BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Komponen Ekstraselular
Komponen ekstraseluler dapat dibagi menjadi intravaskuler dan intertitial.
Komponen Intravaskuler
Volume darah normal kira-kira 70 ml/kgbb pada dewasa dan 85-90 ml/kgbb pada
neonatus. Selain darah, komponen intravskuler juga terdiri dari protein plasma
dan ion, terutama natrium (138-145 mmol/liter), klorida (97-105 mmol/liter) dan
4
ion bikrbonat. Hanya sebagian kecil kalium tubuh berada di dalam plasma (3,5-
4,5 mmol/liter), tetapi konsentrasi kalium ini mempunyai pengaruh besar terhadap
fungsi jantung dan neuromuskuler.2
Komponen Interstitial
Komponen interstitial lebih besar dari pada komponen intravaskuler. Jumlah
total cairan ekstraseluler (intravaskuler ditambah interstitial) bervariasi antara 20-
35% dari berat badan dewasa dan 40-45% pada neonatus. Air dan elektolit dapat
bergerak bebas di antara darah dan ruang interstitial, yang mempunyai komposisi
ion yang sama, tetapi protein plasma tidak dapat bergerak bebas keluar dari ruang
intravaskuler kecuali bila terdapat cedera kapiler misalnya pada luka bakar atau
syok septik.Jika terdapat kekurangan cairan dalam darah atau volume darah yang
menurun dengan cepat, maka air dan elektrolit akan ditarik dari komponen
interstitial ke dalam darah untuk mengatasi kekurangan volume intravaskuler,
yang diprioritaskan secara fisiologis. Pemberian cairan intravena yang terutama
mengandung ion natrium dan klorida, seperti NaCl fisiologis (9 g/liter atau 0,9%)
atau larutan Hartman (larutan ringer laktat), dapat bergerak bebas kedalam ruang
intertitial sehingga efektif untuk meningkatkan volume intervaskuler dalam waktu
singkat.Larutan yang mengandung molekur yang lebih besar, misalnya plasma,
darah lengkap, dekstran, poligelin, hidroksietil, gelatin, lebih efektif untuk
mempertahankan sirkulasi jika diberikan secara intravena karena komponen ini
lebih lama berada dalam komponen intravaskuler. Cairan ini biasanya disebut
sebagai plasma ex-panders.
Cairan transseluler
Merupakan cairan yang terkandung di dalam rongga khusus dari tubuh.
Contoh (CTS) meliputi cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan
cairan intraokular serta sekresi lambung dengan jumlah hamper mendekati angka
1 L, namun sejumlah besar cairan bergerak kedalam dan keluar ruang transelular
setiap harinya. Sebagai contoh, saluran gastro-intestinal (GI) secara normal
mensekresi dan mereabsorbsi sampai 6-8 L per-hari.2
Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solute berupa kation
dan anion (elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan
fungsi sel. Ada dua kation yang penting yaitu natrium dan kalium. Keduanya
mempengaruhi tekanan osmotik cairan ektrasel dan intrasel serta langsung
berhubungan dengan fungsi sel. Kation dalam cairan ekstrasel adalah natrium
5
Jenis cairan yang digunakan tergantung dari cairan yang keluar. Bila
perdarahan sebaiknya diganti dengan darah juga. Bila persediaan darah tidak ada,
dapat diberikan cairan koloid atau cairan kristaloid seperti Nacl isotonis atau
ringer laktat. Cairan koloid tetap bertahan dalam intravascular, sedangkan cairan
kristaloid akan masuk sebanyak dua pertiganya ke cairan interstitium. Bila cairan
keluar dari saluran intestinal (diare atau muntah) jenis cairan yang dapat diberikan
adalah Nacl isotonis atau ringer laktat. Pada diare dianjurkan pemberian ringer
laktat oleh karena potensi asidosis metabolic pada diare berat.1
9
Curah jantung dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup.
Sedangkan kandungan oksigen dalam darah dihitung dengan rumus :
(1.34x Hbx SaO2) + (0.003 x PaO2)
SaO2 dan PaO2 dioptimalkan melalui pemberian terapi oksigen dan atau bantuan
nafas.
Agar perfusi dapat memenuhi kebutuhan metabolit dan oksigen jaringan,
tekana darah harus sekurang-kurangnya 70-80mmHg yang dicapai dengan prinsip
ABC. Airway jalan nafas harus bebas, bila perlu menggunakan intubasi.
Breathing harus terjamin, bila perlu menggunakan ventilasi buatan dan
pemberian oksigen 100%. Pad apasien syok dengan menggunakan ventilasi
mekanis, kebutuhan oksigen dapat dipenuhi sebesar 20-25%. Circulation dapat
dipenuhi dengan pemberian cairan intravena dan mempertahankan fungsi
jantung.7
Diagnosis ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang seperti ekokardiografi, EKG. Pemantauan dilakukan terus-menerus
terhadap suhu badan, denyut nadi, tekanan darah, pernapasan, dan kesadaran.
Pemantuan tekanan vena sentral diperlukan sebagai pegangan untuk mengatur
12
Pada pasien perdarahan, infus cepat untuk mengembalikan IVF. Setelah IVF
stabil, diteruskan untuk mengembalikan ISF
Volume yang diperlukan jadi 2-4x IVF
EBV laki laki : 70 cc/kg
EBV wanita : 65 cc/kg
Pada derajat I, perfusi jaringan masih tidak terganggu dan produksi ATP
masih mencukupi kebutuhan sehingga kehidupan sel atau jaringan tidak
terganggu. Derajat II, sudah terjadi gangguan perfusi sehingga untuk
mempertahankan sel atau jaringan diperlukan penarikan aliran kapiler dari
jaringan yang kurang vital ke jaringan vital untuk memenuhi ATP. Derajat III dan
IV, mulai terjadi gangguan kehidupan sel akibat produksi ATP yang lebih kecil
dari kebutuham.6,7
Penanganan syok hipovolemik adalah sebagai berikut:
Kebanyakan problem asam basa pada syok hipovolmik membaik dengan
spontan bila dilakuakn penggantian cairan dan perbaikan ventilasi. Asidosis
metabolic berat yang berat merupakan tanda prognostic yang jelek dan indikasi
pemberian bikarbonat. Tanda asidosis metabolic berupa pH <7.35 dan HCO 3- <
21mmol/L. Asidosis metabolic dapat terjadi dengan atau tanpa anion gap
(AG=Na+-(Cl+HCO3-), AG normal 114.Pemberian natrium bikarbonat 8,4% bila
pH<7.20 ATAU be >10 dan koreksinya tidak perlu dilakukan secara drastic cukup
pH beranjak aman yaitu 7.25.7
Selain itu, gangguan elektrolit dikoreksi bersamaan dengan pemberian cairan
dengan :
- Tentukan defisit cairan
14
yang tetap berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien membutuhkan pembatasan cairan dan elektrolit.
Pembatasan asupan air pada penyakit gagal ginjal kronik sangat perlu
dilakukan. Bertujuan untuk mencegah edema dan komplikasi kardiovaskualr. Air
yang masuk ke dalam tubuh seimbang dengan air yang keluar baik melalui urin
maupun insensible water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui
insensible water loss sekitar 500-800 ml/hari, maka air yang masuk dianjurkan
500-800 ml ditambah jumlah urin.1
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia
jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung
kalium seperti buah dan sayur harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3.5-
5.5mEq/lt. pembatasan natrium dimaksdukan untuk mengendalikan hipertensi dan
edema. Jumlah garam yang diberikan disesuaikan dengan tingginya tekanan
darah dan derajat edema yang terjadi. Selain itu juga perlu pembatasan asupan
fosfat untuk mengatasi hiperfosfatemia. Pemberian diet rendah fosfat sejalan
dengan diet pada pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu tinggi kalori,
rendah protein dan rendah garam karena fosfat banyak ditemukan dalam daging,
produk hewan seperti telur dan susu. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari.
Pembatasan asupan fosfat yang terlalu ketat tidak dianjurkan, untuk menghindari
terjadinya malnutrisi.1
b. HF
Salah satu penyebab edema paling seing sering adalah gagal jantung, dimana
jantung gagal memompa darah secara normal dari vena ke dalam arteri hal ini
menyebabkan peningkatn tekanan vena dan tekanan kapiler yang menyebabkan
peningkatan filtrasi kapiler. Selain itu, tekaann arteri cenderung turun
menyebabkan penuruanan ekskresi garam adan air yang meningkatkan volume
darah dan lebih lanjut meningkatkan tekanan hidrostastis kapiler sehingga edema
makin bertambah. Penurunan aliran darah ke ginjal juga merangsang sekresi
rennin menyebabkan peningkatan pembentukan angiotensin II dan peningkatan
sekresi aldosteron yang menambah beratnya retensi garam dan air oleh ginjal.4
Penatalaksanaan diberikan diuretic oral maupun parenteral yang merupakan
ujung tombak pengobatan gagal jantung sammpai edema atau ascites hilang, ACE
inhibitor ata ARB setelah euvolemik sampai dosisi maksimal, digitalis bila ada
16
aritmia supraventikuler atau ketiga obat diatas belum menunjukan hasil yang
memuaskan. Selain hal tersebut juga diperlukan, restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari
dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai
hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan
sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb,
tingkatan bukti C) serta diet dengan tujuan mengurangi beban kerja jantung ,
menormalkan berat badan, memenuhi kebutuhan gizi pasien ,
mencegah/mengurangi cairan tubuh , mengurangi risiko penyumbatan pembuluh
darah.1;8,9
Syarat diet :
energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan (bb) normal
protein 0,8g/kg bb ideal/hari \
lemak 2530% dari kebutuhan energi, 7% lemak jenuh dan 1015% lemak
tidak jenuh
kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia vitamin dan
mineral cukup. hindari penggunaan suplemen kalium, kalsium, dan magensium
jika tidak dibutuhkan.
garam rendah, 3 5 g/hr, jika disertai hipertensi atau edema makanan mudah
cerna dan tidak menimbulkan gas
serat cukup untuk menghindari konstipasi9
c. Hipoalbumin
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/di bawah nilai normal
(serum < 3,5 g/dl), sedangkan kadar normal albumin berkisar sebesar 3,4- 5,5
g/dL. Waktu paruh albumin dalam plasma berkisar antara 8-20 hari sehingga
diperlukan waktu setidaknya 7-10 hari untuk mencapai kadar albumin plasma
normal kembali. Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang
tidak memadai dari protein sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein
lain oleh hati. Di rumah sakit pada umumnya, kadar albumin pasien dapat
ditingkatkan dengan pemberian cairan albumin secara intra vena dan pemberian
asupan makanan tinggi protein. Pemberian albumin secara intra vena jarang
dilakukan karena harganya mahal sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat
menengah ke bawah dan biasanya diberikan pada saat kadar albumin kurang dari
2,0 g/dl. Pada pasien dengan BPJS mendapatkan 1 kantong albumin, tetapi
biasanya pasien hipoalbuminemia membutuhkan lebih dari 1 kantong untuk
meningkatkan kadar albumin mendekati normal.
17
2.6 Syok
Selain syok hipovolemik, berikut akan dibahas syok lain yang juga
membutuhkan terapi cairan.6
1. Kardiogenik (pompa jantung terganggu)
Terjadi apabila terdapat gangguan kontraktilitas miokardium, sehingga jantung
gagal berfungsi sebagai pompa untuk mempertahankan curah jantung yang
adekuat. Disfungsi ini dapat terjadi pada saat sistolik atau diastolik atau dapat
terjadi akibat obstruksi pada sirkulasi jantung. Terapi syok kardiogenik bertujuan
untuk mem perbaiki fungsi miokardium dan sirkulasi. Beberapa perubahan
hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok kardiogenik adalah CO, BP,
SVR, dan CVP. Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi syok
kardiogenik adalah sebagai berikut:
- Infus cairan maintenance untuk memperbaiki sirkulasi
- Inotropik
- Apabila CO, BP, SVR, berikan dobutamine 5 g/kg/min
- Pada keadaan tekanan darah sangat rendah harus diberi obat yang berefek
inotropik dan vasopressor, seperti norepinephrine6
2. Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung)
Terjadi apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju jantung (venous
return) akibat tension pneumothorax dan cardiac tamponade. Beberapa perubahan
hemodinamik yang terjadi pada syok obstruktif adalah CO, BP, dan SVR.
Penanganan syok obstruktif bertujuan untuk menghilangkan sumbatan; dapat
dilakukan sebagai berikut:
- Pemberian cairan kristaloid isotonik untuk mempertahankan volume
intravaskuler
- Pembedahan untuk mengatasi hambatan/obstruksi sirkulasi
3. Distributif (vasomotor terganggu)
Apabila terdapat gangguan vasomotor akibat maldistribusi aliran darah karena
vasodilatasi perifer, sehingga volume darah yang bersirkulasi tidak adekuat
menunjang perfusi jaringan. Vasodilatasi perifer dapat menyebabkan hipovolemia.
Beberapa syok yang termasuk dalam golongan syok distributif ini antara lain:
a. Syok Anafilaktik
19
peningkatan klorida. Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan
koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang
interstitiel.3
Hipertonik :Menarik cairan ke dalam intravascular dari sel dan
interstisial. Osmolaritas lebih tinggi dari osmolaritas serum
Hipotonik : menggeser cairan keluar dari intravaskular ,
menghidrasi sel dan interstisial. Osmolaritas lebih rendah dari
osmolaritas serum
Isotonik : larutan isotonik tetap berada di ruang intravaskular, itu
memperluas kompartemen intravaskular. Osmolaritas sama dengan
osmolaritas serum3
Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Koloid tidak bisa melewati dinding kapiler dan masuk
22
dalam sel, mempunyai sifat menarik air dari sel ke pembuluh darah, serta gerakan
berkepanjangan dapat menyebabkan sel kehilangan banyak air dan menjadi
dehidrasi.3
Tabel 2.10 Macam-macam Koloid
2.9 Komplikasi
KRISTALOID KOLOID
Tabel 2.11
Perbedaan Kristalod
dan Koloid
IV PERSISTANCE Poor good
HD Transient prolongd
STABILISATION
REQUIRED Large moderat
VOLUNE
RISK OF OEDEMA Obvious insignificant
Enhance of cap Poor good
perfusion
Risk of Nil low to moderat
anaphylaxis
Plasma osmotic Reduce maintained
pressure
Chipper Expensif
Cost
23
5) Larutan injeksi ini jangan digunakan bila: tidak jernih, wadah adan
tutup rusak.
e. Kontra indikasi
1) Kerusakan ginjal dan oliguira, anuria atau azotemia.
2) Untreated Addisonn disease.
3) Dehidrasi akut.
4) Heat cramps.
5) Hipercalemia.
6) Adynamia episodica hereditaria.13
Nacl 3% Infus
NaCl 3 % (nama lain : Natrium Kloridaatau Sodium Klorida 3 %) Infus 500 ml
yaitu:
1) Cairan yang steril dan bebasmikroba/zat-zat asing (nonpyrogenic).
2) Dalam 500 ml mengandung NaCl30g/L dengan komposisi:
Natrium : 513 mEq/L
Klorida : 513 mEq/L
Osmolaritas : 1027 mOsmol/L, pH 5 (4,5-7)
a. Cara Kerja: meningkatkan kadarnatrium dalam darah.
b. Manfaat
1) Sebagai salah satu terapicairan elektrolit yangberguna untuk
mengaturkeseimbangan elektrolitdalam tubuh.
2) Khususnya untuk terapicairan pasien yangmengalami
Hiponatremia.Hiponatremia yaitukekurangan kadarNatrium dalam
darah(Kadar Natrium<120mmol/L)
c. Penggunaan
Melalui pembuluh darah vena.
d. Dosis
Dosis 30 100 ml per jam selama12 24 jam (tergantung
kebutuhanpasien).
e. Efek samping : Demam, infeksi, tekanan darah menjadirendah (Hipotensi) ,
kelebihan Natrium (Hipernatremia) , kelebihan Klorida (Hiperkloremia),
25
Elektrolit adalah mineral dalam cairan tubuh yang membawa muatan listrik.
Elektrolit mempengaruhi jumlah air, keasaman darah (pH), fungsi otot, dan proses
penting lainnya dalam tubuh.
Hiponatremia (Na+<135 mEq/L)
Walaupun hiponatremia dapat terjadi pada keadaan normovolemia,
hipovolemia, atau hipervolemia pada umumnya pengertian hiponatremia selalu
dikaitkan dengan kondisi hipervolemia yaitu kelebihan air atau hiponatremia
delusional. Untuk dapat mebedakan hiponatremia harus diketahuri riwayat
penuakit. Tanda dan gejala hiponatremia bergantung pada kecepatan penurunan
dan seberapa rendahnya konsentrasi Na+. Bila kadar Na+ 120-125mEq/L akan
timbul keluhan pusing, mual, muntah, atau bingung, sedangkan bila kadarnya
<115 mEq/L akan terjadi koma, kejang, bahkan kerusakan neurologis.
Terapi hiponatremia bergantung pada volume CES. Bila terdapat deficit
volume CES tearpinya adalah resusiatsi cairan, koreksi gangguan elektrolit yang
lain, atau pemberian NaCl hipertonik (Nacl 3%). Hiponatremia akibat kelebihan
volume CES diatasi dengan penyakit yang mendasari, memberikan diuretic serta
retriksi air. Koreksi hiponatremia yang terlalu cepat dapat emngakibatkan
kerusakan permanen saraf bahkan kematian karena central pontine myelinolysis.
Koreksi hiponatremia harus dilakukan secara bertahap dan perlahan sehingga
kenaikan kadar natrium plasma tidak melebihi 5-7mEq/hari.7
Misalnya kadar Na+ 120 mEq/l pada seorang yang beratnya 60kg
Target Na+ = 130 mEq/l
Defisit Na+ = 0,6 x BB x (130-120) = 360 mEq
NaCl 3% 500cc mengancung 250 mEq Natrium
Koreksi hiponatremi menggunakan NaCl 3% = 360/250 x 500cc = 720cc
Hipernatremia(Na+>135 mEq/L)
Hipernatremia biasanya disebabkan oleh kehilangan air, kekurangan air, atau
pemberian berlebihan natrium. Hipernatremia selalu disertai hipertonisitas yang
membuat sel kehilangan cairan (dehidrasi sel). Bila terjadi pada sel otak, akan
timbul gejala/keluhan seperti letargi, iritabel, kejang, dan koma. Hipernatremia
berat meningkatkan angka kematian >50%. Untuk menegakkan diagnosis
28
hipernatremia harus selalu diperiksa kadar natrium urin dan osmolaritas urin.
Terapi hipernatremia meliputi pemberian air/larutan D5%, diuretik, dan
desmopresin asetat (DDAVP). Koreksi hipernatremia tidak boleh terlalu cepat,
biasanya dalam dua hari.7