PENATALAKSA'\'A AN
RHINIT'S ALERGI TERKINI
/e")ffi88"^\
TEMU ILMIAH AKBAR LUSTRUM IX $.s*6mtgi
(DIES NATALIES KE 45) FK UNSRI ol*,--,,^*1ffi*fl.
Hotel Swarna Dwipa Palembang grff';l*ifiil-ftf'B)
19 - 20 Oktober 2007
KE MHNTEREAN FENBEDTK.A.N NASE&NAF,
EJTSVHRSST'AS SRSWK$AVA
ii. Palembang-Frabumulih Km. 32Tndralaya, Ogan llir, Kode Fos 3S652
Telp. (0711)580069,580i59, 580275 Fax. (0711) 580644
E,EtrEBAEA FENGESAE{AN
\-=g bei-randatangan di bawah ini Rektor Universitas Sriwijaya rnenyatakan dengan sebenarnya
iatxa karys ilpecaeile yang diajukan untuk kenaikan pangkat dalam jabatan yang sama (LeErtor
Lepla) a'r.as nan'la :
\ema Dosen Pengusui : dn. Abla Ghanie, Sp.THT-KL(K)
\T : 19530i 121977rczAAz
Falc.ritas : Kedokteran
Telah diperiksa/divalidasi dan hasilnya telah rnemenuhi kaidah ikniah, nonna akademik, dan
norlna hukum sesuai dengan Perafuran Menteri Pendidikan Nasional No. 17 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Fenanggulangan plagiat di perguruan Tinggi.
Hasil Penelitian/ karya ilmiah Penatalaksanaan Kista Dermoid Orofaring Pada Orl Head and Neck
)-ang dipublikasikan dalam Infant
Seminar Ilmiah 4-5Juni20ll
KHIVSENT'EREAN PEN&EFEKAN NASS&NAE,
E'TRTEE,IEIB A C C>gEE/g
CE'ry=j-3.\> gAV A
e-/l\-a v g.!a\.l.}E- -E- !.J.&q.E. Y v l$-er-dB -E- ra
Jl. Falembang-Fraburnulih Km. 32 Indralaya, Cgan llir, Kode Fcs 30662
Telp. (071 l)580069, 580169, 58A275 Fax. (07ii) 580544
Indfialaya,21
Se*leE&ris
I l-1 Hasil Penelitian" kar)'a ilmiah Penataliksanaan Kista Dermoid Orofaring Pada 3'o orl Head and Neck
)arg dipublikasikan dalam
Senninar Ilndah Surabava,4 - 5 Juni 201 I
SLR{T PER\'AT.{A}'
KEABSA}LAI{ KARY A ILI\ILA'H
" "$alah benar karya saya sendiri atau bukan plagiat hasil karya orang lain dan saya ajukan sebagai bahan penilaian
lenetapan angka kredit dan kenaikan pangkat dari Pembina (Gol. IV/a) menjadi Pembina Tingkat I (Gol. IV/b).
* d:abila dikemudian hari terbukti bahwa karya ilmiah ini bukan karya saya sendiri atau plagiat hasil karya orang lain,
=aka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
-mlclan surat pemyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Palembang, 2 Maret20t2
Materai
THT-KL.(K)
I &@.L I :111\,fdt I dr. Ablo Ghonie, SP.IHt-K1..(K)\psr',ot@n Kobohon l(oryo llmioh.dc
LEMBAR REwEw
Arly IIER
rrAsrl *ENTLATAN sEJAwAr: tltiii,o*c ILMIAH
KAR.YA ILMIAH MAKALAH
}takalah :ParesisSarafFasialkarenaOtitisMediaSufuratifKronikdengan
Kolesteatoma'
Internasional
Makatah Forum Ilmiah
,mt0ri hblikasi Makalah Ilmiah
m^*" Pdakategori Yang tePat) A ffiffi Forum Ilmiah Nasional
Internasional
fcrngtapan
,rlXfir)
dan kedalaman
-E--dcup
@- da" kemutakhiran
dmimformasi dan metodologi
llmioh'doc
Nlmfr;!!0 f|r \fg I d' abro Gltdie' sP'tlrt-Kt'(X)\Ps Rwiew Mololoh
:.GA=
j(!h{F __
-
-Fnxur-tAs
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
KEDoKTERAN UNSRI
PERPUSTAKAAN
7.onaF.GedungI,ru*pu'U""ilndralava.OKl,t0il2;'ti,tfl?tlf"tli:*'H:ffitft ;":ffi
ffiT-;;;4tr*irz'-:r:+38,ema'rkunsri@ iffi
,6ii
SURAT KETERANGAN
Nomor :014b /F{9 I 4/PFK/T/2010'
derrgan judul :
Karya llmiah Penelitian kepada Perpustakaan F'K'Unsri
Telah menyrmbangkan
EL ERGI TERNN I
P ENATALAKSANAAN RHIN ITIS
(TemullmiahAkbarLustrumIXDiesNatalislrc.4|FK.Unsri)
mestinya'
agar dapat dipergunakan sebagaimana
Demikian surat keterangan ini dibuat
TEMBUSAN:
1. Subag. KePegawaian FK'UNSRI
2. ArsiP
t
IT
(,l
-?
g *tI
ol
t6 tlUllc
cn J6'g
IEI rL
l- {l o
.;t
6 fr
u I\r
ltJ o
sl v
o tt
C\t NI.ltr
z L
3 .oo 5l H
o
F g 2 -ts
o
*4,
s- F_.=
;i
tsF
- '0( E. o
tll (\l
F
=:>
<{:
'z=
(\l a<
\
x3
l-m g I
# ;6
!
sE
=
v
I x
o
cl o
UJ z
(t)
rF
,c(
n <<
-
:(
1-
<i
\k
,o
rI]F
;a-'Grlt :c '-' .-
-F (,d
EE
oE
IJ. :.s F XE dl -,9
e>
id
+ F $ =8
6Fu'.i
F III
J J
3 o.
E:M
6v)
\00
;
EE E = v o.{( O\"
t'- Kt
.rk
u s:f,
TIE
=- TL
U} o
"(,
: .b
H--
HH
.dO
rf, =
6^
IJJ
.lll UJ 2
a 6*- vt
a3
Eg
sa
<o
J U' iii
li
J t9,
F ul
F
od
2\J
2o :f
I c
o
UJ
$
(l}
a Y
I
E r$>
tto
vd}
ld
$
3 (&-8, IL
!e"/E ffi rs
!
ao
\F&t -Jr16., *
Nd FAKUY:v+9
BAB I
PENDAHULUAN
WHO Initiatift Allergic Rhinitis and lts Impact on Asthma tahun 2000
merekomendasikan bahwa rinitis alergi dapat digolongkan dalam 2 klasifftasi
1'aitu intermiten ( kadang-kadang ) bila gejala kurang dari 4 hari perminggu atau
kurang dart 4 minggu dan persisten ( menetap ) bila gejala ditemukan lebih dari
4 hari perminggu atau lebih dari 4 minggu.r Sedangkan untuk tingkat berat
ringannya penyakit, rinitis alergi dapat diklasifikasikan sebagai gejala ringan
bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas, bersantai dan atau olah
raga, gangguan belajar atav bekerja dan gejala lain yang mengganggu, serta
gejala sedang sampai berat bila terdapat satu atau lebih gejala tersebut diatas.
Pembagian klasifikasi ini penting dalam penanganan rinitis alergi secara tepat
dan rasional.
Intervensi dini dan tepat dapat memperbaiki kualitas hidup dan
produktifrtas pasien dengan rinitis alergi dan juga dapat meningkatkan
kernampuan akademik penderita rinitis alergi anak serta dapat menurunkan
terjadinya komplikasi pada saluran napas bawah.3
Tujuan terapi adalah menghambat proses patofisiologik yang menyebabkan
terjadinya inflamasi kronik alergik.3 Berdasarkan keadaan tersebut diatas maka
diperlukan suatu tahapan penatalaksanaan yang bersifat holistik berupa edukasi,
penghindaran terhadap alergen, farmakoterapi secara tepat dart rasional dan
mungkin imunoterapi.2 Dalam hal pemberian terapi, diperlukan pengetahuan yang
memadai mengenai patogenesis, patofisiologi rinitis alergi sebagai landasan dalam
pemilihan obat yang tepat.
BAB II
ISI
2. 1. Definisi
Menurut Von Pirquet, rinitis alergi merupakan Penyakit inflamasi
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi
dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi
paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut.
Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)
tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa
gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh
IgE.t
2.2.Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri darl' 2 fase, yaitu
Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen
sampai satu jam setelahnya, dan Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
berlangsung 2 sampai 4 jarrt dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktiftas) setelah
pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Pada kontak pertama dengan
alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel
penyaji akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung.
Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung
dengan molekul HLA kelas II membentuk peptida MHC (tr[ayor Histocompatibiliry
Complex) kelas II, yang kemudian dipresentasikan pada sel T-helper (Th 0).
Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin I (IL-l) yang akan
mengakti{kan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th I dan Th 2. Kemudian Th 2 akarr
menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4,IL,5 dan IL-13. IL-4 dan IL-13
dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B
menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah
f
S !..yrtr1**xyfr.
R*-exp*sure
**lrrgt'n
ffi" [r*e?ll\Jlitlc
'!$nli;rrrq
*tcEr?s:
m*l'T"**'
lFh"r'n"rnrl
l-;rrr'trihaq'
fnfJi*:r*utlilx'r
T *,,,{_@rr'ld**rr*
Af ltrslhtlie a,L"!l !'hJ i -!ilFrrli* lrr Eu*.iphrf
4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak larlit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik, perhiasan.
Faktor non-spesifik : asap rokok, bau yang merangsang, polutan, bau parfum,
bau deodoran, perubah afl ctrac4 kelembaban tinggi
Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran sehingga
memberi gejala campuran, misalnya debu rumah yang memberi gejala asma
bronkhiat dan rhinitis alergi.
Dengan masuknya antigen asing di dalam tubuh terjadi reaksi yang secara
garis besar terdiri dari:
1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen. Reaksi ini bersifat nonspesifik
dan dapat berakhir sampai disini. Bila antigen tidak berhasil seluruhnya
dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan ialah
sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila antigen
berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila antigen masih ada atau
sudah ada defek dari sistem imunologi maka reaksi akan berlanjut menjadi
respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologi yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat
bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi antigen oleh
tubuh.
Gell dan Coomb mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe l, atav
reaksi anafilaksis (hipersensitifitas tipe cepat), tipe 2 atau reaksi sitotoksik /sitolitik,
tipe3 atau reaksi kompleks imun, dan tipe 4 atau reaksi tuberkulin (hipersensitifitas
tipe lambat).
,
Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai dibidang THT
adalah tipe I yaitu rhinitis alergi.
2.3. Klasilikasil
Rhinitis alergi sebelumnya dibagi berdasarkan waktu pajanan menjadi rhinitis
mnsiman (seasonal), sepanjang talnrn Qterennial) dan akibat keda. Pembagian ini
ternyata tidak memuaskan. Maka disusunlah klasifikasi baru rhinitis alergi menurut
wHo-ARrA (2001):
r Menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup
. Berdasarkan atas lamanya, dan dibagi dalam penyakit "intermiten" atau
"persisten'o
r Berdasarkan derajat berat penyakit, dan dibagi dalam "ringano' atau "sedang-
beraf'tergantung dari gejala dan kualitas hidup
!,::i3
Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-
kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala
Red, rtthy,
fiBt*ry4rf5
roruptmn,
iil.mny,fise
lfichy ur mn
thrcat, p$-
nfi5,4[ dri]p,
h
r3:,
n
-fl
%%", .d[Ah{
Gambar 3. Gejala rintis alergi
Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah
bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala
ini disebut allergic shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok
hidung karena gatal dengan punggung hidung. Keadaan ini disebut sebagai allergic
salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan
timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah yang disebut
allergic crease.
2.5. Diagnosis
2.5. 1. Anamnesis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior
atau nasoendoskopi, dan pemeriksaan penunj ang.
Allergic R[rinifis
hidung, faktor penyakit atopi lain dan atopi dalam keluarga, serta riwayat
pengobatan dan hasilnya. I'a
9
1'5'6
Gejala-gejala rinitis yang perlu ditanyakan adalah
. Hiposmia/anosmia
r Sekret di belakang hidung/post nasal drip atau batuk kronik
o Adanya variasi diurnal (memburuk pada pagi hari-siang dan membaik pada saat
malam hari)
o Penyakit penyerta: sakit kepala berhubungan dengan tekanan hidung dan sinus
akibat sumbatan yang berat, kelelahan, penurunan konsentrasi, gejala radang
tenggorokan, mendengkur, gejala sinusitis, gejala sesak nafas dan asma.
10
Pada reaksi alergi fase cepat, gejala klinik yang menonjol adalah bersin-
bersin. gatal, rinore dan kadang-kadang hidung tersumbat, sedang pada reaksi alergi
fase lambat gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, post nasal drip dan
hiposmia.6
Pada pemeriksaan fisik ditemukan gambaran yang khas pada anak berupa
allergic shiner ( bayangan gelap dibawah kelopak mata karena sumbatan pembuluh
darah vena ), allergic salute karena anak sering menggosok-gosok hidung dengan
punggung tangan ke arah atas karena gatal dan allergic crease berupa garis
melintang di dorsum nasi sepertiga bawah karena sering menggosok hidung. Pada
1l
e-.ak dengan sumbatan hidung kronik dapat menimbulkan facies adenoid karena
tdrmg bemafas lewat mulut. Hal ini menyebabkan lengkung palatum yang tinggi dan
gangguan pertumbuhan gigi sehingga terjadi penonjolan kedepan dari gigi seri atas.
Pasien sering menggerak-gerakkan mulut dan gigi saat tidur terutama pada anak
r.:nn:k mengatasi gejala rasa penuh di telinga akibat sumbatan tuba. Kadang-kadang
ditemukan adanyakrusta dan kulit yang kasar di daerah lubang hidung.6'7
berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer bening dan banyak.l.s Perlu
iuga dilihat apakah terdapat kelainan septum (lurus, deviasi, spina, krista), dan polip
hidung yang dapat memperberal gejala hidung tersumbat. Bila fasilitas tersedia dapat
dilakukan nasoendoskopi, apakah ada gambaran konka bulosa atau polip kecil di
daerah meatus medius serta komplek osteomeatal.6'7
2. 5. 3. pemeriksaan Penunjang
t2
( derrratografisme dan dermatitis atopi berat).6'7
Secara umum, kadar Ig E total serum rendah pada orang normal dan
meningkat pada penderita atopi, tetapi kadar Ig E normal tidak menyingkirkan
adanya rinitis alergi. Pada orang normal, kadar Ig E meningkat dari lahir (0-1KU/L)
sampai pubertas dan menurun secara bertahap dan menetap setelah usia 20-30 tahun.
Pada orang dewasa kadar > 100-150 KU/L dianggap lebih dari normal. Kadar
meningkat hanya dijumpai pada 60Yo penderita rinitis alaergi dan 75% penderita
asma. Terdapat berbagai keadaan dimana kadar Ig E meningkat yaitu infeksi parasit,
penyakit kulit (dermatitis kronik, penyakit pemfigoid bulosa) dan kadar menunrn
pada imunodefisiensi serta multipel mieloma. Kadar Ig E dipengaruhi juga oleh ras
dan umur, sehingga pelaporan hasil harus melampirkan nilai batas normal sesuai
golongan usia. Pemeriksaan ini masih dapat dipakai sebagai pemeriksaan penyaring,
2. S. 4. Pemeriksaan Lain
l3
a5,4. 1. Hitung jenis sel darah tepi
Pemeriksaan ini dipergunakan bila fasilitas pemeriksaan lain tidak tersedia.
hlah sel eosinofil darah tepi kadang meningkat jumlahnya pada penderita rinitis
dtrgi, tetapi kurang bermakna secara klinik.
1,4
pemeriksaan diagnosis primer (tes kulit) dengan gejala klinik. Secara umum, tes ini
lebih sulit untuk diulang dibandingkan dengan tes kulit dan pemeriksaan Ig E
spesifrk. Tes provokasi menempatkan penderita pada situasi beresiko untuk
terj adinya reaksi anafi laksis.
Ir
r.,;,
2. 5. 4. 6. Pemeriksaan radiologr
Pemeriksaan foto polos sinus paranasal, CT Scan maupun MRI (bila fasilitas
l5
tersedia) tidak dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis rhinitis alergi, tetapi untuk
menyingkirkan adanya kelainan patologi atau komplikasi rhinitis alergi terutama bila
respon pengobatan tidak memuaskan. Pada pemeriksaan foto polos dapat ditemukan
penebalan mukosa sinus (gambaran khas sinus akibat alergi), perselubungan
homogen serta gambaran batas udara cairan di sinus maksila.
Tes kulit digunakan secara luas sebagai salah satu alat untuk menegakkan
diagnosis alergi terhadap alergen dan merupakan indikator yang aman, mudah
dilakukan, hasil cepat didapat, biaya yang relatif murah dengan sensitifitas tinggi
serta dapat dipakai sebagai pemeriksaan penyaring. Tes cukit dapat mendiagnosis
rhinitis alergi akibat allergen inhalasi berderajat sedang sampai berat, tetapi pada
penderita dengan sensitifitas rendah, kemungkinan tidak terdeteksi walaupun tedapat
korelasi dengan gejala klinik. Bila pada anamnesis terdapat kecurigaan adanya
alergi, sedangkan tes kulit negative, tindakan yang perlu dilakukan adalah: 1. periksa
obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil tes. 2. periksa adakah penyebabhasil
negative palsu.3. observasi pasien selama adanya paparan allergen yang tinggi. 4.
lakukan tes provokasi atau tes inhadermal (bila fasilitas tersedia).r'6
16
2. 5, 4. 8. Tes intradermal
Tes ini memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tes cukit,
walaupun reaksi positif palsu atau reaksi anafilaksis lebih sering terjadi. Sebaiknya
yang dilakukan tes intradermal hanya yang memberikan hasil negatif pada tes cukit.
7r SF
r
f
2.6. Penatalaksanaan
Secara garis besar, penatalaksaruuill rinitis A"r[i terdiri dari 3 cara yaitu
menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi, farmakoterapi dan
imunoterapi, sedangkan tindakan operasi kadang diperlukan untuk mengatasi
komplikasi seperti sinusitis dan polip hidung.
17
2.6.1. Menghindari atau eliminasi alergen
Pada dasamya penyakit alergi dapat dieegah dan dibagi menjadi 3 tahap,
yaitu:
1) Pencegahan primer untuk meneegah sensitisasi atau proses pengenalan
dini
terhadap allergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai
risiko atopi' Pada ibu hamil diberikan diet retriksi ( tanpa susu, telur, ikan laut dan
kacang ) mulai trimester III dan selama menyusui. dan bayi mendapat ASI eksklusif
selama 5 - 6 bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilalarkan untuk mencegah pajanan
Cara ini berfujuan mencegah terjadinya kontak antara alergen dengan IgE
spesifik yang terdapat dipermukaan sel mast atau basofil sehingga degranulasi
tidak
terjadi dan gejala dapat dihindarkan. Perjalanan dan beratnya penyakit
berhubungan
dengan konsentrasi alergen di lingkungan.s walaupun konsep pengobatan
ini sangat
rasional, namun dalam praktek adalah sangat sulit dilakukan. Di negara tropis,
alergen utamanya adalah debu rumah dan serpihan kulit serangga/ tungau antara lain
Dermatophagoides pteronysinus dan
farinae yang _hidup pada debu rumah.,
karpet, kasur, kapuk, selimut, tumpukan pakaian dan buku lama.
Disarnping ifu
terdapat partikel alergen lain yang menempel pada debu rumah
misalnya kotoran
kecoa, selpihan bulu kucing dan anjing yang juga berperan aktif 1,2,3,8,e
Jamur yang
terdapat dalam rumah sepelti jenis Aspergillus den Penicillium seing
ditemukan
t8
pada daerah yang lembab seperti kamar mandi, daprr, gudang, serta atap yang
bocor.2
2. mencuci selimut, bed cover, sprei, sanmg bantal dan guling serta kain
kordin pada suhu 600 C.
3 Melapisi kasur, bantal dan guling dari bahan yang impermeabel/anti tembus
tungau
4. Menggunakan perabot yang mudah dibersihkan seperti dari kayu, plastik
atau logam dan hindari sofa dari kain.
5. Pembersihan yang sering dan teratur dengan penghisap debu atau dengan
lap basah.
6. Hindari binatang peliharaan t'2'8'e
l9
r::;.
.';*r
".:
'.t .: :
'".,'rj# t :4e
-**' -l
;:-
*, * "ar;* ,
2.6.2. Farmakoterapi
20
2. 6.2.1. ANTIHISTAMIN
Histamin merupakan mediator utama timbulnya gejala rinitis alergi pada fase
cepat dan dibentuk di dalam sel mast dan basofil ( preformed mediatoy', Histamin
dapat dikeluarkan dalam berapa menit, mempunyai efek vasoaktif yang poten dan
kontraksi otot polos melalui Hl reseptor pada target organ. Secara klinis, histamin
dapat menyebabkan vasodilatasi, peninqkatan permeabilitas vaskuler, menurunkan
viskositas mukus, bronkokonstriksi dan stimulasi saraf sensoris. Hal inilah yang
menyebabkan gejalabersin, rinore dan gatal pada hidung, mata dan palatum.tl
2l
sawar darah otak dan plasenta, bersifat selektif mengikat reseptor Hl, tidak
mempunyai efek anti kolinergik, anti adrenergik dan efek pada SSP sangat minimal
sehingga tidak mempengaruhi penampilan Qterformance).Yangtermasuk kelompok
ini adalah loratadin, astemisol, azelastin, terfenadin dan cetirisin. Terfenadin dan
astemisol menyebabkan penghambatan pada jalur ion Kalium yang menyebabkan
perpanjangan interval QT pada EKG. Bila dikombinasikan dengan obat lain yang
2. 6.2.2. Dekongestan
Berbagai jenis cr, adrenergik agonis dapat d.iberikan secara per oral
seperti pseudoefedrin, fenilpropanolamin dan fenilefrin. Obat ini secara primer
dapat mengurangi sumbatan hidung dan efek minimal dalam mengatasi rinore
dan tidak mempunyai efek terhadap bersin, gatal di hidung maupqn di mata.
Pseudoefedrin merupakan stereoisomer efedrin dan mempunyai kerja yang sama
22
dengan efedrin, tetapi memiliki efek minimal terhadap tekanan darah atau
jantung dan SSP. Pemberian pseudoefedrin dapat mengatasi hiperemi jaringan,
edem mukosa dan meningkatkan patensi jalan napas hidung. Obat ini berguna
untuk mengatasi rinitis alergi bila dikombinasikan dengan antihistamin.l'2'3
Efek samping dekongestan oral terhadap SSP yaitu gelisah, insomnia,
iritabel, sakit kepala dan terhadap kardiovaskuler seperti palpitasi, takikardi,
meningkatkan tekanan darah, dapat menghambat aliran air seni. Penggunaan
obat ini harus hati-hati pada orang tua karena dapat meningkatkan tekanan darah
dan jangan diberikan pada pasien rinitis alergi dengan kelainan jantung koroner
dan glaukoma.l2
z)
la
hanya dengan antihistamin saja.
2. 6. 2. 4. Ipratropium bromida
ini berguna pada penderita rinitis alergi dengan rinore yang tidak dapat diatasi
dengan kortikosteroid intranasat maupun dengan antihistamin.l'2
Obat ini mempunyai efek untuk mengatasi bersin, rinore dan gatal pada
hidung hidung dan mata, bila digrrnakan 4 kali sehari. Preparat ini bekeda dengan
cara menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion kalsium
sehingga pelepasan mediator ti{dak terjadi.2'8 Selain itu, obat ini juga bekerja pada
respon fase lambat rinitis alergi dengan menghambat proses inflamasi terhadap
aktivasi sel eosinofil. Dengan dosis pemberian 4 kali sehari, kemungkinan
kepatuhan penderita berkurang. Obat ini baik digunakan sebagai preventif sebelum
gejala alergi muncul seperti pada rinitis alergi musiman sebelum musim polen
terjadi, dan dapat diberikan dengan aman pada anak, wanita hamil dan penderita usia
lanjut.3
2,6.3.Imunoterapi
25
dilatcukan atau bila terdapat efek samping dari pemakaian obat.l'2
Imunoterapi akan meningkatkan sel Thl dalam memproduksi IFN Y,
sehingga aktifitas sel B akan terhambat dan selanjutnya pembentukan IgE akan
tertahan.l6. Selain itu imunoterapi akan meilrunkan produksi molekul inflamasi
seperti \L-4,IL-5,PAF, ICAM I dan akumulasi sel eosinofil'e
IL-5 reseptor antagonis dan 1L-5 monoklonal antibodi sudah dapat digunakan
untuk penderita asma dan mungkin dapat berperan juga dalam mengatasi rinitis
alergi.rp Kombinasi antihistamin dengan anti leukofiien lebih efektif untuk
mengatasi rhinitis alergr dibandingkan hanya menggunakan satu obat saja.l'e Anti
IgE terapi berupa recombinant humanized monoelonal IgG antibodi bekerja
langsung pada Fc dari IgE sehingga terjadi penurunan IgE di sirkulasi.2
26
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Bousquet J. cauwenberge P. Khaltaev N, Bachert c, Durham sR, Lund v,
Mygind N dkk. wHo Initiative Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma (
ARLA) 2000: t-132
2. carren J. Allergic Rhinitis : Treating The Adult J. Allergy clin. Immunol.
2000:105;S 610-5.
\?'1
9. sumarman I. strategi Rasional pengelolaan Rinitis Alergi perenial. ti-
Ditinjau dari Aspek Mediator Sitokin dan Molekul Adhesi. symposium {!,
I
28
Cenhrry. Jakarta 2000: l-21.
10. Dykewicz M. emerging treatments in Seasonal Allergic Rhinitis. A
comprehensive Approach for The Different Facets of Allergy.
Symposium EAACI. Lisbon 2000 : 2 - g.
ll.Kunkel G. The Role of Antihistamine in Allergic Rhinitis preferable
Perenial Rhinitis. Symposium Allergic Rhinitis at the tum of the century.
APCACI Manila 1998; 4-5.
12. Simons E. Are the AntiAllergic property of Hl Antihistamine of any
Clinical Relevance. New Controversies in Allergy: An Interactive euiz
the Experts Symposium EAACI, Brussels 1999;4
t3.Gonzalez MAo Estes KS. pharmacokinetic overview of oral Second
Generation Hl Antihistamines. Int. J of clin. pharmacolory &
Therapeutics I 998:3 6;2924A0.
14. Corren J, HarrisAG, Aaronson D. Efficacy and safety of Loratadine and
pseudoephedrine in patients with Seasonal Allergic Rhinitis and Mild
Asthma. J. Allergy Clin. Immunol. 1997:100;781-8.
e-
$
oo**
iiiit!
i[",t9
:=
29