Anda di halaman 1dari 27

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Terapi Cairan


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan
tubuh dengan pemberian cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intravena untuk mengatasi berbagai masalah gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi mengantikan volume cairan yang
hilang akibat gangguan hipovolemia,dehidrasi, hipervolemia, maupun edema .1
2.2. Komposisi Cairan dan Elektrolit Tubuh
Cairan dalam tubuh (total body water) dibagi dalam dua kompartemen
utama yaitu cairan ekstrasel dan intrasel.

Gambar 2.1 Kompartemen Cairan3


Komponen Intraselular
Komponen intraseluler merupakan cadangan cairan tubuh yang terbesar,
dan berhubungan dengan cairan dalam sel. Komposisi ionnya berbeda dengan
komponen ekstraseluler karena mengandung ion kalium dalam konsentrasi tinggi
(140-150 mmol/liter) dan ion natrium dalam konsentrasi rendah (8-10 mmol/liter)
dan ion klorida (3mmol/liter). Jadi jika air diberikan bersama natrium dan klorida,
maka cenderung mengisi komponen ekstraseluler. Air yang diperlukan dalam
bentuk larutan glukosa akan didistribusikan kesemua bagian tubuh dan glukosa
akan dimetabolisme. Air murni tidak pernah diberikan secara intravena karena
dapat menyebabkan hemolisis masif.2,4

Komponen Ekstraselular
Komponen ekstraseluler dapat dibagi menjadi intravaskuler dan intertitial.
Komponen Intravaskuler
Volume darah normal kira-kira 70 ml/kgbb pada dewasa dan 85-90 ml/kgbb pada
neonatus. Selain darah, komponen intravskuler juga terdiri dari protein plasma
dan ion, terutama natrium (138-145 mmol/liter), klorida (97-105 mmol/liter) dan
4

ion bikrbonat. Hanya sebagian kecil kalium tubuh berada di dalam plasma (3,5-
4,5 mmol/liter), tetapi konsentrasi kalium ini mempunyai pengaruh besar terhadap
fungsi jantung dan neuromuskuler.2
Komponen Interstitial
Komponen interstitial lebih besar dari pada komponen intravaskuler. Jumlah
total cairan ekstraseluler (intravaskuler ditambah interstitial) bervariasi antara 20-
35% dari berat badan dewasa dan 40-45% pada neonatus. Air dan elektolit dapat
bergerak bebas di antara darah dan ruang interstitial, yang mempunyai komposisi
ion yang sama, tetapi protein plasma tidak dapat bergerak bebas keluar dari ruang
intravaskuler kecuali bila terdapat cedera kapiler misalnya pada luka bakar atau
syok septik.Jika terdapat kekurangan cairan dalam darah atau volume darah yang
menurun dengan cepat, maka air dan elektrolit akan ditarik dari komponen
interstitial ke dalam darah untuk mengatasi kekurangan volume intravaskuler,
yang diprioritaskan secara fisiologis. Pemberian cairan intravena yang terutama
mengandung ion natrium dan klorida, seperti NaCl fisiologis (9 g/liter atau 0,9%)
atau larutan Hartman (larutan ringer laktat), dapat bergerak bebas kedalam ruang
intertitial sehingga efektif untuk meningkatkan volume intervaskuler dalam waktu
singkat.Larutan yang mengandung molekur yang lebih besar, misalnya plasma,
darah lengkap, dekstran, poligelin, hidroksietil, gelatin, lebih efektif untuk
mempertahankan sirkulasi jika diberikan secara intravena karena komponen ini
lebih lama berada dalam komponen intravaskuler. Cairan ini biasanya disebut
sebagai plasma ex-panders.
Cairan transseluler
Merupakan cairan yang terkandung di dalam rongga khusus dari tubuh.
Contoh (CTS) meliputi cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan
cairan intraokular serta sekresi lambung dengan jumlah hamper mendekati angka
1 L, namun sejumlah besar cairan bergerak kedalam dan keluar ruang transelular
setiap harinya. Sebagai contoh, saluran gastro-intestinal (GI) secara normal
mensekresi dan mereabsorbsi sampai 6-8 L per-hari.2
Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solute berupa kation
dan anion (elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan
fungsi sel. Ada dua kation yang penting yaitu natrium dan kalium. Keduanya
mempengaruhi tekanan osmotik cairan ektrasel dan intrasel serta langsung
berhubungan dengan fungsi sel. Kation dalam cairan ekstrasel adalah natrium
5

(kation utama) dan kalium, kalsium, magnesium. Untuk menjaga netralitas


(elektronetral) didalam cairan ekstrasel terdapat anion-anion seperti klorida,
bikarbonat dan albumin. Kation utama dalam cairan intrasel adalah kalium dan
anion utama adalah fosfat.2
Tabel 2.1 Komposisi Elektrolit Tubuh
2.3 Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transport pasif dan aktif. Mekanisme transport pasif tidak
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transport aktif berhubungan dengan
pompa Na-K yang memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompartemen dapat berlangsung
secara :
a. Osmosis
Osmosis adalah difusi netto cairan yang menyeberangi membrane
permeabel selektif dari tempat yang konsentrasi airnya tinggi ke tempat yang
konsentrasi airnya lebih rendah.. Osmosis terjadi melalui membrane plasma sel
hanya apabila terdapat perbedaan konsentrasi zat terlarut yang tidak dapat
menembus membrane antara CES dan CIS. Zat terlarut yang dapat menembus
sawar yang membatasi kedua kompartemen cairan dengan cepat akan terbagi
merata, sehingga tidak menimbulkan perbedaan osmotic.Aktivitas menembusnya
sawar tersebut dipengaruhi oleh protein plasma yang tidak setara. Protein plasma
terdapat dalam plasma, karena protein-protein tersebut terlalu besar untuk dapat
menembus dinding kapiler dan masuk cairan interstitium.3,2
Natrium dan anion merupakan zat terlarut yang paling banyak terdapat
dalam CES. Sebaliknya K+ dan anion intrasel berperan dalam aktivitas osmotic.
Dalam keadaan normal, osmolaritas CES dan CIS sama, karena konsentrasi total
K+ dan zat terlarut lain yang tidak dapat menmbus membrane di dalam sel setara
dengan konsentrasi total Na+ dan zat terlarut lain yang tidak dapat menembus
membrane di dalam cairan yang berada di sekitar sel.2
Setiap keadaan yang menyebabkan penambahan atau pengurangan H2O
bebas (yaiyu penambahan atau pengurangan H2O yang tidak disertai penambhan
atau pengurangan zat terlarut setara) menyebabkan perubahan osmolaritas CES.
Jika terjadi deficit H2O bebas di CES, zat terlarut menjadi semakin pekat, dan
osmolaritas CES secara abnormal akan meningkt (menjadi hipertonik) dan bila
kelebihan H2O bebas di CES zat terlarut menjadi encer dan osmolaritasnya
6

semakin rendah (hipotonik). Jika osmolaritas CES berubah terhadap osmolaritas


CIS, terjadi osmosis dengan H2O memasuki atau meninggalkan sel bergantung
pada CES lebih encer atau lebih pekat.2
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Jadi, jika
suatu zat terlarut seperti natrium klorida ditambahkan ke cairan ekstraksel, air
dengan cepat berdifusi dari sel melalui membrane sel ke dalam cairan ekstrasel
sampai konsentrasi kedua sisi membrane sama. Sebaliknya, jika suatu zat terlarut
seperti natrium klorida dikeluarkan dari cairan ekstrasel, air akan berdifusi dari
cairan ekstrasel melalui membrane sel dan masuk dalam sel.3,4
c. Filtasi
Filtrasi adalah cairan yang melewati sebuah filter atau saringan dibawah
tekanan atau melalui sebuah material (proses pemilahan) untuk mencegah
molekul-molekul tertentu masuk. 3
d. Tranpor aktif
Elektrolit berpindah dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi dengan
bergerak melawan gradien konsentrasi dengan bantuan ATP.3
2.4 Kebutuhan Air dan Elektrolit
Bayi dan anak:
Pada bayi dan anak sesuai dengan perhitungan di bawah ini :
Tabel 2.2 Metode Holliday-Segar untuk menghitung maintenanse cairan pada
anak-anak11

Metode Holliday- Estimasi


Segar Holliday-Segar
10kg pertama 100ml/kg/hari 4ml/kg/jam
10kg kedua 50ml/kg/hari 2ml/kg/jam
Kg selanjutnya 20ml/kg/hari 1ml/kg/jam
Sebagai contoh anak berat 23 kg, kebutuhan basal;
(4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 3) = 63 ml/jam
Atau
(100 x 10) + (50 x 10) + (20 x 3) = 1560/hari

- Kebutuhan kalium 2,5 mEq/kgBB/hari


- Kebutuhan natrium 2-4 mEq/kgBB/hari
Orang dewasa:
Pada orang dewasa kebutuhannya yaitu :
7

- Kebutuhan air sebanyak 30 -40 ml/kgBB/hari atau sekitar 2100-2300


ml/hari
Tabel 2.3 Kebutuhan cairan dewasa
Normal Aktivitas berat yang
lama
Asupan
Cairan yang diminum 2100 ?
Dari metabolisme 200 200
Total asupan 2300 ?
Pengeluaran
Insensible kulit 350 350
Insensible paru 350 650
Keringat 100 5000
Tinja 100 100
Urin 1400 500
Total pengeluaran 2300 6600

- Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari


- Kebutuhan natrium 2-4 mEq/kgBB/hari
- Setiap kenaikan suhu tubuh 1C, kebutuhan cairan meningkat 12%3,4
2.5 Gangguan Keseimbangan Cairan
Hipovolemia
Ada dua tindakan yang dilakukan dalam mengatasi keadaan ini yakni
menanggulangi penyakit yang mendasari dan penggantian cairan yang hilang.
Untuk mengetahui jumlah cairan yang akan diberikan perlu diketahui prediksi
cairan yang hilang dari tubuh. Pada hipovolemia, cairan yang hilang berasal dari
ekstasel (intravascular dan interstitium) oleh karena cairan yang hilang adalah
cairan isotonic. Dalam keadaan normal, osmolaritas cairan interstitium dan
intravascular adalah sama, maka perhitungan yang hilang didasarkan pada
berkurangnya plasma (cairan intravascular). Kekurangan cairan dapat terbagi
menjadi isotonis, hipertonik, dan hipotonik.1,7
Tabel 2.4 Klasifikasi kekurangan cairan7
Isotonik Hipertonik Hipotonik
8

Berkurangnya volume Peningkatan volume Berkurangnya volume


CES CES, berkurangnya CES, peningktan volume
Osmolaritas plasma tetap
volume CIS CIS
Mekanisme kompensasi
Osmolaritas plasma Osmolaritas plasma turun
simpatik dan hormonal Mekanisme kompensasi
meningkat
Mekanisme kompensasi simpatetik dan hormonal
cairan keluar dari sel,
hormone ADH
meningkat, aktivasi pusat
haus

Penyebab : Penyebab : Penyebab:


Kekurangan cairan, Kehilangan cairan sercara Pemberian berlebihan
kehilangan cairan insensible, febris, cairan hipotonik,
isotonic, kehilangan diabetes insipidus, insufiensi ginjal, penyakit
cairan rongga ketiga diabetic ketoasidosis, kronis
hiperventilasi
Laboratorium Laboratorium Laboratorium
Darah : BUN normal/ Darah : BUN meningkat, Darah : BUN meningkat,
meningkat, kreatinin kreatinin meningkat, kreatinin meningkat,
normal/ meningkata, natrium<120 mEq/L natrium>150mEq/L
natrium normal
Urin : Berat jenis <1.010, Urin : Berat jenis >1.010,
Urin: berat jenis >1.010,
osmolaritas berkurang, osmolaritas meningkat,
osmolaritas meningkat,
produksi meningkat produksi berkurang
produksi berkurang

Jenis cairan yang digunakan tergantung dari cairan yang keluar. Bila
perdarahan sebaiknya diganti dengan darah juga. Bila persediaan darah tidak ada,
dapat diberikan cairan koloid atau cairan kristaloid seperti Nacl isotonis atau
ringer laktat. Cairan koloid tetap bertahan dalam intravascular, sedangkan cairan
kristaloid akan masuk sebanyak dua pertiganya ke cairan interstitium. Bila cairan
keluar dari saluran intestinal (diare atau muntah) jenis cairan yang dapat diberikan
adalah Nacl isotonis atau ringer laktat. Pada diare dianjurkan pemberian ringer
laktat oleh karena potensi asidosis metabolic pada diare berat.1
9

Keadaan hipovolemi dapat dijumpai pada kasus dehidrasi dan syok


hipovolemik salah satunya perdarahan.
a. Dehidrasi
Dehidrasi adalah keadaan tubuh kekurangan cairan. Dehidrasi dapat
disebabkan karena kehilangan cairan akibat faktor patologis,seperti diare dan
perdarahan. Dehidrasi juga dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan cairan
tubuh, seperti demam, suhu lingkungan yang tinggi, dan aktivitas ekstrim.6
Dehidrasi dapat dikategorikan menjadi beberapa tipe berdasarkan jumlah
kehilangan cairan dan elektrolit. Berikut ini adalah tipe dehidrasi :
Dehidrasi isotonic
Didefi nisikan sebagai suatu keadaan jumlah kehilangan air sebanding dengan
jumlah kehilangan elektrolit natrium (Na+). Kadar Na+ pada kondisi dehidrasi
isotonik berkisar antara 135-145 mmol/L dengan osmolalitas serum berkisar
antara 275-295 mOsm/L.Terapi umumnya dengan cairan kristaloid yang bersifat
isotonik, seperti:
NaCl 0,9% atau Dextrose 5% dalam NaCl 0,225% (untuk pediatrik)
RL (Ringers Lactate) atau NaCl 0,9% (untuk dewasa)6
Dehidrasi hipertonik
Didefinisikan sebagai suatu keadaan kehilangan air lebih besar dibandingkan
kehilangan elektrolit Na+. Kadar Na+ pada kondisi dehidrasi hipertonik >145
mmol/L dengan osmolalitas serum >295 mOsm/L. Terapi yang dapat diberikan
untuk mengatasi dehidrasi hipertonik ini adalah:
Dextrose 5% dalam NaCl 0,45% atau Dextrose 5% dalam kekuatan RL (untuk
pediatrik)
Fase I: 20 mL/kgBB RL atau NaCl 0,9%;
Fase II: Dextrose 5% dalam NaCl 0,45% diberikan 48 jam agar tidak terjadi
edema otak dan kematian (untuk dewasa).
Kelebihan Na+: (X-140) x BB x 0,6 (mg); defisit cairan: {(X-140) x BB x
0,6}: 140 (L); kecepatan koreksi maksimal 2 mEq/L/jam.6
Dehidrasi hipotonik
Didefi nisikan sebagai suatu keadaan kehilangan air lebih kecil dibandingkan
kehilangan elektrolit Na+. Kadar Na+ pada kondisi dehidrasi hipotonik
<135mmol/L dengan osmolaritas serum <275mOsm/L. Terapi yang dapat
diberikan untuk mengatasi dehidrasi hipotonik adalah :
Nacl 0.9% disertai dextrose dalam Nacl 0.225% untuk seluruh pemenuhan
kekurangan cairan (untuk pediatric)
Fase I :20ml/kgBB RL atau Nacl 0.9%
Fase II : koreksi deficit natrium (untuk dewasa).
10

Berdasarkan Pierce, kriteria dehidrasi dapat dilihat pada tabel dibawah.6


Tabel 2.5 Dehidrasi Berdasarkan Kriteria Pierce

Sebagai contoh misalnya laki-laki dengan berat bada 50 kg dengan dehidrasi


berat (10%) dengan syok, maka :
Total defisit 5000 cc + maintenance 2000 cc
Untuk mengatasi syok dengan cepat :
Bolus 20 cc/kg = 1000 cc dalam 30-60
Bila syok belum hilang ulangi bolus 1000 cc lagi
Sisanya 50 % diberikan dalam 8 jam
1500 cc dalam 8 jam
800 cc maintenance dalam 8 jam
50 % diberikan dalam 16 jam
1500 cc dalam 16 jam
1200 cc maintenance dalam 16 jam
b. Syok hipovolemik
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi
kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Syok terjadi akibat penurunan perfusi jaringan
vital atau menurunnya volume darah secara bermakna. Syok juga dapat terjadi
akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB (berat badan) atau
kehilangan darah 20% EBV (estimated blood volume).Akibatnya terjadi
gangguan fungsi sel atau jaringan atau organ berupa gangguan berkemih,
kesadaran, pernapasan, sistem pencernaan, serta sistem sirkulasi itu sendiri.
Sebagai respon, terhadap menurunnya oksigen metabolisme energy sel akan
11

berubah menjadi metabolisme anaerobic yang dapat ditoleransi sementara waktu,


dan jika berlanjut dapat menyebabkan kerusakan organ dan berakhir kematian.6,7
Tatalaksana syok dimulai pemulihan perfusi jaringan dan oksigenasi sel.
Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis juga harus
ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Kebutuhan oksigen
jaringan harus segera dipenuhi dengan mengoptimalkan penyediaan oksigen
dalam darah (oxygen delivery, DO2). Volume cairan intravascular juga harus
dicukupi agar volume beban hulu maksimal. Selain itu, harus dipertimbangkan zat
inotropik berupa dopamine 5-30g/kgBB untuk meransang miokard dan
vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer, kecuali jika ada syok
kardiogenik dengan pemberian cairan yang cukup berupa cairan RL atau NaCl
0,9%, serta dilakukan tes beban jantung atau t readmill test adalah uji latih jantung
beban dengan cara memberikan stress fisiologi yang dapat menyebabkan
abnormalitas kardiovaskuler yang tidak ditemukan pada saat istirahat .7

Untuk menghitung DO2, digunakan rumus Nunn Freeman, yaitu :


Penyediaan oksigen dalam darah (DO2) = Curah jantung x kandungan oksigen
dalam darah

Curah jantung dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup.
Sedangkan kandungan oksigen dalam darah dihitung dengan rumus :
(1.34x Hbx SaO2) + (0.003 x PaO2)
SaO2 dan PaO2 dioptimalkan melalui pemberian terapi oksigen dan atau bantuan
nafas.
Agar perfusi dapat memenuhi kebutuhan metabolit dan oksigen jaringan,
tekana darah harus sekurang-kurangnya 70-80mmHg yang dicapai dengan prinsip
ABC. Airway jalan nafas harus bebas, bila perlu menggunakan intubasi.
Breathing harus terjamin, bila perlu menggunakan ventilasi buatan dan
pemberian oksigen 100%. Pad apasien syok dengan menggunakan ventilasi
mekanis, kebutuhan oksigen dapat dipenuhi sebesar 20-25%. Circulation dapat
dipenuhi dengan pemberian cairan intravena dan mempertahankan fungsi
jantung.7
Diagnosis ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang seperti ekokardiografi, EKG. Pemantauan dilakukan terus-menerus
terhadap suhu badan, denyut nadi, tekanan darah, pernapasan, dan kesadaran.
Pemantuan tekanan vena sentral diperlukan sebagai pegangan untuk mengatur
12

pemberian cairan parenteral dan pengawasan jantung. Pemasangan kateter di buli


untuk mengukur dieresis steiap jam. Pemeriksaan laboratorium untuk mengehaui
kadar Hb, hematrokrit, ureum, elektroli, keseimbangan asam basa, kadar gas
darah.7
Syok Hipovolemik (volume intravaskuler berkurang)
Terjadi karena volume intravaskuler berkurang akibat perdarahan,serta non
hemoragik seperti kehilangan cairan akibat diare, luka bakar, muntah, dan third
space loss, sehingga menyebabkan pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tidak
adekuat. Menurut derajat volume sirkulasi, yang hilang, syok hipovolemik dibagi
menjadi empat kelas :

Tabel 2.6 Pengelompokkan syok hipovolemik


Parameter Kelas
I II III IV
Vol darah hilang <750 750-1500 1500-2000 2000
(ml)
Vol darah hilang <15% 15-30% 30-40% 40%
(%)
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
(kali/menit)
Tekanan Darah Normal Turun Turun Turun
Napas(x/menit) 14-20 20-30 30-40 >35
Produksi urin >30 20-30 5-15 Sangat
(ml/jam) kurang
Kesadaran Normal Gelisah bingung Tidak sadar

Atau berdasarkan Stene-Gieseck (1991) mengklasifikasikan trauma status


perdarahan seperti berikut
Tabel 2.7 Klasifikasi perdarahan
13

Pada pasien perdarahan, infus cepat untuk mengembalikan IVF. Setelah IVF
stabil, diteruskan untuk mengembalikan ISF
Volume yang diperlukan jadi 2-4x IVF
EBV laki laki : 70 cc/kg
EBV wanita : 65 cc/kg
Pada derajat I, perfusi jaringan masih tidak terganggu dan produksi ATP
masih mencukupi kebutuhan sehingga kehidupan sel atau jaringan tidak
terganggu. Derajat II, sudah terjadi gangguan perfusi sehingga untuk
mempertahankan sel atau jaringan diperlukan penarikan aliran kapiler dari
jaringan yang kurang vital ke jaringan vital untuk memenuhi ATP. Derajat III dan
IV, mulai terjadi gangguan kehidupan sel akibat produksi ATP yang lebih kecil
dari kebutuham.6,7
Penanganan syok hipovolemik adalah sebagai berikut:
Kebanyakan problem asam basa pada syok hipovolmik membaik dengan
spontan bila dilakuakn penggantian cairan dan perbaikan ventilasi. Asidosis
metabolic berat yang berat merupakan tanda prognostic yang jelek dan indikasi
pemberian bikarbonat. Tanda asidosis metabolic berupa pH <7.35 dan HCO 3- <
21mmol/L. Asidosis metabolic dapat terjadi dengan atau tanpa anion gap
(AG=Na+-(Cl+HCO3-), AG normal 114.Pemberian natrium bikarbonat 8,4% bila
pH<7.20 ATAU be >10 dan koreksinya tidak perlu dilakukan secara drastic cukup
pH beranjak aman yaitu 7.25.7
Selain itu, gangguan elektrolit dikoreksi bersamaan dengan pemberian cairan
dengan :
- Tentukan defisit cairan
14

-. Atasi syok: cairan kristaloid 20 mL/kgBB dalam - 1 jam, dapat diulang


- Sisa defi sit: 50% dalam 8 jam pertama, 50% dalam 16 jam berikutnya
-. Cairan RL atau NaCl 0,9%
- Kondisi hipovolemia telah teratasi/ hidrasi, apabila produksi urin: 0,5 1
mL/ kgBB/jam6
Gambar 2.2 Managemen Perdarahan

NB : Posisi shock adalah posisi trendelenburg pasien berbaring di tempat tidur


dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan
untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
Hipervolemia
Hipervolemia (volume overload) adalah kelebihan cairan terjadi di CES baik
di intravascular maupun di interstisial Keadaan ini disebabkan oleh pemberian
berlebih cairan isotonic. Sebagai kompensasi akan terjadi peningkatan produksi
urin bila fungsi ginjal masih baik.7
Kelebihan cairan hipotonik disebut juga keracunan air. Penurunan osmolaritas
plasma menyebabkan masuknya cairan dari ekstrasel ke dalam sel. Keadaan ini
dapat terjadi antara laian pada SIADH +, payah jantung kongestif, sindroma TUR
(trans uretral resection), prostatektomi.7
Kelebihan cairan hipertonik disebabkan oleh pemberian berlebih cairan
hipertonik misalnya Nacl 3% atau larutan natrium bikarbonat 8.4% yang
mengakibatkan pergeseran cairan ke interstitial ke intravascular. Pemberian 100
mL natrium bikarbonat intravena akan menyebabkan pergeserran cairan dari
interstitial ke intravascular sebanyak 900mL, karena air akan menuju tempat yang
konsentrasi natriumnya lebih tinggi. Jadi penderita payah jantung bisa saja
meninggal karena dekompensasi jantung semakin berat.7
Berikut adalah contoh pada kondisi kelebihan cairan :
a. CKD : keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
irreversible pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal
15

yang tetap berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien membutuhkan pembatasan cairan dan elektrolit.
Pembatasan asupan air pada penyakit gagal ginjal kronik sangat perlu
dilakukan. Bertujuan untuk mencegah edema dan komplikasi kardiovaskualr. Air
yang masuk ke dalam tubuh seimbang dengan air yang keluar baik melalui urin
maupun insensible water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui
insensible water loss sekitar 500-800 ml/hari, maka air yang masuk dianjurkan
500-800 ml ditambah jumlah urin.1
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia
jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung
kalium seperti buah dan sayur harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3.5-
5.5mEq/lt. pembatasan natrium dimaksdukan untuk mengendalikan hipertensi dan
edema. Jumlah garam yang diberikan disesuaikan dengan tingginya tekanan
darah dan derajat edema yang terjadi. Selain itu juga perlu pembatasan asupan
fosfat untuk mengatasi hiperfosfatemia. Pemberian diet rendah fosfat sejalan
dengan diet pada pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu tinggi kalori,
rendah protein dan rendah garam karena fosfat banyak ditemukan dalam daging,
produk hewan seperti telur dan susu. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari.
Pembatasan asupan fosfat yang terlalu ketat tidak dianjurkan, untuk menghindari
terjadinya malnutrisi.1
b. HF
Salah satu penyebab edema paling seing sering adalah gagal jantung, dimana
jantung gagal memompa darah secara normal dari vena ke dalam arteri hal ini
menyebabkan peningkatn tekanan vena dan tekanan kapiler yang menyebabkan
peningkatan filtrasi kapiler. Selain itu, tekaann arteri cenderung turun
menyebabkan penuruanan ekskresi garam adan air yang meningkatkan volume
darah dan lebih lanjut meningkatkan tekanan hidrostastis kapiler sehingga edema
makin bertambah. Penurunan aliran darah ke ginjal juga merangsang sekresi
rennin menyebabkan peningkatan pembentukan angiotensin II dan peningkatan
sekresi aldosteron yang menambah beratnya retensi garam dan air oleh ginjal.4
Penatalaksanaan diberikan diuretic oral maupun parenteral yang merupakan
ujung tombak pengobatan gagal jantung sammpai edema atau ascites hilang, ACE
inhibitor ata ARB setelah euvolemik sampai dosisi maksimal, digitalis bila ada
16

aritmia supraventikuler atau ketiga obat diatas belum menunjukan hasil yang
memuaskan. Selain hal tersebut juga diperlukan, restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari
dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai
hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan
sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb,
tingkatan bukti C) serta diet dengan tujuan mengurangi beban kerja jantung ,
menormalkan berat badan, memenuhi kebutuhan gizi pasien ,
mencegah/mengurangi cairan tubuh , mengurangi risiko penyumbatan pembuluh
darah.1;8,9
Syarat diet :
energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan (bb) normal
protein 0,8g/kg bb ideal/hari \
lemak 2530% dari kebutuhan energi, 7% lemak jenuh dan 1015% lemak
tidak jenuh
kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia vitamin dan
mineral cukup. hindari penggunaan suplemen kalium, kalsium, dan magensium
jika tidak dibutuhkan.
garam rendah, 3 5 g/hr, jika disertai hipertensi atau edema makanan mudah
cerna dan tidak menimbulkan gas
serat cukup untuk menghindari konstipasi9
c. Hipoalbumin
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/di bawah nilai normal
(serum < 3,5 g/dl), sedangkan kadar normal albumin berkisar sebesar 3,4- 5,5
g/dL. Waktu paruh albumin dalam plasma berkisar antara 8-20 hari sehingga
diperlukan waktu setidaknya 7-10 hari untuk mencapai kadar albumin plasma
normal kembali. Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang
tidak memadai dari protein sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein
lain oleh hati. Di rumah sakit pada umumnya, kadar albumin pasien dapat
ditingkatkan dengan pemberian cairan albumin secara intra vena dan pemberian
asupan makanan tinggi protein. Pemberian albumin secara intra vena jarang
dilakukan karena harganya mahal sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat
menengah ke bawah dan biasanya diberikan pada saat kadar albumin kurang dari
2,0 g/dl. Pada pasien dengan BPJS mendapatkan 1 kantong albumin, tetapi
biasanya pasien hipoalbuminemia membutuhkan lebih dari 1 kantong untuk
meningkatkan kadar albumin mendekati normal.
17

Kasus kekurangan protein banyak terjadi pada penduduk negaranegara miskin


yang menerima asupan kalori yang cukup dari makanan seperti ubi, tetapi sedikit
atau tanpa protein. Kekurangan protein dapat menyebabkan terjadinya
kwashiorkhor, bila kadar albumin turun dibawah 3,0 g/dL, edema dan asites
menjadi tanda dan prognosis. Konsentrasi albumin kurang dari 1,6 g/dL
merupakan prediktor paling akurat risiko kematian, dibandingkan dengan berat
badan, tebal kulit trisep, lingkar lengan atas, dan edema. Asupan nol kalori dalam
jangka lama menekan kadar insulin sehingga terjadi glukoneogenesis yang
menyebabkan pemecahan protein untuk energi. Protein yang pertama dibongkar
dari hepar, kemudian dari otot. Pada salah satu penelitian menunjukkan bahwa
bahwa putih telur meningkatkan kadar albumin. Secara biokimia kenaikan
albumin 0,52 mg/dl dengan mengkonsumsi ekstra jus putih telur 3x sehari dalam
waktu satu minggu sangat berarti.
Makanan dengan tinggi protein pada pasien dengan hipoalbuminemia adalah
meningkatkan dan mempertahankan kadar albumin serta meminimalkan
kemungkinan penurunan kadar albumin untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
Kebutuhan protein dalam sehari adalah 0,8 gram/Kg berat badan per hari untuk
orang dewasa sehat, dan perlu ditingkatkan hingga 2 gr/Kg berat badan pada
penderita dengan hipoalbuminemia, agar kebutuhan gizi pasien hipoalbuminemia
tercukupi.

Sedangkan pada kasus CKD, pembatasan protein dijelaskan seperti tabel


dibawah ini :
Tabel 2.8 Pembatasan Asupan Protein1

LFG/ menit Asupan protein g/kg/hari

>60 Tidak dianjurkan

25-60 0,6-0,8/kg/hari, termasuk 0.35r/kg/hari protein


nilai biologi tinggi

5-25 0,6-0,8/kg/hari, termasuk 0.35r/kg/hari protein


nilai biologi tinggi atau hambatan 0.3 g asam
amino esensial atau asam keton
18

<60 0.8kg/hr (+1 gr protein/ g proteinuria atau 0.3


g/kg tambahan asam amino esensial atau asam
keton)

2.6 Syok
Selain syok hipovolemik, berikut akan dibahas syok lain yang juga
membutuhkan terapi cairan.6
1. Kardiogenik (pompa jantung terganggu)
Terjadi apabila terdapat gangguan kontraktilitas miokardium, sehingga jantung
gagal berfungsi sebagai pompa untuk mempertahankan curah jantung yang
adekuat. Disfungsi ini dapat terjadi pada saat sistolik atau diastolik atau dapat
terjadi akibat obstruksi pada sirkulasi jantung. Terapi syok kardiogenik bertujuan
untuk mem perbaiki fungsi miokardium dan sirkulasi. Beberapa perubahan
hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok kardiogenik adalah CO, BP,
SVR, dan CVP. Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi syok
kardiogenik adalah sebagai berikut:
- Infus cairan maintenance untuk memperbaiki sirkulasi
- Inotropik
- Apabila CO, BP, SVR, berikan dobutamine 5 g/kg/min
- Pada keadaan tekanan darah sangat rendah harus diberi obat yang berefek
inotropik dan vasopressor, seperti norepinephrine6
2. Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung)
Terjadi apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju jantung (venous
return) akibat tension pneumothorax dan cardiac tamponade. Beberapa perubahan
hemodinamik yang terjadi pada syok obstruktif adalah CO, BP, dan SVR.
Penanganan syok obstruktif bertujuan untuk menghilangkan sumbatan; dapat
dilakukan sebagai berikut:
- Pemberian cairan kristaloid isotonik untuk mempertahankan volume
intravaskuler
- Pembedahan untuk mengatasi hambatan/obstruksi sirkulasi
3. Distributif (vasomotor terganggu)
Apabila terdapat gangguan vasomotor akibat maldistribusi aliran darah karena
vasodilatasi perifer, sehingga volume darah yang bersirkulasi tidak adekuat
menunjang perfusi jaringan. Vasodilatasi perifer dapat menyebabkan hipovolemia.
Beberapa syok yang termasuk dalam golongan syok distributif ini antara lain:
a. Syok Anafilaktik
19

Syok yang disebabkan reaksi antigen-antibodi (antigen IgE). Antigen


menyebabkan pelepasan mediator kimiawi endogen, seperti histamin, serotonin,
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas endotelial vaskuler disertai
bronkospasme. Gejala klinis dapat berupa pruritus, urtikaria, angioedema,
palpitasi, dyspnea, dan syok.
Terapi syok anafilaktik:
-Baringkan pasien dengan posisi syok (kaki lebih tinggi)
- Adrenaline: Dewasa 0,3-0,5 mg SC (subcutaneous); anak 0,01 mg/kgBB SC
(larutan 1:1000)
-Fungsi adrenaline: meningkatkan kontraktilitas miokard, vasokonstriksi
vaskuler, meningkatkan tekanan darah dan bronkodilatasi
-Pasang infus RL
-Kortikosteroid: dexamethasone 0,2 mg/ kgBB IV (intravena)
- Bila terjadi bronkospasme dapat diberi aminophyline 5-6 mg/kgBB IV bolus
secara perlahan, dilanjutkan dengan infus 0,4-0,9 mg/kgBB/menit
b. Syok sepsis
Syok septik adalah sepsis yang disertai hipotensi (tekanan sistolik <90mmHg) dan
atnda-tanda hipoperfusi meskipun telah dilakukan resusitasi cairan secara adekuat.
Penanganan :
- Pemberian antibiotic spectrum luas
- Perbaiki dan mempertahankan hemodinamik dengan terapi berikut:
Terapi cairan: Meskipun syok septik tergolong dalam syok hiperdinamik
(terjadi hipovolemi relatif akibat vasodilatasi dan hipovolemi absolut akibat
kebocoran kapiler), cairan yang direkomendasikan tetap cairan kristaloid ,
Vasopressor: Norepinephrine, Inotropik: Dobutamine ,Oksigen.
2.7 Terapi Cairan
Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ;
Resusitasi cairan
Resusitasi cairan dengan koloid dan larutan kristaloid adalah intervensi
yang dilakukan dimana-mana pada keadaan akut. Pemilihan dan penggunaan
cairan resusitasi pada dasarnya berdasarkan prinsip fisiologi, tetapi praktek klinik
kebanyakan menetapkan berdasarkan preferensi klinisian yang ditandai dengan
variasi regional. Tidak ada cairan resusitasi yang ideal. Hal ini menjadi bukti yang
timbul berdasarkan jenis dan dosis cairan resusitasi, mungkin mempengaruhi hasil
yang berpusat pada pasien. Terdiri dari cairan kristaloid dan koloid12
Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi yang
diperlukan oleh tubuh. Hal ini digambarkan dalam diagram berikut :
Gambar 2.3 Terapi Cairan
20

Prinsip pemilihan cairan dimaksudkan untuk :


- Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine, IWL,
dan feses
- Membuat hemodinamik tetap dalam keadaan stabil
- Untuk mengembalikan perfusi jaringan dan pengiriman oksigen ke sel,
sehingga dengan demikian akan mengurangi iskemik jaringan dan
kemungkinan kegagalan organ
- Pada penggantian cairan 3 prinsip yang harus dipenuhi adalah memnuhi
kebutuhan normal per hari, koreksi kekurangan atau kehilangan cairan,
dan koreksi kekurangan elektrolit seperti yang sudah dijelaskan diatas.
Anak-anak 10 kg pertama kebutuhan sebanyak 100ml/kg/harim 10 kg
kedua sebanyak 50 ml/kg/hari, sedangkan kg selanjutnya 20ml/kg/hari.
Dewasa Kebutuhan air sebanyak 30 -50 ml/kgBB/hari atau sekitar 2100-
2300 ml/hari.4,11
2.8 Cairan Intravena
Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Cairan kristaloid
bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama
efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30
menit. Contoh Ringer Laktat, NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.
Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila
diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat
21

peningkatan klorida. Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan
koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang
interstitiel.3
Hipertonik :Menarik cairan ke dalam intravascular dari sel dan
interstisial. Osmolaritas lebih tinggi dari osmolaritas serum
Hipotonik : menggeser cairan keluar dari intravaskular ,
menghidrasi sel dan interstisial. Osmolaritas lebih rendah dari
osmolaritas serum
Isotonik : larutan isotonik tetap berada di ruang intravaskular, itu
memperluas kompartemen intravaskular. Osmolaritas sama dengan
osmolaritas serum3

Tabel 2.9 Macam-macam Cairan Kristaloid

Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Koloid tidak bisa melewati dinding kapiler dan masuk
22

dalam sel, mempunyai sifat menarik air dari sel ke pembuluh darah, serta gerakan
berkepanjangan dapat menyebabkan sel kehilangan banyak air dan menjadi
dehidrasi.3
Tabel 2.10 Macam-macam Koloid

Tabel 2.11 Perbedaan Kristloid dan koloid

2.9 Komplikasi

KRISTALOID KOLOID

Tabel 2.11

Perbedaan Kristalod

dan Koloid
IV PERSISTANCE Poor good
HD Transient prolongd

STABILISATION
REQUIRED Large moderat

VOLUNE
RISK OF OEDEMA Obvious insignificant
Enhance of cap Poor good

perfusion
Risk of Nil low to moderat

anaphylaxis
Plasma osmotic Reduce maintained

pressure
Chipper Expensif

Cost
23

- Komplikasi lokal berupa: ekstravasasi, phlebitis/ trombophlebitis,


hematoma, infeksi
- Kelebihan cairan : Acute Pulmonary Oedema (APO)
- Ketidakseimbangan elektrolit : Cardiac aritmia
- Reaksi transfuse : anafilatik
- Emboli udara3
Sikap terhadap excess
Tubuh masih aman sampai 20 cc/kg/jam. Jika > 40cc/kg/24 jam akan
mulai ada edema interstitial lasix 1-2 mg/kg iv
Sikap terhadap deficit
Tubuh masih aman sampai 20 cc/kg/jam, tanda bahaya : oliguria eluaran
urin kurang dari 1 mL/kg/jam pada bayi, kurang dari 0,5 mL/kg/jam pada
anak, dan kurang dari 400 mL/hari pada dewasa
2.10 Terapi Cairan High Alert
KCL 7.46%
a. Cara Kerja obat: elektrolit dalam tubuh yang membawa muatan positif (kation)
dan muatan negative (anion). Fungsi dari kation adalah menstramisi impuls saraf
ke otot polos dan otot rangka. Kation dari elektrolit paling banyak dalam sel
(kalium, magnesium, dan sebagian kalsium), dan CES yang terdapat dalam darah,
saluran gastrointestinal.
b. Indikasi :
Mengkoreksi hipokalemia.
c. Dosis
Larutan injeksi harus diencerkan lebih dahulu sampai kira-kira 0.3% dan
diberikan parenteral menurut kebutuhan.Dosis lazim parenteral adalah
sejumlah ekivalen dengan 1 sampai 3 g potassium chloride.
d. Peringatan Dan Perhatian
1) Larutan injesi 7.46% KCL ini tidak boleh digunakan tanpa
pengenceran terlebih dahulu.
2) Penyuntikan harus diberikan secara berhati-hati, oleh karena takaran
ideal perhari tidak diketahui secar pasti.
3) Dosis berlebihan dapat menyebabkan intoksiksi potassium.
4) Kadar potassium plasma yang tinggi dapat mengakibatkan kematian
oleh karena depresi jantung aritmia atau payah jantung.
24

5) Larutan injeksi ini jangan digunakan bila: tidak jernih, wadah adan
tutup rusak.
e. Kontra indikasi
1) Kerusakan ginjal dan oliguira, anuria atau azotemia.
2) Untreated Addisonn disease.
3) Dehidrasi akut.
4) Heat cramps.
5) Hipercalemia.
6) Adynamia episodica hereditaria.13
Nacl 3% Infus
NaCl 3 % (nama lain : Natrium Kloridaatau Sodium Klorida 3 %) Infus 500 ml
yaitu:
1) Cairan yang steril dan bebasmikroba/zat-zat asing (nonpyrogenic).
2) Dalam 500 ml mengandung NaCl30g/L dengan komposisi:
Natrium : 513 mEq/L
Klorida : 513 mEq/L
Osmolaritas : 1027 mOsmol/L, pH 5 (4,5-7)
a. Cara Kerja: meningkatkan kadarnatrium dalam darah.
b. Manfaat
1) Sebagai salah satu terapicairan elektrolit yangberguna untuk
mengaturkeseimbangan elektrolitdalam tubuh.
2) Khususnya untuk terapicairan pasien yangmengalami
Hiponatremia.Hiponatremia yaitukekurangan kadarNatrium dalam
darah(Kadar Natrium<120mmol/L)
c. Penggunaan
Melalui pembuluh darah vena.
d. Dosis
Dosis 30 100 ml per jam selama12 24 jam (tergantung
kebutuhanpasien).
e. Efek samping : Demam, infeksi, tekanan darah menjadirendah (Hipotensi) ,
kelebihan Natrium (Hipernatremia) , kelebihan Klorida (Hiperkloremia),
25

kelebihan Osmolaritas Hiperosmolaritas). Biasanya efek samping di atas terjadi


dengan gejala : Pusing , lemas, letih.
f. Interaksi dengan obat lainnya
1) Obat-obat Kortikosteroid(Dexamethason,MethylPrednisolon,
Prednison, Prednisolon).
2) Vitamin B Kompleks.13
NaCl 3% Injeksi Hipertonik
a. Macam-macam nacl injeksi hipertonik
1) Injeksi Nacl 3% : Konsentrasi elektrolit =513 mEq/L., osmolaritas
larutan = 1030 mOsmol/L, konsentrasi elektrolit, natrium 513 =Klorida
513.
2) Injeksi Nacl 5% : Konsentrasi elektrolit = 83,3 mEq/L, osmolaritas
larutan = 1170 mOsmol/L, konsentrasi elektrolit, natrium 856 Klorida
856
Sediaan untuk injeksi diharuskan steril, bebas pirogen, dan tidak
mengandung bahan yang bersifat bakteriostatik dan antimikroba.
b. Indikasi pemakaian
1) Hyponatremia (pasien kekurangan natrium)
2) Terapi resusitasi (terapi penggantian cairan yang hilang dalam kondisi
emergency)
3) Brain injury (pasien yang mengalami kerusakan otak)
4) Hypochloremia (Pasien kekurangan klorida)
c. Kontra indikasi :
1) Pasien gagal ginjal.
2) Pasien jantung.
3) Pasien dehidrasi.
4) Pasien yang mengalami pembengkakan.
d. Cara pemberian: Injeksi intravena
e. Dosis pemberian
1). Dihitung berdasarkan usia, berat badan, kondisi klinis dan data
laboratorium pasien
26

2). Pemberian nacl injeksi hipertonik tidak boleh melebihi 100ml/jam


atau 400ml/24jam dari larutan yang sudah di encerkan.
f. Efek samping pemberian
1). Demam.
2). Infeksi ditempat penyuntikan.
3). Terjadi pendarahan ditempat penyuntikan.
4). Timbul bengkak akibat kelebihan cairan.
5). Terasa nyeri, bengkak dan kemerahan ditempat suntikan.
g. Pengatasan efek samping
1). Atur tetesan infuse,jangan terlalu cepat.
2). Pilihlah pembuluh darah vena yang besar sebagai tempat penyuntikan.
3). Pilih jarum yang kecil.
4). Kompres tempat penyuntikan dengan air dingin (bila perlu)
h. Interaksi obat
Hati-Hati penggunaan bersama obat kortikosteroid seperti dexamethasone,
methylprednisolon.
i. Penyimpanan
Simpan ditempat yang sejuk dan kering terhindar dari sinar matahari
langsung.13
MgSO4
a.Indikasi : monitoring efek preeclampsia, severe eklampsia, mengontrol tekanan
darah tinggi, sebagai agen profilaksis mencegah kejang/ seizure .
b.Dosis :- Loading dose : 4 g MgSO4 40% dalam 100 cc NaCL : habis dalam
30 menit (73 tts / menit).
- Maintenance dose : 6 gr MgSO4 40% dalam 500 cc Ringer Laktat
selama 6 jam : (28 tts/menit)
-Awasi : volume urine, frekuensi nafas, dan reflex patella setiap jam
-Pastikan tidak ada tanda-tanda intoksikasi magnesium pada setiap
pemberian MgSO4 ulangan
- Bila ada kejang ulangan : berikan 2g MgSO4 40%, IV.14
2.11 Gangguan Keseimbangan Elektrolit
27

Elektrolit adalah mineral dalam cairan tubuh yang membawa muatan listrik.
Elektrolit mempengaruhi jumlah air, keasaman darah (pH), fungsi otot, dan proses
penting lainnya dalam tubuh.
Hiponatremia (Na+<135 mEq/L)
Walaupun hiponatremia dapat terjadi pada keadaan normovolemia,
hipovolemia, atau hipervolemia pada umumnya pengertian hiponatremia selalu
dikaitkan dengan kondisi hipervolemia yaitu kelebihan air atau hiponatremia
delusional. Untuk dapat mebedakan hiponatremia harus diketahuri riwayat
penuakit. Tanda dan gejala hiponatremia bergantung pada kecepatan penurunan
dan seberapa rendahnya konsentrasi Na+. Bila kadar Na+ 120-125mEq/L akan
timbul keluhan pusing, mual, muntah, atau bingung, sedangkan bila kadarnya
<115 mEq/L akan terjadi koma, kejang, bahkan kerusakan neurologis.
Terapi hiponatremia bergantung pada volume CES. Bila terdapat deficit
volume CES tearpinya adalah resusiatsi cairan, koreksi gangguan elektrolit yang
lain, atau pemberian NaCl hipertonik (Nacl 3%). Hiponatremia akibat kelebihan
volume CES diatasi dengan penyakit yang mendasari, memberikan diuretic serta
retriksi air. Koreksi hiponatremia yang terlalu cepat dapat emngakibatkan
kerusakan permanen saraf bahkan kematian karena central pontine myelinolysis.
Koreksi hiponatremia harus dilakukan secara bertahap dan perlahan sehingga
kenaikan kadar natrium plasma tidak melebihi 5-7mEq/hari.7

Misalnya kadar Na+ 120 mEq/l pada seorang yang beratnya 60kg
Target Na+ = 130 mEq/l
Defisit Na+ = 0,6 x BB x (130-120) = 360 mEq
NaCl 3% 500cc mengancung 250 mEq Natrium
Koreksi hiponatremi menggunakan NaCl 3% = 360/250 x 500cc = 720cc

Hipernatremia(Na+>135 mEq/L)
Hipernatremia biasanya disebabkan oleh kehilangan air, kekurangan air, atau
pemberian berlebihan natrium. Hipernatremia selalu disertai hipertonisitas yang
membuat sel kehilangan cairan (dehidrasi sel). Bila terjadi pada sel otak, akan
timbul gejala/keluhan seperti letargi, iritabel, kejang, dan koma. Hipernatremia
berat meningkatkan angka kematian >50%. Untuk menegakkan diagnosis
28

hipernatremia harus selalu diperiksa kadar natrium urin dan osmolaritas urin.
Terapi hipernatremia meliputi pemberian air/larutan D5%, diuretik, dan
desmopresin asetat (DDAVP). Koreksi hipernatremia tidak boleh terlalu cepat,
biasanya dalam dua hari.7

(0,6 x BB) (Na+ normal/Na+ pasien x 0,6 x BB)

Misal pada pasien dengan BB 60 kg dan kadar Na+ 160 mEq/l


(0,6 x 60) (140/160 x 0,6 x 60)
Hipokalemia
36 31,5 = 4,5 liter
Penyebab hipokalemia antara lain adalah asupan yang kurang, kehilangan K
melalui ginjal atau non-ginjal, dan translokasi (redistribusi) cairan ke intrasel.
Kehilangan melalui ginjal terjadi karena penggunaan loop diuretics (furosemid)
dan penyakit tubulus ginjal. Kehilangan non-ginjal disebabkan oleh muntah, diare,
atau penggunaan tube nasogastrik disertai drainase nasogastrik. Redistribusi
cairan ke intrasel terjadi pada kondisi alkalosis, akibat pemberian insulin dan pada
hiperaldosteronisme. Gejala klinis yang ringan antara lain haus, poliuria, otot
kaku, dan rasa lemah. Hipokalemia berat menyebabkan kelumpuhan otot hingga
gagal napas. Pemeriksaan ekg menunjukkan gelombang T mendatar, depresi
segmen ST, gambaran PVC dan takikardia. Hipokalemia berat menyebabkan
gangguan konduksi jantung dan akhirnya henti jantung. Tahap pertama
penanganan hipokalemia adalah menghentikan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung dan mengatasi penyebab redistribusi cairan ke intrasel. Pemberian
diuretik kuat dihentikan atau diganti dengan diuretik hemat kalium. Untuh terapi
muntah dapat diberikan H2 reseptor bloker. Tahap berikutnya adalah pemberian
suplemen kalium peroral atau parenteral. Kalium IV dapat menimbulkan iritasi
pembuluh darah sehingga sering menyebabkan flebitis. Pemberian kalium per oral
lebih dianjurkan jika dapat ditoleransi. Kalium tidak boleh diberikan secara cepat,
karena akan menyebabkan aritmia yang fatal. Kalium IV umumnya dianjurkan
diberikan dalam konsentrasi 40 mEq/l (dilarutkan dalam cairan garam fisiologis)
dengan kecepatan 10-20 mEq/jam atau maksimal 100 mEq/hari disertai
pemantauan kadar serum kalium secara berakala. Kecepatan pemberian diatas 20
mEq/jam hanya dilakukan pada hipokalemia berat dan hanya diberikan selama
beberapa jam pertama disertai pemantauan ekg. 7
29

Hiperkalemia (Kadar K+ > 5 mEq/l)

Hiperkalemia disebabkan oleh asupan berlebihan, ekskresi terhambat, atau


keluarnya kalium intrasel. Hiperkalemia sering terjadi pada pemberian parenteral
berlebihan, tranfusi masif, gagal ginjal, kerusakan jaringan yang luas, asidosis
respiratorik atau metabolik, serta pada penggunaan suksinilkolin (menaikkan
kalium 0,5-1,0 mEq/l). Pada kondisi tertentu (luka bakar, multitrauma, denervasi,
gagal ginjal, penyakit neuromuskuler), kenaikan kadar kalium bisa mencapai >3
mEq/l. Hiperkalemia sulit didiagnosis karena gejala dan keluhannya sering tidak
jelas. Oleh sebab itu, perjalanan penyakit yang mengarahkan kita pada diagnosis
hiperkalemia harus sangat diperhatikan. Gejala hiperkalemia menonjol dari segi
kardiovaskular dan neurologis, seperti aritmia jantung, kelemahan otot dan
hipoventilasi. Gambaran ekg dapat berupa gelombang T yang tinggi, depresi
segmen ST, QRS yang lebar, hingga fibrilasi ventrikel dan asistol. Terapi
hiperkalemia ditujukan pada stabilisasi fungsi jantung, mengembalikan kalium ke
dalam sel, dan meningkatkan ekskresinya. Kadar kalium >5 mEq/l harus segera
diturunkan, karena kadar kalium 6 mEq/l dapat menyebabkan henti jantung.7

Anda mungkin juga menyukai