PENDAHULUAN
Penvakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi
suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan tanpa
perkembangan janin (Sebire, 2008; Sumapraja,2005; Hadijanto, 2010). Di dalam tubuh
wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel
trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang
berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease, sedangkan
yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational Throphoblastic Disease (Sumapraja,
2005).
Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan
menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi (Manuaba,
2007). Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000
kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120
kehamilan (Prawirohadjo, 2009). Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1
pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85
kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar.
Mola hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh
kasus akan cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai
gestational trophoblastic neoplasma (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007).
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat
mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang
tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh
karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
gelembung yang disebut mola hidatidosa Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung
gelembung berisi cairan jernih merupakan kista kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi
seluruh cavum uteri. Secara histopatologic kadang kadang ditemukan jaringan mola pada
plasenta dengan bayi norma
2.2 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana terjadi
keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan parsial atau tidak
ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah
sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan
hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009).
2.3 Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola
hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di
Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar
data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang
dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik
(Prawirohadjo, 2009).
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko
Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang membentuk
plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi memberikan nutrisi untuk
janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan berkembang menjadi suatu masa yang
abnormal sehingga tidak dapat berfungsi secar normal (Sebire, 2008).
Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana sebuah
spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki
ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10
persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom
triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John, 2006).
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio
'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
3
mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan
peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun,
karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar
hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium (Mochtar, 1998(
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan
2. Imunoselektif dari tropoblast: yaitu dengan kematian fetus,pembuluh darah pada
stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi
hyperplasia.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah: keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh
terhadap pemenuhan gizi ibu yang pada akhirnya akan mempengaruhin pembentukan
ovum abnormal yang mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa.
4. Paritas tinggi: ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya
abnormalitas pada kehamilan berikutnya,sehingga ada kemungkinan kehamilan
berkembang menjadi mola hidatidosa.
5. Kekurangan protein:sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau
fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil menyebabkan gangguan
pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot-jonjot korion.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
2.5 Patogenesis
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena
tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil
pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 5 minggu dan karena
pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan
mesenkim villi (Sumapraja, 2005; Prawirohadjo,2009).
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan
beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola
lengkap dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua
kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa
komplit berasal dari pembuahan pada suatu telur kosong (yakni, telur tanpa kromosom)
oleh satu sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen
4
kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY (John, 2006; Mochtar,
1998, Cunningham,2006).
Pada mola yang tidak lengkap atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,
sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Kadang-
kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan
janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat (John, 2006;
Cunningham, 2006).
Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola lengkap. B.
Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas (Sumapraja, 2005):
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena
kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini
menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga
menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah.
5
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur,
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-
gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat
trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban;
(3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral
dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola
banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%).
Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh (Sumparja, 2005; Hacker, 2001).
2.6 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka
disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007;
Cunningham, 2006).
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
Gambaran Mola Komplit Mola Parsial
Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid)
Patologi
Edema villus Difus Bervariasi,fokal
Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Janin Tidak ada Sering dijumpai
Amnion, sel darah Tidak ada Sering dijumpai
merah janin
Gambaran klinis
Diagnosis Gestasi mola Missed abortion
Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa
kehamilan kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang
Penyulit medis Sering jarang
Penyakit pascamola 20% <5-10%
Kadar hCG Tinggi Rendah tinggi
6
biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah
darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan
10% pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)
3. Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
4. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat
beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut
trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut
(Cunningham, 2006) :
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum
abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-
minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan
sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba
lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas
tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang
sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan
mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya
dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan
perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang
hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat
7
sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan
atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu
kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti
lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja
(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat
menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa
minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi
spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang
lebih dari 28 minggu (John, 2006).
2.8 Diagnosis
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet
adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang
banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat
dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal
ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor
dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi
pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
8
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
9
emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun
dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai
hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma (Cunningham, 2006).
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin
Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.
10
Hasil Jaringan Berimplantasi di Tidak Sebagian masih di Tidak ada
konsepsi trofoblas tempat ektopik terbentuk dalam uterus
Uterus Lebih besar Normal atau Lebih kecil Lebih kecil dari Membesar
tidak
dari usia membesar tetapi tdk dari usia usia kehamilan
beraturan,
kehamilan sesuai usia kehamilan kehamilan noduler
VT Tidak khas Nyeri goyang servik, Tidak khas Ada dilatasi servik Tidak khas
cavum douglas
normal
cembung
USG Gambaran Bangunan massa Kantong Cavum uteri Uterus
membesar,
buah anggur hiperekoik tidak gestasi yang tampak hiperekoik
terlihat
atau badai salju beraturan, ada kosong yang bentuknya gambaran
massa
gambaran darah tidak beraturan
hipoekhoik
intraabdominal
2.10 Penatalaksanaan
Terapi mola terdiri dari 4 tahap yaitu:
1) perbaiki keadaan umum;
2) pengeluaran jaringan mola;
3) terapi profilaksis dengan sitostatika;
4) pemeriksaan tindak lanjut (follow up).
Bila kanalis servikalis belum ter-buka, maka dilakukan pemasangan laminaria dan
kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
11
Sebelum kuretase terlebih dahulu disiapkan darah dan pemasangan infus dengan
tetesan oxytocin 10 UI dalam 500 cc Dextrose 5%/.
Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar -hCG normal
selama 6 kali berturut-turut
Bila terjadi remisi spontan (kadar -hCG, pemeriksaan fisis, dan foto thoraks
setelah saru tahun semua-nya normal) maka penderita tersebut dapat berhenti
menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi.
Bila selama masa observasi kadar -hCG tetap atau bahkan meningkat taua pada
pemeriksaan klinis, foto thoraks ditemukan adanya metastase maka penderita
harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
12
2.11 Prognosis
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat
mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang
tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh
karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005;
Cunningham, 2006).
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik
gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut yang ketat,
karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik
gestasional (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006).
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan
masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi
yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola
dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar
dan membesar (Cunningham, 2006).
2.11 Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena tindakan atau keganasan
13
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. SH
Usia : 46 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Lopait 07/01 Tuntang Kab. Semarang
RM : 077390-2015
Tgl Masuk RS : 3 April 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Tambahan :
Pasien rujukan bidan dengan G5P4A0 usia kehamilan 12 minggu dengan keluhan keluar
darah dari vaginam kurang lebih sejak 10 jam SMRS. Darah yang keluar berwarna merah
segar namun sejak tadi pagi sudah tidak keluar. Sebelumnya 3 hari sebelum masuk
rumah sakit pasien sudah keluar flek. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut bagian
bawah.
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
Riwayat Kontrasepsi :
14
Riwayat Pernikahan :
Riwayat Menstruasi :
Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 15 tahun. Pasien
memiliki siklus haid yang teratur (28 hari). Lama haid kurang lebih 4 hari. HPHT
tanggal 7 Januari 2014. HPL tanggal 14 Oktober 2015.
Riwayat Kehamilan :
1. Hamil pertama : Aterm, lahir spontan, perempuan, usia saat ini 26 tahun
2. Hamil kedua : Aterm, lahir spontan, laki - laki, usia saat ini 21 tahun
3. Hamil ketiga : Aterm, lahir spontan, laki-laki, usia saat ini 16 tahun
4. Hamil keempat : Aterm, lahir spontan, perempuan, usia saat ini 14 tahun
5. Hamil kelima : hamil ini
Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x/menit
- RR : 16 x/menit
- Suhu : 36,5oC
Abdomen :
Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : teraba tinggi fundus uteri 3 jari di bawah pusat, balotement (-),
tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (+)
Inspekulo
Porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-), tampak jaringan mola, stolsel (+),
perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-)
VT :
15
Dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, (+) 1 jari longgar, teraba jaringan
(+), nyeri goyang porsio (-).
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran snow storm atau badai salju, tidak tampak gambaran janin.
VI. DIAGNOSIS
Mola Hidatidosa
16
VII. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Diagnosis
Cek -HCG
PA
b. Rencana Terapi
Infus RL 20 tpm
Pro Kuretase
c. Rencana Monitoring
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
d. Inform consent pasien dan keluarga
Darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola 250 gram
Makroskopik : Sediaan dari cavum uteri berupa hancuran jaringan 1,5 cc kecoklatan,
tampak gelembung mola
Mikroskopik : Menunjukkan bekuan darah dengan vili chorialis, dengan stroma
mengalami degenerasi hidropik, dengan proliferasi trofoblast
berlebihan. Tidak tampak tanda ganas.
Kesan : gambaran ini sesuai dengan Mola hidatidosa
Tindakan kuretase ke 2 :
Dilakukan untuk menilai apakah ada jaringan mola yang tersisa. Masih tampak sisa
sedikit. Dikeluarkan hingga bersih.
17
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,7oC
KU : baik
Kes : compos mentis
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Kontraksi Uterus : baik, 2 jari diatas simfisis pubis
KU : baik
Kes : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36oC
18
BAB III
AFTER CARE PATIENT
b. Fungsi Psikologis
Pasien tinggal bersama suami dan 2 orang anaknya, sementara 2
oranganak lainnya sudah menikah dan memiliki anak. Pasien masih sering
berinteraksi dengan semua anggota keluarganya serta cucunya. Komunikasi
pasien dengankeluarganya baik.
c. Fungsi Pendidikan
d. Fungsi Sosial
19
dengan warga cukup erat. Pasien cukup dikenal dilingkungan rumahnya dan
sering berinteraksi dengan anak-anak seumurnya di sekitar lingkungan rumah.
f. Fungsi Religius
a. Faktor Perilaku
b. Faktor Non Perilaku
a. Fungsi Biologis
20
Pasien seorang ibu rumah tangga berusia 46 tahun yang sudah memiliki 4
oranganak dan 3 orang cucu
b. Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga cukup baik.
c. Fungsi sosial dan budaya
f. Faktor perilaku
1. Pasien merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi 2anak- anaknya di
rumah, 2 orang anak lainnya sudah menikah dan saat ini memiliki
3orang cucu
2. Pasien cukup mampu menjaga kebersihan diri dan kebersihan
lingkungan rumahnya
3. Pasien memasak sendiri semua makanan untuk dirinya dan keluarganya
4. Lingkungan sekitar rumah dan didalam rumah pasientertata rapih
g. Faktor nonperilaku
Lingkungan
Kebersihan rumah yang cukup terjaga
Mola hidatidosa berulang dan Edukasi dan konseling tentang Keluarga dan
resiko menjadi keganasan faktor resiko mola hidatidosa, Pasien
pasien dianjurkan untuk tidak
hamil dulu selama 1 tahun (12
bulan), dan dianjurkan untuk
kontrol selama2 tahun, edukasi
tentang faktor resiko mola
bisaberkembang ke arah
keganasan
III.3.8. Pembinaan
22
14 April Pasien TD: 120/80 mmHg, Kontrol I Edukasi: Faktor resiko
2015 sudah N: 80x/min, RR: 20 post terjadinya mola
tidak ada x/min, S: 36.5 oC. Kuretase Dianjurkan untuk
23
DAFTAR PUSTAKA
Cunninngham. F.G. dkk. 2006. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri
Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2005.
Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi
ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta
Hacker, N.F., Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial Obstetri dan
Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates : Jakarta
Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar Kuliah
Obstetri. EGC: Jakarta
Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua. EGC:
Jakarta
24