Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan yaitu lapisan terluar perimetrium,
lapisan tengah miometrium dan yang paling dalam adalah endometrium (Tortora dan Derrickson,
2006). Miometrium adalah yang paling tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga; yang
sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini
beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi.1

Tumor jinak yang berasal dari sel otot polos dari myometrium dipanggil leiomioma. Tetapi
karena tumor ini berbatas tegas maka sering dipanggil sebagai fibroid.2 Mioma uteri juga adalah
berasingan, bulat, berbatas tegas, warna putih hingga merah jambu pucat, bersifat jinak dan terdiri
dari otot polos dengan kuantiti jaringan penghubung fibrosa yang berbeda-beda. Sebanyak 95%
mioma uteri berasal dari corpus uteri dan lagi 5% berasal dari serviks. Mioma uteri juga adalah tumor
pelvis yang sering terjadi dan diperkirakan sebanyak 10% kasus ginekologi umumnya. 3

Leiomioma merupakan tumor jinak otot polos yang sering ditemukan sewaktu
kehamilan.4 Rice et al (1989) melaporkan sebanyak 1,4% dari lebih 6700 kehamilan merupakan
komplikasi dari mioma uteri. Sheiner et al (1989) melaporkan 1 dari 500 wanita hamil
mempunyai komplikasi yang berhubungan dengan leiomioma.

1.1 Rumusan masalah


1. Apa pengertian dari mioma uteri?
2. Apa saja penyebab mioma uteri?
3. Apa gejala-gejala dari mioma uteri?
4. Bagaimana penatalaksanaan mioma uteri?
5. Apa saja diagnosis banding dari mioma uteri?

1
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai definisi, penyebab, gejala klinik, penatalaksanaan
dan diagnosis banding dari mioma uteri

1.3 Tujuan Penulisan


Menjelaskan definisi mioma uteri.
Menjelaskan epidemiologi mioma uteri
Menjelaskan klasifikasi mioma uteri.
Menjelaskan patogenesis mioma uteri.
Menjelaskan tanda dan gejala klinik mioma uteri.
Menjelaskan diagnosis mioma uteri.
Diagnosis banding dari mioma uteri
Menjelaskan komplikasi mioma uteri
Menjelaskan penatalaksaan mioma uteri.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Mioma Uteri

II.1.1. Definisi

Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan
jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarkhe,
sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh. Neoplasma jinak
ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan
dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atapun fibroid.1

II.1.2. Epidemiologi

Mioma uteri adalah perkara biasa yang sering berlaku kepada wanita. Seleksi uteri
dilakukan dari 100 wanita yang menjalankan histerektomi ditemukan 77% mempunyai mioma
uteri termasuk yang berukuran sekecil 2 mm. Mioma uteri juga sering ditemukan pada wanita
yang menjalankan histerektomi untuk indikasi yang lain walaupun ditemukan kecil dan tidak
banyak. Ini karena kebanyakan teknik pemeriksaan imaging tidak mempunyai resolusi di bawah
1 cm maka insidensi kejadian sebenar mioma uteri tidak dapat dipastikan meskipun mioma uteri
yang kecil tidak memberikan gejala klinis.5

Dari penelitian yang dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital Korea yang
dilakukan terhadap 815 kasus mioma uteri diketahui bahwa kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada
kelompok usia 40-49 tahun dengan usia rata-rata 42,97 tahun. Keluhan utama terbanyak pada
penderita mioma uteri adalah perdarahan pervaginam abnormal (44,1%). Mioma uteri tipe intramural
adalah yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). Kadar haemoglobin
(Hb) rata-rata penderita mioma uteri adalah 10,92 g/dl dan 37,6% diantaranya dilakukan transfusi
darah. Histerektomi total ditemukan sebagai tindakan penatalaksanaan terbanyak pada kasus-kasus
mioma uteri (91,5%).6

3
II.1.3. Etiologi7

Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka
patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang
menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian
menggunakan glucose-6-phosphatase dehydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari
jaringan yang uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan
mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormone steroid seks dan
growth factor local. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan
tumor.

Tidak didapat bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun
diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen
dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun
konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progresteron meningkatkan
aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang
terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara
down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.

II.1.4. Faktor Risiko

1. Usia penderita

Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an; tetapi, ianya
masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan peningkatan
formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu
usia begini. Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi sebenar kasus mioma uteri adalah
karena dokter merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi tersebut untuk menjalani
histerektomi hanya setelah mereka sudah melepasi usia melahirkan anak.5

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai


sarang mioma. Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke dan setelah menopause
hanya 10% mioma yang masih bertumbuh.1

4
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)

Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi
wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-
wanita menopause pada kadar yang rendah atau sedikit.5 Awal menarke (usia di bawah 10 tahun)
dijumpai peningkatan resiko (RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun) menurunkan
resiko (RR 0,68) untuk menderita mioma uteri.

3.Riwayat Keluarga

Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri dibanding
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai
riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-
(a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai
riwayat keluarga penderita mioma uteri.5

4.Etnik

Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai mioma uteri,
rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika
mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik
caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga
wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan
mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun ianya
masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah karena masalah genetik atau perbedaan
pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Walau
bagaimanapun, pada penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim
essensial kepada metabolisme estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak
47% pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita
dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa
prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih
tinggi.5

5
5.Berat Badan

Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri
adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan dan dengan peningkatan indeks
massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk wanita dengan 30% kelebihan
lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan pemingkatan konversi androgen adrenal
kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya menyebabkan
peningkatan estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan
prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya.5

Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden


mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall menemukan bahwa
wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal, berkemungkinan 30,23%
lebih sering menderita mioma uteri. Ros dkk, (1986) mendapatkan resiko mioma uteri meningkat
hingga 21% untuk setiap 10 Kg kenaikan berat badan dan hal ini sejalan dengan kenaikan IMT.6

6.Diet

Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan
pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan insidensi mioma
uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan kerana
studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi sekadar informasi sahaja
dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung
dengan mioma uteri.5

7. Kehamilan dan paritas

Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri


menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika kehamilan
termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk
peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum kembali kepada berat asal, aliran darah dan
saiz asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling ini berkemungkinan
bertanggungjawab dalam penurunan ukuran mioma uteri. Teori yang lain pula mengatakan
pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau ukuran asal pada postpartum dan ini
menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar.

6
Didapati juga kehamilan ketika usia midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan
terhadap pembesaran mioma.5

8.Kebiasaan merokok

Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa menurunkan
bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan konversi androgen kepada
estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin.5

II.1.5. Karakteristik dan Klasifikasi

Leiomioma dapat membesar hingga lebih dari 45 kg. Setiap tumor dibatasi oleh
pseudokapsul, bidang pembelahan potensial yang berguna untuk enukleasi dengan pembedahan.
Leiomioma mungkin terjadi satu atau multinoduler dan biasanya berwarna lebih muda dibanding
miometrium normal. Pada irisan tertentu, leiomioma menunjukkan pola trabekulasi atau pusaran
(whorled) otot polos dan jaringan ikat fibrosa dengan perbandingan yang bervariasi. Secara
mikroskopis, dijumpai miosit yang sudah matang dan berukuran seragam dengan penampakan
jinak yang khas. Sel otot polos tersusun dalam berkas-berkas dengan jaringan fibrosa berselang
seling yang berhubungan dengan perluasan atrofi dan degenerasi yang sudah terjadi.8

Suplai darah biasanya melalui satu atau dua arteri besar dan tumor cenderung
memperbesar suplai darahnya dengan degenerasi berikutnya. Pada leiomioma yang lebih besar,
dua pertiga menunjukkan beberapa degenerasi. Degenerasi leiomyoma akut relatif jarang tetapi
dapat menjadi nekrotik, hemoragik atau septik.8

Leiomioma dapat diklasifikasikan ke dalam subkelompok berdasarkan hubungan anatomi


terhadap lapisan dari uterus. Tiga jenis yang biasa ditemui adalah:9

1. Intramural yang terletak di bagian tengah dari dinding otot uterus;


2. Subserosal yang berada di bawah lapisan serosa uterus;
3. Submukosal yang letaknya berada di bawah endometrium.

Mioma submukosal dapat tumbuh bertangkai menjadi polips, kemudian dilahirkan


melalui saluran serviks yang dikenali sebagai myomgeburt. Mioma subserosal dapat tumbuh
diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter. Selain itu, mioma
subserosal dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau

7
omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut sebagai wandering atau
parasitic fibroid. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam saluran serviks sehingga ostium
uteri eksternum berbentuk bulan sabit.1

II.1.6. Gejala Klinis

Sekitar dua pertiga wanita dengan leiomioma tidak menunjukkan gejala. Munculnya
gejala tergantung pada jumlah, ukuran, letak, keadaan dan kondisi. Gejala ginekologi yang
paling umum adalah perdarahan uterus abnormal, efek penekanan, nyeri dan infertilitas.
Perdarahan uterus abnormal dijumpai pada kirakira 30% penderita leiomioma uteri. Menoragia
merupakan pola perdarahan uterus abnormal yang paling umum. Meskipun pola apa saja
mungkin terjadi, namun yang paling sering berupa perdarahan bercak premenstruasi dan sedikit
perdarahan terus menerus setelah menstruasi. Anemia defisiensi besi sering terjadi akibat
kehilangan darah menstruasi yang banyak.8

Selain itu, gejala dari tekanan dan desakan leiomioma bervariasi. Paling umum adalah
pertambahan lingkar perut, rasa penuh atau berat pada pelvis, gangguan frekuensi miksi akibat
terdorongnya kandung kemih dan sumbatan ureter. Gejala lain yang lebih jarang dijumpai adalah
tumor besar yang menyebabkan bendungan pelvis dengan edema ekstremitas bawah atau
konstipasi. Tumor parasitic dapat menyebabkan sumbatan usus. Tumor pada serviks pula dapat
menyebabkan leukorea, perdarahan pervaginam, dispareunia atau infertilitas. Abortus mungkin
terjadi 2 hingga 3 kali lebih sering pada penderita leiomoma.8

8
II.1.7. Patofisiologi

Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh torsi, degenerasi atau perdarahan di dalam tumor.
Nyeri kram dapat disebabkan oleh kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan suatu
polip fibroid melalui kanalis servikalis.10

Rasa nyeri bukan merupakan gejala khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi
darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran
mioma submukosa yang akan dilahirkan, pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis
dapat menyebabkan dismenore.1

Lokasi mioma penting dalam menentukan tingkat keparahan perdarahan yang


berhubungan dengan fibroid. Mioma submukosa dapat meningkatkan terjadinya menoragia baik
secara efek lokal terhadap endometrium atau alterasi endometrium terhadap permukaan fibroid.
Namun, tiada bukti dari histeroskopik atau mikroskopik yang menyokong hipotesa ini.11

Perubahan dari vaskular dapat menjadi mekanisme yang berpotensi terhadap fibroid
dalam mempengaruhi menoragia. Miometrium yang berdekatan dengan mioma mengalami
kompresi vena yang mengarah kepada formasi venous lake di dalam miometrium sekaligus
mempengaruhi corak perdarahan.11 Berhubungan dengan lokasi mioma diantara miometrium,
fibroid dapat bertumbuh besar sehingga menekan organ yang berdekatan dan mengganggu fungsi
pelvik. Oleh itu, penderita akan mengalami sakit di bagian bawah abdominal, sakit belakang atau
masalah berkemih.12

Gangguan penekanan dari mioma tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri.
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan
retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul
dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.1

Ukuran fibroid yang sangat besar dapat mengganggu kehamilan karena mioma
mengambil terlalu banyak ruang. Tambahan pula, fibroid dapat bertambah besar sehingga
penderita yang tidak hamil dapat menyerupai wanita hamil.12

9
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis
tuba, sedangkan mioma submukosa memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga
uterus.1

Wanita dengan mioma subserosa dan mioma intramural tidak mempunyai risiko
infertilitas walaupun subanalisis dari 4000 pasien mengarah kepada penurunan kadar implantasi
yang signifikan. Presentasi mioma submukosa menghasilkan 68% penurunan implantasi dan
73% penurunan kehamilan klinis. Ini adalah penting bagi menunjukkan dari meta-analisis bahwa
tiada makna yang signifikan dalam peningkatan infertilitas pada wanita dengan jumlah fibroid
yang banyak atau lokasi leiomioma. Kebanyakan peneliti menyokong kepada konsep fibroid dan
fertilitas dengan penurunan signifikan dari lokasi anatomik submukosa kepada intramural kepada
subserosa.11

II.1.8. Patogenesis

Mioma uteri berkembang sebagai klon sel yang abnormal hasil dari satu sel progenitor
dimana tempat berlakunya mutasi. Penelitian menunjukkan bahwa mioma uteri adalah
monoklonal. Perbedaan kadar pertumbuhan menggambarkan perbedaan abnormalitas sitogenetik
pada suatu tumor. Kehadiran mioma multiple pada uterus yang sama tiada hubungan klonisasi
dan setiap tumor tumbuh tidak bergantungan antara satu sama yang lain.13

Keadaan di dalam leiomioma adalah hiperesterogenik. Konsentrasi estradiol meningkat,


dan leiomioma mengandungi lebih banyak reseptor estrogen dan progesteron. Tingkat ekspresi
dari gen dan enzim aromatase meningkat pada leiomioma. Malah, tisu-tisu leiomioma menjadi
hipersensitifitas terhadap estrogen dan tidak dapat merangsang regulator untuk membatasi respon
dari estrogen. Pada miometrium dan leiomioma, puncak aktivitas mitotik berlaku semasa fase
luteal. Pemberian progestational agents dengan dosis tinggi dapat meningkatkan aktivitas
mitotik. Ini menunjukkan terdapat stimulus dari progesteron terhadap peningkatan aktivitas
mitotik dalam leiomioma, tetapi dalam penelitian terhadap binatang menunjukkan terdapat
stimulus dan inhibisi dari pertumbuhan myometrium.13

Konsentrasi reseptor progesteron dijumpai meningkat pada leiomioma. Walaupun masih


kontroversi, konsentrasi reseptor progesteron pada fibroid meningkat sepanjang siklus
menstruasi. Penemuan ini patut diberi perhatian karena siklus menstruasi yang normal akan

10
menstimulasi peningkatan daripada reseptor progesteron. Tiada sistem regulator di dalam fibroid
sehingga konsentrasi reseptor progesteron akan tetap meningkat. Peningkatan progesteron akan
meningkatkan indeks mitotik dalam fibroid di mana potensiasi pertumbuhan fibroid sewaktu
perubahan siklus hormonal dari siklus menstruasi berlaku.11

Estrogen dan progesteron saling berinteraksi dengan growth factors yang bervariasi di
dalam leiomioma untuk mempengaruhi dan menstimulasi pertumbuhan. Epidermal growth factor
(EGF) dan reseptornya (EGF-R) dapat dijumpai pada miometrium dan sel leiomioma. Esterogen
dapat meningkatkan produksi lokal dari EGF dalam sel leiomioma, manakala progesteron secara
sinergis meningkatkan EGF-R. Faktor ini menyebabkan meningkatnya potensi mitogenik dari sel
leiomioma.11

II.1.9. Diagnosa

1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor resiko serta
kemungkinan komplikasi yang terjadi.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan
pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas,
tidak sakit.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus
yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan
eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan
antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioam terhadap ureter
yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi
pembentukan eritropoetin ginjal.

11
b. Imaging
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya
mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil.
Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi
transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi
ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik
13
ditandai adanya daerah yang hipoekoik.
2. Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya
kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat
dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat
dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif
ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.

Tergantung dari lokasi dan ukuran, leiomioma kadang kala dapat dipalpasi dengan
pemeriksaan pelvis bimanual atau pada pemeriksaan abdominal. Pemeriksaan bimanual
menemukan pada pembesaran uterus yang irregular dan mengeras dengan lumpy-bumpy atau
protrusi batu bulat (cobblestone) yang dapat teraba agak keras semasa palpasi.14

Pemeriksaan ginekologik secara rutin kadang kala dapat menemukan fibroid. Semasa
pemeriksaan ini, pemeriksa memeriksa ukuran uterus dengan meletakkan dua jari dari sebelah
tangan ke dalam vagina manakala tangan yang berlawanan memberi sedikit penekanan ke atas
abdomen. Jika terdapat fibroid, uterus akan teraba lebih besar atau uterus akan membesar
mengarah ke kawasan yang tidak sepatutnya.15

Semasa mengambil sampel endometrium kadang kala dapat ditemukan kavum uterus
yang irregular. Selalunya diagnosis menunjukkan adanya penilaian patologis terhadap spesimen

12
uterus dari indikasi yang berbeda. Pada pemeriksaan abdominal pelvis teraba suatu massa pelvis
yang besar, midline, irregular-contoured mobile dengan karakteristik hard feel atau keras.9

Pelvis ultrasonografi digunakan untuk memastikan (bila perlu) kehadiran mioma uteri,
tetapi biasanya ditegakkan secara klinis. Komponen kista sering terlihat hipoekogenik dan
penampakan yang konsisten dengan mioma yang melalui degenerasi. Struktur adneksal termasuk
ovari dapat dibedakan dari tumor. CAT dan MRI berguna untuk evaluasi mioma yang berukuran
besar karena ultrasonografi tidak dapat menggambarkannya.9

Histeroskopi dapat digunakan untuk evaluasi pembesaran uterus secara langsung dari
kavum endometrium dengan menggambarkan peningkatan ukuran kavum dan mioma
submukosal dapat divisualisasi dan diangkat.9

II.1.10. Diagnosa Banding

Diagnosa banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen di bagian bawah atau
panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang dilahirkan harus
dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus dibedakan dengan suatu adenomiosis,
khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri.1

II.1.11 Komplikasi mioma uteri


1. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemuken hanya 0.32 0.6 % dari seluruh
mioma serta merupakan 50 75 % dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya
baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan
keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran
2,5
sarang mioma dalam menopause. Novak dan Woodruff melaporkan insiden
leiomiosarkoma adalah dibawah 0.5 %.
2. Torsi ( putaran tangkai )
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat terjadi pada semua bentuk mioma
tetapi yang paling sering adalah jenis mioma submukosa pendinkulata.

13
II.1.12. Penatalaksanaan

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri
tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih
kecil dan tidak menimbulakan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan
pengamatan setiap 3-6 bulan.

Penanganan mioma uteri menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor terbagi kepada:

1. Konservatif Penderita dengan mioma yang kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan
pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari
kehamilan 10 12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai,
1,7
perlu diambil tindakan operasi.
2. Terapi medikamentosa
Terapi medikammentosa yang dapat memperkecil volume atau menghentikan
pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi
medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari
3,8
terapi operatif.
Adapun preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog
GnRH, progesteron,danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, anti prostaglandin,agen-
agen lain (gossipol,amantadine)

a. Analog GnRH .
Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien dengan mioma uteri yang
diberikan analog GnRH leuprorelin asetat selama 6 bulan, ditemukan pengurangan
volume uterus rata-rata 67 %, pada 90 wanita didapatkan pengecilan volume uterus
sebesar 20 %, dan pada 35 wanita ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80
%.
Efek maksimal dari analog GnRH baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara kerjanya
menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah
menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause. Setiap mioma uteri memberikan
2,9
hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian analog GnRH.

14
Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling
responsif terhadap pemberian analog GnRH. Sedangkan mioma subserosa tidak
responsif dengan pemberian analog GnRH ini.
2
Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa dengan analog GnRH adalah.
1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri
2. Mengurangi anemia akibat pendarahan
3. Mengurangi pendarahan pada saat operasi
4. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma
5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal
6. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi

b. Progesteron
Peneliti Lipschutz tahun 1939, melaporkan perkembangan mioma uteri dapat dihambat
atau dihilangkan dengan pemberian progesteron. Dimana progesteron yang diproduksi
oleh tubuh dapat berinteraksi secara sinergis dengan estrogen, tetapi mempunyai aksi
3,10,11
antagonis.
Tahun 1946 Goodman melaporkan terapi injeksi progesteron 10 mg dalam 3 kali
seminggu atau 10 mg sehari selama 2 6 minggu, terjadi regresi dari mioma uteri,
setelah pemberian terapi. Segaloff tahun 1949, mengevaluasi 6 pasien dengan
perawatan 30 sampai 189 hari, dimana 3 pasian diberi 20 mg progesteron
intramuskuler tiap hari, dan 3 pasian lagi diberi 200 mg tablet. Pengobatan ini tidak
mempengaruhi ukuran mioma uteri.
Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada pemberian
progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg pr hari selama 21
hari. Pada pemberian 2 mg norethindrone tiap hari selama 30 hari tidak mempengaruhi
perubahan ukuran volume mioma uteri. Perkiraan ukuran mioma uteri sebelum dan
sesudah terapi tidak dilakukan dan efektifitasnya dimulai berdasarkan temuan
histologis. Terapi progesteron mungkin ada berhasil dalam pengobatan mioma uteri,
2,3,11
hal ini belum terbukti saat ini.

15
c. Danazol
Danazol merupakan progestogen sintetik yang berasal dari testoteron, dan pertama kali
digunakan untuk pengobatan endometrosis. Prof. Maheux tahun 1983 pada pertemuan
tahunan perkumpulan fertilitas Amerika, mempresentasikan hasil studinya di
Universitas Yale, 8 pasien mioma uteri diterapi 800 mg danazol setiap hari, selama 6
bulan. Dosis substansial didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus
sebesar 20 25 %, dimana diperoleh fakta bahwa damazol memiliki substansi
3
androgenik.
Tamaya, dan rekan-rekan tahun 1979, melaporkan reseptor androgen pada mioma
terjadi peningkatan aktivitas 5 - reduktase dibandingkan dengan miometrium dan
endometrium normal. Yamamoto tahun 1984,
dimana mioma uteri, memiliki suatu aktifitas aromatase yang tinggi dan dapat
3,12
membentuk estrogen dari androgen.

d. Tamoksifen
Tamoksifen merupakan turunan trifeniletilen mempunyai khasiat estrogenik maupun
antiestrogenik. Dan dikenal sebagai selective estrogen receptor modulator (SERM)
dan banyak digunakan untuk pengobatan kanker payudara stadium lanjut. Karena
khasiat sebagai estrogenik maupun antiestrogenik. Beberapa peneliti melaporkan,
pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6 wanita premenopause dengan
mioma uteri selama 3 bulan dimana, volumae mioma tidak berubah.
Kerja tamoksifen pada mioma uteri, dimana konsentrasi reseptor estradiol total secara
signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar progesteron bila
3
diberikan secara berkelanjutan.

e. Goserelin
Goserelin merupakan GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan
sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Dan pada pemberian
goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan
gejala menorargia dan nyeri pelvis. Pada wanita premenopause dengan mioma uteri,

16
pengobatan jangka panjang dapat menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama
pada saat menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari
semprot hidung sama efektifnya dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali
dengan cara injeksi subkutan.
Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan disupresi
selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping berupa keringat
dingin. Pembereian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen tanpa tumbuh
mioma kembali atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima. Peneliti
mengevaluasi efek pengobatan dengan formulasi depot bulanan goserelin dikombinasi
dengan HRT (estrogen konjugasi 0.3 mg ) dan medroksiprogesteron asetat 5 mg pada
pasien mioma uteri, parameter yang diteliti adalah volume mioma uteri, keluhan
pasien, corak perdarahan, kandungan mineral tulang dan fraksi kolesterol.
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian, dimana pemberian goserelin dikombinasi
dengan HRT dilaporkan mioma uteri berkurang, dengan keluhan berupa keringat
dingin dan pola perdarahan spotting, bila pengobatan dihentikan. Dimana kandungan
mineral tulang berkurang bila pemberian pengobatan selama 6 bulan pertama. Tiga
bulan setelah pengobatan perlu dilakukan observasi, dan konsentrasi HDL kolesterol
meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma trigliserida konsentrasi menetap
10
selama pemberian terapi.
f. Antiprostaglandin
Penghambat pembentukan prostaglandin dapat mengurangi perdarahan yang
berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal ini beralasan untuk diterima atau
mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma uteri.
Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian naproxen 500 1000 mg setiap
hari untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang diinduksi
mioma, meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7 % wanita dengan
menoragia idiopatik. Studi ini didasarkan hanya penilaian secara simptomatik,
sedangkan ukuran
3
mioma tidak diukur.

17
3. Terapi pembedahan

Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians and
Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah

a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif

b. Sangkaan adanya keganasan

c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause

d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba

e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu

f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius

g. Anemia akibat perdarahan.7

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi.

1. Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa pengangkatan


uterus.Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan funsi reproduksinya
dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma
submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan kerana
keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.1

Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan


laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma
dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih
luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan
miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko
terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien,
disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.

Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum yang


terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar

18
2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus,
ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.

Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang


bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma
subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini.
Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang
terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus,
ovarium,rektum serta perdarahan.

Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita
dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.7

2. Histerektomi

Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih


(Prawirohardjo, 2007).Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus.
Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi
pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.7

Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada
beberapa kasus dilakukan laparoskopi.

Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal


hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang
lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan
rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada
tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdaraahn paska operasi di
mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.

Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan operasi tidak melalui
insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur
operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang

19
mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat
parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan
terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat
dibandng histerektomi abdominal.

Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang dijelaskan hanya 2


iaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal
histerectomy / LAVH) dan classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy
(CISH) tanpa colpotomy.

Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik dengan
memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh
darah uterina dilakukan dari vagina.

CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari serviks dan
uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat
mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk
mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter
dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal,waktu operasi yang lebih cepat, resiko
infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang
terbaik adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi
laparoskopi memiliki kelebihan kerana masa penyembuhan yang singkat dan angka morbiditas
yang rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal.7

20
BAB IV

KESIMPULAN

Mioma uteri adalah salah satu tumor neoplastik jinak dari otot polos miomentrium.Mioma
uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous, sehingga
mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak
jika otot rahimnya yang dominan. Mioma uteri biasa juga disebut leiomioma uteri, fibroma uteri,
fibroleiomioma, mioma fibroid atau mioma simpel.
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan yaitu satu dari empat wanita
selama masa reproduksi yang aktif. Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena tidak semua
mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operatif. Gejala tersebut dapat
digolongkan sebagai berikut perdarahan abdominal. Gangguan perdarahan yang terjadi
umumnya adaah hipermenore, menoragia, dan dapat juga terjadi metrorargia, rasa nyeri, gejala
dan tanda penekanan, infertilitas dan abortus. Walaupun kebanyakan mioma muncul tanpa gejala
tetapi sekitar 60% ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan USG, pemeriksaan pelvis,
atau pada laparatomi daerah pelvis. Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum
diketahui. Mioma uteri banyak ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah
pada usia menopause, dan belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Diduga penyebab
timbulnya mioma uteri paling banyak oleh stimulasi hormon estrogen

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. 2nd ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka; 2008.

2. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins Basic Pathology. 8th ed.
Philadelphia, USA: Saunders Elsevier; 2007.

3. Martin LP. Benson & Pernolls handbook of Obstetrics & Gynecology. USA: McGraw-Hill;
2001.

4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD.
Williams Obstetrics. 22nd ed. USA: McGraw-Hill; 2005.

5. Parker W. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. Dep Obstet


Gynecol UCLA Sch Med Calif Am Soc Reprod Med. 2007;87.

6. Muzakir. Profil Penderita Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau Periode 1
Januari-31 Desember 2006. 2008.

7. Hadibroto BR. Mioma Uteri. Maj Kedokt Nusant. 2005;38.

8. Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. 9th ed. EGC; 2009.

9. Beckmann CRB, Ling FW, Barzansky BM, Harbert WNP, Laube DK, Smith RP. Obstetrics
and Gynecology. 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins.; 2010.

10. Taber B. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC; 1994.

11. Bieber EJ, Sanfilippo JS, Horowitz IR. Clinical Gynecology. Churchill Livingstone Elsevier.
2006;

12. Rosenthal MS. The Gynecology Sourcebook. 4th ed. McGraw-Hill; 2003.

13. Fritz MA, Speroff L. Clinical Gynecology Endocrinology and Infertility. 7th ed. Lippincott
Williams and Wilkins; 2005.

22
14. Calahan TL, Caughey AB, Heffner LJ. Blueprints Obstetrics and Gynecology. 3rd ed.
Blackwel Publishing; 2004.

15. Shriver EK. Uterine Fibroids. Natl Inst Child Health Hum Dev. 2005;

23

Anda mungkin juga menyukai