimbing yakni Bapak Ramzi Durin, SH., MH yang telah memberikan limpahan ilmu

berguna kepada saya.

Saya menyadari akan kemampuan saya yang masih amatir. Dalam makalah ini saya

sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi saya yakin makalah ini masih banyak

kekurangan disana-sini. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan juga kritik

membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.

Saya harap, makalah ini menjadi referensi dan dapat berguna bagi orang lain yang

membacanya.

Pekanbaru, Januari 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 2

2.1 Pengertian Otonomi Daerah ..................................................................................... 2

2.2 Definisi Otonomi Daerah ........................................................................................... 2

2.2.1 Pengertian Otonomi Daerah menurut ahli-ahli Lokal ............................. 2

2.2.2 Pengertian Otonomi Daerah menurut ahli-ahli Inter-Lokal .................. 4

2.2.3 Pengertian Otonomi daerah menurut Undang-Undang .......................... 5

2.3 Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah ............................................................... 6

2.4 Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah ........................................ 10

2.5 Prinsip Otonomi Daerah .......................................................................................... 15

2.6 Pelaksanaan Otonomi Daerah ................................................................................ 15

2.7 Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah ........................................................... 16

2.8 Dampak Otonomi Daerah ........................................................................................ 18

BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 20


3.1 Kritik ........................................................................................................................... 20

3.2 Saran ........................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding fathers telah

menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam penyelenggaraan

pemerintahan Negara.

Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek pemerintahan Negara sejak

berlakunya UUD 1945, terus memasuki era Konstitusi RIS, UUDS 1950 sampai pada era kembali

ke UUD 1945 yang dikukuhkan lewat Dekrit Presiden 5 juli 1959.

Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita desentralisasi senantiasa

dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia, sekalipun dari satu periode ke periode lainnya

terlihat adanya perbedaan dalam intensitasnya.

Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-langkah penting sudah

dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang pemerintahan daerah membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini terus

berlanjut. Sekalipun demikia, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut masih jauh dalam

realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang sebagai kenyataan yang telah

terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi Daerah belumlah terwujud

sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru menuju kea rah Otonomi Daerah yang

sebenarnya.

Beberapa faktor-faktor yang menetukan prospek otonomi daerah, diantaranya, yaitu :

Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor dinamis) dalam

peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini haruslah baik, dalam pengertian moral
maupun kapasitasnya. Faktor ini mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri dari Kepala

Daerah dan DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan lingkungan

tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.

Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi

terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah stu cirri daerah otonom adalah terletak

pada kemampuan self supportingnya / mandiri dalam bidang keuangan. Karena itu, kemampuan

keuangan ini akan sangat memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah, hasilm perusahaan

daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang sah, haruslah mampu memberikan

kontribusinya bagi keuangan daerah.

Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi

terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada haruslah cukup dari segi

jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis dari segi penggunaannya. Syarat-syarat

peralatan semacam inilah yang akan sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan

daerah.

Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa kemampuan organisasi

dan manajemen yang memadai penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilakukan dengan baik,

efisien, dan efektif.oleh sebab itu perhatian yang sungguh-sunggguh terhadap masalah ini dituntut

dari para penyelenggara pemerintahan daerah.

Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat faktor tersebut di atas

masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya Otonomi Daerah masih menunjukkan sosoknya yang

kurang menggembirakan.oleh sebab itu apabila kita berkeinginan untuk merealisasi cita-cita

Otonomi Daerah maka pembenahan dan perhatian yang sungguh-sungguh perlu diberikan kepada

empat faktor di atas.


1.2 Rumusan Masalah

Makalah ini di buat dengan rumusan masalah:

1. Apa itu Otonomi Daerah?

2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia

3. Apa dasar hukum dan Landasan teori Otonomi Daerah?

4. Apa salah satu yang paling berperan di dalam Otonomi Daerah?

5. Apa dampak yang di timbulkan oleh Otonomi Daerah?

1.3 Tujuan Penulisan

Dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah tingkat I maupun Tingkat II mampu

mengelola daerah nya sendiri. Untuk kepentingan rakyat dan untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat secara sosial ekonomi yang merata.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otonomi Daerah

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu autosnamos. Kalimat ini terbagi menjadi

dua, autos dan namos autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau

aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan

mengurus rumah tangga sendiri.

2.2 Definisi Otonomi Daerah

2.2.1 Pengertian Otonomi Daerah menurut ahli-ahli Lokal

1. F. Sugeng Istianto

Otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga

daerah.

2. Letjen (pur) H. Syarwan Hamid

Otonomi daerah merupakan penyempurnaan dari sistem sentralistis yang diterapkan

sebelum era reformasi. Andai dalam penerapannya, masih terdapat berbagai kekurangan, tidak

layak dijadikan alasan untuk mementahkannya dan kembali ke sistem lama.

3. Ateng Syarifuddin

Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan.

Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus

dipertanggungjawabkan.
4. Aim Abdulkarim ( 2007 )

Otonomi daerah merupakan cara untuk melaksanakan pembangunan sengan sungguh -

sungguh sebagai sarana untuk mewujudkan cita - cita bangsa

5. Aim Abdulkarim ( 2001 )

Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah untuk mengurus daerahnya sendiri sesuai

dengan kebutuhan nyata daerah dan sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkembang di

daerahnya

6. Iyung Pahan ( 1998 )

Otonomi daerah merupakan kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

dalam ikatan Negara Kesatuan RepublikIndonesia

7. Syarif Saleh

Otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh

dari pemerintah pusat.

8. Laila Nagib, Prijono,Tjiptoherijanto ( 2008 )

Otonomi daerah merupakan beberapa aspek dari paradigma politik yang baru yang

mengharuskan kita secara kritis menempatkan perspektif SDM dalam konteks sejarah yang

baru
9. Hadi Wiyono, Isworo ( 2007 )

Otonomi daerah merupakan pancaran kedaulatan rakyat. Otonomi diberikan oleh pemerintah

kepada masyarakat dan sama sekali bukan kepada daerah ataupun pemerintah daerah. Dengan

demikian, pernyataan bahwa otonomi merupakan milik masyarakat berarti masyarakat tersebut

sebagai subjek dan bukannya objek.

2.2.2 Pengertian Otonomi Daerah menurut ahli-ahli Inter-Lokal

1. Benyamin Hoesein

Otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional

suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat.

2. Vincent Lemius (1986)

Otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun

administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam

otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi

dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

3. Philip Mahwood (1983)

Otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri

yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna

mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
4. Mariun (1979)

Dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif

sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif

merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah

dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian

tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan

demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-

urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang

luas.

2.2.3 Pengertian Otonomi daerah menurut Undang-Undang

1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004

Otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :

a. Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.

b. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.

c. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.

d. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.

2. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat vsetempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.


3. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

sesuai peraturan perundang undangan.

2.3 Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah

a) Warisan Kolonial

Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang memberi

peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian

staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922,

pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini

dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya

menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan

asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).

Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak

politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan

kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

b) Masa Pendudukan Jepang

Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke

Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan

kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda.

Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-

perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di

wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-

undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada
masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom

bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.

c) Masa Kemerdekaan

1. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi, mengatur

pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan

daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang

masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:

1) Provinsi

2) Kabupaten/kota besar

3) Desa/kota kecil.

UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam

batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.

2. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948

Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22

tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan

bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:

a) Propinsi

b) Kabupaten/kota besar

c) Desa/kota kecil

d) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.


3. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957

Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra.

Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri,

dalam tiga tingkat, yaitu:

1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya

2) Daerah swatantra tingkat II

3) Daerah swatantra tingkat III.

UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai

Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

4. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959

Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada

kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru.

Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat

I, tingkat II, dan daerah tingkat III.

Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala

daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.

5. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965

Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:

1) Provinsi (tingkat I)

2) Kabupaten (tingkat II)

3) Kecamatan (tingkat III)

Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan

politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di


daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya

oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas

memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan

keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.

6. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar

asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah

tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:

1) Provinsi/ibu kota negara

2) Kabupaten/kotamadya

3) Kecamatan

Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II berhubungan

langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip

otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

7. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih

mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun 1999 adalah

sebagai berikut:

1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan

berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.

2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi

sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan

daerah kota.
3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.

4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.

Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah,

ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

8. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah

yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22

tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas

dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan

pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat

berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya,

demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar

antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.

2.4 Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah

1. Dasar Hukum

Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada dasar-

dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi

daerah,yaitu sebagai berikut:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 mengenai Penyelenggaraan Otonomi Daerah,

Pengaturan, pembagian, serta Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yangg Berkeadilan, dan
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

3) Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 mengenai Rekomendasi Kebijakan dalam

Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

4) UU No. 31 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah.

5) UU No. 33 Tahun 2004 mengenai Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah.

Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis apa

saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu :

1. Peningkatan terhadap pelayanan masyarakat yang semakin lebih baik.

2. Pengembangan kehidupan yang lebih demokrasi.

3. Keadilan nasional.

4. Pemerataan wilayah daerah.

5. Pemeliharaan hubungan antara pusat dengan daerah serta antar daerah dalam rangka

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Mendorong pemberdayaaan masyarakat.

7. Menumbuhkan prakarsa serta kreativitas, meningkatkan peran serta keterlibatan

masyarakat, mengembangkan peran serta fungsi dari DPRD.

Secara konseptual, negara Indonesia dilandasi oleh 3 tujuan utama antara lain : tujuan politik,

tujuan administratif, serta tujuan ekonomi.


Hal yang ingin dicapai melalui tujuan politik adalah upaya dalam mewujudkan demokratisasi

politik dengan cara melalui partai politik dan DPRD.

Hal yang ingin dicapai melalui tujuan administratif adalah adanya pembagian antara urusan

pemerintahan pusat dengan pemerintah daerah, termasuk sumber keuangan, pembaharuan

manajemen birokrasi pemerintahan daerah.

Sedangkan tujuan ekonomi adalah terwujudnya peningkatan indeks pembangunan manusia

yang digunakan sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2. Landasan Teori

Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .

a. Asas Otonomi

Pedoman pemerintahan diatur Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004. Penyelenggaraan

pemerintahan yang berpedoman pada asas umum dalam penyelenggaraan negara yang terdiri

sebagai berikut : :

1. Asas tertib penyelenggara negara

Asas yang menjadi landasan keteraturan, keseimbangan, serta keserasian dalam pengendalian

penyelenggara negara.

2. Asas Kepentingan umum

Asas yang lebih mengutamakan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif,

serta selektif.

3. Asas Kepastian Hukum

Asas yang lebih mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam

kebijakan penyelenggara negara.

4. Asas keterbukaan
Asas yang membuka diri terhadap hak-hak masyarakat guna memperoleh berbagai informasi

yang benar, nyata, jujur, serta tidak diskriminatif mengenai penyelenggara negara dan masih

tetap memperhatikan perlindungan hak asasi pribadi, golongan, serta rahasia negara.

5. Asas Profesionalitas

Asas yang lebih mementingkan keseimbangan hak dan kewajiban

6. Asas proporsionalitas

Asas yang lebih mengutamakan keadilan berlandaskan kode etik serta berbagai ketentuan

peraturan perundang-undangan yang masih berlaku.

7. Asas akuntabilitas

Asas yang menentukan setiap kegiatan serta hasil akhir dari suatu kegiatan penyelenggara

negara harus dapat untuk dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan

yang tertinggi negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Asas efisiensi dan efektifitas

Asas yang dapat menjamin terselenggaranya kepada masyarakat menggunakan sumber daya

yang tersedia secara optimal serta bertanggung jawab.

Penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan 3 asas sebagai berikut :

1. Asas Desentralisasi

Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari

rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi

maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah

dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan.

Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali

dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang


menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan

sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll)

dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah

keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang

merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh

pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan

kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah

ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,

pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin

digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi

kebutuhan lokal.

c. Sentralisasi

Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan

pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas

pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan

pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan baik dari perimbangan ini adalah pelayanan negara

terhadap masyarakat.

Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat

dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan

menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde

Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini

mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya

desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah melepaskan

diri sebesarnya dari pusat bukan membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan

tujuan pasti. Pertama- tama, kedua sasi itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran

pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada

rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang

paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

2.5 Prinsip Otonomi Daerah

1. Prinsip otonomi seluas-luasnya

Daerah diberikan kebebasan dalam mengurus serta mengatur berbagai urusan pemerintahan

yang mencakup kewenangan pada semua bidang pemerintahan, kecuali kebebasan terhadap

bidang politik luar negeri, agama, keamanan, moneter, peradilan, keamanan, serta fiskal nasional.

2. Prinsip otonomi nyata

Daerah diberikan kebebasan dalam menangani berbagai urusan pemerintahan dengan

berdasarkan tugas, wewenang, serta kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi dapat

tumbuh, hidup, berkembang dan sesuai dengan potensi yang ada dan ciri khas daerah.

3. Prinsip otonomi yang bertanggung jawab

Prinsip otonomi yang dalam sistem penyelenggaraannya harus sejalan dengan tujuan yang ada

dan maksud dari pemberian otonomi, yang pada dasarnya guna untuk memberdayakan daerahnya

masing-masing termasuk dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2.6 Pelaksanaan Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah adalah titik fokus penting guna memperbaiki kesejahteraan

rakyat. Pengembangan suatu daerah disesuaikan oleh pemerintah daerah itu sendiri dengan potensi

yang ada serta ciri khas dari daerahnya masing-masing.


Otonomi daerah sudah diberlakukan di Indonesia dengan melalui Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah sudah dianggap tidak sesuai dengan adanya

perkembangan keadaan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga sudah digantikan

oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 sampai saat ini sudah banyak mengalami perubahan, terakhir kali adalah

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 mengenai Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah.

Hal ini dapat dijadikan kesempatan yang baik bagi pemerintah daerah guna membuktikan

kemampuannya untuk melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah masing-masing. Maju

dan tidaknya suatu daerah ditentukan oleh kemampuan serta kemauan dalam melaksanakannya.

Pemerintah daerah dapat bebas berkreasi dalam rangka membangun daerahnya masing-masing,

tentu saja masih tidak melanggar dengan perundang-undangan yang berlaku.

2.7 Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah

a. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)

Di dalam Otonomi daerah selalu identik dengan yang namanya Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah atau yang sering disebut APBd.Di sini saya akan membahas sedikit mengenai

APBD.

Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan yang merupakan

salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan

dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat penting, karena pemerintahan daerah tidak akan

dapat melaksanan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan

pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria

untukmengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri. Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai
kegiatan pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat

mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi bagian

yang terbesar dalammemobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena

itu,sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah demi

mewujudkan tingkat kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah.

Mardiasmo mendefinisikan anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang

hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial,sedangkan

penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran.Mardiasmo

mendefinisikan nya sebagai berikut ,anggaran publik merupakan suatu dokumen yang

menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai

pendapatan belanja dan aktifitasSecara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik

merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan :

1) Berapa biaya atas rencana yang di buat(pengeluaran/belanja),dan

2) Berapa banyak dan bagaimana cara uang untuk mendanai rencana tersebut(pendapatan)

Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara disebutkan bahwa APBD

adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah.Lebih lanjut dijelaskan dalam PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolahan

Keuangan Daerah disebutkan bahwa APBD adlah rencana keuangan tahunan Pemerintah daerah

yang di bahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan

peraturan daerah.

Ekonomi, Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial

ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara

efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.


2.8 Dampak Otonomi Daerah

a. Dampak Positif

Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah daerah

akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat.

Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari

pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana

yang diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah

pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta

membangun program promosikebudayaan dan juga pariwisata.

b. Dampak Negatif

Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di

pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti

korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak

sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan

daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-

undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah

maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu

karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu

berarti.

Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :

1) Korupsi Pengadaan Barang Modus :

a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.

b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.

2) Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah) Modus :


a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.

b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.

3) Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan

sebagainya Modus :

a. Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.

4) Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan

jompo) Modus :

a. Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).

5) Bantuan fiktif Modus :

a. Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kritik

Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka

setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada

pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut

apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu

program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi

sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut

kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan

yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

3.2 Saran

Analisis Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol Otonomi

Daerah:

1. Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di tingkat propinsi dan

sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap.

2. Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan memperhatikan faktor-faktor

yang menyangkut penjaminan kesinambungan pelayanan pada masyarakat,perlakuan

perimbangan antara daerah-daerah,dan menjamin kebijakan fiskal yang berkelanjutan.


3. Untuk mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu menjalankan segera

langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-sektor yang jelas merupakan

kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat segera diserahkan.

4. Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung jawab dari menteri

negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi menuntut koordinasi dan kerjasama dari

seluruh bidang dalam kabinet (Ekuin,Kesra & Taskin, dan Polkam).

Upaya Yang Menurut Saya harus Dilakukan Pejabat Daerah Untuk Mengatasi Ketimpangan

Yang Terjadi :

1. Pejabat harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang berada di pusat dapat

terdistribusi ke daerah.

2. Pejabat harus melakukan pemberdayaan politik warga masyarakat dilakukan melalui

pendidikan politik dan keberadaan organisasi swadaya masyarakat, media massa dan lainnya.

3. Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur.

4. Adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat.

5. Dan yang paling penting pejabat harus tahu prinsip-prinsip otonomi.


DAFTAR PUSTAKA

http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-daerah-di.html

Obatkafe.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan-definisi-otonomi-daerah.html?m=1

Otonomidaerah.com/pengertian-otonomi-daerah.html

http://woocara.blogspot.com/2015/10/pengertian-otonomi-daerah-dasar-hukum-prinsip-asas-dan-

tujuan-otonomi-daerah.html#ixzz4MLOchgYe

Anda mungkin juga menyukai